keputusan yang berguna bagi pengelolaan kualitas lingkungan dalam pengembangan budidaya KJA ikan kerapu secara berkelanjutan.
4.12. Implikasi Kebijakan Operasional
Implikasi kebijakan operasional yang dapat ditempuh antara lain : a Penataan kawasan pemukiman di sekitar perairan Teluk Tamiang dengan
melakukan pembatasan dan penataan rumah penduduk. b
Memberikan penyuluhan untuk meningkatkan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan perairan teluk dengan tidak
menjadikan perairan teluk sebagai tempat pembuangan sampah. c
Penurunan jumlah beban limbah yang berasal dari aktifitas antropogenik dengan mengupayakan pada penekanan laju pertumbuhan penduduk,membatasi dan
menata pemukiman penduduk di sekitar Teluk Tamiang. d
Melakukan kegiatan diseminasi paket teknologi budidaya yang ramah lingkungan dengan menekankan pada peningkatan pengetahuan managemen budidaya
keramba jaring apung. e Perlu ada Peraturan Daerah PERDA Kabupaten sebagai bentuk dari
tanggungjawab pemerintah untuk mengatur pemanfaatan Teluk Tamiang secara lestari baik dalam penentuan tingkat penerapan teknologi budidaya, pembatasan
jumlah keramba jaring apung dalam instrumen regulasi izin usaha, dan penataan pemukimanruang agar harmonis dengan aktivitas lainnya.
4.13. Strategi Pengelolaan untuk Pengembangan Budidaya Kerapu Sistem KJA di Pesisir Teluk Tamiang Secara bekelanjutan
Beberapa langkah strategi yang perlu diperhatikan antara lain : 1.
Tata aturan pengelolaan bersama dibuat dengan mempertimbangkan aspek keberlanjutan artinya pemanfaatan sumberdaya pesisir haruslah berbasis kepada
aspek daya dukung lingkungan perairan sebagai batas optimal pengelolaan disamping harus pula mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Nilai daya
dukung perairan yang telah ditetapkan dan diuraikan sebelumnya hendaknya dapat menjadi salah satu masukan didalam menyusun strategi pengelolaan
bersama guna menentukan batas-batas wilayah pengelolaan untuk masing- masing pengguna
2. Limbah hasil kegiatan budidaya ikan dalam KJA baik berupa sisa pakan, feses
dan ekskresi yang terbuang kedalam perairan teluk badan air merupakan bahan pencemar organik yang dapat mempengaruhi tingkat kesuburan
eutrofikasi dan kelayakan kualitas air bagi kehidupan ikan budidaya dan biota perairan lainnya.
Untuk mengantisipasi penurunan kelayakan habitat dan dampaknya terhadap lingkungan perairan budidaya, maka perlu dilakukan upaya-upaya diantaranya
adalah efisiensi pakan melalui teknik pemberian pakan yang baik frekuensi dan dosis pakan yang tepat dan pengaturan padat tebar ikan dengan perbaikan dari
sisi manajemen budidaya. 3.
Untuk meminimalisasi limbah dari aktivitas didaratan antara lain berasal dari kegiatan peternakan, dan pemukiman rumah tangga, maka perlu dilakukan
upaya-upaya antara lain : 1 membuat sarana tempat pembuangan sampah akhir di daratan yang mudah dijangkau, 2 memberikan pemahaman kepada
masyarakat bahwa pesisir teluk bukan merupakan tempat pembuangan sampah akan tetapi adalah ladang untuk kehidupan dan mendapatkan mata pencaharian,
dan 3 melakukan kegiatan pemeliharaan ternak yang jauh dari wilayah pesisir 4 Penataan kawasan pemukiman penduduk disekitar Teluk Tamiang.
4. Rencana pengembangan diarahkan dalam sistem perencanaan pengembangan
wilayah pesisir secara terpadu yang dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. Sistem ini akan bermanfaat untuk acuan perizinan dan akses kompromi antar
stakeholders yang mencakup aspek persetujuan pemanfaatan wilayah untuk budidaya, transportasi laut dan pengelolaan pelestarian sumberdaya perairan,
peternakan dan pemukiman yang dibangun dalam konteks pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan
integrated and sustainable.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Model pengelolaan kualitas lingkungan perairan Teluk Tamiang berbasis daya dukung untuk pengembangan budidaya ikan dalam KJA ikan kerapu yang dibangun
dapat menggambarkan perilaku system yang nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu analisis dalam memformulasi kebijakan pengelolaan perairan untuk
pengembangan kawasan budidaya. Data dan informasi yang terkait dengan pengelolaan budidaya KJA diperoleh melalui pendekatan simulasi. Model ini dapat
digunakan untuk pemahaman, pendugaan prediction dan optimasi alokasi
sumberdaya perikanan budidaya pada batas level minimum resiko kerusakan lingkungan .
2. Beban limbah budidaya kerapu dalam KJA yang terbuang ke lingkungan perairan masih cukup tinggi dan berpotensi menimbulkan pengkayaan nutrient N dan P
kedalam lingkungan perairan. Untuk memproduksi 237.6 kg ikan dibutuhkan sebanyak 1.406.3 kg pakan rucah FCR 5.9. Total bahan organik partikel yang
dihasilkan sebesar 707.5 kg 50.3 dari total pakan. 3. Dari kedua metode pendekatan yang digunakan dalam pendugaan daya dukung
lingkungan perairan teluk bagi pengembangan KJA ikan kerapu diperoleh kisaran produksi ikan antara 18.8 – 62.5 ton ikan atau 16 – 52 unit 80 – 260 KJA pada
tingkat baku mutu ammonia NH
3
N 0.3 dan 1 ppm produksi optimal – maksimal untuk 2 kali musim tanamtahun
.
4. Dari hasil simulasi skenario optimis, moderat, dan pesimis yang telah dilakukan dari kombinasi antara besar kontribusi limbah antropogenik dengan padat tebar
ikan kerapu yang berbeda pada aktifitas budidaya di perairan teluk, menghasilkan beberapa alternatif untuk dapat dijadikan referensi bagi perencanaan pengelolaan
kawasan perairan teluk karena masih dalam rentang daya dukung perairan teluk sebagai kawasan pengembangan kegiatan budidaya ikan yang berkelanjutan.
5. Model yang dibangun agar lebih mudah diimplementasikan dihasilkan piranti lunak dalam bentuk Visual Basic, disebut
MOCATYBUKEJARAPUPU 1.0 Model
Carrying Capacity Budidaya KJA Ikan Kerapu. Model penduga daya dukung perairan teluk untuk pengembangan budidaya KJA Ikan Kerapu.