Kriteria Ketuntasan Minimal KKM

Luas segitiga = luas persegi panjang = panjang × lebar = × 1 2 = 1 2 × × Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

2.10 Kriteria Ketuntasan Minimal KKM

Salah satu prinsip penilaian pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP adalah menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam menentukan kelulusan siswa. Kriteria ketuntasan minimal KKM adalah kriteria ketuntasan belajar KKB yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi Depdiknas, 2009: 2. KKM ditetapkan oleh sekolah dengan memperhatikan intake, kompleksitas, dan kemampuan daya dukung. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran, dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar Siswa Depdiknas, 2009:8. Sesuai dengan nilai KKM yang tercantum dalam Laporan Hasil Belajar Siswa SMP Negeri 7 Semarang maka penelitian menetapkan kriteria KKM sebesar 75. = × × � Suatu segitiga dengan luas , panjang alas , dan tinggi �, maka: 2.11 Hasil Penelitian yang Terkait 1 Penelitian Fani 2012 berjudul “Pengaruh Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing terhadap Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan problem posing lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan ekspositori. Sebagian siswa memiliki sikap positif terhadap pembelajaran matematika dengan pendekatan problem posing. 2 Penelitian Bharata 2002 yang berjudul “Pembelajaran Problem Posing Dibandingkan dengan Pembelajaran Biasa t erhadap Hasil Belajar Aritmetika”. Berdasaarka hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan problem posing mencapai belajar tuntas yaitu lebih dari 75 dari skor ideal tes dan memberikan pengaruh yang lebih baik daripada pembelajaran bias konvensional pada materi aritmetika. 3 Penelitian Herawati 2009 yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Problem Posing terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas XI IPA SMA Negeri 6 Palembang” menunjukkan bahwa pembelajaran problem posing membuat siswa lebih aktif dan kreatif dalam membentuk pengetahuannya dan pada akhirnya pemahaman siswa terhadap konsep matematika siswa lebih baik lagi. Terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran problem posing dengan yang memperoleh pembelajaran konvensional. Kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada kelas yang memperoleh pembelajaran problem posing lebih baik daripada siswa pada kelas yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2.12 Kerangka Berpikir Berdasarkan hasil wawancara dengan guru Kelas VII SMP Negeri 7 Semarang diperoleh informasi bahwa sebagian besar siswa kelas VII mengalami kesulitan pada materi geometri, termasuk materi segitiga sehingga hasil belajar mereka pun masih belum maksimal. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor penyebab di antaranya karena materi ini memiliki kompleksitas yang tinggi dan keterampilan komunikasi matematika siswa masih rendah. Penyebab lain yaitu kurangnya tanggung jawab siswa untuk belajar. Selain itu, kurangnya inovasi guru dalam memilih model pembelajran yang tepat juga menjadi penyebab masalah ini. Untuk mengatasi hal tersebut, maka dalam penelitian ini peneliti menawarkan satu solusi yaitu dengan menerapkan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding untuk membentuk aspek afektif berupa karakter tanggung jawab dan aspek psikomotor dalam bentuk keterampilan komunikasi matematika dengan harapan hal tersebut dapat mempengaruhi perolehan optimalisasi aspek kognitif berupa kemampuan komunikasi matematika siswa yang ditunjukkan dengan tercapainya KKM yaitu sebesar 75. Agar tujuan penelitian ini tercapai, terdapat tiga tahap dalam pembelajaran ini. Tahap pertama dilakukan dengan pemberian tugas terstruktur. Di setiap pertemuan siswa diberikan tugas individu untuk membuat ringkasan dan satu permasalahan beserta penyelesaiannya tentang materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya serta tugas terstruktur berupa suatu permasalahan agar siswa dapat memperdalam materi yang telah diberikan di sekolah. Tugas ini bertujuan agar siswa memiliki tanggung jawab akan tugas yang diberikan padanya. Selain itu dengan membuat ringkasan, siswa diharuskan untuk membaca materi berikutnya sehingga akan meningkatkan tanggung jawab siswa akan kewajiban mereka sebagai pelajar yaitu belajar. Tugas membuat satu permasalahan beserta penyelesaiannya akan melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi matematika mereka. Tahap kedua yaitu apersepsi tagihan dari tugas dengan mengkomunikasi- kan tugas mereka kepada siswa yang lain dengan kegiatan tanya jawab. Kegiatan ini akan melatih siswa akan tanggung jawab terhadap tugasnya. Selain itu elaborasi juga terjadi dan keterampilan terus tumbuh dan kuat dengan kegiatan diskusi membahas tugas. Tahap ketiga yaitu selama pembelajaran berlangsung menggunakan model pembelajaran problem posing dan scaffolding. Siswa diminta mengerjakan LKS yang ada di Buku Siswa. Kegiatan selanjutnya adalah siswa diminta menyusun soal beserta penyelesaiannya berdasarkan situasi yang diberikan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui diskusi kelompok dan diikuti dengan presentasi hasil kerja kelompok. Pembelajaran seperti ini tidak hanya mampu membuat siswa merasa tertantang dalam menyusun soal tapi juga dapat mengembangkan interaksi sosial dalam kegiatan diskusi kelompok yang memungkinkan siswa dapat saling berbagi ide matematika sehingga mampu meningkatkan keterampilan komunikasi matematika. Model pembelajaran ini diharapkan mampu mendorong siswa mengekspresikan ide matematika mereka melalui soal yang mereka ajukan. Keterampilan menggunakan istilah-istilah dan notasi-notasi matematika dalam penyusunan soal juga dapat meningkat. Selain itu mereka juga dituntut agar mampu menemukan dan menjelaskan penyelesaian dari soal yang mereka ajukan, baik secara lisan maupun tulisan. Keseluruhan keterampilan tersebut termasuk dalam indikator keterampilan komunikasi matematika. Sehingga dengan model problem posing diharapkan keterampilan komunikasi matematika dapat terbentuk. Dalam pembelajaran ini, guru berperan sebagai fasilitator. Selama pembelajaran ini berlangsung, siswa membutuhkan bimbingan dari guru atau teman mereka yang lebih mampu dengan pemberian scaffolding. Pemberian scaffolding dapat berupa bimbingan, pertanyaan terarah, maupun dalam diskusi kelompok. Dalam pembelajaran, tidak jarang siswa mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan ide matematikanya. Oleh karena itu, untuk membantu dan membimbing siswa, guru bisa melakukannya dengan memberikan pertanyaan terarah. Cuevas 1991:186-189 berpendapat kemampuan komunikasi matematika dapat diasah dan ditingkatkan melalui pertanyaan terbimbing. Berikut contoh pertanyaan yang bisa digunakan untuk mendorong dan membantu siswa ketika mereka mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas. 1 What are the important facts or conditions in the problem? 2 Do you need any information not given in the problem? 3 What question is asked in the problem? 4 Describe how you solved the problem. 5 Do you think you have the right answer? Why? Why not? 6 How did you feel while you were solving this problem? 7 How do you feel after having worked on the problem? Pembelajaran dengan model problem posing berbantuan scaffolding dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa karena mereka tidak hanya diminta untuk menyelesaikan suatu permasalahan tetapi juga harus mampu mengajukan suatu permasalahan beserta penyelesaiannya. Pembelajaran ini juga dapat meningkatkan interaksi sosial selama kegiatan diskusi. Dalam kegiatan diskusi ini, siswa bebas menyampaikan ide matematika mereka sehingga kemampuan dan keterampilan komunikasi matematika siswa di dalam kelas juga meningkat. Keterampilan komunikasi matematika siswa secara lisan juga dapat ditingkatkan melalui kegiatan presentasi hasil kerja kelompok. Berdasarkan uraian di atas, diharapkan model pembelajaran problem posing berbantuan scaffolding dapat membentuk karakter tanggung jawab dan keterampilan komunikasi matematika siswa. Jika pembelajaran seperti ini dilakukan terus-menerus dan berulang, maka keterampilan komunikasi matematika siswa akan meningkat dan diharapkan ketika siswa diberi tes kemampuan komunikasi matematika hasilnya juga akan baik, siswa mampu mencapai KKM yang telah ditentukan.

