Analisis Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota Terhadap Peran Gapoktan (Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang)
1 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian di era global ini masih memainkan peran penting. Sektor pertanian dianggap mampu menghadapi berbagai kondisi instabilitas ekonomi karena sejatinya manusia memang butuh pangan setiap harinya. Sebagai sektor unggulan, pertanian dituntut untuk memainkan perannya secara optimal. Sektor ini diharapkan tidak hanya mampu menjadi tumpuan harapan seluruh petani selaku pelaku usaha tetapi juga dapat dijadikan basis pertumbuhan ekonomi negara Indonesia.
Pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian secara keseluruhan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional sebesar 13-14% dan menyerap tenaga kerja sebesar 42,61-43,03 juta orang pada tahun 2008-2009 (Daryanto 2010). Daryanto (2009) mengatakan bahwa pertanian juga dapat dipandang sebagai suatu sektor yang memiliki kemampuan khusus dalam memadukan pertumbuhan dan pemerataan atau pertumbuhan yang berkualitas. Sehingga, kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian tersebut memberikan sinyal bahwa pentingnya membangun pertanian yang berkelanjutan secara konsisten untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus kesejahteraan rakyat.
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya dengan sumberdaya pendukung pertanian, seperti lahan yang subur, air yang melimpah, dan lain-lain. Namun, petani di Indonesia masih terjebak dalam persoalan rendahnya pendapatan yang berimbas pada rendahnya penciptaan modal, skala usaha yang tidak efisien, dan produktivitas yang rendah. Dampak domino ini akan sangat
(2)
2 mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani. Data BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di desa di Jawa Tengah adalah 3.110.200 jiwa sedangkan di kota hanya 2.258.900 jiwa1. Padahal, pusat pembangunan pertanian sebagian besar terdapat di desa. Hal ini juga kontras dengan kenyataan bahwa lapangan usaha pertanian merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah pada tahun 2005-2009 dengan jumlah Rp 44.806.485.330.000 (BPS Jawa Tengah 2009).
Pertanian yang dalam paradigma pembangunan daerah merupakan prime over untuk meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat, perlu mendapatkan perhatian khusus pada mekanisme terutama pada hal distribusi dan pemasaran. Besarnya peran agribisnis tersebut tidak hanya menuntut adanya intervensi teknologi maju dan permodalan yang lebih besar, tetapi juga diperlukan peran kelembagaan yang semakin memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya pengembangan agribisnis (Maarif 1998). Oleh karena itu, kelembagaan yang kuat dan mandiri diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas panenan untuk mendukung ketersediaan pangan dalam negeri dan kesejahteraan rumah tangga petani.
Kabupaten Magelang telah menetapkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor andalan dan mendapat prioritas tinggi dalam memacu pembangunan bidang lain demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Pemilihan sektor pertanian sebagai sektor andalan cukup relevan mengingat sektor pertanian juga memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Magelang paling besar dibandingkan dengan sektor yang lain. Selain itu, pertanian juga telah
1
(3)
3 berkontribusi secara nyata pada PDRB Kecamatan Sawangan. Sektor pertanian menyumbang sebanyak Rp 114.190.570.000 pada tahun 2010 dan tahun sebelumnya juga selalu terjadi peningkatan (BPS Kabupaten Magelang 2010).
Menurut Rencana Strategis (Renstra) Kabupaten Magelang tahun 2005-2009, tujuan pembangunan di bidang pertanian ditetapkan sebagai berikut, yaitu: (1) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dengan membuka kesempatan kerja melalui pengembangan agribisnis dari hulu sampai hilir, (2) meningkatkan ketersediaan pangan, dan (3) terwujudnya kelembagaan pangan dan usaha dalam satu kesatuan ketahanan pangan. Untuk mewujudkan tujuan pembangunan pertanian tersebut, kebijakan yang ditempuh adalah (1) pengembangan agribisnis dari hulu sampai hilir dengan pendekatan kawasan, (2) membangun sistem ketahanan pangan, (3) pengembangan kelembagaan petani (Bappeda 2004).
Penguatan kelembagaan usahatani di seluruh kawasan di Indonesia perlu untuk mendukung penjaminan ketersediaan pangan bagi rakyat Indonesia. Penguatan kelembagaan ini juga diperlukan agar harga komoditas di pasar domestik semakin terbuka terhadap gejolak pasar akibat adanya perubahan rezim pasar ke arah pasar persaingan bebas dan produk pertanian Indonesia memiliki daya saing di pasar internasional. Bahkan, akibat adanya persaingan bebas ini, Indonesia mengalami kenaikan impor pangan yang pesat menjadi dua kali lipat (Pearson et al. 2003).
Upaya peningkatan kemandirian dan kesejahteraan petani, serta pertanian yang berkelanjutan membutuhkan adanya sebuah kelembagaan. Melalui kelembagaan itulah setiap pihak terkait dapat bersama-sama mengkaji dan
(4)
4 mencari jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi. Sudah sejak lama masyarakat perdesaan memiliki kelembagaan lokal yang berfungsi sebagai wadah dalam menyelesaikan beragam permasalahan secara mandiri. Namun, kelembagaan lokal tersebut melemah dan terdistorsi karena tergerus oleh pembangunan yang terpusat dan masif. Ketika kelembagaan lokal melemah atau bahkan mati maka hal itu akan berdampak terhadap masalah hidup yang dialaminya.
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Pertanian telah menerapkan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani) sebagai salah satu program utamanya yang sudah mulai dilaksanakan sejak perencanaannya pada tahun 2005. Sasaran Prima Tani adalah terbangunnya sistem dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi inovatif (Simatupang 2004). Prima Tani terdiri atas dua bagian besar, yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Artinya, perhatian terhadap permasalahan kelembagaan mengambil separuh, atau mungkin lebih dari seluruh rangkaian aktivitas di Prima Tani (Sudaryanto 2006). Penerapan Prima Tani ini dilaksanakan di beberapa propinsi terpilih, salah satunya adalah Propinsi Jawa Tengah dengan salah satu kecamatan sasarannya adalah Kecamatan Sawangan.
Prima Tani dapat dipandang sebagai sebuah bentuk rekayasa sosial melalui pendekatan kelembagaan. Berbagai bukti selama ini menunjukkan bahwa kendala kelembagaan sering menjadi penghalang serius dalam pelaksanaan program-program pemerintah. Dalam konteks ini, penyempurnaan sebuah bangun kelembagaan akan jauh lebih berhasil apabila pembelajaran dilakukan semenjak tahap awal. Prima Tani merupakan suatu model atau konsep baru diseminasi
(5)
5 teknologi dan kelembagaan yang bertujuan untuk mempercepat dan mengefektifkan informasi dan teknologi yang dihasilkan lembaga penelitian khususnya Balitbang Pertanian kepada petani (Syahyuti 2005)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah telah melakukan introduksi teknologi dan kelembagaan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang. Desa Banyuroto memiliki agroekosistem lahan kering dataran tinggi beriklim basah, menjadi tempat pelaksanaan Prima Tani sejak tahun 2005. Pelaksanaan Prima Tani tersebut juga dikaitkan dengan program pengembangan kawasan Agropolitan Merapi-Merbabu dengan fokus kegiatan pengembangan agrowisata di lingkungan Ketep Pass dan pengembangan sistem agribisnis di Desa Banyuroto.
Kajian mengenai kualitas suatu kelembagaan pertanian seperti gapoktan perlu dilakukan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana gapoktan berperan dan memberikan kontribusi dalam kegiatan usahatani petani anggotanya maupun terhadap petani selaku aktor dalam kelembagaan. Peran gapoktan yang dianalisis berdasarkan persepsi petani anggotanya adalah kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian.
1.2. Perumusan Masalah
Program Prima Tani berupaya mengembangkan kemandirian bagi petani untuk dapat melanjutkan sendiri aktivitas yang telah dimulai yang sebelumnya didukung oleh berbagai pihak luar. Untuk menunjang kemandirian, Prima Tani menghindari pemberian bantuan yang tidak mendidik dan menimbulkan ketergantungan. Pemberian bantuan berupa perangkat keras teknologi berupa bibit, pupuk, obat-obatan, dan alsintan, sejauh mungkin dihindarkan. Pemberian
(6)
6 bantuan kepada petani dilakukan jika hal itu pemberian insentif, namun demikian hal ini tidak dalam skala besar dan bersifat gratis. Jika harus memberikan bantuan modal, maka hal itu harus berupa pinjaman yang harus dikembalikan secara tepat waktu (Syahyuti 2005).
Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, merupakan salah satu desa tempat pelaksanaan program Prima Tani dengan penumbuhan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto sebagai bentuk wadah komunikasi antar kelompok tani yang ada di desa Banyuroto dengan lingkungan eksternal. Selain itu, Gapoktan Desa Banyuro dibentuk agar kegiatan penyuluhan pertanian terpusat, cepat, dan efektif penyampaiannya kepada seluruh petani di Desa Banyuroto. Gapoktan Desa Banyuroto juga memainkan peran utamanya sebagai tempat berhimpunnya para petani bertukar informasi mengenai usahatani mereka dan menghidupkan semangat pertanian selaras dengan perkembangan teknologi.
Sebuah rancang bangun kelembagaan seperti gapoktan tentunya memiliki struktur dan infrastruktur kelembagaan didalamnya, serta pembagian peran, tanggung jawab, dan interaksi antar aktor. Kualitas kelembagaan juga perlu dilihat untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dan keefektivan sebuah kelembagaan bekerja. Penelitian tentang kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto ini perlu untuk mengetahui bagaimana peran kelembagaan gapoktan tersebut dalam mencapai keberhasilannya terhadap kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian, yang dianggap merupakan indikator keberhasilan gapoktan tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan kunci dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(7)
7 1. Bagaimana tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa
Banyuroto?
2. Bagaimana peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kemandirian dan kesejahteraan ekonomi petani serta sistem pertanian yang berkelanjutan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.
2. Mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah pusat dan daerah dapat menjadi rujukan dan masukan serta bahan pertimbangan dalam menetapkan kebijakan yang terkait dengan penguatan kelembagaan dalam rangka meningkatkan kemandirian dan kesejahteraan petani terutama yang berkaitan dengan pertanian strawberry. 2. Bagi petani dan kelompok tani dapat memperoleh informasi dan masukan
mengenai upaya peningkatan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian.
3. Bagi kalangan akademisi merupakan bahan referensi maupun informasi bagi penelitian lanjut secara lebih mendalam pada pengembangan metodologi maupun pengembangan komoditas strawberry yang efisien, produktif,
(8)
8 berdaya saing, dan berkelanjutan di Indonesia serta pengembangan kemandirian dan kesejahteraan petani.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto pada program Prima Tani, yaitu meliputi menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dan mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry. Strawberry dipilih sebagai produk pertanian yang dibahas dalam penelitian ini karena inovasi tanaman strawberry dianggap aplikatif dan paling baik memberikan hasil dan berpengaruh terhadap kegiatan usahatani para petani anggota.
