siswa meningkat, pemberian bimbingan dapat dikurangi agar siswa memperoleh kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar segera setelah ia mampu mengerjakan tugasnya secara individu.
Dengan demikian, teori Vygotsky yang penting dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan membentuk kelompok heterogen akan membantu siswa
untuk berinteraksi dengan teman sekelompoknya sehingga mereka bisa mengkomunikasikan ide matematika mereka. Guru berperan sebagai fasilitator
memberikan tugas sesuai dengan kemampuan siswa dan indikator pembelajaran yang ingin dicapai serta bimbingan scaffolding sesuai dengan kebutuhan siswa.
2.2 Pembelajaran Matematika
Rifa’i 2009:193 menjelaskan, proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa atau antar siswa itu sendiri. Proses komunikasi
tersebut dapat bersifat verbal lisan dan dapat pula bersifat nonverbal. Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa
Suyitno, 2011:14. Dengan demikian, pembelajaran matematika adalah suatu proses atau
kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika kepada para siswanya yang terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan
pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa
tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika.
2.3 Pembentukan
Karakter
Menurut Pusat Bahasa Depdiknas, karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.
Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, dan
berwatak Kemendiknas,2010. Sedangkan menurut Hasan 2010:3 pengertian karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk
dari hasil internalisasi berbagai kebajikan virtues yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Kebajikan
terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain.
Mardapi 2012:2 berpendapat bahwa karakter pada dasarnya diperoleh melalui interaksi dengan orang tua, guru, teman, dan lingkungan. Karakter
diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau pengamatan terhadap orang lain. Pembelajaran langsung dapat berupa ceramah dan diskusi tentang
karakter, sedang pengamatan diperoleh melalui pengalaman sehari-hari apa yang dilihat di lingkungan termasuk media televisi. Jadi, karakter seseorang dibentuk
melalui pengalaman sehari-hari, apa yang dilihat dan apa yang didengar terutama dari seseorang yang menjadi acuan atau idola seseorang.
Karakter siswa dapat dibentuk melalui pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut Aqib, 2011:2.
Pendidikan di sekolah memiliki kontribusi dalam pembentukan karakter siswa. Hal ini sejalan dengan pasal 3 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, pendidikan nasional juga bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, tanggung jawab, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang,
termasuk Sekolah Menengah Pertama SMP harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Menurut Kemendiknas 2010b:9 terdapat 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional. Nilai karakter yang
dimaksud yaitu: 1 Religius, 2 Jujur, 3 Toleransi, 4 Disiplin, 5 Kerja Keras, 6 Kreatif, 7 Tanggung jawab, 8 Demokratis, 9 Rasa Ingin Tahu, 10
Semangat Kebangsaan, 11 Cinta Tanah Air, 12 Menghargai Prestasi, 13 BersahabatKomunikatif, 14 Cinta Damai, 15 Gemar Membaca, 16 Peduli
Lingkungan, 17 Peduli Sosial, 18 Tanggung Jawab. Implementasi pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran dapat
dilakukan dengan cara pengenalan nilai-nilai, fasilitasi, diperolehnya kesadaran
akan pentingnya nilai-nilai, dan penginternalisasian nilai-nilai ke dalam tingkah laku siswa sehari-hari melalui proses pembelajaran, baik yang berlangsung di
dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran, termasuk matematika. Dalam pendidikan karakter di sekolah semua komponen harus dilibatkan,
termasuk isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau
kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau
media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu, guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada, tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa Hasan, 2010:13. Guru juga tidak harus mengembangkan
proses belajar khusus untuk mengembangkan nilai. Suatu hal yang selalu harus diingat bahwa satu aktivitas belajar dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Meskipun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi,
disiplin, mandiri, tanggung jawab, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat dilakukan melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan
guru. Pengembangan karakter pada pembelajaran dapat diawali dengan
pengenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun siswa agar aktif. Hal ini dilakukan tanpa guru mengatakan kepada siswa bahwa
mereka harus aktif, tetapi guru merencanakan kegiatan belajar yang menyebabkan
siswa aktif merumuskan pertanyaan, mencari sumber informasi, dan mengumpulkan informasi dari sumber, mengolah informasi yang sudah dimiliki,
merekonstruksi data, fakta, atau nilai, menyajikan hasil rekonstruksi atau proses pengembangan nilai, menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri
mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas- tugas di luar sekolah Hasan, 2010:14. Dalam hal ini, peran guru sebagai
fasilitator agar siswa dapat mempelajari secara optimal Marsigit, 2011:9. Guru bertugas untuk menciptakan suasana, menyediakan fasilitas serta lebih berperan
sebagai manajer daripada pengajar karena matematika dipandang bukan untuk diajarkan oleh guru melainkan untuk dipelajari oleh siswa.
Secara lebih rinci, karakter dapat dikembangkan melalui empat tahap, yaitu pengetahuan knowing, pelaksanaan acting, dan kebiasaan habit
Kemendiknas, 2010:19. Agustian sebagaimana dikutip dalam Lepiyanto 2011:77 menambahkan bahwa pendidik perlu melatih dan membentuk karakter
anak melalui pengulangan-pengulangan sehingga terjadi internalisasi karakter, misalnya mengajak siswanya melakukan shalat secara konsisten.
Penilaian pencapaian pendidikan nilai budaya dan karakter didasarkan pada indikator. Penilaian dilakukan secara terus menerus, setiap saat guru berada
di kelas atau di sekolah melalui kegiatan pengamatan, catatan anecdotal catatan yang dibuat guru ketika melihat adanya perilaku yang berkenaan dengan nilai
yang dikembangkan, tugas, laporan, dan sebagainya, guru dapat memberikan kesimpulan atau pertimbangan tentang pencapaian suatu indikator atau bahkan
suatu nilai. Kesimpulan atau pertimbangan menurut Hasan 2010:23 dapat dinyatakan dalam pernyataan kualitatif sebagai berikut ini.
1 Belum Terlihat BT: apabila siswa belum memperlihatkan tanda -tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator.
2 Mulai Terlihat MT: apabila siswa sudah mulai memperlihatkan adanya tanda-tanda awal perilaku yang dinyatakan dalam indikator tetapi belum
konsisten. 3 Mulai Berkembang MK: apabila siswa sudah memperlihatkan berbagai
tanda perilaku yang dinyatakan dalam indikator dan mulai konsisten. 4 Mulai Membudaya MB: apabila siswa terus menerus memperlihatkan
perilaku yang dinyatakan dalam indikator secara konsisten.
2.4 Komunikasi Matematika