Core Strategy Strategi Utama. Dalam upaya keberhasilan pengembangan Kota Perencanaan dan pembangunan wilayah; Suatu sistem rencana kebijakan Variabel Aglomerasi; konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan

mungkin untuk wilayah yang kecil, misalnya lingkungan, desa atau kelurahan, dan kecamatan. Untuk wilayah yang lebih luas, biasanya hanya mungkin dengan cara mengundang tokoh-tokoh masyarakat atau pimpinan organisasi kemasyarakatan. Seringkali tokoh masyarakat atau organisasi kemasyarakatan hanya dilibatkan pada diskusi awal untuk memberikan masukan dan pada diskusi akhir untuk melihat bahwa aspirasi mereka sudah tertampung. Perencanaan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak biasanya harus mendapat persetujuan DPRD sebagai perwakilan dari kepentingan masyarakat. Sebagai basis teoritis strategi pengembangan Kota Medan ini, didasarkan pada referensi Buku, C.N. Osmond, Corporate Planning Its Impact On Management Long Range Planning, 1971, yang dimodifikasikan dengan karakteristik perkembangan Kota Medan :

1. Core Strategy Strategi Utama. Dalam upaya keberhasilan pengembangan Kota

Medan secara keseluruhan, maka pada periode 2006-2016 ini, adalah komitmen serta kesungguhan untuk mewujudkan perkembangan kawasan Medan Utara, yang disebut sebagai Strategi Utama pengembangan Kota Medan. Seluruh kebijakan harus mendukung dapat terwujudnya pembangunan kawasan Medan Utara, dan sekaligus melakukan peningkatan kualitas lingkungan pada kawasan Medan Utara, yang pada akhirnya penerapan Strategi Utama pengembangan kawasan Medan Utara ini akan menjadi salah satu landasan bagi keberhasilan pembangunan Kota Medan secara keseluruhan. Universitas Sumatera Utara

2. Consequency Strategy Strategi Konsekuensi. Sebagai konsekwensi dari

pelaksanaan Strategi Utama berupa kesungguh-sungguhan untuk mengembangkan kawasan Medan Utara, maka konsekwensinya perlu dilakukannya pembangunan sistem sarana prasarana oleh pemerintah kota di kawasan Medan Utara, dan selanjutnya adalah mengembangkan kemitraan dengan swasta, yang disebut sebagai Strategi Konsekuensi. Dalam Strategi Konsekwensi ini, tugas utama pemerintah kota adalah melakukan pembangunan sistem sarana dan prasarana primer kota, serta menjamin kepastian kekuatan hukum bagi pembangunan di kawasan Medan Utara ini, dan dengan pelaksanaan Strategi Konsekwensi ini, diharapkan pihak swasta akan dapat mengisi infrastruktur selanjutnya sekunder dan tersier, sesuai dengan penggunaan yang telah ditetapkan. 3. Customer Strategy Strategi Pelanggan. Guna memacu minat stakeholder untuk membangun kawasan Medan Utara ini, maka strategi berikutnya adalah perlunya pemerintah kota untuk melakukan Strategi Pelanggan, ialah untuk dapat menarik “pelanggan” sebanyak mungkin untuk tertarik membangun di kawasan Medan Utara. Dengan kata lain pemerintah kota harus dapat memberikan insentif, baik dari aspek fisik, hukum, sosial dan ekonomi, guna menarik para stakeholder untuk menanamkan investasinya di kawasan Medan Utara. 4. Control Strategy Strategi Pengendalian. Pada saat ini, secara ekonomis para investor lebih tertarik untuk membangun di kawasan Medan Selatan. Untuk Universitas Sumatera Utara mencegah kecenderungan terus menerus terjadinya aglomerasi dan eksploitasi di kawasan Medan Selatan ini, yang akhirnya akan menjadi terjadinya degradasi lingkungan, maka pemerintah kota harus cukup taktis untuk mencegah hal ini, sehingga Pemerintah Kota Medan harus melakukan Strategi Pengendalian, dengan menerapkan kebijakan disinsentif terhadap pembangunan di kawasan Medan Selatan. Sudah barang tentu penerapan strategi pengendalian ini mutlak harus didahului oleh kesungguhan pelaksanaan Customer Strategy Strategi Pelanggan pada kawasan Medan Utara pada butir 3 di atas. 5. Culture Strategy Strategi Kebudayaan. Untuk dapat mewujudkan dan mensukseskan keseluruhan strategi tersebut di atas, maka pemerintah kota perlu merubah dan menciptakan perilaku mind set masyarakat terutama dalam menggunakan dan memanfaatkan ruang publik public facility. Dalam bentuk menerapkan Strategi Kebudayaan, yakni dengan menanamkan kesadaran akan pentingnya peran masyarakat kota dalam mentaati peraturan dan hukum yang berlaku, terutama dalam memanfaatkan ruang publik, serta dalam keikutsertaannya dalam melakukan pembangunan di Kota Medan ini. 6. Sinergy Strategy Strategi Sinergis. Mengingat peran Kota Medan yang sangat tinggi dalam konteks nasional dan konstelasi regional Mebidang, serta besarnya ketergantungan wilayah eksternal kota terhadap pemanfaatan fasilitas di Kota Medan. Serta dilain pihak secara internal kompleksitas kaitan antar sektor dalam pembangunan kota sangat tinggi, maka perlu dilaksanakan pula Strategi Sinergis Universitas Sumatera Utara dalam membangun Kota Medan ini. Ialah perlunya diciptakan suasana atau semangat kerjasama yang sinergis, baik antar wilayah administratif Kota Medan dengan wilayah sekitarnya Mebidang, maupun kerjasama antar sektor-sektor yang terkait, yang dampak dari pelaksanaan strategi ini, hasilnya tidak saja bagi keberhasilan pembangunan Kota Medan itu sendiri, tetapi akan pula memberikan pengaruh yang positif bagi pembangunan regional Mebidang Master Plan Kota Medan 2016.