(9)
9 II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kelembagaan
Kelembagaan menurut Uphoff (1992) dan Fowler (1992) adalah “a complex of norm and behavior that persist overtime by serving some socially valued purpose” sedangkan organisasi adalah struktur peran yang diakui dan diterima. Mengacu pada konsep kelembagaan yang diajukan oleh Gilin dan Gilin (1954) tentang tingkat kemantapan tertentu dari kelembagaan, Horton dan Hunt (1984) tentang rutinisasi dari kelembagaan, dan Uphoff (1986) dalam Saptana (2006) yang menyatakan bahwa kelembagaan sebagai pola perilaku yang stabil, dihargai dan berlaku dalam waktu yang lama, maka bagian pokok lainnya yang penting untuk diperhatikan dalam pembahasan mengenai kinerja kelembagaan adalah tentang pola perilaku atau pola interaksi yang terjalin antar pelaku dalam suatu kelembagaan.
Kata kelembagaan merujuk kepada sesuatu yang bersifat mantap yang hidup di dalam masyarakat (Koentjaraningrat 1997). Secara konseptual, kelembagaan berasal dari istilah pranata yang mengandung pengertian sebagai padanan institution dan pranata sosial sebagai social institution. Suatu kelembagaan adalah suatu pemantapan perilaku yang hidup pada suatu kelompok orang. Kelembagaan merupakan sesuatu yang stabil, mantap, dan berpola, berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat, ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan modern atau bisa berbentuk tradisional dan modern, dan berfungsi untuk mengefisienkan kehidupan sosial.
Mengacu pada pendapat Berger dan Luckman (1966) dalam Saptana (2006), untuk membahas kelembagaan ekonomi ada beberapa aspek yang harus dilihat
(10)
10 yaitu pelaku yang mendukung dan mengonstruksi kelembagaan ekonomi tersebut sekaligus dengan status dan perannya, juga aturan main yang berlaku dan dikonstruksi oleh para pelaku. Menurut North (1993) dalam Sudaryanto (2005) kelembagaan ekonomi dibentuk oleh aturan-aturan formal berupa rule, laws, dan constitutions, dan aturan informal berupa norma, kesepakatan, dan lain-lain. Seluruhnya merupakan penentu bagaimana terbentuknya struktur masyarakat dan kinerja ekonominya yang spesifik.
Menurut Pakpahan (1989) dalam Elizabeth (2010), suatu kelembagaan dicirikan oleh tiga hal utama, yaitu: (1) yurisdiction of boundary (batas yurisdiksi), (2) property right (hak kepemilikan), (3) rule of representation (aturan representasi). Perubahannya menghasilkan performance yang diinginkan, dan ditentukan oleh: (1) sense of community (perasaan sebagai satu masyarakat), (2) eksternalitas, (3) homogenitas, dan (4) economic of scale (skala ekonomi).
Tiap kelembagaan memiliki tujuan tertentu, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya memiliki pola perilaku tertentu serta nilai-nilai dan norma-norma yang sudah disepakati yang sifatnya khas. Tiap kelembagaan dibangun untuk satu fungsi tertentu. Karena itu kita mengenal kelembagaan pendidikan, kelembagaan ekonomi, agama, dan lain-lain. Jadi, dunia berisi kelembagaan-kelembagaan dan manusia pasti masuk kelembagaan tersebut (Sudaryanto 2005).
Salah satu ciri umum kelembagaan adalah adanya suatu tingkat kekekalan atau kemapanan (Gilin dan Gilin 1954 dalam Saptana 2006) sehingga aturan main dalam suatu kelembagaan juga telah berlaku dalam waktu yang cukup lama, dan mungkin masih akan berlaku dalam jangka waktu yang lama lagi. Namun jika mengacu pada pendapat Granovetter dan Swedberg (1992) yang menyatakan
(11)
11 bahwa kelembagaan ekonomi dikonstruksikan secara sosial, maka juga tidak tertutup kemungkinan adanya konstruksi ulang mengenai aturan main yang berlaku. Mengacu pada pendapat di atas, maka pembahasan mengenai aturan main dalam kelembagaan ini akan mencakup tentang aturan main itu sendiri dan perubahan-perubahan yang terjadi pada aturan main, serta bagaimana dan oleh siapa aturan main tersebut dikonstruksi.
Selain pengertian diatas, kelembagaan dapat diarahkan sebagai organisasi. Dalam aspek kelembagaan terdapat nilai, aturan, norma, kepercayaan, moral, ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi, dan lain-lain. Sementara aspek keorganisasian berisi struktur, peran, hubungan antar pesan, integrasi antar bagian, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur riil, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaaan, klik, profil, pola kekuasaan, dan lain-lain (Sudaryanto 2005).
Pada intinya, kelembagaan adalah jejaring yang terbentuk dari sejumlah, mungkin puluhan sampai ratusan interaksi atau bisa disebut kelembagaan sebagai interaksi yang berpola. Dari interaksi inilah dapat dipahami sebuah kelembagaan hanya dengan memahami bagaimana pola, ciri, dan bentuk sebuah interaksi dan dalam satu kelembagaan, sebagian besar interaksi berbentuk sama.
Dalam proses pengembangan kelembagaan, beberapa prinsip ini perlu dijadikan pegangan (Sudaryanto 2005), yaitu:
Pahami setting masyarakat setempat, karakteristik dan konfigurasi ekonomi, politik, dan sosial setempat, serta level kolektivitas dan individualitasnya.
(12)
12
Bidang pekerjaan yang akan dilakukan, jenis, dan sifat interaksi yang ada di dalamnya, serta adanya motivasi sosial dan ekonomi yang tercampur didalamnya.
Pelajari kelembagaan yang sudah ada di masyarakat, aktivitas yang akan dijalankan, manfaat, dan masalah yang ada.
Kelompokkan basis kelembagaan yang sesuai untuk tiap aktivitas yang akan dijalankan, kecocokan, pola komunitas, pola pasar, pola pemerintah, dan basis pelayanan.
Pahami pula kekentalan kelembagaan yang sesungguhnya diperlukan, penguatan personal relation, personal network, dan organisasi.
Kriteria kelembagaan untuk tujuan praktis yang dihubungkan dengan pembentukan kelembagaan urutannya sebagai berikut (Suradisastra 2009):
1. Terorganisir dan memiliki norma atau aturan yang ditegakkan. 2. Memiliki cita-cita atau tujuan yang ingin dicapai.
3. Secara konsisten melakukan suatu fungsi secara berulang dan telah dilakukan dalam jangka cukup lama.
4. Melakukan interaksi dengan lembaga lain sebagai manifestasi saling ketergantungan antar lembaga.
2.1.1. Kelembagaan Petani
Bentuk dan peran kelembagaan petani saat ini masih sangat dipengaruhi oleh tuntutan dan strategi kebijakan pembangunan pertanian. Pemahaman sosial budaya dan kelembagaan membantu memilah faktor-faktor tertentu kedalam suatu urutan kegiatan yang mendekati kondisi kultural petani yang melakukan kegiatan usahatani masing-masing. Pemahaman sosial budaya meliputi penguasaan pranata
(13)
13 sosial dan tatanan sosial setempat. Termasuk dalam pranata dan tatanan sosial tersebut antara lain adalah peran kelembagaan petani dalam kaitan dengan kegiatan usahatani dan pembangunan pertanian, peran kepemimpinan lokal, dan pola komunikasi yang menggambarkan arah dan arus informasi dalam suatu lembaga (Suradisastra 2009).
Posisi, peran, dan fungsi kelembagaan petani seringkali disusun sedemikian rupa sehingga dapat memaksimalkan pembangunan wilayah sesuai dengan kebijakan pembangunan setempat. Dalam kondisi demikian, kelembagaan petani diposisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan dan bukan untuk menyejahterakan petani. Pendekatan seperti ini secara langsung atau tidak langsung, terasa atau tidak terasa, telah mengubah, mengerdilkan, atau melumpuhkan kelembagaan tertentu. Namun di sisi lain tidak dapat disangkal bahwa kelembagaan petani yang dibentuk secara paksa juga dapat meningkatkan efisiensi dan kinerja kelembagaan petani ke arah yang lebih baik.
Peran lain dari suatu kelembagaan petani adalah peran menggerakkan tindak komunal. Suatu lembaga struktur umumnya memiliki potensi kolektif yang berasal dari para anggotanya. Sikap kolektif sebagai suatu kesatuan kini merupakan tantangan tersendiri bagi para pelaksana pembangunan pertanian. Memahami dan memanfaatkan secara tepat sifat-sifat komunal dan social capital lain akan memberikan dampak yang diharapkan (Syahyuti 2007).
Namun, kelembagaan petani cenderung hanya diposisikan sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya untuk pemberdayaan yang lebih mendasar. Kedepan, agar dapat berperan sebagai aset komunitas masyarakat desa yang partisipatif, maka pengembangan kelembagaan
(14)
14 harus dirancang sebagai upaya untuk peningkatan kapasitas masyarakat itu sendiri sehingga menjadi mandiri (Syahyuti 2007).
Masalah utama pengembangan kelembagaan petani adalah fakta bahwa pemahaman terhadap konsep lembaga atau kelembagaan lebih terpaku pada organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi non formal. Masalah lain dalam pengembangan lembaga organisasi petani adalah sikap sosial anggota kelembagaan dan masyarakat sekitarnya, terutama yang berkaitan dengan daya lenting sosial komunitas petani yang dilibatkan dalam pembentukan atau pengembangan lembaga petani di suatu wilayah.
Tetapi saat ini, kelembagaan petani dalam hal ini adalah gapoktan, diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution) yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemasaran produk pertanian, dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti 2007).
Pengembangan gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian, serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya. Terhadap pedagang saprotan maupun pedagang hasil-hasil pertanian, gapoktan
(15)
15 diharapkan dapat menjalankan fungsi kemitraan dengan adil dan saling menguntungkan.
Setidaknya terdapat tiga peran pokok yang diharapkan dapat dimainkan oleh gapoktan. Pertama, gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar permintaan benih dan nama anggota. Kedua, gapoktan juga dibebankan untuk peningkatan ketahanan pangan di tingkat lokal. Ketiga, mulai tahun 2007, gapoktan dianggap sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) sehingga dapat menerima dana penguatan modal, yaitu dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membeli gabah petani pada saat panen raya, sehingga harga tidak terlalu jatuh.