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Peneleitian

Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian kualitatif. Pelaksanaan penelitian bersifat naturalistik dan kolaboratif. Naturalistik berarti pelaksanaan penelitian terjadi secara alami, apa adanya, dan dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi. Sedangkan kolaboratif berarti peneliti bekerja sama dengan guru mata pelajaran matematika di sekolah dalam memperoleh data penelitian Arikunto, 2006:12-16. Lebih lanjut Arikunto menjelaskan bahwa pada penelitian kualitatif peneliti tidak bermaksud menarik generalisasi atas hasil yang diperolehnya melainkan untuk mempelajari karakteristik yang diteliti secara mendalam, baik itu orang maupun kelompok sehingga keberlakukan hasil penelitian tersebut hanya untuk orang atau kelompok yang sedang diteliti tersebut. Peneliti berperan secara teknis dalam pelaksanaan pembelajaran dan juga memegang keseluruhan pembelajaran dengan model problem posing berbantuan scaffolding dalam pembentukan kemampuan komunikasi matematika siswa. Metode yang digunakan penelitian kualitatif merupakan metode yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, yang artinya penelitian digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alami, dimana peneliti berperan sebagai instrumen kunci Sugiyono, 2010: 15. 62

Dokumen yang terkait

PENGEMBANGAN KARAKTER DAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL TAPPS BERBANTUAN KARTU PERMASALAHAN KELAS VII PADA MATERI SEGIEMPAT

3 95 456

PEMBENTUKAN KARAKTER DAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL SCAFFOLDING FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG PROBING PROMPTING BERBANTUAN MATERI BARISAN

23 182 303

IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 KUDUS PADA MATERI SEGITIGA

4 75 624

PEMBENTUKAN KARAKTER DAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL PEMBELAJARAN SUPERITEM BERBANTUAN SCAFFOLDING MATERI TRIGONOMETRI KELAS X SMK

27 358 374

PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PROBLEM BASED Pembelajaran Matematika Melalui Problem Based Learning dan Problem Posing Ditinjau dari Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas VIII.

0 2 16

PENGEMBANGAN MATERI SEGITIGA KELAS VII SEMESTER II SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI MEDIA PENGEMBANGAN MATERI SEGITIGA KELAS VII SEMESTER II SEKOLAH MENENGAH PERTAMA MELALUI MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI.

0 0 12

UPAYA PENINGKATAN KOMUNIKASI SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM Upaya Peningkatan Komunikasi Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Berbasis Lkspada Pokok Bahasan Segitiga (Ptk Pembelajaran Matematika Di Kelas Vii Mts

0 0 17

UPAYA PENINGKATAN KOMUNIKASI SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM Upaya Peningkatan Komunikasi Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Berbasis Lkspada Pokok Bahasan Segitiga (Ptk Pembelajaran Matematika Di Kelas Vii Mts

0 3 19

Pengembangan Bahan Ajar Materi Garis Istimewa pada Segitiga dengan Pendekatan Problem Posing berbantuan Geogebra

0 0 12

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN TGT BERBANTUAN POWERPOINT MATERI SEGITIGA DAN SEGIEMPAT KELAS VII MTS MA’ARIF NU KARANGANYAR

0 0 6