2.2 Sistem Perencanaan Pembangunan Wilayah

Perencanaan pembangunan ekonomi daerah dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki penggunaan sumber daya yang ada. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pembangunan daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing maupun peningkatan indeks manusia Kuncoro, 2005. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2004 dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki berbagai kelemahan perencanaan pembangunan yang dirasakan dimasa lalu. Sasaran perbaikan yang diharapkan antara lain adalah mewujudkan keterpaduan dan sinergi pembangunan antar dinas dan instansi dan antar Universitas Sumatera Utara daerah, keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran serta untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan. Rencana pembangunan menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 terdiri dari: 1. RPJP 2. RPJM 3. RKP 4. Renstra kementrianSKPD 5. Renja kementrianSKPD Ad 1. RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang Koordinasi pembangunan jangka panjang secara nasional dilakukan melalui penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP, baik untuk pemerintah, pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupatenkota untuk periode 20 tahun. RPJP-Nasional, propinsi maupun kabupatenkota berisikan visi, misi dan arah pembangunan secara nasional yang merupakan penjabaran dari tujuan terbentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. RPJP ini selanjutnya dijadikan landasan utama penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM untuk periode 5 tahun. Ad 2. RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah RPJM memuat strategi pembangunan, kebijakan umum, program kementerianlembagaSKPD, program kewilayahan serta kerangka ekonomi makro Universitas Sumatera Utara yang mencakup gambaran perekonomian nasionaldaerah secara menyeluruh, termasuk kebijakan fiskal dan kerangka pendanaan. RPJM tersebut selanjutnya dijadikan dasar utama untuk penyusunan Rencana Tahunan Annual Planning yang bersifat operasional sesuai dengan kemampuan dana pada tahun yang bersangkutan. Bahkan rencana tahunan yang harus dibuat tersebut telah menggunakan istilah lain yaitu Rencana Kerja Pemerintah RKP pada tingkat nasional atau RKPD untuk tingkat daerah yang mengisyaratkan bahwa rencana tahunan tersebutlah yang menjadi rencana kerja pemerintah untuk tahun yang bersangkutan. RKPDRKP tersebut berisikan prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro, program kementerianlembaga, program kewilayahan dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Dengan mempedomani rancangan RPJP Daerah yang telah selesai disusun, Pemerintah Daerah diwajibkan pula menyusun RPJM Daerah yang berisikan arah dan strategi kebijakan pembangunan daerah dan program kerja satuan perangkat daerah, baik yang bersifat lintas sektoral maupun lintas wilayah. Termasuk dalam RPJM Daerah ini adalah rencana kerja dan kerangka regulasi dan pendanaan yang bersifat indikatif. Agar perencanaan menjadi lebih kongkrit, maka target-target yang ditetapkan perlu diusahakan secara kuantitatif, walaupun disadari hal ini tidak dapat dilakukan untuk semua sektor. Target yang bersifat kuantitatif tersebut nantinya juga sangat diperlukan pada waktu melakukan monitoring dan evaluasi terhadap keberhasilan terhadap pelaksanaan program. Rancangan RPJM-Daerah yang telah Universitas Sumatera Utara selesai selanjutnya dijadikan dasar menyusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah RKPD yang merupakan rencana tahunan Annual Planning bersifat operasional. RKPD pada dasarnya merupakan jabaran dari RPJM Daerah yang berisikan rencana kerja pembangunan daerah, prioritas, dan program pembangunan daerah, berikut pendanaannya, baik yang dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung oleh pemerintah daerah untuk tahun yang bersangkutan Gani, J.Y, 2005. Ad 3. RKP Rencana Kerja Pemerintah Peranan RKP demikian penting karena dokumen perencanaan ini adalah memadukan perencanaan pembangunan jangka menengah yang kurang operasional dengan perencanaan anggaran yang sangat operasional sesuai dengan kemampuan dana pada tahun yang bersangkutan. Dengan adanya RKPD tersebut maka akan terdapat keterpaduan antara perencanaan, program dan pendanaan sesuai dengan prinsip Ilmu Perencanaan yaitu Planning, Programming and Budgetting System PPBS. Disini sudah jelas terlihat bahwa SPPN-2004 berupaya untuk mewujudkan perencanaan pembangunan terpadu, baik pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah melalui keterkaitan yang erat antara RPJP, RPJM, Renstra SKPD, dan Renja SKPD dan penyusunan anggaran. Keterpaduan ini sangat penting artinya untuk mewujudkan proses pembangunan yang saling menunjang menuju kepada suatu arah pembangunan masa depan nasional yang jelas. Sementara itu, masing-masing daerah membuat perencanaan pembangunan untuk daerahnya berdasarkan visi dan misi Universitas Sumatera Utara Kepala daerahnya masing-masing tanpa melihat kaitan dengan RPJP, RPJM dan RKPD daerah sekitarnya. Pada dasarnya, RKP tersebut merupakan jabaran dari RPJM dan berisikan program dan proyek pembangunan yang kongkrit dan operasional sesuai dengan dana pembangunan yang tersedia pada tahun bersangkutan. Bahkan SPPN 2004 selanjutnya menetapkan pula bahwa RKP menjadi dasar penyusunan RAPBN dan RKPD sebagai dasar penyusunan RAPBD. Dengan demikian, sistem penyusunan RAPBD yang biasanya dilakukan oleh Tim KUA Kebijakan Umum Anggaran sesuai dengan KEPMENDAGRI 29, tahun 2003 sudah tidak berlaku lagi dan diganti dengan PERMENDAGRI 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Secara sistematik, proses penyusunan perencanaan pembangunan dapat dilihat pada gambar berikut: 5 Tahun 1 Tahun RPJMD Renstra SKPD RPJPD RKP 5 Tahun Renja SKPD RKPD 1 Tahun NOTA KESEPAKATAN PIMPINAN DPRD DENGAN KDH RKA SKPD PEDOMAN PENYUSUNAN RKA-SKPD KUA PPA Universitas Sumatera Utara Undang-undang No.17, tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan bahwa dalam proses penyusunan Rencana Pendapatan dan Belanja Daerah RAPBD, pemerintah diwajibkan menyusun Kebijaksanaan Umum Anggaran KUA, Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara PPAS dan Rencana Kerja Anggaran RKA. Penyusunan KUA dimaksudkan untuk dapat memilah dan menentukan program dan kegiatan yang menjadi urusan daerah sehingga dapat dibiayai dengan APBD. PPA dimaksudkan untuk dapat menentukan program dan kegiatan yang diprioritaskan untuk dibiayai pada tahun bersangkutan berikut plafon anggarannya, baik untuk tingkat program maupun untuk SKPD secara keseluruhan. Sedangkan RKA dimaksudkan untuk dapat memadukan antara program dan kegiatan yang telah diprioritaskan pelaksanaannya dengan penyusunan anggaran sesuai dengan plafon yang ditetapkan melalui Nota Kesepakatan antara Kepala Daerah dan DPRD. Dengan cara demikian, keterpaduan antara perencanaan dan penganggaran akan dapat terlaksana dalam praktek Sjafrizal, 2008. Gambar 2.1 Proses Teknokratis dan Proses Politik Dalam Perencanaan Program dan Anggaran Sumber : RKPD Kota Medan Tahun 2007 TIM ANGGARAN PEMDA RAPERDA APBD Universitas Sumatera Utara Ad 4. Renstra-SKPD Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah Dalam praktek di daerah kelihatannya RENSTRADA lebih banyak diperhatikan oleh Pemerintah Daerah karena Departemen Dalam Negeri mengaitkan dokumen perencanaan ini dengan pertanggungjawaban Kepala Daerah. Karena itu dalam penyusunan APBD, RENSTRADA ini lebih banyak dijadikan dasar, sedangkan PROPEDA tidak terlalu banyak diperhatikan sehingga hanya tinggal di dalam lemari. Sebenarnya kedua dokumen tersebut mempunyai sifat yang berbeda dan saling mendukung satu sama lainnya. SPPN 2004 memberikan ketentuan yang sangat jelas tentang kedua dokumen perencanaan pembangunan ini. Di dalam SPPN dinyatakan secara tegas bahwa Rencana Strategis RENSTRA adalah dokumen perencanaan untuk institusi, sehingga ruang lingkupnya adalah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari institusi yang bersangkutan. Pada tingkat pusat, dokumen yang disusun adalah RENSTRA-KL karena institusi yang terlibat adalah kementerian dan lembaga. Sedangkan pada tingkat daerah dokumen yang disusun adalah RENSTRA-SKPD karena institusi yang terlibat adalah satuan kerja perangkat daerah seperti dinas dan instansi. Program Pembangunan Daerah PROPEDA yang sekarang bertukar nama dengan RPJM adalah merupakan dokumen perencanaan yang mencakup kesatuan wilayah tertentu baik secara nasional maupun pada tingkat daerah. Dalam satu wilayah biasanya terdapat berbagai institusi baik yang tergabung dalam unsur pemerintah, swasta maupun masyarakat. Karena itu, RPJM mencakup tidak hanya Universitas Sumatera Utara kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah saja, baik pusat maupun daerah, tetapi juga yang dilakukan oleh 298 pihak swasta maupun kelompok masyarakat lainnya. Karena itu, dalam mengelola kegiatan pembangunan, seharusnya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lebih banyak memperhatikan RPJM yang mencakup kegiatan pembangunan secara keseluruhan. Sedangkan RENSTRA merupakan jabaran dari RPJM untuk institusi tertentu, dan juga dapat berfungsi sebagai masukan untuk penyusunan RPJM yang sudah akan final melalui Musyawarah Rencana Pembangunan MUSRENBANG. Sesuai dengan SPPN 2004, MUSRENBANG mempunyai dua fungsi utama. Pertama, sebagai alat untuk melakukan koordinasi penyusunan perencanaan pembangunan antar berbagai pelaku kegiatan pembangunan. Tujuan koordinasi ini jelas adalah untuk dapat mewujudkan sistem pembangunan yang terpadu dan saling menunjang satu sama lainnya sehingga proses pembangunan akan menjadi lebih lancar. Kedua, sebagai alat untuk menyerap partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan dengan mengikutsertakan berbagai tokoh masyarakat, cerdik pandai, alim ulama dan pemuka adat. Tujuan utama dalam hal ini adalah agar perencanaan yang disusun dapat disesuaikan dengan aspirasi masyarakat umum sehingga dukungan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan akan dapat dioptimalkan. Ini berarti bahwa, MUSRENBANG juga berfungsi sebagai alat untuk dapat mewujudkan Perencanaan Partisipatif Participatory Planning yang merupakan salah satu bentuk dari pelaksanaan demokrasi dalam pelaksanaan pembangunan. Universitas Sumatera Utara Disini MUSRENBANG sebagai pengganti RAKORBANG dilakukan secara komprehensif, tidak hanya dalam rangka koordinasi program dan proyek yang akan dilakukan setiap tahun, tetapi dilakukan untuk semua tingkat perencanaan, baik RPJP, RPJM dan RKP. Hal ini dilakukan agar koordinasi dan singkronisasi dapat dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, baik secara sektoral maupun menurut tingkat pemerintahan Solihin, D, 2005. Ad 5. Renja-SKPD Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Penyusunan rencana dan kegiatan kerja ini memperhatikan hal-hal yang telah disepakati oleh masyarakat dan unsur pelaku pembangunan stakeholder dalam musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah dan yang telah disampaikan dalam Renja SKPD. Gambar 2.2 Musyawarah Perencanaan Pembangunan MUSRENBANG Sumber : RKPD Kota Medan Tahun 2007 MUSRENBANG KELURAHAN MUSRENBANG KECAMATAN MUSRENBANG NASIONAL MUSRENBANG PROPINSI Universitas Sumatera Utara Dalam Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah berisikan tujuan, sasaran, program dan kegiatan. Indikator kinerja dan kelompok sasaran yang menggambarkan pencapaian Renstra SKPD. Dana Indikatif beserta sumbernya serta prakiraan maju berdasarkan pagu indikatif artinya jelas sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankan program dan kegiatan. Koordinasi penyusunan Renstra SKPD dan Renja SKPD dilakukan masing- masing SKPD. 2.3 Teori Kota dan Rencana Tata Guna Lahan 2.3.1 Kota Kota adalah sebagai gabungan sel lingkungan perumahan, atau tempat di mana orang bekerja bersama untuk kepentingan umum. Jenis daerah perkotaan bisa beragam sebesar beragamnya berbagai kegiatan yang dilakukan pada wilayah perkotaan seperti perdagangan, transportasi, pengadaan barang dan jasa, atau gabungan dari semua aktivitas tersebut Gallion dan Eisner, 1992. Sebuah kota adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial. Kota adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling kompleks. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa, dari segi budaya dan antropologi, ungkapan kota sebagai ekspresi kehidupan orang sebagai pelaku dan pembuatnya adalah paling penting dan sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut disebabkan karena permukiman Universitas Sumatera Utara perkotaan tidak memiliki makna yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari kehidupan di dalamnya Zahnd, 2006. Kota yang dipandang sebagai suatu obyek studi di mana di dalamnya terdapat masyarakat manusia yang sangat komplek, telah mengalami proses interelasi antar manusia dan antar manusia dengan lingkungannya. Produk hubungan tersebut ternyata mengakibatkan terciptanya pola keteraturan daripada pengguna lahan yang menghasilkan struktur ruang kota Yunus, 2000. Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang struktur ruang kota, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Teori Konsentris; Menurut pengamatan Burgess, sesuatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris dan masing-masing zona ini mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda, seperti berikut: Gambar 2.3 Teori Konsentris Sumber : Breter, 2001 Universitas Sumatera Utara Seperti terlihat pada model di atas, daerah perkotaan terdiri dari dari I kawasan pusat kota, II kawasan pabrik, III kawasan transisi, IV kawasan pemukiman pekerja, V kawasan pemukiman yang lebih baik, dan VI Kawasan pengembangan. 2. Teori Sektor; Munculnya ide untuk mempertimbangkan variabel sektor ini pertama kali dikemukan oleh Hoyt. Secara konseptual, model teori sektor menunjukkan persebaran zona-zona konsentrisnya. Jelas sekali terlihat disini bahwa jalur transportasi yang menjari menghubungkan pusat kota ke bagian- bagian yang lebih jauh diberi peranan yang besar dalam pembentukan pola struktur ruang kota. Seperti pada gambar berikut ini : Gambar 2.4 Teori Sektor Sumber : Breter, 2001 Menurut gambar di atas teori sektor terdiri dari 1 Kawasan Pusat Kota CBD, 2 Kawasan pabrik, 3 Kawasan permukiman kelas rendah, 4 kawasan pemukiman kelas menengah dan 5 Kawasan Permukiman kelas tinggi. Universitas Sumatera Utara 3. Teori Multiple Nuclei Teori Pusat Kegiatan Banyak; Teori ini pertama kalinya dicetuskan oleh C.D. Harris dan FL. Ulman. Menurut pendapatnya, bahwa kebanyakan kota-kota besar tidak tumbuh dalam ekspresi keruangan yang sederhana, yang hanya ditandai oleh pusat kegiatan saja, namun terbentuk sebagai suatu produk perkembangan dan integrasi yang berlanjut dan terus menerus dari sejumlah pusat-pusat kegiatan terpisah satu sama lain dalam suatu sistem perkotaan multi centered theory. Pusat-pusat ini dan distrik-distrik di sekitarnya di dalam proses pertumbuhan selanjutnya ditandai oleh gejala spesialisasi dan deferensiasi ruang. Lokasi zona-zona keruangan yang terbentuk tidak ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor jarak dari CBD serta membentuk persebaran zona-zona ruang yang teratur, namun berasosiasi dengan sejumlah faktor dan pengaruh faktor-faktor ini akan menghasilkan pola-pola keruangan yang khas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat gambar berikut ini: Universitas Sumatera Utara REMARKS : PORT ZONE INDUSTIAL ZONE GOODS TERMINAL AND PORT GREEN OPEN AREA CONSERVATIO N GREEN AREA DEVELOPMENT GUIDE LINE CITY CENTER CBD CITY SUB CENTER Gambar 2.5 Teori Multiple Nuclei Sumber : Breter, 2001 Berdasarkan gambar di atas struktur tata ruang kota terdiri dari 1 Kawasan Pusat Kota, 2 Kawasan Industri, 3 Kawasan pemukiman kelas bawah, 4 Kawasan pemukiman kelas sedang, 5 Kawasan pemukiman kelas atas, 6 Kawasan industri ringan, 7 Kawasan sub pengembangan kota, 8 Kawasan sub urban dan 9 kawasan industri sub urban. CITY CENTER Gambar 2.6 Peta Morfologi Kota Medan Sumber : Breter, 2001 NORTH MIDDLE Universitas Sumatera Utara Berdasarkan perkembangan fisik Kota Medan bentuk morfologi Kota Medan sesuai dengan Teori Morfologi Kota yaitu Teori Multiple Nuclei teori pusat kegiatan banyak yang dicetus oleh oleh C.D. Harris dan FL. Ulman. Seiring perkembangan kota, tumbuh berkembang mengikuti dinamika perkembangan sesuai dengan kondisi kota tersebut. Seperti terjadi di kota-kota besar, adanya pengelompokan fungsi-fungsi yang sejenis menimbulkan keuntungan tersendiri. Pengelompokan akan berarti peningkatan konsentrasi pelanggan- pelanggan potensial dan memudahkan dalam membandingkan satu sama lain. Ilustrasi perkembangan kota dapat dilihat pada gambar berikut ini: Pada gambar diatas dapat dilihat perkembangan kota mengikuti pola kegiatan dengan mengadopsi teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori model bangkitan dan tarikan lalu lintas Breter, 2001. Pembangunan kota terus berlanjut akibat proses urbanisasi sehingga menyebar ke bagian pinggir kota, yang berakibat pada perubahan struktur ruang dan bentuk kota Burnley dan Murphy 1995; Davis et al. 1994; Nelson 1992. Burnley dan Gambar 2.7 Ilustrasi Perkembangan Kota Sumber : Breter, 2001 Universitas Sumatera Utara Murphy 1995 menjelaskan pembangunan sub urban dapat berakibat pada ketimpangan wilayah perkotaan karena wilayah sub urban yang dibangun belum dilengkapi jaringan infrastruktur yang memadai. Menurut Herbes 1987 daerah sub urban yang baru dibangun oleh arus urbanisasi tumbuh dan berkembang mengikuti pola perkampungan sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Meskipun kita menyadari sebagai proses pembangunan kota telah membawa implikasi terhadap ketimpangan wilayah, namun dengan adanya literatur tentang perencanaan wilayah dapat dijadikan sebagai dasar untuk mempersempit terjadinya ketimpangan wilayah Bahl dkk,1992.