2.1.2. Kualitas Kelembagaan Petani
Pengembangan kelembagaan bagi masyarakat petani dianggap penting karena beberapa alasan. Pertama, banyak masalah pertanian yang hanya dapat dipecahkan oleh suatu lembaga petani. Berbagai pelayanan kepada masyarakat petani seperti pemberian kredit, pengelolaan irigasi, penjualan bahan-bahan pertanian, dan lain sebagainya. Organisasi-organisasi tersebut dapat berperan sebagai perantara antara lembaga-lembaga pemerintah atau lembaga-lembaga swasta dalam rangka sebagai saluran komunikasi atau untuk kepentingan-kepentingan yang lain. Kedua, organisasi masyarakat memberikan kelanggengan atau kontinuitas pada usaha-usaha untuk menyebarkan dan mengembangkan teknologi, atau pengetahuan teknis kepada masyarakat. Ketiga, untuk menyiapkan masyarakat agar mampu bersaing dalam struktur ekonomi yang terbuka (Anantanyu 2009).
(16)
16 Menurut Esman (1986) dalam Anantanyu (2009) pengembangan kelembagaan dapat dirumuskan sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru atau yang disusun kembali yang; a) mewujudkan perubahan-perubahan dalam nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik atau sosial, b) menetapkan, mengembangkan, dan melindungi hubungan-hubungan normatif dan pola-pola tindakan yang baru, dan c) memperoleh dukungan dan kelengkapan dalam lingkungan lembaga. Efektivitas pengembangan kelembagaan diukur berdasarkan berbagai kriteria, termasuk kemampuannya untuk menyediakan barang-barang dan jasa-jasa bagi orang dengan kategori tertentu dan kemampuannya mempertahankan hidupnya dalam suatu jaringan dari unit-unit yang saling mengisi yang memajukan tingkat pertumbuhan sosial-ekonomi (Eaton 1986 dalam Anantanyu 2009).
Sumardjo (2003) mengungkapkan gejala-gejala sosial yang mendorong kelompok tani berfungsi secara efektif antara lain:
1. Keanggotaan dan aktivitas kelompok lebih didasarkan pada masalah, kebutuhan, dan minat calon anggota.
2. Kelompok berkembang mulai dari informal efektif dan berpotensi serta berpeluang untuk berkembang ke formal sejalan dengan kesiapan dan kebutuhan kelompok yang bersangkutan.
3. Status kepengurusan yang dikelola dengan motivasi mencapai tujuan bersama dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, cenderung lebih efektif untuk meringankan beban bersama anggota, dibanding bila pemecahan masalah dan pemenuhan kebutuhan tersebut dilakukan secara sendiri-sendiri.
(17)
17 4. Inisiatif anggota kelompok tinggi untuk berusaha meraih kemajuan dan
keefektivan kelompok karena adanya keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhannya.
5. Kinerja kelompok sejalan dengan berkembangnya kesadaran anggota, bila terjadi penyimpangan pengurus segera dapat dikontrol oleh proses dan suasana demokratis kelompok.
6. Agen pembaharu cukup berperan secara efektif sebagai pengembang kepemimpinan dan kesadaran kritis dalam masyarakat atas pentingnya peran kelompok. Disamping itu, yang dibutuhkan atas kehadiran penyuluh selain mengembangkan kepemimpinan adalah kemampuan masyarakat mengorganisir diri secara dinamis dalam memenuhi kebutuhan hidup kelompok.
7. Kelompok tidak terikat harus berbasis sehamparan, karena yang lebih menentukan efektivitas dan dinamika kelompok adalah keefektivan pola komunikasi lokal dalam mengembangkan peran kelompok.
2.2. Persepsi
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti (Buzzell 1981 dalam Kotler et al. 2009). Sedangkan Herminta (2008) menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang dilakukan individu dalam mengelola dan menafsirkan kesan indra mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka, meskipun demikian apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif. Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik, tapi juga pada rangsangan yang
(18)
18 berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Poin pentingnya adalah bahwa persepsi dapat sangat beragam antara individu satu dengan yang lain yang mengalami realitas yang sama. Setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda atas objek yang sama karena tiga proses: perhatian selektif, distorsi selektif, dan ingatan selektif.
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat 1998). Rakhmat (1998) juga menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimulus. Persepsi meliputi juga kognisi (pengetahuan) yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan (Gibson 1986).
2.3. Kemandirian Petani
Kemandirian merupakan totalitas kepribadian yang perlu atau harus dimiliki oleh setiap individu sebagai sumberdaya manusia (Nawawi dan Martini 1994). Kemandirian menunjuk pada individualitas bukan individualistis atau individualisme atau bahkan egoisme. Kemandirian adalah kemampuan mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia, untuk ditampilkan di dalam sikap dan perilaku yang tepat berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang individu.
Globalisasi tidak dapat dilepaskan dari suatu karya manusia yang unik, yaitu teknologi dengan segala perwujudan dan perkembangannya. Sukardi (1993) menyatakan bahwa menyatunya dunia, sebagai kata lain dari globalisasi, hanya dimungkinkan melalui pengembangan teknologi. Kehadiran ilmu pengetahuan
(19)
19 dan teknologi modern secara lebih lanjut memungkinkan manusia untuk mengeksplorasi, memanipulasi, dan mentransformasikan lingkungannya menjadi suatu lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhannya. Kesempatan dan pilihan muncul sebagai akibat pembangunan, dengan adanya globalisasi, hal tersebut tidak lagi hanya berasal dari lingkungannya, tetapi juga dari belahan dunia lain.
Di dunia pertanian, kesiapan petani menghadapi era globalisasi adalah menyangkut kualitas perilaku petani dalam konteks kesiapan petani. Kesiapan petani akan menentukan sejauh mana petani mampu mandiri. Pengertian petani mandiri disini adalah petani terbebas dari kungkungan dan ketergantungan dan subordinasi dari pihak lain dalam mengambil dan melaksanakan keputusan hidupnya (Sumardjo 1999). Covey (1993) tentang kemandirian, petani yang mandiri adalah petani yang mampu menciptakan kesalingtergantungan dan duduk setara dalam pola kolegial (kemitraan) dengan pihak lain. Keputusan yang diambil petani idealnya adalah keputusan yang merdeka dan dinilai secara sadar oleh petani tersebut sebagai keputusan yang paling menguntungkan.
Dalam konteks pertanian berkelanjutan di era globalisasi ekonomi, kemandirian petani tersebut akan mantap apabila potensi petani tersebut diwarnai dengan aspek-aspek perilaku petani yang berciri modern, efisien dalam bisnis pertanian dan daya saing yang menghasilkan keterkaitan yang berkesinambungan.
Ciri-ciri kemandirian petani menurut Edward (1967), Inkeles dan Smith (1974), Covey (1995), Faulkner dan Browman (1995) dalam Sumardjo (1999) adalah sebagai berikut:
(20)
20 1. Petani mandiri mempunyai rasa percaya diri dan mampu memutuskan atau
mengambil suatu tindakan yang dinilai paling menguntungkan secara cepat, dan tepat dalam mengelola usahanya di bidang pertanian tanpa tergantung atau tersubordinasi oleh pihak lain, baik itu berupa perintah, ancaman, petunjuk atau anjuran.
2. Senantiasa mengembangkan kesadaran diri dan kebutuhannya akan pentingnya memperbaiki diri dan kehidupannya, serta punya inisiatif dan kemauan keras untuk mewujudkan harapannya.
3. Mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam kedudukan setara sehingga terjadi kesalingketergantungan dalam situasi saling menguntungkan dalam suatu kemitraan usaha yang berkelanjutan.
4. Mempunyai daya saing yang tinggi dalam menetapkan pilihan terbaik bagi alternatif usaha yang ditempuh dalam kehidupannya.
5. Senantiasa berusaha memperbaiki kehidupannya melalui berbagai upaya memperluas wawasan berfikir dan pengetahuan, sikap dan keterampilannya, sehingga berespon secara positif terhadap perubahan situasi dan berusaha secara sadar mengatasi permasalahan dengan prosedur yang dinilai paling tepat.
2.4. Kesejahteraan Petani
Salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat perdesaan adalah melalui penerapan inovasi teknologi, khususnya teknologi pertanian. Menurut Bustanul (2000), perubahan sistem perekonomian perdesaan akibat inovasi teknologi akan merangsang inovasi kelembagaan, perubahan sistem
(21)
21 nilai, inovasi institusi, dan sebagainya yang mengarah kepada perputaran inovasi IPTEK.
Kinerja indikator kesejahteraan ekonomi petani dapat digambarkan melalui lima aspek yang bisa menunjukkan penciri atau penanda kesejahteraan petani, yaitu: (1) struktur pendapatan rumah tangga (on farm, off farm, dan non farm), (2) struktur pengeluaran rumah tangga, (3) keragaan tingkat ketahanan pangan rumah tangga, (4) keragaan daya beli rumah tangga petani, dan (5) perkembangan nilai tukar petani (NTP) (Sadikin dan Subagyono 2008).
2.5. Pertanian Berkelanjutan
Selama ini indikator sukses pertanian kita adalah sekedar jumlah atau hasil produksi pertanian, untuk memenuhi permintaan pasar. Dalam pertanian berkelanjutan, tujuan yang ingin dicapai bukanlah sekedar target produksi jangka pendek, tetapi lebih ditekankan pada upaya keberlanjutan sistem produksi jangka panjang. Sehingga inovasi yang dilakukan, dalam pertanian berkelanjutan adalah dalam rangka peningkatan secara optimal proses-proses biologi dan ekologi dalam ekosistem (Manuwoto 1998).
Untuk inilah, kini saatnya terutama para penyuluh pertanian untuk mengajari petani tentang cara-cara mengembangkan kesuburan tanah, prinsip pengendalian hama alami dan pengoptimalisasi peran musuh alami, pengelolaan tanaman (memilih jenis, pola tanam, mengatur waktu tanam yang tepat) guna memanipulasi interaksi musim tanaman dan hama. Hal lain, harus dipikirkan pula pengembangan jenis-jenis kultiva tanaman yang tidak banyak membutuhkan pupuk dan relatif tahan terhadap hama dan penyakit. Pengembangan varietas
(22)
22 unggul lokal (yang sudah beradaptasi sesuai dengan kondisi setempat) perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan bibit unggul spesifik lokasi.
Untuk menjamin keseimbangan agar terciptanya keberlanjutan ada tiga unsur yang harus diperhatikan. Pertama, kegiatan pertanian itu tidak menguras sumberdaya alam dan juga tidak merusak lingkungan. Kedua, kegiatan pertanian itu dilaksanakan secara efisien dan ekonomis sehingga memberikan keuntungan bagi pelaku-pelakunya tidak saja pada saat ini tapi juga bagi pelaku-pelaku pada generasi mendatang. Kemudian yang ketiga adalah harus dapat mengantisipasi perubahan karena perubahan itu pasti terjadi pada lingkungan yang dinamis ini (Manuwoto 1998).
