Sejarah Desa Polling Anak-anak

dari Sidikalang menuju Desa Polling Anak-anak dalam sehari hanya ada tiga, tetapi ketika ada pekan di Sidikalang bisa hingga 5 kali sehari.Apabila kita sampai di Sidikalang dan angkutan umum menuju Desa Polling Anak-anak sudah tidak ada lagi, dapat menggunakan jasa angkutan becak motor dengan biaya antara Rp.35.000 – Rp.50.000 tergantung negosiasi harga antara tukang becak motor dengan penumpang. Untuk jalur ketiga dapat menggunakan kendaraan pribadi dari medan menuju Desa Polling Anak-anak dengan rute yang sama dengan angkutan umum yang menuju Desa Polling Anak-anak. Adapun ketiga rute jalur diatas harus melalui Medan-Sibolangit-Berastagi-Kaban Jahe- Merek- Sumbul- Sidikalang- Kecamatan Lae parira-Desa Polling Anak-anak. Jalur yang dapat digunakan untuk sampai ke Desa Polling Anak-anak hanya menggunakan jalan darat saja, karena tidak ada alternatif jalur laut maupun jalur udara.Dari Medan menuju Desa Polling Anak-anak membutuhkan waktu kisaran 5-6 jam, tergantung apakah jalanan macet atau lancar serta kondisi jalan yang tidak menentu 19