2.3.2 Rencana Tata Guna Lahan

Suatu rencana tata guna lahan merupakan ekspresi kehendak lingkungan masyarakat mengenai bagaimana seharusnya pola tata guna lahan suatu lingkungan pada masa yang akan datang. Dalam rencana itu ditentukan daerah-daerah yang akan digunakan bagi berbagai jenis, kepadatan dan intensitas kategori penggunaan, misalnya penggunaan untuk pemukiman, perdagangan, industri dan berbagai kebutuhan umum. Ditentukan pula azas dan standar yang harus diterapkan pada pembangunan atau pelestarian di daerah itu. Di dalam suatu rencana tata guna lahan biasanya tercantum naskah uraian dan beberapa peta. Di dalam uraiannya terkandung kebijaksanaan-kebijaksanaan, sedangkan peta-peta menggambarkan penerapan rencana pada ruang yang tersedia, baik secara umum maupun terperinci, dengan menetapkan jenis penggunaan tertentu untuk daerah-daerah tertentu pula. Universitas Sumatera Utara Suatu rencana tata guna lahan biasanya merupakan bagian dari suatu rencana menyeluruh. Dalam bagian-bagian lain dibahas persoalan transportasi, utilitas umum; seperti listrik, gas dan air; berbagai macam prasarana masyarakat dan masalah- masalah khusus yang membutuhkan perhatian, misalnya pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Sifat rencana tata guna lahan bias berlainan karena jenis dan luas lingkungan, struktur pemerintahan serta peraturan-peraturan negara bagian dan kotamadya atau kabupaten yang mengatur soal perlahanan. Misalnya, suatu rencana tata guna lahan untuk sebuah dusun di pedesaan barangkali akan lain sekali ruang lingkupnya dan tidak begitu mendesak seperti rencana tata guna lahan di sebuah kota industri yang besar. Sebuah rencana tata guna lahan di daerah pemukiman sekitar pusat kota mungkin berorientasi lain daripada rencana tata guna lahan di daerah pusat kota. Suatu rencana tata guna lahan untuk suatu wilayah yang dikelola beberapa pemerintahan, misalnya suatu wilayah metropolitan, mungkin akan dilandasi rancangan pelaksanaan yang lain sama sekali daripada rencana sejenis untuk suatu wilayah kotamadya atau kabupaten dengan pemerintahan tunggal. Dan suatu rencana tata guna lahan untuk suatu lingkungan di dalam wilayah pemerintahan yang memiliki sedikit saja atau sama sekali tidak memiliki peraturan-peraturan mengenai perencanaan lingkungan barangkali akan lain sekali bila dibandingkan dengan rencana tata guna lahan untuk wilayah pemerintahan yang memiliki perencanaan yang kuat serta peraturan-peraturan pelaksanaan rencana tata guna lahan. Universitas Sumatera Utara Jangka waktu rencana tata guna lahan juga berbeda-beda, tergantung berapa jauh jangkauannya ke masa depan. Suatu rencana jangka panjang biasanya menuju ke sasaran yang terletak 20 atau 25 tahun yang akan datang, sedangkan suatu rencana tata guna lahan yang dimaksudkan untuk melaksanakan program pembangunan tertentu mungkin hanya menjangkau sasaran 5 tahun atau kurang. Misalnya, kota Atlanta di Negara bagian Georgia, Amerika Serikat, memiliki peraturan yang mengharuskan penyusunan rencana-rencana tata guna lahan berjangka waktu 1,5 dan 15 tahun yang masing-masing harus diperbaharui tiap tahun. Oleh sebab perencanaan perkotaan bersifat menyeluruh dan integral, maka suatu rencana tata guna lahan biasanya hanya merupakan unsur fungsional dari suatu proses menyeluruh. Sekalipun merupakan unsur yang paling menentukan, perencanaan perkotaan dilengkapi dengan unsur-unsur fungsional dan hasil-hasil penelitian yang bersifat mendukungnya. Undang-undang negara bagian Florida mengandung contoh tentang hal itu. Berdasarkan pasal-pasal dalam Undang-undang tentang Pengaturan Perencanaan Menyeluruh serta Pengembangan Lahan Pemerintah Daerah Negarabagian Florida, tiap kotamadya dan kabupaten harus menyusun serta mensahkan rencana menyeluruh yang mencakup unsur-unsur sebagai berikut: 1. Perbaikan modal 2. Rencana tata guna lahan untuk masa depan 3. Sirkulasi lalu lintas Universitas Sumatera Utara 4. Saluran pembuangan limbah manusia, sampah padat, saluran pembuangan air hujan dan air minum 5. Pelestarian alam 6. Rekreasi dan ruang terbuka 7. Perumahan 8. Pengelolaan daerah pantai hanya untuk kewenangan hukum daerah pantai 9. Koordinasi antar instansi pemerintah Unsur-unsur tambahan berikut ini bersifat mana suka tetapi yang pertama dan kedua merupakan keharusan bagi pemerintah daerah yang berpenduduk lebih dari 50.000 jiwa: a. Perjalanan Masal Mass Transit b. Pelabuhan, penerbangan dan rencana-rencana fasilitas terkait c. Kendaraan tidak bermotor misalnya sepeda dan lalu lintas pejalan-kaki d. Parkir halaman e. Bangunan umum dan fasilitas-fasilitas terkait f. Pola kemasyarakatan g. Pembangunan kembali daerah-daerah secara umum h. Keselamatan i. Pelestarian tempat-tempat bersejarah dan tempat-tempat dengan pemandangan indah j. Pembangunan ekonomi Universitas Sumatera Utara k. Unsur-unsur yang bersifat khas dan merupakan kebutuhan bagi daerah itu Di samping merupakan unsur tunggal dalam suatu rencana menyeluruh, rencana tata guna lahan menjadi titik pusat semua rencana menyeluruh itu dan merupakan semacam tali pengikat yang menyatukan unsur-unsur lain. Bagi suatu lingkungan masyarakat, rencana tata guna lahan ibarat sebuah rencana dasar bagi pembuatan sebuah gedung: di dalamnya tercantum ketentuan mengenai kapan, bagaimana, berapa banyak dan mengapa kegiatan tersebut harus dilakukan. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya. Rencana tata guna lahan juga membuka kesempatan bagi pembangunan perumahan, daerah perbelanjaan dan pembangunan ekonomi yang memadai, di samping memberikan perlindungan bagi daerah-daerah serta sumber daya lingkungan yang menentukan. Dengan cara demikianlah rencana tata guna lahan meletakkan kerangka dasar bagi hal-hal terperinci yang dicantumkan pada banyak segi lain di dalam rencana menyeluruh, seperti transportasi, tenaga listrik, air bersih dan gas, fasilitas dan pelayanan masyarakat rekreasi dan ruang terbuka, perumahan serta pelestarian tempat-tempat dan benda-benda bersejarah dan kawasan yang berpemandangan indah. Hal-hal itu diusahakan untuk mencapainya secara mencoba menciptakan suatu pola pengembangan lahan yang masuk akal dan bukan pola pengembangan dan Universitas Sumatera Utara penyebaran yang acak-acakan, tidak teratur, tidak mantap dan mahal yang akan terjadi jika tidak diciptakan pola pengembangan yang masuk akal, melainkan konfigurasi khusus yang logis dan bertahap, didasarkan pada kebijakan-kebijakan yang sudah disahkan. Bagi pelaksanaan rencana tata guna lahan tidak ada penjadwalan pasti berkaitan dengan jadwal pelaksanaan bagian-bagian lain di dalam proses perencanaan menyeluruh. Penjadwalan bergantung pada hasil penelitian atau unsur rencana mana yang sudah tersedia; kendala-kendala anggaran, penjadwalan, dan politik, juga para kebutuhan-kebutuhan lain yang mendesak, misalnya situasi gawat di dalam masyarakat yang harus segera diperhatikan atau pada syarat-syarat perencanaan hukum pada pemerintahan federal, negara bagian atau daerah di bawahnya. Lagipula, karena perencanaan perkotaan bersifat berulang-ulang dan terus-menerus maka jarang adawaktu yang ideal bagi pelaksanaan rencana tertentu. Tetapi karena hal-hal lain bernilai sama maka dapat disebut beberapa penelitianyang biasanya mendahului persiapan penyusunan rencana tata guna lahan, yaitu: 1. Penelitian kependudukan 2. Penelitian ekonomi 3. Analisis lingkungan 4. Identifikasi masalah-masalah, sasaran dan tujuan masyarakat Universitas Sumatera Utara Unsur-unsur rencana menyeluruh yang bukan rencana tata guna lahan seperti unsur-unsur mengenai transportasi, listrik, air bersih dan gas, serta fasilitas umum mungkin mendahului, menyertai atau menyusuli persiapan perencanaan tata guna lahan. Hal itu tergantung pada struktur, jadwal dan kendala-kendala yang terdapat dalam proses perencanaan menyeluruh. Unsur-unsur rencana menyeluruh yang biasanya menyusul sesudah tersusun rencana tata guna lahan meliputi: a. Rencana-rencana untuk daerah yang lebih kecil, seperti daerah pemukiman, pusat- pusat bisnis, lingkungan industri atau daerah-daerah pelestarian b. Rencana-rencana fungsional untuk tujuan-tujuan khusus, seperti rencana untuk perumahan atau tempat-tempat rekreasi. Sekalipun mungkin ada tahapan analitis yang ideal tentunya sampai batas-batas tertentu bias terwujud pertimbangan praktis mengenai anggaran, ketentuan hukum dan hal-hal yang menimbulkan keresahan masyarakat yang sering menjadi faktor penentu mengenai bagaimana dan kapan pelaksanaan rencana tata guna lahan harus dilaksanakan Catenese dan Snyder, 1988.

2.3.3 Proses Perencanaan Tata Guna Lahan

Proyek perencanaan tata guna lahan biasanya seperti dilukiskan pada gambar 1. sebenarnya proses ini lebih bersifat umum karena dapat diterapkan secara sama, dalam bentuk yang bagaimanapun, pada semua perencanaan masyarakat, termasuk perencanaan menyeluruh, Perencanaan tata guna lahan itu sendiri, dan perencanaan tata guna lahan sebagai bagian dalam perencanaan menyeluruh. Dalam pengertian Universitas Sumatera Utara yang paling sederhana, proses itu meliputi tiga tahap lihat segi empat di tengah : 1 dimana tempat anda, 2 kemana anda hendak pergi dan 3 bagaimana cara pencapaiannya. Tahapan pelaksanaan 10 langkah yang ditunjukkan dalam gambar itu akan berganti-ganti, demikian pula berapa jauh keterkaitan tata guna lahan sebagai masalah tersendiri atau sebagai bagian dalam suatu proses perencanaan yang lebih lengkap. Misalnya saja, langkah 1 “identifikasi permasalahan masyarakat dan peluangnya” mungkin sudah dikerjakan pada tingkat lebih menyeluruh sebelum dilaksanakan proses perencanaan tata guna lahan, atau langkah itu mungkin perlu dilaksanakan secara khusus untuk menggerakkan proses tersebut. Langkah 2 dan 3 mencakup pengumpulan dan analisa informasi, mungkin sebagian sudah atau belum dapat diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya, tetapi sudah hampir dapat dipastikan juga akan membutuhkan pengumpulan dan analisis informasi khusus untuk keperluan perencanaan tata guna lahan. Dalam mempelajari bagian ini mungkin akan bermanfaat bila melihat lagi diagram dasar pada gambar untuk mengetahui bagian mana saja yang tepat untuk berbagai bagian perencanaan tata guna lahan dan proses implementasinya. 10. HASIL PEMANTAUAN DAN KONDISI-KONDISI YANG BERUBAH 9. PELAKSANAAN PROGRAM DAN PROYEK 8. WUJUDKAN RENCANA MENJADI PROGRAM DAN 1.IDENTIFIKASI MASALAH- MASALAH DAN PELUANG-PELUANG MASYARAKAT DIMANA ANDA BAGAIMANA UNTUK SAMPAI KE SANA ANDA HENDAK KEMANA 2. KUMPULKAN INFORMASI 3. ANALISIS INFORMASI 4. TENTUKAN SASARAN-SASARAN MASYARAKAT Universitas Sumatera Utara Gambar 2.8 Proses Perencanaan Tata Guna Lahan Yang Biasa Terjadi Sumber : Anthoby J.Catanese, James C.Snyder, 1988

2.4 Teori Pembangunan Wilayah

Pembangunan wilayah regional development merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Kebijakan pengembangan wilayah sangat diperlukan karena kondisi fisik geografis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya sehingga penerapan kebijakan pengembangan wilayah itu sendiri harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan isu permasalahan di wilayah bersangkutan. Istilah pembangunan ekonomi digunakan secara bergantian dengan istilah seperti pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan ekonomi, kemajuan ekonomi, dan perubahan jangka panjang. Pembangunan ekonomi mengacu pada masalah negaramasyarakat yang sedang membangun, sedangkan pertumbuhan mengacu pada Universitas Sumatera Utara masalah negara-negara maju. Pembangunan, menurut Schumpeter, adalah perubahan spontan dan terputus–putus dalam keadaaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya. Sedangkan pertumbuhan adalah perubahan jangka panjang secara perlahan dan mantap yang terjadi melalui kenaikan tabungan dan penduduk. Menurut Boner, “ pembangunan memerlukan dan melibatkan semacam pengarahan, pengaturan, dan pedoman dalam rangka menciptakan kekuatan-kekuatan bagi perluasan dan pemeliharaan, sedang ciri pertumbuhan spontan merupakan ciri perekonomian maju dengan kebebasan usaha Sjafrizal, 2008. Menurut Todaro 2006 bahwa pembangunan harus berlangsung pada satu tingkat perubahan secara menyeluruh sehingga suatu sistem sosial yang telah diselaraskan dengan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan dasar pribadi dan kelompok yang beraneka ragam dalam sistem tersebut akan bergerak menjauhi kondisi hidup yang secara umum dianggap kurang memuaskan dan mengarah ke situasi atau kondisi hidup yang secara material dianggap lebih baik. Pencapaian tujuan pembangunan masyarakat tersebut, unsur penting dan strategis sebagai fasilitator adalah pemerintah, yang diharapkan mampu memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam perekonomian dan pembangunan untuk mewujudkan perubahan pada kondisi yang lebih menguntungkan. Pemerintah pada dasarnya merupakan alat bagi masyarakat untuk dapat melakukan secara bersama hal-hal yang tidak dapat dilakukan secara individu. Universitas Sumatera Utara Kebutuhan yang semakin meningkat terhadap fasilitas dan pelayanan pembangunan umum dalam masyarakat menuntut adanya institusi-institusi daerah yang cekatan Sarundajang, 1997. Pembangunan secara umum dapat diartikan sebagai usaha yang memajukan kehidupan masyarakat dari kondisi yang tidak baik menjadi kondisi yang lebih baik. Siagian 1983 mendefinisikan bahwa pembangunan itu adalah sebagai usaha atau rangkaian usaha yang pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa nation building. Pembangunan ekonomi didefinisikan dalam tiga pengertian sebagai berikut: 1. Pembangunan ekonomi harus diukur dalam arti kenaikan pendapatan nasional riil dalam suatu jangka waktu yang panjang. Definisi ini tidak memuaskan, karena tidak mempertimbangkan berbagai perubahan misalnya pertumbuhan penduduk. Jika suatu kenaikan dalam pendapatan nasional riil dibarengi dengan pertumbuhan penduduk yang lebih cepat, maka yang terjadi bukan kemajuan tetapi adalah sebaliknya yaitu kemunduran. 2. Meier dalam Siagian 1983 bahwa pembangunan ekonomi “sebagai proses kenaikan pendapatan riil per kapita dalam suatu jangka waktu yang panjang”. Baran dalam Siagian 1983 membenarkan “pertumbuhan pembangunan ekonomi adalah kenaikan output perkapita barang-barang material dalam suatu jangka waktu”. Definisi di atas menekankan bahwa pembangunan ekonomi Universitas Sumatera Utara dicerminkan oleh tingkat kenaikan pendapatan riil lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk. Definisi tersebut mengabaikan masalah yang bertalian dengan struktur masyarakat, struktur penduduk, lembaga dan budaya masyarakat, dan bahkan distribusi output di antara anggota masyarakat. 3. Ada kecenderungan untuk mendefinisikan pembangunan ekonomi dilihat dari tingkat kesejahteraan ekonomi. Misalnya pendapatan nasional riil per kapita naik dibarengi dengan penurunan kesenjangan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Definisi ini mempunyai beberapa keterbatasan, a kenaikan pendapatan nasional atau per kapita riil, si kaya bertambah kaya dan si miskin bertambah miskin, berarti kesenjangan bertambah lebar; b dalam mengukur kesejahteraan ekonomi harus hati-hati, output dapat dinilai dengan kenaikan pendapatan nasional riil, dan c harus dipertimbangkan tidak saja barang apa yang diproduksi, tetapi juga bagaimana barang tersebut diproduksi. Pembangunan nasional didukung oleh pembangunan yang terjadi di wilayah. Untuk itu diperlukan pendekatan yang penting didalami adalah teori yang berkaitan dengan pengembangan wilayah, dan adapun teori tersebut adalah sebagai berikut:

2.4.1 Teori Lokasi dan Aglomerasi

Teori Lokasi memberikan kerangka analisa yang baik dan sistematis mengenai pemilihan lokasi kegiatan ekonomi dan sosial, serta analisa interaksi antar wilayah. Teori Lokasi menjadi penting dalam analisa ekonomi karena pemilihan Universitas Sumatera Utara lokasi yang baik akan dapat memberikan penghematan yang sangat besar untuk ongkos angkut sehingga mendorong terjadinya efisiensi baik dalam bidang produksi maupun pemasaran. Sedangkan interaksi antar wilayah akan dapat pula mempengaruhi perkembangan bisnis yang pada gilirannya akan dapat pula mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah Sjafrizal, 2008. Untuk menganalis pembangunan kota dan wilayah, kita harus memahami sepenuhnya mengenai kekuatan-kekuatan aglomerasi dan deaglomerasi. Kekuatan- kekuatan tersebut dapat menjelaskan terjadinya konsentrasi dan dekonsentrasi atau dispersi kegiatan industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. Manfaat-manfaat yang ditinbulkan oleh kegietan-kegiatan di atas dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, antara lain: yaitu 1 penghematan skala scale economies, penghematan lokasi localization economies. dan penghematan urbanisasi urbanization economies. 1. Penghematan skala scale economies. Terdapat penghematan dalam produksi secara internal bila skala produksinya ditingkatkan. Biaya tetap yang besar sebagai akibat investasi dalam bentuk pabrik dan peralatan, yang memungkinkan dilaksanakan pemanfaatan pabrik dan peralatan tersebut dalam skala besar dapat membagi-bagi beban biaya-biaya tetap pada berbagai unit terdapat dalam sistem produksi. Sebagai konsekuensinya, unit biaya produksi menjadi lebih rendah sehingga dapat bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain. Produksi pada skala besar dimaksudkan untuk menghundari unit biaya operasi yang eksesif. Hal ini dapat dipertanggungjawabkan hanya pada lokasi-lokasi yang melayani penduduk Universitas Sumatera Utara dalam jumlah besar, atau dengan perkataan lain mempunyai suatu pasar yang luas. Jadi dapat disimpulkan bahwa terjadinya penghematan skala internal memberikan manfaat pada konsentrasi penduduk dalam jumlah besar daripada jumlah penduduk yang sedikit, industri dan kegiatan-kegiatan lainnya. 2. Penghematan lokalisasi lokalization economies. Jenis kedua, kekuatan yang terpenting konsentrasi industri diasosiasikan dengan penghematan yang dinikmati oleh semua perusahaan dalam suatu industri yang sejenis pada suatu lokasi tertentu. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah keluaran total output industri tersebut. Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan mengenai pabrik tekstil. Kasus disuatu wilayah yang belum berkembang, dimana terdapat kelayakan untuk mendirikan pabrik-pabrik modern ukuran kecil yang tidak membutuhkan investasi modal yang eksesif dan dapat beroperasi tanpa dilayani oleh tenaga kerja yang memiliki keterampilan yang tinggi dan spesialistis. Berkelompok dan terkonsentrasinya pabrik-pabrik sejenis pada suatu daerah geografis tertentu, misalnya di daerah-daerah perkotaan, akan menciptakan penghematan lokalisasi dan akan meningkatkan pertumbuhan kota-kota tersebut. 3. Penghematan urbanisasi urbanization economies. Penghematan urbanisasi diasosiasikan dengan pertambahan jumlah total penduduk, hasil industri, pendapatan, dan kemakmuran di suatu lokasi untuk semua kegiatan yang dilakukan bersama-sama. Penghematan ini terkait pada kegiatan-kegiatan industri-industri dan sektor-sektor secara agregatif Universitas Sumatera Utara Keuntungan aglomerasi baru dapat muncul bilamana terdapat keterkaitan yang erat antara kegiatan ekonomi yang ada pada konsentrasi tersebut baik dalam bentuk keterkaitan dengan input Backward Linkages atau keterkaitan output Forward Linkages . Dengan adanya keterkaitan ini akan menimbulkan berbagai bentuk keuntungan eksternal bagi para pengusaha, baik dalam bentuk penghematan biaya produksi, ongkos angkut bahan baku, dan hasil produksi serta penghematan biaya penggunaan fasilitas karena beban dapat ditanggung bersama. Penghematan tersebut selanjutnya akan dapat menurunkan biaya yang harus dikeluarkan oleh para pengusaha sehingga daya saingnya menjadi semakin meningkat. Penurunan biaya inilah yang selanjutnya mendorong terjadinya peningkatan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi yang berada dalam kawasan pusat pertumbuhan tersebut.

2.4.2 Teori tempat Sentral Central Place Theory

Teori tempat sentral menjelaskan pola geografis dan struktur herarkis pusat- pusat kota atau wilayah-wilayah nodal, tetapi tidak menjelaskan bagaimana pola georafis tersebut terjadi secara gradual dan bagaimana pola tersebut mengalami perubahan-perubahan pada masa depan, atau dapat dikatakan tidak menjelaskan gejala-gejala fenomena pembangunan. Dengan demikian teori tersebut dapat dikatakan bersifat statis. Agar teori tempat sentral mampu menjelaskan gejala-gejala dinamis, maka perlu ditunjang oleh teori-teori pertumbuhan wilayah. Salah satu diantaranya adalah teori Perroux kutub pertumbuhan yang membahas perubahan- Universitas Sumatera Utara perubahan struktural pada tata ruang geografis. Atau dapat dikatakan teori tempat sentral merupakan dasar dari teori kutub pertumbuhan. Teori tempat sentral sebagian brsifat positif karena berusaha menjelaskan pola aktual arus pelayanan jasa, dan sebagian lagi bersifat normatif karena berusaha menentukan pola optimal distribusi tempat-tempat sentral. Teori tempat sentral mempunyai kontribusi pada pemahaman interrelasi spasial dan kota-kota sebagai sistem di dalam sistem perkotaan. Teori tempat sentral tidak memberikan pejelasan secara lengkap mengenai pertumbuhan kota karena teori tersebut diformulasikan berdasarkan pembangunan daerah pertanian yang tersusun secara herarkis dan berpenduduk merata. Dengan tumbuhnya kota-kota maka muncullah jasa-jasa yang tidak berkanaan dengan pasar wilayah belakang. Sebagai contoh kehidupan kota metropolitan dapat mencipakan kebutuhan-kebutuhan sendiri internal, misalnya peningkatan penyediaan fasilitas penyediaan air minum, listrik, angkutan umum, demikian pula kebutuhan fasilitas parkir. Persoalan-persoalan yang dihadapai dalam pertumbuhan kota ternyata tidak sesederhana seperti persoalan pemasaran barang-barangdan jasa-jasa yang dihasilkan oleh tempat sentral. Analisis tempat sentral menekankan pada peranan sektor perdagangan dan kegiatan-kegiatan jasa daripada kegiatan-kegiatan manufaktur. Kegiatan manufaktur dianggap sebagai kegiatan produktif non tempat sentral. Hal ini tidak sesuai dengan kenyataan. Banyak kota-kota besar dan kota-kota lainnya sering kali mengalami perluasan dalam hal lokasi manufaktur karena kota-kota yang Universitas Sumatera Utara bersangkutan merupakan pasar tenaga kerja yang luas dan pada umumnya memberikan keuntungan-keuntungan aglomerasi, dimana perusahaan-perusahaan manufaktur lebih banyak melayani pasar nasional daripada pasar-pasar regional. Model tempat sentral ternyata tidak berhasil menjelaskan timbulnya kecendrungan yang kuat dalam masyarakat mengenai pengelompokkan perusahaan-perusahaan karena pertimbangan keuntungan-keuntungan aglomerasi dan ketergantungan. 2.4.3 Teori Kutub Pertumbuhan Growth Pole Theory Sebagaimana diketahui bahwa potensi dan kemampuan masing-masing wilayah berbeda-beda satu sama lainnya, demikian pula masalah pokok yang dihadapinya tidak sama. Sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional. Hirschman mengatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi, terdapat keharusan untuk membangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu negara, atau yang disebut sebagai pusat-pusat pertumbuhan growth point atau growth pole. Terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub pertumbuhan, yaitu pengaruh yang tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut semata adalah dominasi ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan dimensi ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan dimensi tata ruang geographic space and space dimension. Proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori tata ruang ekonomi economic space theory, dimana Universitas Sumatera Utara industri pendorong propulsive industries atau industries motrice dianggap sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya. Nampaknya Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan Adisasmita, 2005. Hirschman berdalil bahwa pertumbuhan awalnya terbatas pada wilayah-wilayah yang disukai, meskipun ketimpangan menyebar berdasarkan letak geografis, meliputi terpencil dan pertumbuhan ini terjadi melalui dampak hubungan dengan kutub-kutub pertumbuhan. Teori kutub pertumbuhan menyajikan dua fungsi baik fungsi idiologi maupun fungsi politik. Di dalam suatu arti idiologis dan pada suatu tingkat teoritis yang tidak dapat diambil melalui pertanyaan-pertanyaan sosial yang lebih mendalam. Teori kutub pertumbuhan bersandar terhadap mekanisme harga sebagai faktor penengah dan retribusi sumberdaya. Perroux menetapkan bahwa sektor-sektor pertumbuhan didefinisikan dengan hubungan-hubungan ekonomi dengan unit-unit lain di dalam ekonomi. Asumsi Perroux adalah tujuan sosial dari perkembangan wilayah yang dimanfaatkan oleh agen-agen yang ingin memperoleh keuntungan pribadi. Mengikuti pendapat Perroux, Boudeville mendefenisikan kutub pertumbuhan wilayah sebagai seperangkat industri sedang berkembang yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan mendorong lebih lanjut perkembangan ekonomi melalui wilayah pengaruhnya localized development pole. Teori Boudeville dapat dianggap sebagai pelengkap terhadap teori tempat sentral yang diformulasikan oleh Chirstaller dan kemudian diperluas oleh Losch. Boudeville Universitas Sumatera Utara mengemukakan aspek “kutub fungsional” dan memberikan pula perhatian pada aspek geografis Piche, 1982.

2.4.4 Teori Konvergen Convergence Theory

Bila proses pembangunan terus berlanjut, dengan semakin baiknya prasarana dan fasilitas komunikasi, maka mobilitas modal dan tenaga kerja tersebut akan semakin lancar. Teori Konvergen dapat terjadi jika negara yang bersangkutan telah maju, maka ketimpangan pembangunan regional akan berkurang Convergence. Dari pandangan neo-klasik, ketimpangan wilayah dapat dihubungan dengan faktor ketidaksempurnaan pasar dan sifat kelambanan proses pembangunan. Menyamaratakan faktor harga antara wilayah dalam suatu wilayah melalui integrasi akan meningkatkan faktor mobilitas sehingga dengan demikian akan ada pencapaian keseimbangan atau pola pertumbuhan wilayah konvergen. Hal tersebut juga ditanggapi rendahnya pendapatan wilayah akan meningkatkan para pekerja melalui migrasi, sehingga menarik investor dengan biaya pekerja yang rendah. Teori konvergen akan terus berlanjut sampai para pekerja dan penghasilan seimbang. Karena wilayah yang produktivitas dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi kedepannya akan lebih sulit menghitung hasil pengurangnya. Akibatnya, untuk dapat menyeimbangkan perekonomian dapat dilakukan jika perekonomian berada pada posisi yang lemah. Teori harga Factor Price Equalization FPE sudah menjadi dasar pemikiran yang kuat dalam perdagangan bebas internasional sejak Heckscher Universitas Sumatera Utara berpendapat bahwa pada kondisi tertentu membuka perdagangan yang akan menyamakan hasil- terhadap kesamaan faktor-faktor pada negara-negara lain, dan Ohlin pada awal abad ini, dan disempurnakan oleh Paul Samuelson menyempurnakan secara matematis. Dalam analisa integrasi perekonomian dunia, beberapa ahli seperti Porter dan Krugman mulai melihat pentingnya jarak geografis. Bertil Ohlin membuat asumsi bahwa dua faktor produksi merupakan hal yang penting di setiap negara, yang sebahagian faktor tersebut merupakan hal yang tidak penting pada beberapa negara. Komoditas bergerak dengan baik di perdagangan internasional, tanpa didukung pajak atau biaya transportasi. Dari pandangannya, perdagangan bebas telah cukup mampu menggantikan mobilitas internasional sehingga pergerakan terhadap perdagangan bebas akan menyebabkan harga pada negara –negara menjadi sama. Dan jika kedua negara melanjutkan untuk menghasilkan barang-barang pada perdagangan bebas, faktor harganya sebenarnya akan menjadi sama tanpa pergerakkan. Kesamaan faktor harga ini FPE dibuktikan secara matematis oleh Samuelson. Teori konvergen masih digunakan sebagai model dalam literatur teori pertumbuhan, yang menyatakan bahwa liberalisasi dalam asas dasar dapat meningkatkan proses konvergen melalui wilayah Hwang, 1996.