2.6. Biaya Transaksi
Biaya transaksi adalah biaya yang ditimbulkan dalam melakukan transaksi ekonomi. Dalam pengertian yang lain, biaya transaksi adalah biaya untuk menentukan dan memberlakukan hak-hak kepemilikan atas barang dan jasa (Coase 1960). Jenis biaya transaksi, yaitu:
1. Biaya mencari informasi yaitu biaya yang ditimbulkan untuk memperoleh informasi mengenai barang yang diinginkan dari pasar (misalnya biaya untuk memperoleh harga termurah, kualitas terbaik, dan variasi jenis barang).
2. Biaya membuat kontrak atau negosiasi (bargaining cost) yaitu biaya yang diperlukan untuk menerima suatu persetujuan/kontrak dengan pihak lain atas suatu transaksi (misalnya biaya notaris).
3. Biaya monitoring yaitu biaya yang ditimbulkan karena adanya kegiatan untuk mengawasi pihak lain dalam melaksanakan kontrak (misalnya,
(23)
23 biaya cek kualitas, cek kuantitas, cek harga, ketepatan waktu kirim, dan keamanan).
4. Biaya adaptasi (selama pelaksanaan kesepakatan) yaitu biaya yang ditimbulkan karena dilakukannya penyesuaian-penyesuaian pada saat suatu kesepakatan transaksi dilakukan (misalnya penyesuaian biaya produksi karena kenaikan sebagian besar harga bahan baku).
Penyebab terjadinya biaya transaksi adalah: 1. Suatu kegiatan sering terjadi (frequent)
2. Suatu kegiatan transaksi atas barang/jasa yang bersifat khusus (speciality) 3. Kondisi ketidakpastian (uncertainty)
4. Daya nalar yang terbatas (limited rationality) 5. Perilaku spekulatif (opportunist)
Pengelolaan kelembagaan pasti memerlukan biaya transaksi. Bagaimanapun untuk mencapai kesepakatan dalam kelembagaan memerlukan biaya transaksi. Minimumnya biaya transaksi akan mempunyai implikasi terhadap tercapainya komitmen kesepakatan bersama, yang pada akhirnya akan tercapai distribusi manfaat yang adil antar stakeholders dan kelestarian.
Dalam notasi matematik:
Dimana:
Xi = Manfaat kelembagaan
Yj = Biaya transaksi kelembagaan i = Jenis manfaat kelembagaan j = Jenis biaya transaksi
(24)
24 Biaya transaksi terdiri dari (i) pencarian informasi, (ii) manajemen stakeholders, dan monitoring, serta (iii) penegakan aturan dan kesepakatan, mencakup asuransi dan pencegahan konflik. Biaya informasi umumnya dilaksanakan pada tahap perencanaan, yaitu biaya mengenai stakeholders yang berkepentingan, lokasi, peran, tupoksi, dan lain sebagainya. Kartodiharjo (2004) menyebutkan bahwa informasi tentang peran setiap aktivitas institusi tersebut sangat penting terutama untuk menghubungkan dengan struktur insentif. Karena setiap pembuatan konsensus atau kesepakatan juga perlu banyak informasi. Biaya manajemen stakeholders mencakup biaya koordinasi, sosialisasi, pertemuan, monitoring, dan lain sebagainya.
2.7. Penelitian Terdahulu
Berdasarkan penelitian Hermanto (2007), Prima Tani di Desa Kertosari, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Musi Rawas (Mura), Propinsi Sumatera Selatan merupakan model percontohan sistem dan usaha agribisnis di lahan sawah intensif dengan mengembangkan Sistem Integrasi Padi Ternak (SIPT). Kelembagaan tani yang telah ditumbuhkembangkan selama kurun waktu dua tahun berjalan (2005-2006) antara lain: (1) kelembagaan keuangan mikro perdesaan untuk mengatasi kelangkaan modal usaha dan kebutuhan konsumsi, (2) Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi oleh petani dalam mengembangkan usaha agribisnisnya, (3) kelembagaan klinik agribisnis yang ditujukan untuk memberdayakan masyarakat petani dalam mewujudkan sistem kehidupan yang lebih baik, dan (4) kelembagaan kemitraan bermediasi dalam rangka membantu peningkatan pendapatan petani melalui peningkatan efisiensi sistem pemasaran.
(25)
25 Dengan adanya pembinaan yang dilakukan secara intensif terhadap kelompok tani di Desa Kertosari, maka terciptalah suatu kelembagaan kelompok tani yang mampu memberikan suasana kepada anggotanya untuk masuk dalam sistem agribisnis. Hal ini juga ditunjukkan dari peranan kelompok yang semakin meningkat dalam pengembangan sistem agribisnis di perdesaan. Misalnya, beberapa kelompok tani telah menerapkan dan mempersiapkan sarana pertanian guna memenuhi kebutuhan anggotanya, baik bersifat barang maupun pendanaan (Hermanto 2007).
Demikian halnya dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) yang baru dibentuk pada bulan September 2006 dengan pengurus terdiri atas manajer, sekretaris, dan bendahara. Unit usaha yang baru dikembangkan, yaitu: unit Alsintan dan unit produksi/pemasaran (bidang tanaman pangan, peternakan dan perikanan). Dalam unit usaha alsintan/pasca panen dihimpun semua bentuk usaha yang menggunakan alsintan dalam mendukung implementasi sistem dan usaha agribisnis. Pada unit produksi/pemasaran difokuskan untuk mendukung pengembangan usahatani padi dan penangkaran benih, penggemukan sapi, produksi jamur, pupuk, dan produksi ikan (Hermanto 2007).
Selanjutnya klinik agribisnis juga telah dibentuk untuk mengembangkan pelayanan informasi teknologi dan agribisnis, pusat pelatihan petani dan tempat pertemuan teknis. Materi kegiatan klinik yang dikembangkan meliputi: (1) penguatan fasilitator melalui kegiatan pelatihan di bidang tanaman pangan, peternakan dan perikanan, pengelolaan perpustakaan dan pengelolaan peta peragaan inovasi teknologi, (2) pelayanan informasi teknologi (inisiasi perpustakaan), (3) konsultasi teknologi, (4) peragaan inovasi teknologi, seperti
(26)
26 peragaan penangkaran benih VUTB/VUB, pembuatan pupuk kompos kascing, pembuatan fermentasi jerami, teknologi budidaya jamur, dan pembuatan pakan formulasi (Hermanto 2007).
Untuk kelancaran pelaksanaan tugas sehari-hari, klinik agribsinis di Desa Kertosari telah didukung oleh peneliti/penyuluh BPTP, staf dinas dan PPL. Keberadaan klinik tersebut telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat di Desa Kertosari sebagai tempat untuk belajar, berkonsultasi dan mengetahui berbagai informasi inovasi teknologi pertanian dan pengembangan usaha agribisnis. Bahkan klinik ini juga telah dikunjungi oleh Bupati beserta rombongan dalam rangka penilaian PKK desa untuk diperlombakan. Dalam hal ini Desa Kertosari, tidak saja muncul sebagai pemenang PKK tingkat kabupaten, namun juga sebagai juara I untuk tingkat Propinsi Sumatera Selatan (Hermanto 2007).
(27)
27 III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Operasional
Keberhasilan gapoktan sangat ditentukan oleh struktur dan infrastruktur kelembagaan. Struktur kelembagaan yang dimaksud adalah struktur organisasi beserta pembagian fungsi, struktur, dan kewenangan. Keberadaan struktur organisasi beserta pembagian fungsinya akan sangat membantu kelancaran dalam menjalankan roda organisasi. Selain struktur, infrastruktur kelembagaan berupa aturan main (rule of the game) juga sangat menentukan arah gerak dan keberhasilan kelembagaan. Aturan main yang jelas yang mengatur hubungan antar aktor dan hubungan dengan pihak lain akan menjamin kepastian dan keberhasilan interaksi antar aktor dengan pihak lain. Maka untuk mengetahui keberhasilan kelembagaan gapoktan harus diawali dengan menganalisis aturan main yang berlaku pada gapoktan tersebut.
Untuk lebih mengetahui secara lebih mendalam bagaimana kelembagaan tersebut bekerja, maka dilakukan pula analisis lebih jauh terhadap aktor-aktor yang terlibat dalam gapoktan tersebut dan bagaimana pula kualitas hubungan antar aktor tersebut. Kualitas hubungan antar aktor diidentifikasikan oleh adanya harmonis, sinergi, konflik, dan lain-lain. Tentu saja aturan main yang baik akan tercermin dari kualitas hubungan antar aktor tersebut.
Kelembagaan gapoktan merupakan sebuah wadah representasi yang diharapkan dapat meningkatkan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian di suatu wilayah. Transfer inovasi spesifik lokasi mengenai pertanian dikelola melalui kelembagaan sehingga gapoktan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai wadah berhimpunnya interaksi berbagai
(28)
28 kelompok tani dengan lingkungan eksternal. Tata kelola yang demikian diharapkan dapat meningkatkan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian di Desa Banyuroto. Namun kelembagaan itu sendiri seringkali kurang mengapresiasi kepentingan anggota. Oleh karenanya, perlu diadakan penelitian mengenai kualitas kelembagaan dalam mencapai tujuannya.
Hubungan antar aktor yang baik merupakan insentif bagi gapoktan untuk terus bekerja mencapai tujuan yang diinginkan yaitu tercapainya kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian, khususnya komoditi strawberry. Tujuan itu tidak mungkin tercapai tanpa adanya kelembagaan yang baik. Hasil studi ini diharapkan dapat menemukan hubungan antara kelembagaan (struktur dan infrastruktur), interaksi antar aktor, dan keberhasilan, tujuan serta target yang dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi pengelolaan gapoktan-gapoktan lainnya. Kerangka pemikiran operasional penelitian ini disajikan pada Gambar 1 berikut ini.
(29)
29 Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan:
= Aspek yang dikaji
= Komponen biaya transaksi = Rincian yang dikaji
KELEMBAGAAN GAPOKTAN DESA BANYUROTO
Struktur kelembagaan (susunan dan fungsi
organisasi)
Infrastruktur Kelembagaan (aturan main)
Pola interaksi antar aktor (sinergi atau kompetisi)
Aktor Identifikasi aktor
Kualitas kelembagaan - Kemandirian petani
-Kesejahteraan ekonomi petani
- Keberlanjutan pertanian secara ekologi
Rekomendasi kebijakan Biaya
(30)
30 IV. METODE PENELITIAN
4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang tempat program Prima Tani dilaksanakan. Lokasi penelitian ini ditentukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan lokasi tersebut memiliki karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini diawali dengan pengambilan data primer ke lapangan yang dilakukan mulai bulan Maret 2012 hingga selesai.