2.1.2 Sejarah Desa Polling Anak-anak

. Sebelum menjadi Desa Polling Anak-anak, sebelum tahun 1940, daerah ini disebut dengan Pamotongan 20 19 Saat ini, ada beberapa titik jalan dari Medan menuju Desa Polling Anak-anak yang rusak dan dapat menghambat jalur trasportai, seperti di Kec. Tiga Panah, Kec, Merek, Kec. Sumbul dan di Kec. Lae Parira. 20 . Pamotongan dalam bahasa indonesia disebut Pemotongan. dan saat itu daerah ini belum dihuni banyak penduduk, hanya ada 2 warga Pak-pak yaitu marga Sambo. Ada 2 versi tentang asal-usul nama wilayah ini. Pertama, ada sebagian warga yang menyatakan bahwa UNIVERSITAS SUMATERA UTARA nama pamotongan dipakai karena daerah ini dahulu merupakan jalan potong yang menghubungkan Longkotan dan Sirata. Versi lain mengatakan bahwa nama pamotongan sendiri dipakai karena berdasarkan cerita masyarakat, di wilayah ini dahulu pernah menjadi tempat pembunuhan dan korbannya dipotong-potong dan dibuang di ke tombak 21 Untuk membuang kesan menyeramkan dari wilayah tersebut, maka warga bersama Camat dan Bupati berinisiatif untuk merubah nama desa ini agar warga tidak menjadi takut untuk lewat. Maka pada sekitar tahun 1958, nama desa ini diganti oleh Camat dan Bupati menjadi Desa Huta Ginjang, dan kemudian diangkat kepala desa pertama yaitu Kostan Panjaitan. Nama Huta Ginjang sendiri yang ada di desa ini. Karena itu nama pamotongandipakai untuk menandai sebagai wilayah yang menyeramkan. Dikarenakan nama yang seram itu, wilayah ini takut untuk dilewati warga sekitar. Tanah desa ini awalnya merupakan tanah orang Pak-pak, namun lama kelamaan suku Batak Toba menguasai seluruh wilayah desa ini dan pada sekitar tahun 1947, warga Pakpak yang terakhir pindah dari desa ini ke wilayah Sopo Komil Longkotan. Warga Batak Toba menguasai seluruh tanah ini sesuai dengan perumpamaan yang mereka pegang teguh, yaitu siat mamiding, naeng mamolak yang artinya pertama-tama menyesuaikan diri dengan yang sempit tetapi lama- kelamaan kemudian berusaha memperluas. Satu perumpamaan lain lagi adalah siat jari-jari, siat botohon yang artinya pertama-tama hanya seukuran jari, tetapi lama kelamaan berusaha mendapatkan seukuran lengan. 21 . Dalam bahasa setempat, tombak adalah jurang. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam bahasa Batak Toba memiliki arti kampung yang tinggi, karena desa ini merupakan desa yang lebih tinggi dibanding Lae Parira maupun Parongil. Dengan penggantian nama tersebut, kesan menyeramkan dari wilayah desa tersebut mulai menghilang dan warga mulai banyak menempati atau tinggal di desa tersebut dan desa tersebut pun mulai berkembang 22 Nama Desa Polling Anak-anak berdasarkan cerita dari Bapak Togar Sitorus, berasal dari sebuah tanaman semak yang jika tanaman itu tersentuh oleh anak-anak, maka anak-anak itu akan menderita gatal-gatal. Sedangkan jika terkena orang dewasa, maka tidak akan apa-apa. Bersama Bapak Togar Sitorus, peneliti juga mencari kata Polding dalam kamus Bahasa Batak Toba, namun tidak ditemukan artinya, sehingga warga desa berpendapat bahwa kata tersebut merupakan bahasa Pak-pak. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Bapak Cibro, nama Polling Anak-anak ini juga berasal dari bahasa Pakpak yaitu “Polding” yaitu kumpulan. Dulunya desa ini merupakan daerah tujuan pendatang orang-orang dari wilayah Tapanuli. Sehingga nama Polding Anak-anak diartikan sebagai tempat berkumpulnya anak-anak perantau dari daerah lain. Oleh karena mayoritas anak perantau dari Tapanuli sehingga nama polding lama . Nama Huta Ginjang tetap bertahan hingga T. Butar-butar menjadi kepala desa. Saat itu, nama desa dirubah menjadi Polling Anak-anak karena warga Pak-pak kurang setuju dengan nama desa sebelumnya, alasannya karena wilayah desa itu merupakan tanah orang Pak-pak. 22 . Berdasarkan cerita dari beberapa tokoh masyarakat saat dilakukan FGD Focus Group Discussion. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kelamaandiubah menjadi Polling dan nama Desa Polling Anak-anak terus digunakan sampai saat ini 23 1. K.K. Panjaitan sekitar tahun 1958-1963 . Sejarah jabatan Kepala Desa : 2. T. Butarbutar mulai sekitar tahun 1963 3. Bistok Sitorus masa jabatan 8 tahun 4. Charles Panjaitan masa jabatan 5 tahun 5. Manahan Sinurat masa jabatan 1 tahun 6. Marles Tambun 2010-sekarang Penduduk awal yang menempati wilayah desa ini adalah Suku Pakpak bermarga Sambo. Mereka menetap di wilayah ini sejak lama karena wilayah Kabupaten Dairi sebenarnya merupakan wilayah orang Pakpak. Sekitar tahun 1940-an mulai datang suku Batak Toba dari daerah Kabupaten Tapanuli Utara, seperti dari wilayah Porsea yang bekerja sebagai pemborong untuk pembangunan jalan. Orang Batak Toba yang bekerja sebagi pemborong tersebut melihat, bahwa lahan di daerah ini bisa dikelola, sehingga ketika dia pulang ke Porsea dia mengajak teman dan keluarganya yang lain untuk merantau ke Desa Polling Anak-anak ini. Pertambahan penduduk di desa inipun semakin meningkat dan tidak hanya orang dari daerah Tapanuli saja yang datang ke desa ini, ada juga 23 . Berdasarkan penyampaian dari bapak Cibro, yang merupakan salah seorang warga yang mengetahui sejarah Desa Polling Anak-anak. UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang datang dari Kecaman yang lain di Kabupaten Dairi ini, misalnya dari Kecamatan Lae Parira dan Kecamatan Siempat Nemphu. Orang Toba, sebagai warga perantau dari daerah lain umumnya merupakan tipe orang yang pekerja keras dan berkat usaha keras, mereka dapat berkembang di desa ini. Orang Batak Toba yang datang ke desa ini meminta lahan kepada orang Pakpak yang ada di desa ini sebelumnya sebidang tanah untuk dikelola. Kesepakatan pemakaian lahan secara adat pada waktu itu adalah orang batak harus menyediakan 4 lembar Ulos, 2 ekor ayam, 3 ekor babi, dan 1 cangkul dan memberikannya kepada orang Pakpak sebagai izin penggunaan tanah tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, semakin banyak orang Batak Toba yang datang dan semakin banyak juga lahan yang dikelola orang Batak Toba. Tanah yang awalnya hanya dipinjamkan oleh orang Pakpak kepada orang Batak yang tidak memiliki batas waktu, lama kelamaan menjadi hak milik orang batak yang telah lama mengelola tanah tersebut. Hal ini dipertegas oleh Bapak M. Tambun Kepala Desa Polling Anak-anak yang mengatakan sampai saat ini sudah hampir 70 tanah yang ada di desa ini sudah memiliki sertifikat hak milik warga-warga yang ada disini. Akhirnya, orang Batak Toba memenuhi wilayah desa ini dan hidup mengolah lahan yang ada di desa ini. Untuk lebih jelas, pergeseran penduduk mayoritas dari pakpak menjadi batak toba dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini: UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tabel 2.1: Pergeseran penduduk dari Pak-pak ke Toba di Desa Polling Anak-anak Sumber : Hasil wawancara dengan Kepala Desa dan Sekdes Polling Anak-anak Keterangan: KK : jumlah kepala keluarga P : orang Pakpak T : orang Toba

2.1.3 Keadaan Penduduk Desa Polling Anak-anak