2.4.5 Teori Divergen Divergence theory

Divergence terjadi pada saat modal dan tenaga kerja ahli cenderung terkonsentrasi di daerah yang lebih maju sehingga ketimpangan pembangunan regional cenderung melebar. Ketimpangan wilayah yang tinggi menyebabkan Universitas Sumatera Utara pengangguran atau tingkat pendapatan yang cenderung menurun pada sebahagian masyarakat. Untuk mengatasi ini diperlukan campur tangan pemerintah untuk membuat kebijakan yang akan mengurangi ketimpangan wilayah Jeong, 1995. Bila wilayah miskin mampu untuk menaikkan pendapatan per kapita masyarakat secara terus menerus, maka ketimpangan wilayah dapat dipersempit secara perlahan Dapeng, 1998. Ada tiga strategi dasar dimana para pembuat kebijakan bisa membantu variasi basis ekonomi wilayah. Masing-masing strategi ini memiliki tingkat risiko berbeda, antara lain: a jangkauan industri melibatkan perluasan hubungan ke depan dan ke belakang untuk menambah rangkaian nilai wilayah; b pengaruh industri melibatkankan kolaborasi industri dengan sektor perindustrian lain di mana ada kemungkinan besar sinergi bisnis berdasarkan potensi pengembangan wilayah di wilayah yang belum pernah di sentuh white space; serta c jangkauan dan pengaruh industri melibatkan kombinasi satu industri atau lebih dalam penambahan nilai dan pengembangan wilayah yang belum pernah disentuh white space development.

2.4.6 Pendapatan

Secara lengkap terdapat empat pelaku ekonomi yakni sektor rumah tangga, sektor perusahaan swasta, sektor pemerintah publik, dan sektor luar negeri Universitas Sumatera Utara internasional. Untuk menggambarkan bagaimana keempat pelaku ekonomi tersebut berinteraksi dalam perekonomian dapat dilihat dalam diagram melingkar circular flow diagram David Egg berikut ini: Gambar 2.9 Sirkulasi Aliran Pendapatan dan Pengeluaran Universitas Sumatera Utara Aliran tersebut menggambarkan aliran pendapatan dari sektor perusahaan kearah sektor rumah tangga sebagai akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Aliran itu meliputi 1 gaji dan upah, yang merupakan pendapatan tenaga kerja, 2 sewa yang merupakan pendapatan dari tanah dan bangunan, 3 bunga, yang merupakan pendapatan dari modal dan 4 keuntungan yang merupakan pendapatan pemilik perusahaan. Sebagian dari pendapatan ini tidak diterima oleh rumah tangga. Keuntungan- keuntungan perusahaan harus membayar pajak keuntungan, sedangkan pendapatan rumah tangga yang lain harus membayar pajak perseorangan. Setelah dikurangi pajak, pendapatan rumah tangga akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan pembelanjaan aatau ditabung. Yang paling penting untuk membeli barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Sisa pendapatan rumah tangga, yaitu setelah dikurangi pajak, pengeluaran untuk konsumsi dan pengeluaran untuk membeli barang impor akan ditabung di lembaga keuangan, yang kemudian lembaga keuangan akan meminjamkan dana yang didapat dari tabungan rumah tangga kepada penanam modal. Menurut Sukirno 2007 untuk menghitung nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan oleh sesuatu perekonomian tiga cara penghitungan dapat digunakan, yaitu: Universitas Sumatera Utara 1. Cara pengeluaran . Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai pengeluaranperbelanjaan ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negara tersebut. 2. Cara produksi atau produk neto . Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai produksi barang dan jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor lapangan usaha dalam perekonomian. 3. Cara pendapatan . Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. Di dalam penghitungan pendapatan nasional digunakan istilah pendapatan, yang dimaksud adalah pendapatan pribadi dan pendapatan disposebel. Pendapatan pribadi dapat diartikan sebagai semua jenis pendapatan, termasuk pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan sesuatu kegiatan apa pun, yang diterima oleh penduduk sesuatu negara. Pendapatan disposebel adalah pendapatan pribadi dikurangi oleh pajak yang harus dibayar oleh para penerima pendapatan. Dengan demikian hakikatnya pendapatan disposebel adalah pendapatan yang dapat digunakan oleh para penerimanya, yaitu rumah tangga yang ada dalam perekonomian, untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa yang mereka ingini. Tetapi biasanya tidak semua pendapatan disposebel itu digunakan untuk tujuan konsumsi, sebagian darinya Universitas Sumatera Utara ditabung dan sebagian lainnya digunakan untuk membayar bunga, untuk pinjaman yang digunakan untuk membeli barang-barang secara menyicil. Untuk memudahkan mengingat hubungan di antara i pendapatan disposebel Y d dan pendapatan pribadi Y p , dan ii pendapatan disposebel Y d dengan konsumsi dan tabungan, di bawah ini dinyatakan formula rumus dari hubungan tersebut : i Y d = Y p - T ii Y d = C + S Pendapatan Nasional merupakan gabungan dari pendapatan wilayah – wilayah yang ada dilingkup perekonomian naisional. Peningkatan perekonomian wilayah berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi Nasional. Untuk itu diperlukan pembangunan disetiap wilayah guna menunjang perekonomian nasional. r r 1 r S =I S 1 =I 1 s F S,I I 1 I Universitas Sumatera Utara Gambar 2.10 Tabungan dan investasi Keadaan di pasaran modal pada mulanya adalah bersifat: keinginan untuk melakukan investasi dan meminjam modal digambarkan oleh kurva I dan penawaran tabungan adalah S F. Maka pasaran modal akan seimbang apabila investasi = I sama dengan suku bunga = r 0. Tabungan yang dilakukan oleh rumah tangga adalah S =I 0, dan pengeluaran rumah tangga adalah C . Pada keseimbangan ini pengeluaran agregat adalah: C + I dan nilainya sama dengan Y F oleh karena Y F = C + I 0, sedangkan S = I 0, maka Y F = C + S = C + I . Dalam perekonomian dua sektor yang mencapai keseimbangan berlaku keadaan: I = S.