4.2. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden dengan bantuan daftar pertanyaan terstruktur (kuesioner). Adapun responden penelitian ini adalah petani anggota dan pengurus gapoktan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Magelang, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Gapoktan Desa Banyuroto, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, jurnal, buku, internet, maupun sumber lain yang dapat menyediakan data yang akan digunakan pada penelitian ini.
Data primer meliputi data mengenai kemandirian petani, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian, pola interaksi antar aktor, karakteristik kelembagaan dalam Gapoktan Desa Banyuroto, stakeholders yang berperan, dan analisis kualitas kelembagaan terhadap peningkatan kemandirian dan kesejahteraan petani, serta keberlanjutan pertanian strawberry. Sedangkan data sekunder meliputi data tingkat kemiskinan, PDRB Kecamatan Sawangan, data
(31)
31 monografi desa, peraturan perundang-undangan, dan AD/ART Gapoktan Desa Banyuroto. Tabel 1 menyajikan matriks keterkaitan antara tujuan penelitian, parameter, dan cara mengumpulkan serta analisis data.
Tabel 1. Matriks Keterkaitan Antara Tujuan Penelitian, Parameter atau Indikator, dan Cara Mengumpulkan serta Analisis Data
No. Tujuan
Penelitian
Parameter atau indikator Cara Mengumpulkan
dan Analisis Data
1. Menganalisis tata kelola dan kualitas
kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.
Identifikasi kelembagaan meliputi:
a. Tata kelola kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto
Aktor-aktor yang terlibat dan pola interaksinya seperti apa
Analisis konten kelembagaan berupa aturan main, yang terdiri dari aturan eksternal (aturan-aturan yang terkait dengan gapoktan beserta seluruh komponennya), aturan internal (aturan-aturan yang terkait dan berlaku di dalam keanggotaan gapoktan), boundary rule, peraturan mengenai monitoring dan sanksi, dan aturan mengenai penyelesaian konflik.
Biaya transaksi yang timbul bisa berupa: biaya setting kelembagaan
biaya sosialisasi kelembagaan biaya operasional bersama
Wawancara langsung kepada key person atau leading actor dalam gapoktan yang terkait
dan memiliki
pengetahuan, analisis dokumen, Peraturan Menteri, atau AD/ART Gapoktan Desa Banyuroto dan menggunakan analisis biaya transaksi.
b. Kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto
Kejelasan kelembagaan: Struktur, aturan, dan pengetahuan anggota tentang kelembagaan.
Keefektivan kelembagaan: Partisipasi dalam kelembagaan dan efektivitas kelembagaan.
Kuesioner mengenai persepsi yang disusun berdasarkan skala likert kepada seluruh petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto.
2. Mengidentifikasi peran
kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry.
Kemandirian petani
Bargaining position petani
Kemandirian petani secara teknik bertanam
kemampuan petani memenuhi kebutuhan modal
Kesejahteraan ekonomi petani Perbandingan pendapatan petani Tingkat nilai tukar petani Keberlanjutan pertanian
Penggunaan pestisida organik Penggunaan pupuk organik Pencemaran air dan tanah
Kuesioner kepada para petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto dan untuk mendapatkan nilai pendapatan petani dan nilai tukar petani, maka dihitung dengan menggunakan rumus.
(32)
32 4.3. Metode Penentuan Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan informan dan responden sebagai sumber data primer. Informan adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungannya. Sedangkan responden adalah pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan persepsi pribadinya mengenai suatu objek penelitian.
Pengumpulan data diperoleh dengan wawancara secara mendalam (depth interview) menggunakan teknik pendekatan informan kunci (Key Informant Approach). Teknik pendekatan ini adalah teknik mengumpulkan data melalui orang-orang tertentu yang dipandang sebagai pemimpin, pengambil keputusan atau juga dianggap sebagai juru bicara dari kelompok atau komunitas yang jadi obyek pengamatan, dan orang tersebut dianggap akan bisa memberikan informasi akurat dalam mengidentifikasi masalah-masalah dalam komunitas tersebut (Rudito dan Famiola 2008).
Dalam penelitian ini informan kunci (key person) yang dipilih diantaranya adalah petinggi gapoktan atau tokoh masyarakat setempat. Pemilihan informan kunci ini didasarkan pada asumsi bahwa mereka adalah orang-orang yang mengetahui dan memiliki pengalaman secara mendalam terkait dengan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto. Sedangkan responden adalah seluruh petani yang bergabung dan merupakan keterwakilan dari seluruh kelompok tani yang ada di bawah Gapoktan Desa Banyuroto yang berjumlah 28 orang.
4.4. Metode dan Prosedur Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan dengan terlebih dahulu mengolah data hasil
(33)
33 wawancara kedalam matriks, kemudian dilakukan pengkodean. Setelah pengkodean data, tahap selanjutnya adalah penghitungan persentase responden dan merepresentasikannya secara deskriptif melalui tabel dan grafik. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual menggunakan komputer dengan program Microsoft Excel 2007.
4.4.1. Analisis Tata Kelola dan Kualitas Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto
Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik kelembagaan dan aturan Gapoktan Desa Banyuroto yang meliputi beberapa parameter yang bersifat kualitatif, yaitu: pertama, aktor dalam kelembagaan dianalisis dengan mengidentifikasi struktur kelembagaan yang terdapat dalam Gapoktan Desa Banyuroto. Kemudian masing-masing aktor tersebut diidentifikasi perannya dalam kelembagaan. Kedua, aturan main kelembagaan diklasifikasikan dalam lima bagian yaitu: (1) aturan formal, yang kemudian dibagi lagi menjadi aturan main eksternal dan internal; (2) aturan informal; (3) boundary rule; (4) monitoring dan sanksi; serta (5) aturan dalam penyelesaian konflik yang terjadi dalam pelaksanaan kelembagaan. Tabel 2 menyajikan matriks analisis kelembagaan gapoktan.
Tabel 2. Matriks Analisis Kelembagaan
Parameter Analisis
Profil kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto: Identifikasi aktor dan karakteristik interaksi
aktor dalam kelembagaan.
Identifikasi infrastruktur kelembagaan baik secara internal maupun eksternal. Konten kelembagaan yang mengatur
hubungan antar aktor secara internal: 1. Aturan formal
2. Aturan informal 3. Boundary rule 4. Monitoring dan sanksi
5. Penyelesaian konflik dalam kelembagaan.
Untuk mengetahui aktor-aktor utama dalam gapoktan dan mengetahui interaksi dari aktor-aktor tersebut. Aktor dianalisis secara deskriptif dengan mengidentifikasi struktur kelembagaan dengan peran masing-masing aktor tersebut.
Mengetahui kualitas hubungan antar aktor : harmonis, sinergi, konflik, dan lain-lain. Analisis konten untuk mengetahui aturan
(34)
34 Selain itu, interaksi antar aktor maupun antar stakeholder dianalisis dari hasil kuesioner dengan parameter keharmonisan dan sinergisme antar aktor yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Tabel 3 berikut ini menyajikan matriks hubungan antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.
Tabel 3. Matriks Hubungan Antar Aktor Maupun Antar Stakeholder
dalam Kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto
Indikator Parameter
Interaksi antar aktor maupun antar stakeholder
Untuk mengetahui bagaimana pola interaksi antar aktor maupun antar stakeholder yang terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto, kategorinya adalah:
1. Keharmonisan antar aktor
Tinggi, jika semuanya berjalan selaras dan tidak ada konflik Sedang, jika masih terdapat konflik
Rendah, jika sering terjadi konflik 2. Sinergisme antar aktor
Tinggi, jika interaksi antar aktor saling mendukung dan bekerjasama
Sedang, jika interaksi antar aktor kurang saling mendukung dan bekerjasama
Rendah, jika interaksi antar aktor tidak saling mendukung dan bekerjasama
4.4.1.1. Analisis Biaya Transaksi
Analisis biaya transaksi pada penelitian ini lebih difokuskan pada biaya setting, biaya sosialisasi, dan biaya untuk menjalankan organisasi. Biaya setting adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembentukan sebuah kelembagaan, kemudian biaya sosialisasi meliputi biaya untuk melakukan sosialisasi dan implementasi kelembagaan. Sedangkan biaya operasional meliputi biaya pengambilan keputusan (biaya pertemuan musyawarah anggota), biaya operasional bersama, dan biaya kumpul rutin. Persamaan yang digunakan untuk biaya transaksi dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto adalah sebagai berikut:
(35)
35 TrC = ∑ Sij
Keterangan: TrC : Total Biaya Transaksi Sij : Komponen Biaya Transaksi 4.4.1.2. Analisis Kualitas Kelembagaan
Penelitian ini juga ditujukan untuk menganalisis kualitas kelembagaan dalam mencapai outcome kelembagaan yaitu peningkatan kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian strawberry. Selain itu, kualitas kelembagaan dianalisis untuk mengetahui bagaimana kelembagaan gapoktan tersebut selama ini bekerja menurut persepsi aktor-aktor yang bekerja di dalamnya. Untuk melihat persepsi petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kualitas kelembagaan, digunakan skala likert, yaitu antara 1sampai 3, dimana 3 = tinggi, 2 = sedang, dan 1 = rendah (Rianse dan Abdi 2009). Tabel 4 berikut ini menyajikan parameter dan indikator yang digunakan dalam analisis kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto.
Tabel 4. Matriks Analisis Kualitas Kelembagaan
Parameter Indikator
1. Kejelasan kelembagaan
1. Kejelasan struktur kelembagaan meliputi: a. Kelengkapan susunan pengurus.
b. Terdapat uraian kerja (pembagian tugas dan wewenang). c. Anggota kelembagaan mengetahui susunan pengurus.
d. Anggota kelembagaan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. e. Keteraturan waktu pergantian atau penyempurnaan pengurus
kelembagaan.
2. Kejelasan aturan merupakan analisis untuk mengetahui aturan informal yang dibuat secara tertulis atau lisan.
3. Pengetahuan masyarakat terhadap kelembagaan. 2. Keefektivan
kelembagaan
1. Partisipatif, indikatornya adalah: a. Demokrasi dalam kelembagaan 2. Efektivitas kelembagaan a. Perubahan perilaku.
b. Tingkat keberhasilan program.
Tabel parameter dan indikator analisis kualitas kelembagaan yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.
(36)
36 4.4.2. Analisis Keberhasilan Gapoktan
Keberhasilan kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto diindikasikan dengan adanya pengaruh dan peran kelembagaan terhadap kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian. Kemandirian petani dalam penelitian ini mencakup persepsi anggota gapoktan tentang tingkat bargaining position petani dalam hal pemasaran produk pertanian, kemandirian petani secara teknik bertanam, dan kemampuan petani memenuhi kebutuhan permodalan ketika bergabung dalam Gapoktan Desa Banyuroto.
Karakteristik keberlanjutan pertanian dilihat dari persepsi petani mengenai tingkat penggunaan pupuk dan pestisida organik, serta tingkat pencemaran air dan tanah yang ditimbulkan akibat kegiatan pertanian di Desa Banyuroto. Keberlanjutan pertanian dilihat pada inovasi tanaman strawberry dan pemakaiannya pada produk pertanian lain yang sudah biasa ditanam oleh para petani anggota. Kesemuanya kemudian dianalisis bagaimana kaitannya dengan kualitas kelembagaan gapoktan.
Persepsi mengenai tingkat kemandirian petani dan keberlanjutan pertanian strawberry didapatkan melalui skala likert dengan skala 1 sampai 3. Sedangkan untuk tingkat kesejahteraan petani anggota dilihat melalui parameter perbandingan pendapatan antar usahatani dan nilai tukar petani. Kemudian dari semua hasil parameter outcome kelembagaan tersebut dianalisis secara deskriptif dan dikaitkan hubungannya dengan kualitas kelembagaan Gapoktan. Tabel 5 berikut ini menyajikan parameter dan indikator yang digunakan dalam analisis keberhasilan Gapoktan Desa Banyuroto.
(37)
37 Tabel 5. Matriks Analisis Keberhasilan Gapoktan
Parameter Indikator
1. Kemandirian petani
Peningkatan bargaining position petani setelah bergabung dengan gapoktan, kategorinya adalah:
- Tinggi, jika petani punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal.
- Sedang, jika petani kurang punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal.
- Rendah, jika petani tidak punya peran dan power yang kuat dalam setiap keputusan usahataninya maupun dalam menjalin kemitraan dengan pihak eksternal.
Kemampuan petani dalam teknik bercocok tanam strawberry, kategorinya adalah:
- Tinggi, jika petani telah mampu bercocok tanam tanpa pendampingan dari penyuluh.
- Sedang, jika petani telah mampu bercocok tanam masih ada pendampingan dari penyuluh.
- Rendah, jika petani telah mampu bercocok tanam harus ada pendampingan dari penyuluh.
Kemampuan petani dalam memenuhi kebutuhan permodalan untuk menjalankan usahataninya, kategorinya adalah:
- Tinggi, jika petani mampu memenuhi kebutuhan dan tidak lagi kesulitan mengakses modal.
- Sedang, jika kemampuan petani biasa saja dalam mengakses modal. - Rendah, jika petani tidak mampu dan sangat kesulitan mengakses
modal. 2. Kesejahteraan
ekonomi Petani
Untuk menghitung pendapatan petani merujuk pada Doll dan Orazen (1984) dalam Sahara et al. (2010) dan untuk menghitung nilai tukar petani merujuk pada Sunanto dan Sahardi (2006).
3. Keberlanjutan pertanian
Bagaimana tingkat penggunaan pestisida organik oleh para petani - Tinggi : jika petani sudah menggunakan pestisida organik dalam
kegiatan bercocok tanamnya.
- Sedang : jika petani masih mencampur pestisida organik dan anorganik dalam kegiatan bercocok tanamnya.
- Rendah : jika petani tidak menggunakan pestisida organik dalam kegiatan bercocok tanamnya.
Bagaimana tingkat penggunaan pupuk organik oleh para petani, kategorinya adalah:
- Tinggi : jika petani sudah menggunakan pupuk organik dalam kegiatan bercocok tanamnya.
- Sedang : jika petani masih mencampur pupuk organik dan anorganik dalam kegiatan bercocok tanamnya.
- Rendah : jika petani tidak menggunakan pupuk organik dalam kegiatan bercocok tanamnya.
Bagaimana persepsi petani terhadap pencemaran air dan tanah akibat kegiatan pertanian di Desa Banyuroto, kategorinya adalah:
- Tinggi: jika tingkat pencemaran air dan tanah masih tinggi. - Sedang: jika tingkat pencemaran air dan tanah sedang. - Rendah: jika tingkat pencemaran air dan tanah rendah.
(38)
38 Karakteristik kesejahteraan ekonomi petani dilihat dari peningkatan pendapatan petani dan nilai tukar petani. Adanya Inovasi tanaman strawberry kemudian dianalisis apakah berdampak atau tidak terhadap peningkatan pendapatan mereka. Menurut Doll dan Orazen (1984) dalam Sahara et al. (2010), pendapatan petani dari usahatani dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
π = TR - TC dimana:
π = pendapatan petani TR = total penerimaan TC = total biaya produksi
Perubahan pendapatan petani setelah menanam strawberry dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
x 100% dimana:
X1 = pendapatan petani dari usahatani sayuran X2 = pendapatan petani dari usahatani strawberry
Parameter yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi daya beli petani adalah nilai tukar petani. Nilai tukar petani merupakan ukuran tingkat daya tukar atau daya beli petani atau komoditas pertanian terhadap produk non pertanian. Nilai tukar petani tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja sektor pertanian namun juga sektor diluar pertanian.
Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah analisis pendapatan rumah tangga petani, yaitu menghitung seluruh penerimaan baik dari usaha pertanian maupun non pertanian dan menghitung pengeluaran baik pengeluaran untuk
(39)
39 usahatani maupun untuk konsumsi rumah tangga. Selanjutnya, dari perhitungan tersebut dihitung nilai tukar petani menurut rumus sebagai berikut (Sunanto dan Sahardi, 2006):
NTPt = Yt/Et dimana:
Yt = Ypt + Ynpt Et = Ept + Ekt keterangan:
Ypt = total pendapatan petani dari usaha pertanian (Rp) Ynpt = total pendapatan petani dari usaha non pertanian (Rp) Ept = pengeluaran total petani untuk usahatani (Rp)
Ekt = pengeluaran total petani untuk konsumsi keluarga petani (Rp) T = periode waktu dalam tahun (1 tahun)
(40)
40 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1. Kondisi Topografi
Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas wilayah di sebelah utara berbatasan dengan Desa Wulunggunung, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Wonolelo, sebelah timur berbatasan dengan Gunung Merbabu, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Ketep. Desa Banyuroto merupakan wilayah lahan kering, dataran tinggi beriklim basah dengan ketinggian 1.200 mdpl serta berhawa sejuk dengan suhu rata-rata 20-30oc.
Desa Banyuroto terdiri dari daerah datar seluas 30%, bergelombang seluas 35%, dan berbukit seluas 35%. Jenis tanah di desa ini didominasi oleh andisol dengan tekstur lempung berpasir. Wilayah ini mempunyai rata-rata curah hujan tahunan 2.211 mm dan rata-rata perbulannya adalah 184,2 mm dengan kondisi iklim terdiri dari 8 bulan basah (Oktober-Mei) dan 4 bulan kering (Juni-September). Kondisi topografi tersebut membuat Desa Banyuroto ditetapkan sebagai kawasan agrowisata dan ditetapkan sebagai salah satu kawasan pengembangan agropolitan Merapi-Merbabu. Kondisi topografi, lahan, dan lingkungan ini sangat cocok untuk budidaya strawberry serta mendukung agrowisata gardu pandang Gunung Merapi Ketep Pass.
Pembagian luas wilayah Desa Banyuroto menurut penggunaan tanah pada akhir tahun 2010 terdiri atas pekarangan atau bangunan seluas 34,955 ha, tegalan atau kebun seluas 365,425 ha, dan penggunaan lainnya seluas 12,020 ha (BPS Kabupaten Magelang 2010). Kondisi lingkungan di Desa Banyuroto juga masih alami dengan pemandangan kebun sayur mayur yang membentang merupakan
(41)
41 pemandangan yang paling dominan. Rumah-rumah penduduk relatif jarang dan jaraknya tidak terlalu berdekatan.
Akses lalu lintas menuju desa ini tidak sulit. Jalan menuju desa ini dalam kondisi bagus dan layak tetapi jumlah kendaraan menuju desa ini masih terbatas. Untuk mencapai desa ini dapat ditempuh dengan angkutan umum dari Kabupaten Magelang menuju Blabak, dilanjutkan ke pasar Ngablak, kemudian disambung lagi dilanjutkan angkutan umum sekitar menuju Desa Banyuroto. Total tempuh perjalanan dengan kendaraan umum sekitar 45-60 menit dari Kabupaten Magelang.
5.2. Kondisi Penduduk Desa Banyuroto
Desa Banyuroto dibagi menjadi enam dusun, yaitu: Dusun Banyuroto, Dusun Suwanting, Dusun Sobleman, Dusun Garon, Dusun Grintingan, dan Dusun Kenayan. Berdasarkan data monografi desa tahun 2011, jumlah penduduk di Desa Banyuroto sebanyak 3.985 jiwa terbagi dalam 1.298 kepala keluarga dengan jumlah penduduk laki-laki adalah 1.875 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 2.110 jiwa.
Berdasarkan kategori kelompok umur penduduk Desa Banyuroto dikelompokkan menjadi sepuluh kelompok umur. Sebaran terbanyak berada pada kelompok umur 30-39. Hal ini menandakan bahwa penduduk Desa Banyuroto memiliki jumlah penduduk usia dewasa produktif yang cukup tinggi.
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 55,20% penduduk Desa Banyuroto hanya tamat sekolah dasar dan sebanyak 81,73% bermatapencaharian sebagai petani. Hal ini menggambarkan bahwa sektor pertanian merupakan sumber penghidupan utama penduduk Desa Banyuroto yang terus berkembang
(42)
42 karena sesuai dengan kultur, kondisi lahan, dan lingkungan sekitar, serta mereka bertani secara turun-temurun dan berdasarkan pengalaman. Keterangan lebih lanjut tentang penduduk Desa Banyuroto dijelaskan pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Data Penduduk Desa Banyuroto
No Penduduk Desa Banyuroto Jumlah (dalam Jiwa) Persentase
(%) 1 Rasio Jenis Kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan Total 1.875 2.110 3.985 47 52,9 100
2 Rasio Tingkat Usia
a. 0-4 tahun b. 5-9 tahun c. 10-14 tahun d. 15-19 tahun e. 20-24 tahun f. 25-29 tahun g. 30-39 tahun h. 40-49 tahun i. 50-59 tahun j. ≥ 60 tahun
Total 324 442 402 343 329 394 600 459 431 256 3.985 8,1 11 10 8,6 8,2 9,8 15 11,5 10,8 6,4 100
3 Tingkat Pendidikan
a. Tidak Tamat Sekolah b. Tamat Sekolah Dasar c. Tamat SLTP
d. Tamat SLTA e. Perguruan Tinggi
Total 348 907 283 92 13 3.985 21,1 55,2 17,2 5,5 0,8 100
4 Mata Pencaharian
a. PNS b. ABRI/POLRI c. Pensiunan d. Petani e. Pengangkutan f. Pedagang g. Buruh Tani h. Tukang i. Buruh Total 13 1 5 2.590 28 172 198 86 76 3.196 0,4 0,03 0,15 81,8 0,8 5,4 6,4 2,7 2,4 100 Sumber: Data Kependudukan Kantor Desa Banyuroto 2011
Pertanian di Desa Banyuroto secara garis besar dibagi menjadi hortikultura (aneka macam sayur mayur), ternak sapi potong dan kambing, serta tanaman kehutanan. Petani di Desa Banyuroto sebagian besar merupakan petani pemilik
(43)
43 bahkan hanya 6,42% yang berprofesi sebagai buruh tani. Hal ini menggambarkan bahwa petani Desa Banyuroto sudah mandiri dalam hal penguasaan lahan.