2.4.7 Distribusi Pendapatan

Universitas Sumatera Utara + Universitas Sumatera Utara , - . Universitas Sumatera Utara 1 2 - 1 - 1 2 Universitas Sumatera Utara Menurut Sirojuzilam 2008 Pembangunan dilaksanakan secara umum menyangkut beberapa aspek utama, mulai dari pembangunan di bidang ekonomi, sosial, kelembagaan, dan aspek lingkungan. Akan tetapi di dalam proses pencapaiannya akan selalu mengakibatkan terjadinya ketimpangan. Hal ini sekaligus menolak pendapat kaum neoklasik yang terlalu optimis menyatakan bahwa pada awal pembangunan memang akan dijumpai ketidakseimbangan atau ketimpangan, akan tetapi pada akhirnya akan dicapai suatu keseimbangan atau kemerataan. Pada prinsipnya ada beberapa bentuk ketimpangan yang terjadi antara lain distribution income disparities, urban rural income disparities, dan regional income disparities Berbagai macam alat pengukuran banyak dijumpai dalam mengukur tingkat distribusi pendapatan penduduk. Diantara alat tersebut yang sangat umum dipergunakan adalah Gini Indeks. 1 Gini Indeks Rumus: n G i = 1 - P i - P i – 1 Q i + Q i-1 , 0 G i 1 i - 1 Dimana: Pi = kumulatif jumlah penduduk Universitas Sumatera Utara Qi = kumulatif jumlah pendapatan Gi = 0, Perfect Equality Gi = 1, Perfect Inequality 2 Kurva Lorenz Kurva Lorenz secara umum sering dipergunakan untuk menggambarkan bentuk ketimpangan yang terjadi terhadap distribusi pendapatan masyarakat. Kurva Lorenz digambarkan pada sebuah bidang persegi bujur sangkar dengan bantuan garis diagonalnya. Semakin dekat kurva ini dengan diagonalnya, berarti ketimpangan yang terjadi semakin rendah dan sebaliknya semakin melebar kurva ini menjauhi diagonal berarti ketimpangan yang terjadi semakin tinggi. Bentuk Kurva Lorenz biasanya digambarkan berdasarkan data yang diperoleh setelah menghitung angka Gini atau seperti terlihat pada gambar berikut ini: Gambar 2.11 Kurva Lorenz 3 Kriteria Bank Dunia 100 B Q i P i A 100 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Kriteria Bank Dunia di dalam menentukan tingkat ketimpangan yang terjadi dalam distribusi pendapatan penduduk, maka penduduk dibagi menjadi tiga kategori yaitu: a 20 Penduduk pendapatan tinggi b 40 Penduduk pendapatan sedang c 40 Penduduk pendapatan rendah dengan kriteria ketimpangan. 1 Tinggi, 40 penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional 12, 2 Sedang, 40 penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional 12- 17, dan 3 Rendah, 40 penduduk pendapatan rendah menerima pendapatan nasional 17. Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah dengan menggunakan Williamson Index dan ukuran ketimpangan lainnya. Selanjutnya dilanjutkan pula dengan pembahasan tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia yang dilanjutkan dengan faktor-faktor utama yang menentukan ketimpangan tersebut. Terakhir dilakukan pembahasan tentang beberapa kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk penanggulangan ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut Sjafrizal, 2008. Universitas Sumatera Utara Ketimpangan pembangunan ekonomi dan penghapusan kemiskinan merupakan permasalahan dalam pembangunan. Lewat pemahaman yang mendalam akan masalah ketimpangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan dapat memberikan dasar yang baik untuk menganalisis masalah pembangunan yang lebih khusus agar permasalahan pembangunan ini bisa dipecahkan dengan perencanaan pembangunan yang lebih baik Arsyad, 2004. Ketimpangan pembangunan ekonomi dapat mengakibatkan konsekuensi sosial dalam pembangunan itu sediri. Konsekuensi dari ketimpangan pembangunan ekonomi adalah rendahnya mobilitas sosial dan dapat menyebabkan kemiskinan Colclough, 1990. Ketimpangan pembangunan ekonomi dari waktu kewaktu telah banyak dianalisis secara empiris dengan menggunakan pendekatan teori-teori yang ada Harrison, 1984. Williamson 1965 meneliti hubungan antara disparitas regional dengan tingkat pembangunan ekonomi, dengan menggunakan data ekonomi negara yang sudah maju dan yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada tahap yang lebih “matang”, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak adanya keseimbangan antar daerah dan disparitas berkurang dengan signifikan. Universitas Sumatera Utara Ketimpangan pembangunan antar kecamatan dapat dianalisis dengan menggunakan indeks ketimpangan regional regional inequality yang dinamakan indeks ketimpangan Williamson Sjafrizal, 1997: Y n fi Y Yi IW − = 2 Dimana: IW = Indeks ketimpangan wilayah kecamatan Yi = Pendapatan per kapita di kecamatan i Y = Pendapatan per kapita rata-rata Kabupaten Kota i fi = jumlah penduduk di kecamatan i n = jumlah penduduk Kabupaten Kota i Masalah ketimpangan ekonomi antar daerah tidak hanya tampak pada wajah ketimpangan perekonomian Pulau Jawa melainkan juga antar Kawasan Barat Indonesia Kabarin dan Kawasan Timur Indonesia Katimin. Berbagai program yang dikembangkan untuk menjembatani ketimpangan antar daerah selama ini ternyata belum mencapai hasil yang memadai. Alokasi penganggaran pembangunan sebagai instrumen untuk mengurangi ketimpangan ekonomi tersebut tampaknya perlu lebih diperhatikan di masa mendatang. Strategi alokasi anggaran itu harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional sekaligus menjadi alat mengurangi kesenjanganketimpangan regional Majidi, 1997. Proses akumulasi dan mobilisasi sumber-sumber, berupa akumulasi modal, keterampilan tenaga kerja, dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu daerah Universitas Sumatera Utara merupakan pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik suatu wilayah menyebabkan kecenderungan terjadinya ketimpangan antar daerah dan antar sektor ekonomi suatu daerah. Bertitik tolak dari kenyataan itu, Ardani 1992 mengemukakan bahwa kesenjanganketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu sendiri. Menurut Myrdal 1957, perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan menyebabkan pengaruh yang merugikan backwash effects mendominasi pengaruh yang menguntungkan spread effects terhadap pertumbuhan daerah, dalam hal ini mengakibatkan proses ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibatkan ketimpangan antar daerah Arsyad,1999. Menurut Kuncoro 2002, konsep entropi Theil dari distribusi pada dasarnya merupakan aplikasi konsep teori informasi dalam mengukur ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri. Studi empiris yang dilakukan Theil dengan menggunakan indeks entropi menawarkan pandangan yang tajam mengenai pendapatan regional per kapita dan kesenjangan pendapatan, kesenjangan internasional, serta distribusi produk domestik bruto dunia. Untuk mengukur ketimpangan pendapatan regional bruto provinsi, Ying menggunakan indeks entropi Theil. Indeks entropi Theil tersebut dapat dibagidiurai menjadi dua subindikasi, yaitu ketimpangan regional dalam wilayah dan ketimpangan Universitas Sumatera Utara regional antarwilayah atau regional Ying, 2000. Dengan menggunakan alat analisis indeks entropi Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di kabupatenkota. Rumus dari indeks entropi Theil adalah sebagai berikut Ying, 2000: Iy = y j Yx log [y j Y x j X ] Di mana: Iy = indeks entropi Theil y j = PDRB per kapita kecamatan j Y = rata-rata PDRB per kapita Kabupaten kota j x j = jumlah penduduk kecamatan j X = jumlah penduduk Kabupaten Kota j Indeks entropi Theil memungkinkan kita untuk membuat perbandingan selama kurun waktu tertentu. Indeks ketimpangan entropi Theil juga dapat menyediakan pengukuran ketimpangan secara rinci dalam subunit geografis yang lebih kecil, yang pertama akan berguna untuk menganalisis kecenderungan konsentrasi geografis selama periode tertentu; sedang yang kedua juga penting ketika kita mengkaji gambaran yang lebih rinci mengenai ketimpangan spasial. Sebagai contoh ketimpangan antar daerah dalam suatu negara dan antar subunit daerah dalam suatu kawasan Kuncoro, 2002. 2.4.8 Penyebab Ketimpangan Pendapatan Universitas Sumatera Utara 3 3 - - 4 15 - . 2 6 7 7 7 7 8 7 Universitas Sumatera Utara 7 4 7 9 , 1 4 2 - 1 2 , Universitas Sumatera Utara Ekonomi aglomerasi atau ekonomi eksternal yang tercipta karena terkonsentrasinya para produsen telah diterima luas sebagai salah satu penyebab terciptanya kota. Eksternalitas dalam spasial dalam arti berkaitan dengan kedekatan proximity antar perusahaan, dimana perusahaan menerima keuntungan eksternal external benefits dengan berlokasi saling berdekatan satu dengan yang lain. Weber adalah salah seorang yang pertama-tama mengajukan pertanyaan mengapa pabrik-pabrik cenderung berlokasi saling berdekatan. Menurut Weber, ekonomi aglomerasi deglomerasi menentukan apakah industri terkonsentrasi di suatu tempat atau tersebar di lebih dari satu tempat. Karena itu, ekonomi aglomerasi disebabkan oleh faktor-faktor aglomerasi yang unik, bukan hanya karena orientasi lokasi seperti orientasi tenaga kerja labor orientation dan transportasi transport orientation. Hoover mengkritik teori aglomerasi Weber sebagai tidak membedakan tiga kekuatan forces yang mempengaruhi biaya produksi production costs, yaitu i ekonomi skala besar large-scale economies, suatu skala ekonomi internal terhadap perusahaan pada suatu lokasi tertentu Mills; Dixit,; ii ekonomi lokalisasi localization economies, eksternal terhadap perusahaan pada suatu lokasi tertentu Universitas Sumatera Utara tetapi internal terhadap industri Henderson; Ogawa dan Fujita; dan Fujita dan Ogawa; iii ekonomi urbanisasi urbanization economies, eksternal terhadap industri pada suatu lokasi tertentu tetapi internal terhadap kawasan perkotaan Arnott; Kanemoto; dan Upton. Sebagian besar model ukuran kota city size yang menjelaskan keberadaan ekonomi aglomerasi mendasarkan analisa mereka pada alokasi pertanian agricultural allocation theory dari von Thunen. Dalam modelnya, von Thunen memperlihatkan kota besar tunggal a single large city di tengah-tengah suatu dataran yang subur. Produk-produk tertentu yang biaya transportasi paling tinggi di produksi berlokasi paling dekat dengan kota dengan tujuan mengurangi biaya transportasi. Terdapat hubungan terbalik inverse antara sewa tanah land rent dan biaya transportasi, semakin jauh jarak suatu lokasi dari kota semakin rendah tingkat sewa tanah. Keberlakuan hubungan ini dengan mudah diubah menjadi zona konsentris concentric zone dari teori sewa-perkotaan urban-rent theory. Caranya adalah dengan mengubah pusat kota di tengah-tengah dataran menjadi distrik pusat bisnis central business districtCDB. Untuk selanjutnya distrik pusat bisnis akan kita sebut sebagai DPB. Lokasi DPB berada tepat di tengah kota dikelilingi oleh daerah pinggiran kota suburbs dimana para konsumen dan pekerja tinggal. Semua kegiatan produksi berlokasi di DPB. Dua karya utama dalam ekonomi skala besar adalah makalah-makalah yang ditulis berturut-turut oleh Mills dan Dixit. Mills mengasumsikan suatu kota berpusat Universitas Sumatera Utara tunggal monocentric dengan tiga jenis produksi: barang, transportasi, dan perumahan. Mills selanjutnya menganggap adanya skala hasil yang meningkat increasing returns to scale, karena itu produsen barang bersifat monopoli. Mills memperlihatkan secara analitis bahwa semakin besar tingkat peningkatan hasil increasing returns dalam produksi barang, semakin tidak elastis in elastic permintaan terhadap barang tersebut. Persyaratan ini diperlukan bagi produsen agar dapat membayar nilai produk marginal value of marginal product dari faktor-faktor produksi inputs. Model struktur kota yang bersifat lebih umum dikembangkan oleh Dixit. Tema utama dari karya Dixit adalah ukuran kota optimum optimum city size yang ditentukan oleh keseimbangan antara skala ekonomi produksi economies of scale in production dan disekonomi diseconomies transportasi disebabkan oleh kemacetan lalulintas congestion. Dixit membuat asumsi bahwa hanya terdapat satu perusahaan yang memproduksi komoditi tunggal dan skala hasil yang meningkat. Seperti model yang dikembangkan oleh Mills, model yang dikembangkan oleh Mills, Dixit beramsusi produsen barang adalah monopoli beralokasi di PDB. Namun dibandingkan dengan model Mills, model yang dikembangkan oleh Dixit bersifat umum. Dixit mengintegrasikan manfaat sebagai fungsi dari barang industri dan perumahan tanah. Model Dixit memperlihatkan analitis bahwa tingkat skala peningkatan degree of increasing returns sama dengan rasio sewa tanah terhadap nilai output. Universitas Sumatera Utara Sekalipun model Dixit memberikan sumbangan besar pada pemahaman kita mengenai ekonomi aglomerasi dalam suatu rangka yang lebih umum, namun kritik keras terhadap model ini adalah pemberlakuan skala ekonomi dalam sistem monopoli dianggap terlalu sederhana. Skala peningkatan internal internal returns to scale bagi produsen yang memiliki kekuatan monopoli susah untuk diterima sebagai penyebab ekonomi aglomerasi. Model ini tidak memberikan banyak penjelasan terhadap keadaan kota modern sebenarnya. Fenomena suatu kota modern adalah terdapat banyak produsen dan terjadi perdagangan antarkota, keadaan ini jauh berbeda dari keadaan pasar monopoli. Kritik ini juga berlaku pada model yang dikembangkan oleh Mills. Ketidakpuasan terhadap proposisi bahwa ekonomi skala besar merupakan penentu konsentrasi industri di daerah perkotaan besar mengarah pada usaha-usaha untuk mengembangkan model teoritis yang dapat menjelaskan keberadaan ekonomi lokalisasi. Ekonomi aglomerasi dalam pengertian ekonomi lokalisasi dianalisa, antara lain, oleh Henderson. Ciri utama dari model Henderson adalah mengasumsikan terdapat banyak perusahaan kecil di daerah perkotaan yang masing-masing memandang dirinya berhadapan dengan teknologi berskala hasil yang konstan constant returns to scale, sementara itu industri secara keseluruhan memperoleh peningkatan hasil increasing returns yaitu skala ekonomi bersifat eksternal terhadap perusahaan. Kita dapat menyebut jenis eksternalitas seperti ini sebagai skala ekonomi ala Chipman, karena Chipman yang mengusulkan pendekatan ini. Karena itu, produk Universitas Sumatera Utara marginal tenaga kerja pribadi private marginal product of labor dalam industri berbeda dengan produk marginal sosial social marginal product. Keadaan ini mempertahankan keberlakuan habisnya exhaustion penerimaan perusahaan untuk pembayaran faktor-faktor produksi atau penerimaan sama dengan pengeluaran. Pasar dicirikan oleh persaingan sempurna karena setiap perusahaan yang ikut serta dalam persaingan entering diuntungkan oleh eksternalitas skala ekonomi industri. Henderson mengintegrasikan faktor eksternalitas pada peubah variable output dari fungsi produksi, karena itu kita anggap model Henderson memperlihatkan ekonomi lokalisasi Juoro, 1989. Pendapatan merupakan salah satu variabel yang menentukan pengembangan wilayah. Dalam proses pembangunan wilayah terjadi ketimpangan pendapatan Nishiola 1994. Menurut Kim dkk 2003 ketimpangan pendapatan dapat dipengaruhi oleh empat variabel yaitu pendidikan, kesempatan kerja, infrastruktur dan jaringan informasi. Menurut Song dkk 2000 terdapat lima variabel yang menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan pendapatan yaitu investasi, infrastruktur, modal manusia, jumlah penduduk dan letak geografis. Menurut hasil penelitian Rahman 2002 ketimpangan pendapatan dapat dipengaruhi oleh skill dan penggunaan teknologi dalam proses produksi. Menurut Wilder dkk. 1999 perbedaan tingkat pendidikan dan budaya masyarakat merupakan faktor yang dapat mempengaruhi ketimpangan pendapatan, sedangkan hasil penelitian Ding 2002 Universitas Sumatera Utara menanggapi tentang kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi ketimpangan. Shangkar dan Shah 2003 kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan alokasi dana pembangunan yang tidak berimbangan dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan. Menurut Mukhopadhaya 2003 menyatakan bahwa kebijakan pemerintah terhadap kaum imigran dapat menyebabkan terjadi ketimpangan pendapatan di masyarakat. Sejumlah studi empirik berusaha untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab ketimpangan distribusi pendapatan dari berbagai tinjauan. Beberapa studi menyampaikan beberapa variabel makro-ekonomi berpengaruh terhadap distribusi pendapatan seperti inflasi dan pengangguran menurut studi Mocan 1999 dan Blejer dan Guererro 1990. : 4 2 ; 2 Universitas Sumatera Utara Sementara itu penelitian yang menyangkut pengukuran ketimpangan distribusi pendapatan yang terjadi di daerah di Indonesia antara lain di Kutai Kartanegara oleh BPS 2005 yang menemukan koefisien Gini sebesar 0,31. Koefisien Gini ini mengindikasikan ketimpangan distribusi yang cukup rendah. Hal ini didukung dengan keberhasilan kebijakan dalam menurunkan kemiskinan di kabupaten tersebut. Penelitian lain khususnya di Kabupaten Banyumas pernah dilakukan oleh Suroso dkk 2005 yang menemukan ketimpangan distribusi pendapatan di Banyumas tahun 2005 dengan koefisien Gini sebesar 0,432. Koefisien Gini tersebut mengindikasikan ketimpangan pendapatan yang cukup besar. Hasil ini juga menunjukkan kecenderungan yang meningkat dibanding keadaan sebelumnya. Dibandingkan dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, maka Kabupaten Banyumas yang memiliki pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita lebih rendah menujukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang relatif tinggi. Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun berkurangnya kesenjangan adalah salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan. Indikator yang cukup baik untuk mengukur tingkat pemerataan pendapatan masyarakat adalah distribusi pendapatan masyarakat diantara golongan penduduk golongan pendapatan. Pendapatan masyarakat sangat tergantung dari lapangan usaha, pangkat dan jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek usaha, permodalan dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut menjadi penyebab perbedaan tingkat pendapatan penduduk. Indikator distribusi Universitas Sumatera Utara pendapatan yang didekati dengan pengeluaran per kapita akan memberikan petunjuk aspek pemerataan pendapatan yang telah tercapai. Walaupun hal ini tidak mencerminkan tingkat pendapatan yang sebenarnya namun paling tidak memberikan petunjuk untuk melihat arah dari perkembangan yang terjadi. Selama ini untuk mendapatkan informasi mengenai pendapatan sebenarnya menemui bermacam kendala diantaranya: tidak terus terangnya responden memberikan informasi yang sebenarnya, ada yang membesarkan ada pula yang mengecilkan. Selain itu terkadang menjadi tidak etis pada sebagian orang untuk meminta informasi mengenai pendapatan yang sebenarnya. Sulitnya mendapatkan tingkat pendapatan yang sebenarnya menjadi alasan penggunaan pendekatan pengeluaran untuk mengetahui distribusi pendapatan masyarakat. Dalam realitanya tingkat pengeluaran akan berbanding lurus dengan tingkat pendapatan. Semakin besar pendapatan masyarakat maka akan semakin besar tingkat pengeluaran. Asumsi ini menjadi acuan dalam kajian untuk mengukur distribusi pendapatan masyarakat. 2.5 Penelitian Terdahulu No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil 1 Neuman M 2005 Notes on The Uses and scope of city planning theory Bagaimana tentang teori perencanaan kota Kajian teoritis Kontribusi perencanaan kota terhadap keberhasilan pembanguna- n. Ada empat teori yang Universitas Sumatera Utara digunakan, explanation, prediction, justification, and normative guidance . 2 Ayatac H 2007 The Internation al Diffusion of Planning Ideas: The Case of Istanbul, Turkey Bagaimana penerapan konsep perencanaan Kota di Turkey Metode ekploratif Penerapan perencanaan di Turkey dengan penerapan konsep perencanaan difusi. Konsep No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil difusi adalah proses perencanaan dengan mengkombi- nasi pengalaman ekonomi, politik dan budaya Turkey. 3 Beauregar R, 2007 More Than Sector Theory: Homer Hoyts Contributio ns to Planning Knowledge Bagaimana teori Hoyt dalam perkembangan kota Metode deskriptif Penerapan teori Hoyt terhadap perkemba- ngan ilmu perencanaan. produk perencana dapat memberikan manfaat Universitas Sumatera Utara kepada masyarakat kota. 4 Alexander.E. R, 2005 Institutiona l Transforma tion and Planning From Institutiona lization Theory To Institutio- nal Design Bagaimana Pola Kelembagaan Perencanaan Kota Kajian Teoritis Pola perencanaan kota dilaksanakan oleh sebuah kelembagaan khusus perencanaan yang berfungsi sebagai koordinasi perwakilan dan sosialisasi produk perencanaan. No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil 5 Sanyal. B 2005 Planning As Anticipatio n Of Resistance Bagaimana Dampak Akibat Kesalahan Dalam Perencanaan Pembangunan Metode Survei Akibat Kesalahan Membuat Perencanaan Sehingga Antisipasi terhadap perencanan sektor publik berakibat pada pembangu- nan sektor publik tidak tepat pada sasarannya. 6 Yabuta Masahiro, 1993 Economic Growth Models Ketidakstabila n model pertumbuhan Kajian teoritis Perilaku perpaduan perdagangan Universitas Sumatera Utara with Trade Unions: NAIRU and Union Behavior ekonomi telah membantu ekonomi kapitalis untuk menetapkan tahap kesinambu- ngan keseimban- gan pertumbuhan ekonomi. 7 Bergh dan Fink, 2009 Higher education, elite institutions and inequality Pengaruh pendidikan terhadap ketimpangan Deskriptif Hasil penelitian pengaruhnya terhadap ketimpangan pendapatan masih ambigu, karena pendidikan tinggi No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil meningkat- kan ketimpangan pendapatan di posisi teratas dari distribusi pendapatan, juga mengurangi ketimpangan pendapatan yang rendah. 8 Friseh, Michael Measuring regional Bagaimana membuat Metode Eksplo- Perencanaan mengguna- Universitas Sumatera Utara 2002 capacity perencanaan untuk wilayah yang mengalami tekanan ekonomi. ratif kan konsep partisipatif, pemberdaya- an masyarakat, untuk menciptakan lapangan kerja. 9 Basu, dkk 2009 A Theory of Employme nt Guarantees : Contestabil ity, Credibility and Distributio nal Concerns Faktor-faktor perencanaan, produktivitas sektor swasta, pemerataan pangsa pasar dan kebutuhan akan lapangan kerja umum terhadap distribusi pendapatan Regresi Secara paradoks, hasil dengan seorang perencana yang hanya memperhati- kan pada efisiensi dapat menyebab- kan kurangnya efisien hasil apabila dibandingkan dengan seorang perencana No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil yang lebih memfokus- kan pada fungsi kesejahteraan yang juga mempengaru hi masalah kemiskinan. 10 Allmendinge r, Philip Towards a post- Bagaimana menginterpre- Kajian Teoritis Interpretasi teori dapat Universitas Sumatera Utara 2002 positivist typology of planning theory tasikan sebuah teori perencanaan membantu merancang sebuah ide atau gagasan program pembangu- nan sebuah kawasan. 11 Kim dkk 2003 Impact of national developme ntand decentraliz ation policies on regional income disparity in Korea Bagaimana pengaruh kebijakan desentaralisasi terhadap ketimpangan pendapatan wilayah di Korea Metode regresi - Kebija- kan Desent- ralsasi - Pendapa- tan - Data Primer Ketimpangan pendapatan dapat dipengaruhi oleh empat variabel yaitu pendidikan, kesempatan kerja, infrastruktur dan jaringan informasi. 12 Pierow. G.Y. 2003. Regional Disparities in the Labour Market Bagaimana bentuk ketimpangan wilayah bila ditinjau dari pasar tenaga kerja di Jemrman Metode Deskriptif - Tenaga Kerja - Pedapatan - Data Sekunder Pada saat beberapa kota di Jerman mengalami peningkatan penganggu- ran, ada beberapa kota yang mampu menurunkan No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil angka pengganggur an karena kota-kota tersebut mampu manampung Universitas Sumatera Utara tenaga kerja lebih di sektor industri. 13 Alain Piche 1982 Regional disparities: towards a theoretical understandi ng of the canadian case Kajian teoritis tentang Ketimpangan regional Kajian teortis dan historis Kebijakan pengembang an wilayah akan berkibat timbulnya ketimpangan wilayah. 14 Biles.R.S. 2000. Regional disparities in welfare reform: appalachin poverty and the dilemmas of public policy Bagaimanan membuat kebjikan untuk mengurangi ketimpangan Metode ekploratif Kebijakan publik perlu mendorong terciptanya kesejahteraan masyarakat dengan meningkat- kan program kesehatan dan pendidikan. 15 Wang.F. 1997 Regional disparities in china: the agricultural aspect Bagaimana regional disparitas di Cina Metode regresi - Sumber Daya Alam - Etos Kerja - Budaya Terjadi ketimpangan wilayah antara kawasan timur dan barat Cina. Ketimpangan regional yang meningkat telah menimbul- No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil -Pendapa- tan - Data kan banyak masalah sosial dan Universitas Sumatera Utara Primer - Data Sekunder ekonomi. 16 Dijana Maria Plestina 2001 Politics and Inequality: A Study of Regional Disparities in Yugoslai- via Bagaimana dampak ketimpangan ekonomi regional di Yugoslavia terhadap kondisi sosial politik Metode survei - Pendapa- tan - Kondisi Sosial Politik Masalah ketimpangan regional telah membawa implikasi terhadap kondisi stabilitas politik pada wilayah maju dan wilayah terbelakang. 17 Ositadinma. E, 1987 Regional socio- economic diparities in nigeria: policy implication Tujuan dari studi ini adalah untuk meneliti ketimpangan regional di Nigeria dari tahun 1970 sampai 1985 dan menentukan apakah tren regional mencerminkan atau menggambar- kan model perkembangan ekonomi Kuznet atau Myrdal Metodolo gi tersebut mengguna kan statistic deskriptif Studi menunjukan kecenderung an tren perkembang- an regional Nigeria menggambar kan model Myrdal dan membuat mereka kelihatan hampir serupa dengan India dan Brazil. Kebijakan pemerintah haruslah bertujuan untuk meningkat- kan SDM dan Universitas Sumatera Utara No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil pendapatan masyarakat dimasa yang akan datang di setiap negara bagian dengan menekankan teknologi yang sesuai intermediasi. 18 Francois Marier 2000 Technolo- gy and Infrastruktu re in Regional Develop- ment Policies and the Evolution of Regional Disparities: The Case of New Brunswick 1986-1996 Menganalisa pertumbuhan sektor industri, perubahan- perubahan pada sosio ekonomi, dan pengaruh- pengaruh dari ketimpangan regional Analisa shift-share - Pendapa- tan Regonal - Kondisi Sosial Ekonomi - Sektor Industri - Infras- truktur - Data Sekunder Terjadi perubahan- perubahan di sector industri- industri. Perubahan sector ini mengakibat- kan terjadi ketimpangan wilayah. 19 Dapeng Hu 1998 Trade, Production Agglomera tion, and Regional Disparity in develop- ping count- ries: Theor- ytical mod els and a Apakah globalisasi meningkatkan ketimpangan regional? Kebijakan regional yang bagaimana yang efektif untuk mencegah Metode regresi - Pendapa- tan - Globali sasi - Kebija kan - Infras truktur - Data Globalisasi perekonomi- an telah menyebab- kan terjadinya ketimpangan wilayah di China. Universitas Sumatera Utara case study of China ketimpangan wilayah? Sekunder No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil 20 Shiqiang zhan 2000 Regional Disparities and Economic Growth in China Bagaimana bentuk tren ketimpangan pendapatan wilayah Modeling econome- tric - Pendapa- tan - Jumlah penduduk - Pendidi- kan - Letak Geografis - Data Sekunder Hasil menunjukan bahwa ketimpangan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk desa telah meningkat selama tahun 1978-1997. 21 Inkina.S. 2007. Russian Social Model: Is There Room For Regional Disparities ? Bagaima model pembangunan social dan ketimpangan wilayah Metode survei - Pemban- gunan Sosial - Pendapa- tan - Data Primer Ketimpangan wilayah terjadi di Rusia dapat dilihat dari bidang social masyarakat. 22 Ezcurra and Manuel. 2006 Regional disparities and national Develop- ment revisited the case of western europe Hubungan antara ketimpangan regional dan tingkat perkembangan ekonomi di 14 negara Eropa bagian barat selama periode 1980-2002 Metodolo gi semi- parametric Mengindikas ikan adanya sebuah proses divergensi regional ketika sebuah tingkat perekembang an tertentu telah dicapai Universitas Sumatera Utara 23 Machael B dan Daniel F 2007 Mobility and mean reversion in the dynamics of regional inequality Bagai bentuk ketimpangan ekonomi wilayah Metode Statistik - Pendapa tan - Infra struktur Wilayah - Data Sekunder Menunjukan bahwa pendapatan regional Gini divergen, namun setelah ada kebijakan untuk meningkat- No Pengarang Judul Permasalahan Metode dan Data Variabel Hasil kan pendapatan, maka ketimpangan wilayah mengecil. 24 Nelson dan Lorence 1995 Employ- ment In Service Activities and Inequality ini Metropoliti an Area Bagaimana pengaruh industri jasa terhadap ketimpangan pendapatan laki-laki di 125 kota Metropolitan Amerika Serikat Metode regresi - Pendapa- tan - Kesem patan - Kerja Sektor Jasa - Data Sekunder Ketimpangan pendapatan pekerja terjadi pada sektor industri jasa. Bila sektor industri jasa memperluas kesempatan kerja di suatu wilayah, maka akan terjadi ketimpangan wilayah. 25 Gabszewicz and Thise 1987 Price Competiti- on, Quality and Income Disparities Bagaimana pengaruh kompetisi harga dan kualitas barang yang dihasilkan Metode Regresi - Kompeti Si harga - Kualitas Barang - Pendapa Kompetisi harga dan kualitas barang yang dihasilkan berpengaruh terhadap Universitas Sumatera Utara terhadap ketimpangan pendapatan tan - Data Primer ketimpangan wilayah. 26 Miguel dan Ezcurra 2005 Spatial Dispariti es in Pro ductivity and Indus tri Mix : The Case of The European Regions Meneliti tentang kekuatan peranan respektif melalui faktor wilayah dan sektoral dalam konvegen dan divergen Shift- share analysis - Tata Ruang - Industria lisasi - Data Sekunder Ketimpangan wilayah dalam hal produktivitas sangat berhubungan dengan perbedaan intrinsik antar wilayah. Universitas Sumatera Utara