5.3. Gapoktan Desa Banyuroto
Gapoktan hasil inovasi kelembagaan pada program Prima Tani telah digagas mulai tahun 2005. Gapoktan Desa Banyuroto dikukuhkan dan disahkan pada tahun 2007 berkat kerjasama oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, seluruh perangkat desa beserta Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD), Lembaga Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (LPKK), dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta perwakilan seluruh kelompok dan rukun tani yang ada di Desa Banyuroto. BPTP Jawa Tengah memfasilitasi pembentukan gapoktan dengan tujuan utama memberikan kontribusi utama berupa teknologi inovatif yang bersifat spesifik lokasi dan penumbuhan kelembagaan agribisnis yang sesuai dengan kondisi perdesaan. Kedua hal ini diperkenalkan dalam suatu laboratorium (desa) agribisnis melalui programnya yang bernama Prima Tani.
Inovasi kelembagaan diarahkan untuk memberdayakan kelompok tani yang telah ada dan menumbuhkan kelembagaan baru yang diperlukan untuk mengembangkan agribisnis. Berdasarkan panduan penumbuhan dan pengembangan kelembagaan Prima Tani (Balitbang 2007), perumusan inovasi kelembagaan mempertimbangkan prinsip dasar sebagai berikut:
Prinsip kebutuhan: Satu atau beberapa elemen lembaga tertentu dirumuskan atau dibentuk hanya apabila secara fungsional dibutuhkan.
(44)
44
Prinsip efektivitas: Jaringan kelembagaan hanyalah sebuah alat, bukan tujuan. Sebagai alat maka elemen lembaga yang dikembangkan haruslah efektif untuk upaya pencapaian tujuan yang diinginkan.
Prinsip efisien: Penumbuhan suatu elemen kelembagaan agribisnis dipilih opsi yang paling efisien, yaitu yang relatif paling murah, mudah, dan sederhana namun tetap mampu mendukung pencapaian tujuan.
Prinsip fleksibilitas: Kelembagaan yang dikembangkan disesuaikan dengan sumberdaya yang tersedia dan budaya setempat.
Prinsip manfaat: Kelembagaan yang dikembangkan adalah yang mampu memberikan manfaat paling besar bagi petani dan masyarakat pedesaan.
Prinsip pemerataan: Kelembagaan yang dikembangkan memberikan pembagian benefit (sharing system) secara proporsional kepada setiap petani dan pelaku agribisnis lainnya di pedesaan.
Kelembagaan kelompok dan rukun tani yang telah ada dan banyak dikembangkan di Desa Banyuroto belum cukup memenuhi kualifikasi sebagai kelembagaan petani. Secara organisasi masih memiliki berbagai kelemahan, antara lain belum memiliki keanggotaan yang jelas. Secara institusional sebagian besar kelompok tani belum memiliki aturan main, ketentuan hak dan kewajiban, dan ketentuan sanksi pelanggaran pranata yang jelas dan tegas. Walaupun demikian, perkembangan permintaan telah memberi dampak yang baik terhadap beberapa usaha. Petani strawberry pun mulai unggul dalam pencapaian keuntungan. Dengan pertimbangan perkembangan usaha dan daya tarik investasi, maka telah diupayakan adanya perluasan dan perbaikan kualitas layanan, yang dikombinasikan dengan perbaikan keorganisasian dan institusional. Untuk
(45)
45 mewadahi komunikasi antar kelompok tani dan antara kelompok tani dengan lingkungan eksternal maka dilakukan penumbuhan gabungan kelompok tani di tingkat desa, yang kemudian dinamai Gapoktan Desa Banyuroto.
Sumber: Gapoktan Desa Banyuroto 2012
Gambar 2. Unsur Pembentuk Gapoktan Desa Banyuroto
Pembinaan Gapoktan Desa Banyuroto oleh pihak BPTP Jawa Tengah dilakukan selama tahun 2005 hingga 2009. Setelah itu, Gapoktan Desa Banyuroto resmi mandiri menjalankan segala aktivitasnya namun tetap dalam pengawasan Dinas Pertanian Kabupaten Magelang, Pemda Kabupaten Magelang, dan Balai Penyuluhan Pertanian dan Kehutanan (BPPK) Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang. Gambar 2 tersebut menyajikan unsur-unsur pembentuk Gapoktan Desa Banyuroto yang terdiri dari sekaligus membawahi seluruh kelompok tani dan rukun tani yang ada di Desa Banyuroto.
Unsur-unsur pembentuk Gapoktan Desa Banyuroto tersebut jelas menggambarkan bahwa aktor yang terlibat dalam gapoktan merupakan perwakilan dari seluruh kelompok tani dan rukun tani yang terdapat di seluruh
Gapoktan Desa Banyuroto
Dusun Banyuroto: - Kelompok tani Tirtotani - Kelompok tani Karya Mandiri -Kelompok tani Karya Mandiri 2 -Kelompok tani Moncer Dusun Kenayan: Rukun Tani Dusun Kenayan Dusun Grintingan: Kelompok tani kambing Dusun Garon: -Kelompok tani Maju tani -Kelompok tani RW 03 RT 04 Dusun Suwanting: Kelompok tani Setio Tani Dusun Sobleman: Kelompok tani Karya Makmur
(46)
46 dusun di Desa Banyuroto. Hal ini mencerminkan keterwakilan dan keadilan, agar setiap transfer inovasi teknologi yang dilakukan dapat merata keseluruh petani di tiap-tiap dusun di Desa Banyuroto. Memang tidak semua anggota kelompok tani atau rukun tani menjadi keterwakilan dan duduk dalam kepengurusan maupun anggota Gapoktan Desa Banyuroto. Alasan keefektivan dalam pengelolaan gapoktan menjadi salah satu alasan paling kuat, mengapa hanya dipilih petani yang kompeten, mandiri, dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai perwakilan dari tiap-tiap kelompok tani di gapoktan.
(47)
47 VI. TATA KELOLA DAN KUALITAS KELEMBAGAAN GAPOKTAN
DESA BANYUROTO 6.1. Struktur Gapoktan Desa Banyuroto
Kelembagaan yang ada dalam Gapoktan Desa Banyuroto merupakan kelembagaan formal yang sengaja ditumbuhkan, dibentuk, dan disosialisasikan di kalangan petani Desa Banyuroto. Kegiatan pertanian di Desa Banyuroto bila dikaji melalui perspektif kelembagaan maka interaksi yang dilakukan petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto terhadap kegiatan pertanian dan segala keputusan usahataninya adalah sebuah arena aksi (action arena). Arena aksi memiliki dua komponen, diantaranya adalah situasi aksi yaitu interaksi petani anggota Gapoktan Desa Banyuroto dengan melakukan pemanfaatan sumberdaya untuk kegiatan pertanian yang didasarkan pada pengarahan dan penyuluhan yang dilakukan. Komponen kedua dari arena aksi ini adalah aktor. Dalam hal ini, anggota dan pengurus gapoktan merupakan aktor dalam kelembagaan. Perwakilan dari masing-masing kelompok atau rukun tani yang telah siap dan bersedia untuk masuk dalam keanggotaan Gapoktan Desa Banyuroto kemudian mengadakan musyawarah untuk menentukan posisi pengurus beserta fungsi, peran, dan tanggung jawabnya serta hak dan kewajiban anggota.
Seluruh aktor yang terpilih dan terlibat dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto merupakan perwakilan dari seluruh kelompok atau rukun tani yang terdapat di dusun. Aktor dalam kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto berjumlah 28 orang. Aktor ini kemudian disebut sebagai anggota Gapoktan Desa Banyuroto, yang mempunyai hak untuk dipilih menjadi pengurus untuk mengurusi segala kegiatan dan program Gapoktan Desa Banyuroto dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Setiap posisi dalam kepengurusan
(48)
48 hanya diisi oleh satu orang. Sedangkan untuk posisi ketua umum diisi oleh Kepala Desa Banyuroto. Berarti, ada 14 orang pengurus Gapoktan dan 14 orang anggota gapoktan. Berikut adalah struktur kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto:
Sumber: Gapoktan Desa Banyuroto 2012
Gambar 3. Struktur Organisasi Gapoktan Desa Banyuroto
Struktur oganisasi Gapoktan Desa Banyuroto terdiri dari ketua umum atau pelindung yang membawahi ketua I dan wakil ketua dibantu oleh sekretaris 1,
Wakil Ketua
Sekretaris I Sekretaris II Bendahara I Bendahara II
Seksi Humas
Seksi Pemasaran
Seksi Ketahanan Pangan
Seksi Sayur-sayuran
Seksi Strawberry
Seksi Teknologi
Seksi Tanaman Hias
Seksi Permodalan
Anggota Gapoktan Desa Banyuroto Ketua umum/pelindung
(49)
49 sekretaris 2, bendahara 1, dan bendahara 2, serta sejumlah seksi. Masing-masing perangkat menjalankan tugas sesuai dengan fungsinya. Mereka menjalankan tugas sebagai amanah dan kewajiban berdasarkan keikhlasan, kesadaran pribadi, dan tidak mendapatkan imbalan apapun. Adapun tugas atau fungsi dari tiap-tiap perangkat Gapoktan Desa Banyuroto adalah sebagai berikut:
1. Ketua umum adalah seseorang yang bertugas melindungi dan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan gapoktan yang dilaksanakan di wilayah Desa Banyuroto. Posisi ketua umum diisi oleh Kepala Desa Banyuroto.
2. Ketua I adalah seseorang yang bertugas untuk memimpin dan mengayomi seluruh anggota gapoktan, serta menjadi penerus aspirasi anggota gapoktan dan seluruh kelompok tani yang ada di Desa Banyuroto dengan seluruh pihak internal maupun eksternal.
3. Wakil ketua adalah seseorang yang bertugas untuk membantu ketua I dalam menjalankan tugasnya.
4. Sekretaris 1 adalah seseorang yang bertugas untuk mencatat dan mendokumentasikan seluruh keperluan terkait dengan administrasi gapoktan, mulai dari AD/ART gapoktan hingga notulensi rapat.
5. Sekretaris 2 adalah seseorang yang bertugas untuk membantu sekretaris 1 dalam hal perapihan administrasi.
6. Bendahara 1 adalah seseorang yang bertugas untuk mengurus segala hal yang berkaitan dengan keuangan operasional gapoktan, terutama dalam hal pencatatan pelunasan dana PUAP oleh anggota.
7. Bendahara 2 adalah seseorang yang bertugas untuk membantu bendahara 1 dalam hal keuangan rutin gapoktan, yaitu mengumpulkan iuran anggota.
(1)
111 Lampiran 5. Kuesioner Penelitian
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga,
Bogor, 16680 Telp/ Fax. (0251) 421672 A. Identifikasi kelembagaan oleh ketua atau sekretaris gapoktan a. Aktor
Siapa saja yang terlibat dalam kelembagaan, beserta peran dan wewenangnya dalam kelembagaannya? (identifikasi struktur kelembagaan)
... ... ... ... ... ... ... B. Aturan Kelembagaan
Identifikasi kelembagaan formal dan informal yang ada di program Prima Tani dan Gapoktan Desa Banyuroto
1.a. Kelembagaan formal
Apakah ada peraturan formal mengenai kelembagaan kelompok tani yang ada di dalam Gapoktan Desa Banyuroto?
[ ] Ya [ ] Tidak
Kalau Ya, sebutkan jenis peraturan dan hal-hal yang diatur:
... ... ... b. Kelembagaan informal
Apakah ada peraturan informal mengenai kelembagaan kelompok tani yang ada dalam Gapoktan Desa Banyuroto?
[ ] Ya [ ] Tidak
Kalau Ya, sebutkan jenis peraturan dan hal-hal yang diatur:
... ... ... ... 3. Bagaimana dengan aturan boundary yang terdapat di Gapoktan Desa Banyuroto
(2)
112 ... ... ... ... ...
4. Bagaimana monitoring terhadap aturan dan sanksi bila melakukan kesalahan? ... ... ... ... 5. Apabila terjadi konflik, jenis konflik apa yang biasa terjadi dan bagaimana menyelesaikannya?
... ... ... ... ... B. Biaya transaksi oleh ketua atau sekretaris Gapoktan
Biaya Manajemen Organisasi
No Biaya ∑ Nominal Keterangan/alasan
1 Biaya pertemuan musyawarah anggota 2 Biaya kumpul rutin 3. Biaya monitoring dan
(3)
113 Lampiran 6. Tabel Analisis Kualitas Kelembagaan
Parameter Indikator
1. Kejelasan
kelembagaan: Struktur, aturan, dan pengetahuan anggota tentang
kelembagaan
1. Struktur kelembagaan berkaitan dengan perbedaan kedudukan antar anggota, danpembagian tugas. Selanjutnya, bagaimana kelengkapan struktur tugas kelembagaan yang diaturnya dan persentase jumlah anggota yang diberi kejelasan. Struktur kelompok diukur dengan skala ordinal. Indikator struktur kelembagaan adalah:
a. Kelengkapan susunan pengurus, kategorinya: - Tinggi, jika susunannya lengkap: 3
- Sedang, jika susunannya kurang lengkap: 2 - Rendah, jika susunannya tidak lengkap: 1
b. Terdapat uraian kerja (pembagian tugas dan wewenang) pada pengurus kelembagaan, kategorinya:
- Tinggi, jika uraian kerja jelas: 3 - Sedang, jika uraian kerja kurang jelas: 2 - Rendah, jika uraian kerja tidak jelas: 1
c. Anggota kelembagaan mengetahui susunan pengurus kelembagaan, kategorinya:
- Tinggi, jika paham susunan kepengurusan: 3 - Sedang, jika kurang paham: 2
- Rendah, jika tidak paham: 1
d. Anggota kelembagaan menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik, kategorinya:
- Tinggi, jika menjalankan dengan baik: 3 - Sedang, jika kurang baik: 2
- Rendah, jika tidak baik: 1
e. Keteraturan waktu pergantian atau penyempurnaan pengurus kelembagaan, kategorinya:
- Tinggi, jika pergantiannya teratur: 3 - Sedang, jika pergantiannya kurang teratur: 2 -Rendah, jika pergantiannya tidak teratur: 1
2. Kejelasan aturan merupakan analisis untuk mengetahui aturan informal yang dibuat secara tertulis atau lisan.
Pengukurannya dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) lisan, (2) tertulis, dan (3) keduanya.
3. Pengetahuan masyarakat terhadap kelembagaan merupakan analisis untuk mengetahui seberapa besar tingkat pengetahuan masyarakat mengenai aktor yang terlibat beserta interaksi dan aturan yang berlaku. Pengukurannya dilakukan menggunakan skala ordinal dan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: (1) tidak paham, (2) kurang paham, dan (3) paham.
4. Keefektivan kelembagan: Partisipasi dan
pencapaian kemandirian petani, kesejahteraan ekonomi petani, dan keberlanjutan pertanian secara ekologi
1. Partisipatif, indikatornya adalah:
a. Memberikan kesempatankepada anggotanya untuk mengemukakan pendapat dalam membuat keputusan, kategorinya:
- Tinggi, jika diberi kesempatan yang leluasa: 3 - Sedang, jika kurang diberi kesempatan: 2 - Rendah, jika tidak diberi kesempatan: 1
b. Mengajak berdiskusi anggotanya guna memecahkan persoalan, kategorinya:
- Tinggi, jika melakukan diskusi intensif: 3 - Sedang, jika jarang melakukan diskusi: 2 - Rendah, jika tidak melakukan diskusi: 1
c. Memberi dorongan/motivasi kepada anggotanya untuk melaksanakan tugas/pekerjaan, kategorinya:
- Tinggi, jika memberikan motivasi tinggi: 3 - Sedang, jika memberikan sedikit motivasi: 2 - Rendah, jika tidak memberikan motivasi: 1
(4)
114 2. Efektivitas kelembagaan adalah tercapainya tujuan kelembagaan dihubungkan dengan besarnya kepuasan anggota dalam mencapai dan setelah tercapainya tujuan kelompok. Efektivitas kelompok diukur menggunakan skala ordinal dengan penjabaran variabelnya sebagai berikut:
a. Perubahan perilaku, indikatornya adalah:
1) Rata-rata tingkat penerimaan petani terhadap tatacara pertanian yang diintroduksikan Prima Tani melalui Gapoktan Desa Banyuroto, kategorinya:
- Tinggi, jika petani menerima: 3 - Sedang, jika kurang menerima: 2 - Rendah, jika tidak menerima: 1
b. Perubahan produktivitas petani anggota kelompok, indikatornya adalah:
c. Tingkat keberhasilan anggota, indikatornya adalah:
1) Rata-rata tingkat kegunaan dari kegiatan kelembagaan bagi anggota, kategorinya:
- Tinggi, jika memberikan manfaat: 3 - Sedang, jika kurang bermanfaat: 2 - Rendah, jika tidak bermanfaat: 1
2) Persentase rencana kegiatan kelompok yang berhasil dilaksanakan, kategorinya:
- Tinggi, jika berhasil dilaksanakan: 3 - Sedang, jika kurang berhasil: 2 - Rendah, jika tidak berhasil: 1
(5)
115 RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Anggi Presti Adina, dilahirkan di Magelang tanggal 8 Maret 1991 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ilmiyati dan Sunarto (Alm.)
Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 05 Pagi Lubang Buaya tahun 1996-2002. Kemudian menempuh pendidikan di SMP Negeri Kajoran 1 Magelang tahun 2002-2003 dilanjutkan di SMP Negeri 272 Jakarta tahun 2003-2005 dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 48 Jakarta tahun 2003-2005-2008. Penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008 dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selain itu, penulis mengambil minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan, Fakultas Kehutanan.
Selain menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM IPB) 2010, Resource and Environmental Economics Student Association (REESA ESL FEM IPB) 2011, dan juga unit kegiatan mahasiswa Paduan Suara Mahasiswa IPB Agria Swara. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan dan menjadi volunteer di berbagai acara. Selain itu penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan serta lomba karya tulis ilmiah seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) maupun lomba karya tulis sastra. Penulis juga menerima beasiswa yaitu beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) 2009-2012.
(6)
iii RINGKASAN
ANGGI PRESTI ADINA.
Analisis
Kualitas Kelembagaan dan Persepsi Anggota Terhadap Peran Gapoktan (Studi Kasus Gapoktan Desa Banyuroto Kabupaten Magelang). Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT.Pertanian memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian secara keseluruhan. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional sebesar 13-14% dan menyerap tenaga kerja sebesar 42,61-43,03 juta orang pada tahun 2008-2009 (Daryanto 2010). Kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian tersebut memberikan sinyal bahwa pentingnya membangun pertanian yang berkelanjutan secara konsisten untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus kesejahteraan rakyat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah menerapkan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Prima Tani terdiri atas dua bagian besar, yaitu inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan. Penerapan Prima Tani ini dilaksanakan di beberapa daerah terpilih, salah satunya adalah Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang.
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis tata kelola dan kualitas kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dan (2) mengidentifikasi peran kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto dalam mencapai keberhasilan usahatani strawberry. Analisis kelembagaan dilakukan dengan metode deskriptif meliputi analisis aktor dan analisis konten untuk aturan main. Analisis biaya transaksi, analisis kualitas kelembagaan dengan parameter berupa kejelasan dan keefektivan kelembagaan dan analisis keberhasilan gapoktan dengan parameter berupa kemandirian, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian strawberry.
Gapoktan Desa Banyuroto merupakan kelembagaan petani formal yang memiliki struktur dan infrastruktur (aturan main) kelembagaan yang sudah baik. Gapoktan Desa Banyuroto juga bekerjasama dan mempunyai hubungan yang harmonis antar aktor serta antar stakeholders terkait. Total biaya transaksi yang dikeluarkan untuk kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto mencapai Rp 533.980.000. Biaya transaksi ini ada yang hanya dikeluarkan sekali ada yang rutin dikeluarkan setiap tahunnya. Biaya tersebut terbagi menjadi tiga bagian yaitu biaya pembentukan kelembagaan, biaya sosialisasi kelembagaan, dan biaya operasional bersama. Kualitas dari kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto tersebut mampu mendorong motivasi dan partisipasi petani untuk terus menjaga semangat pertanian selaras dengan perkembangan dan inovasi teknologi pertanian serta menyelesaikan permasalahan yang ada secara bersama-sama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembagaan Gapoktan Desa Banyuroto berdampak terhadap peningkatan kemandirian petani secara teknik bertanam, kesejahteraan petani, dan keberlanjutan pertanian.
Kata kunci: kelembagaan gapoktan, kualitas kelembagaan, kesejahteraan petani, keberlanjutan pertanian, biaya transaksi.