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Kota adalah suatu pemukiman yang relatif besar, padat dan permanen, terdiri dari kelompok individu-individu yang heterogen dari segi sosial. Kota adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling kompleks. Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa, dari segi budaya dan antropologi, ungkapan kota sebagai ekspresi kehidupan orang sebagai pelaku dan pembuatnya adalah paling penting dan sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut disebabkan karena permukiman perkotaan tidak memiliki makna yang berasal dari dirinya sendiri, melainkan dari kehidupan di dalamnya. Pembangunan kota terus berlanjut akibat proses urbanisasi sehingga menyebar kebagian pinggiran kota, yang berakibat pada perubahan struktur ruang dan bentuk kota. Pembangunan sub urban yang tidak direncanakan dengan baik dapat berakibat pada perencanaan dan pembangunan wilayah perkotaan tersebut. Lazimnya wilayah sub urban yang dibangun belum dilengkapi dengan jaringan infrastruktur yang memadai dan daerah sub urban tersebut tumbuh dan berkembang mengikuti arus urbanisasi dengan pola perkampungan yang terbentuk mengikuti kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Meskipun kita menyadari sebagai proses pembangunan kota telah membawa implikasi terhadap ketimpangan wilayah, namun dengan adanya Universitas Sumatera Utara literatur tentang perencanaan dan pembangunan wilayah dapat dijadikan sebagai dasar untuk mempersempit terjadinya ketimpangan wilayah. Perencanaan dan pembangunan wilayah merupakan satu-satunya jalan yang terbuka untuk menaikkan distribusi pendapatan per kapita, mengurangi ketimpangan wilayah dan meningkatkan kesempatan kerja. Dalam upaya pembangunan wilayah, masalah yang terpenting yang menjadi perhatian para ahli ekonomi dan perencanaan dan pembangunan wilayah adalah menyangkut proses pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan pembangunan. Perbedaan teori pertumbuhan ekonomi wilayah dan teori pertumbuhan ekonomi wilayah nasional terletak pada sifat keterbukaan dalam proses input-output barang dan jasa maupun orang. Dalam sistem wilayah keluar masuk orang atau barang dan jasa relatif bersifat lebih terbuka, sedangkan pada skala nasional bersifat lebih tertutup. Penerapan teori perencanaan wilayah dapat dibagi atas empat komponen : a Physical Planning Perencanaan fisik, b Macro-Economic Planning Perencanaan Ekonomi Makro, c Social Planning Perencanaan Sosial, d Development Planning Perencanaan Pembangunan. Pembangunan ekonomi wilayah adalah sebagai proses kenaikan pendapatan riil per kapita dalam suatu jangka waktu yang panjang. Sedangkan pertumbuhan ekonomi wilayah adalah kenaikan output per kapita barang-barang material dalam suatu jangka waktu. Defenisi di atas menekankan bahwa pembangunan ekonomi Universitas Sumatera Utara wilayah dicerminkan oleh tingkat kenaikan pendapatan riil lebih tinggi dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk. Dalam rangka pembangunan ekonomi wilayah, pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi seringkali dibarengi dengan semakin tidak merata distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi memang merupakan target dari pembangunan, tetapi kadang pemerataan hasil pembangunan terlupakan sehingga dibalik pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi itu juga menimbulkan kemiskinan pada sebagian penduduk. Pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi akan menjadi lebih berarti jika diikuti pemerataan atas hasil-hasil pembangunan. Berbagai kebijakan ekonomi untuk peningkatan produksi akan lebih berarti jika manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Oleh karena itu orientasi pemerataan hasil-hasil pembangunan seharusnya menjadi muara dari seluruh kegiatan perekonomian suatu wilayah. Pendapatan merupakan salah satu variabel yang menentukan pengembangan wilayah. Dalam proses pembangunan wilayah terjadi distribusi pendapatan wilayah. Dari beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa perencanaan dan pembangunan wilayah dapat dipengaruhi oleh beberapa variabel diantaranya aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan, pendidikan, dan lokasi tempat tinggal. Universitas Sumatera Utara Dari hasil kajian teoritis diatas dapat disusun kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut: Gambar 3.1. Kerangka Teoritis GRAND THEORY MIDDLEY THEORY APPLIED THEORY VARIABEL Aglomerasi Aksesibilitas Lembaga Keuangan Demografis Kesempatan Kerja, Tabungan Pendidikan Lokasi Tempat Tinggal. Francois Marier, 2000, Dapeng Hu 1998, Shiqiang zhan 2000, Machael B dan Daniel F 2007, Nelson dan Lorence,1995,Gabsze wicz and Thise 1987, Miguel dan Ezcurra,2005 PEMBANGUNAN WILAYAH 1. Teori Lokasi dan Aglomerasi 2. Central Place Theory 3. Growth Pole Theory 4. Convergence Theory 5.Divergence Theory 6. Pendapatan 7. Distribusi Pendapatan PERENCANAAN WILAYAH 1. Teori Perencanaan wilayah Archibugi 2008: a. Physical Planning Perencanaan fisik. b. Macro-Economic Planning Perencanaan Ekonomi Makro c. Social Planning Perencanaan Sosial. d. Development Planning Perencanaan Pembangunan. 2. Teori Kota Universitas Sumatera Utara Dari kerangka pemikiran diatas dan fenomena yang terjadi di dalam pembanguan Kota Medan, maka dapat dibuat kerangka konseptual penelitian sebagai berikut: Gambar 3.2. Kerangka Konseptual Penelitian PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN WILAYAH Kebijakan Pembangunan X PENDAPATAN Z Percepatan pembangunan wilayah lingkar luar dan penanggulangan kemiskinan Pengembangan kebudayaan dan pariwisata Penciptaan birokrasi yang kreatif, inovatif, responsif, dan profesional AGLOMERASI Y 1 AKSESIBILITAS LEMBAGA KEUANGAN Y 2 DEMOGRAFIS Y 3 KESEMPATAN KERJA Y 4 TABUNGAN Y 5 LOKASI TEMPAT TINGGAL Y 7 PENDIDIKAN Y 6 Membangun kota jasa, perdagangan dan industri serta pemantapan iklim ketenagakerjaan Pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana Kota Peningkatan derajat pendidikan dan kesehatan Peningkatan kerjasama regional dan lintas batas Peningkatan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat Pengembangan daya saing UKMK dan peningkatan penanaman modal daerah DISTRIBUSI PENDAPATAN Rencana Tata Guna Lahan Universitas Sumatera Utara

3.2 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pada kerangka konseptual dan kerangka pemikiran tersebut maka dapat dibuat hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan. 1.1 Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui aglomerasi. 1.2 Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui aksesibilitas lembaga keuangan. 1.3 Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui demografis. 1.4 Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui kesempatan kerja. 1.5 Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui tabungan. 1.6 Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui pendidikan. 1.7 Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui lokasi tempat tinggal. Universitas Sumatera Utara 2. Aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan, pendidikan dan lokasi tempat tinggal secara bersamaan berpengaruh secara positif terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan. 3. Distribusi pendapatan masyarakat di Kota Medan tidak merata. Universitas Sumatera Utara

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian digunakan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian yang hendak dicapai dan sekaligus pengujian hipotesis. Untuk itu perlu rancangan penelitian dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan. Berdasarkan metode penelitian dapat dikelompokkan menjadi metode penelitian survei, ex post facto, experimen, naturalistik, policy research, action reseach, evaluasi dan sejarah. Pada penelitian ini menggunakan metode survei. Penelitian menurut tingkat eksplanasinya David Klien dalam Sugiyono, 2006, adalah penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lainnya yang dapat dikelompokkan menjadi deskriftif, komperatif dan asosiatif. Dalam penelitian eksplanasi ini menggunakan penelitian Asosiatif. Asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih.

4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

4.2.1 Populasi dan Sampel

Populasi untuk penelitian ini adalah masyarakat yang berada pada wilayah Kota Medan yang tersebar pada 21 kecamatan dengan satuan kepala keluarga yang berjumlah 444.716 KK. Adapun datanya sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1 Populasi Penelitian Kecamatan Districts Jumlah Rumah Tangga Households No 1 2 1. Medan Tuntungan 16.471 2. Medan Johor 25.021 3. Medan Amplas 2.278 4. Medan Denai 30.211 5. Medan Area 24.841 6. Medan Kota 19.299 7. Medan Maimun 11.413 8. Medan Polonia 11.083 9. Medan Baru 11.703 10. Medan Selayang 19.320 11. Medan Sunggal 25.064 12. Medan Helvetia 31.324 13. Medan Petisah 15.112 14. Medan Barat 20.895 15. Medan Timur 25.541 16. Medan Perjuangan 23.562 17. Medan Tembung 30.646 18. Medan Deli 32.626 19. Medan Labuhan 22.295 20. Medan Marelan 24.342 21. Medan Belawan 21.669 JumlahTotal 444.716 Sumber : BPS Kota Medan 2008

4.2.2 Besar Sampel

Untuk menentukan besar sampel adalah dengan menggunakan formula Cochran, yaitu penentuan besar sampel harus didasarkan pada skala pengukuran. Formula Cochran untuk data kontiniu, dengan rumus sebagai berikut : 2 2 2 . d S t n = Universitas Sumatera Utara Keterangan : n o = ukuran sampel standard Cochran. t = Nilai persentil distribusi t = 1,96 S = Estimasi Standard deviasi populasi, jika skala pengukuran bergerak antara skala 1 – 5, maka terdapat sebanyak 5 poin data yang akan terkumpul dan angka 4 dapat dijadikan standard deviasi, sehingga S dapat dihitung = 54 = 1,25. d = Interval kesalahan margin of error Menurut Morgan Lubis, 2003 menyatakan bahwa secara umum dalam penelitian sosial margin of error pada data kategorikal adalah sebesar 5 dan untuk data kontiniu sebesar 3 . Sehingga margin of error dalam penelitian ini yang dapat diterima adalah 5 x 3 = 0,15. Dengan demikian ukuran sampel standard Cochran dapat dihitung sebagai berikut: 2 2 2 15 , 25 , 1 . 96 , 1 = n = 266,77 = 267 Setelah ukuran sampel standard Cochran diketahui, maka selanjutnya menarik ukuran sampel dari populasi, dengan rumus : Universitas Sumatera Utara Keterangan : n 1 = Ukuran sampel penelitian n o = Ukuran sampel standard Cochran N = Populasi Dari rumus diatas dimasukkan data sebagai berikut: n 1 = 266.84 Dari perhitungan rumus diatas maka didapatkan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 267. Untuk menarik sampel dari setiap kecamatan peneliti menggunakan alokasi proporsional dengan rumus : Keterangan: n ps = Besarnya sampel setiap kecamatan N 1 = Besarnya populasi setiap kecamatan N = Besarnya populasi untuk Kota Medan n 1 = Besarnya sampel secara keseluruhan Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Alokasi Proporsional Sampel TahunKecamatan Districts Alokasi proporsional sampel n ps 1 2 3 1. Medan Tuntungan 16.471 444716x267 10 2. Medan Johor 25.021444716 x267 15 3. Medan Amplas 2.278444716 x267 1 4. Medan Denai 30.211444716 x267 18 5. Medan Area 24.841444716 x267 15 6. Medan Kota 19.299444716 x267 12 7. Medan Maimun 11.413444716 x267 7 8. Medan Polonia 11.083444716 x267 6 9. Medan Baru 11.703444716 x267 7 10. Medan Selayang 19.320444716 x267 12 11. Medan Sunggal 25.064444716 x267 15 12. Medan Helvetia 31.324444716 x267 19 13. Medan Petisah 15.112444716 x267 9 14. Medan Barat 20.895444716 x267 13 15. Medan Timur 25.541444716 x267 15 16. Medan Perjuangan 23.562444716 x267 14 17. Medan Tembung 30.646444716 x267 18 18. Medan Deli 32.626444716 x267 20 19. Medan Labuhan 22.295444716 x267 13 20. Medan Marelan 24.342444716 x267 15 21. Medan Belawan 21.669444716 x267 13 JumlahTotal 267 267 Sumber : BPS Kota Medan 2008 diolah 4.2.3 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode Stratified Random Sampling. Penentuan sampel dilakukan dengan alokasi proporsional wilayah kecamatan yang ada di Kota Medan. Setelah alokasi Universitas Sumatera Utara proporsional berdasarkan persentase selanjutnya sampel ditarik berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan. Alokasi proposional berdasarkan karateristik responden menurut status pekerjaan dan jenis pekerjaan pada wilayah sampel 21 Kecamatan dapat dipersentasekan sebagai berikut : Tabel 4.3 Alokasi Proporsional Sampel Berdasarkan Karakteristik Responden Persentase Jenis Pekerjaan Kecamatan Pegawai Swasta PNSTNI Polri Pedagang Pensiun Petani Nelayan Lain- lain 1.Medan Tuntungan 42 23 11 2 14 8 2.Medan Johor 44 10 20 3 3 20 3.Medan Amplas 26 27 41 3 3 4.Medan Denai 63 10 23 3 1 5.Medan Area 20 27 52 1 6.Medan Kota 37 15 42 6 7.Medan Maimun 42 8 45 3 2 8.Medan Polonia 18 2 77 1 2 9.Medan Baru 33 23 28 15 1 10.Medan Selayang 35 25 14 3 6 23 11.Medan Sunggal 39 16 41 4 12.Medan Helvetia 24 36 29 10 1 13.Medan Petisah 88 12 14.Medan Barat 66 11 23 Universitas Sumatera Utara Sumber : Seluruh Kecamatan Dalam Angka Tahun 2008 Diolah Untuk menentukan jumlah sampel berdasarkan status pekerjaan dan jenis pekerjaan pada wilayah sampel 21 Kecamatan dapat dipersentasekan sebagai berikut : Tabel 4.4 Jumlah Responden Berdasarkan Karakteristik Responden Jumlah Responden Menurut Jenis Pekerjaan Kecamatan Pegawai Swasta PNSTNI Polri Pedagang Pensiun Petani Nelayan Lain- lain 1. Medan Tuntungan 4 2 1 2 1 2. Medan Johor 7 2 2 1 3 3. Medan Amplas 1 4. Medan Denai 11 2 4 1 5. Medan Area 3 4 8 6. Medan Kota 4 2 5 1 15.Medan Timur 64 21 15 16.Medan Perjuangan 89 3 4 1 3 17.Medan Tembung 59 11 27 3 Persentase Jenis Pekerjaan Kecamatan Pegawai Swasta PNSTNI Polri Pedagang Pensiun Petani Nelayan Lain- lain 18.Medan Deli 86 6 6 1 1 19.Medan Labuhan 21 4 4 2 8 6 55 20.Medan Marelan 40 5 3 44 8 21.Medan Belawan 25 6 45 2 18 4 Universitas Sumatera Utara 7. Medan Maimun 3 1 3 8. Medan Polonia 1 5 9. Medan Baru 2 2 2 1 10. Medan Selayang 4 2 2 1 3 Jumlah Responden menurut Pekerjaan Kecamatan Pegawai Swasta PNSTNI Polri Pedagang Pensiun Petani Nelayan Lain- lain 11. Medan Sunggal 6 2 6 1 12. Medan Helvetia 5 7 6 1 13. Medan Petisah 8 1 14. Medan Barat 9 1 3 15. Medan Timur 10 3 2 16. Medan Perjuangan 12 1 1 17. Medan Tembung 11 2 4 1 18. Medan Deli 17 1 1 1 19. Medan Labuhan 3 1 1 1 7 20. Medan Marelan 6 1 7 1 21. Medan Belawan 3 1 6 2 1 Sumber : Data Primer Diolah Universitas Sumatera Utara

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Klasifikasi Variabel

Berdasarkan kerangka konseptual penelitian dapat ditentukan klasifikasi variabel yang diamati : 1. Variabel eksogeneous, adalah Perencanaan dan Pembangunan wilayah Kebijakan Pembangunan dengan indikator terdiri dari : X1 = Rencana Tata Guna Lahan X2 = Percepatan pembangunan wilayah lingkar luar dan penanggulangan kemiskinan X3 = Pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana Kota X4 = Peningkatan derajat pendidikan dan kesehatan masyarakat X5 = Pengembangan daya saing UKMK dan peningkatan penanaman modal daerah X6 = Peningkatan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat X7 = Membangun kota jasa, perdagangan dan industri serta pemantapan iklim ketenagakerjaan X8 = Pengembangan kebudayaan dan pariwisata X9 = Penciptaan birokrasi yang kreatif, inovatif, responsif, dan profesional X10 = Peningkatan kerjasama regional dan lintas batas 2. Variabel Intervening, terdiri dari : Y 1 = Aglomerasi Universitas Sumatera Utara Y 2 = Aksesibilitas Lembaga Keuangan Y 3 = Demografis Y 4 = Kesempatan Kerja Y 5 = Tabungan Y 6 = Pendidikan Y 7 = Lokasi tempat tinggal 2. Variabel endogeneous, terdiri dari : Z 1 = Pendapatan 4.3.2 Definisi Operasional Variabel Berikut ini akan dijelaskan definisi operasional variabel penelitian dari kerangka konseptual penelitian pada bab sebelumnya. Setiap variabel tersebut perlu diberikan definisi operasional, sehingga ada satu pengertian mengenai variabel- variabel yang dianalisis, sebagai berikut:

1. Perencanaan dan pembangunan wilayah; Suatu sistem rencana kebijakan

Pemerintah Daerah dalam membangun ekonomi wilayah sesuai dengan batas kewenangan yang dimiliki daerah melalui kebijakan a Rencana Tata Guna Lahan b Percepatan pembangunan wilayah lingkar luar dan penanggulangan kemiskinan c Pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana Kota d Peningkatan derajat pendidikan dan kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara e Pengembangan daya saing UKMK dan peningkatan penanaman modal daerah f Peningkatan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat g Membangun kota jasa, perdagangan dan industri serta pemantapan iklim ketenagakerjaan h Pengembangan kebudayaan dan pariwisata i Penciptaan birokrasi yang kreatif, inovatif, responsif, dan profesional j Peningkatan kerjasama regional dan lintas batas Indikator perencanaan dan pembangunan wilayah diukur dengan skala likert.

2. Variabel Aglomerasi; konsentrasi spasial dari aktivitas ekonomi di kawasan

perkotaan menyebabkan terkonsentrasinya aktivitas perekonomian pada bagian wilayah perkotaan yang potensial yang diukur dengan sebaran usaha menurut lapangan pekerjaan.

3. Variabel Aksesibilitas Lembaga Keuangan;