Gambar 6.18. Faktor-faktor Kegagalan Aglomerasi di Kota Medan
6.3.4 Pendidikan Tidak Berpengaruh Signifikan terhadap Pendapatan
Kenyataan ini berbeda dengan teori karena yang terjadi di Kota Medan sesuai dengan kondisi empiris yang ada menunjukkan kebijakan Pemerintah Kota Medan
untuk meningkatkan pendidikan dinilai berhasil, hal ini dapat dilihat baik dari Angka Partisipasi Kasar APK maupun Angka Partisipasi Murni APM. Berbagai upaya
telah dilakukan pemerintah diantaranya pembangunan sarana prasarana pendidikan, penataan guru-guru, pengadaan peralatan belajar serta penyempurnaan kurikulum.
Dengan tersedianya sarana prasarana pendidikan yang lengkap di Kota Medan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi sehingga menghasilkan sumber
daya manusia yang terdidik yang dihasilkan oleh perguruan tinggi swasta maupun negeri. Output dari perguruan tinggi seharusnya mampu mengisi kesempatan kerja
PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN
WILAYAH
AGLOMERASI PENDAPATAN
Faktor-faktor kegagalan
aglomerasi: 1. Rendahnya keterkaitan
backward linkage dan
forward linkage ;
2. Sistem perpajakan yang berlaku;
3. Perusahaan tidak sungguh- sungguh melaksanakan CSR;
4. Tingkat urbanisasi dan commuter
yang tinggi; 5. Tidak tersedianya perumahan
bagi para eksekutif dan pusat- pusat perbelanjaan yang
representatif.
Universitas Sumatera Utara
yang ada. Namun, kenyataannya banyak lulusan perguruan tinggi tersebut tidak tertampung
dalam dunia
kerja. Sehingga
menimbulkan permasalahan
ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan memang akan selalu bergerak sesuai dengan
pergerakan perencanaan dan pembangunan wilayah, semakin banyak terbuka kesempatan kerja, maka akan semakin banyak pula tenaga kerja terserap. Produksi
dari perguruan tinggi berupa tenaga kerja terdidik akan mudah atau segera diserap oleh pasar, kalau tenaga kerja terdidik tersebut sesuai dengan kebutuhan pasar yang
membutuhkan tenaga kerja terdidik. Dengan semakin membesarnya kesenjangan produksi dan kebutuhan, salah satu hal yang menunjukkan ketidaksesuaian produksi
dan kebutuhandemand. Fenomena pengangguran terdidik sebagaimana fenomena pengangguran pada
umumnya adalah hal yang erat terkait dengan kondisi permintaan dan penawaran tenaga kerja. Bagi pekerja terdidik secara lebih spesifik fenomena ini bisa dijelaskan
oleh kondisi lapangan pekerjaan di sektor formal. Suatu sektor ketenagakerjaan yang sarat dengan regulasi yang sampai saat ini masih mengundang banyak kontroversi
Modjo, 2006. Akibat kelebihan penawaran tenaga kerja terdidik dan terbatasnya kesempatan kerja yang ada di Indonesia menimbulkan tingkat pengangguran terdidik
yang tinggi yaitu pada tahun 2005 jumlahnya sebanyak 323.902 namun pada tahun 2007 jumlah tersebut telah mencapai lebih kurang 1,4 juta.
Universitas Sumatera Utara
Penganggur hendaknya tidak saja dilihat dari jumlah orang sarjana yang menganggur tapi lebih pada terjadinya kegagalan investasi human investment yang
dilakukan oleh masyarakat. Pengeluaran yang dikeluarkan para orang tua untuk biaya pendidikan anak sama dengan investasi yang dilakukan oleh pengusaha dan investasi
ini disebut dengan investasi sumber daya manusia atau human investment Miraza, 2009.
Dewasa ini banyak pengangguran terdidik yang dihasilkan oleh perguruan tinggi, hal ini terjadi bukan karena lulusan itu tidak berkualitas, namun lebih
disebabkan karena kualifikasi ataupun latar belakang pendidikan yang dibutuhkan tidak sesuai dengan bursa kerja yang tersedia Zulnaidi, 2009. Sedangkan menurut
Modjo 2006, pengangguran tenaga kerja dengan lulusan universitas di Indonesia adalah kekakuan pasar kerja formal sehingga upaya untuk mengurangi tingkat
pengangguran terdidik harus difokuskan pada upaya pembenahan kekakuan di pasar kerja formal ini.
Menurut kacamata ekonomi, sarjana dapat dianalogkan sebagai suatu barang yang dihasilkan oleh dunia industri. Industri menghasilkan barang dan setelah barang
dihasilkan ternyata barang tersebut tidak laku terjual. Permasalahannya, mengapa tidak laku terjual. Ini mempunyai banyak kemungkinan. Hal ini akibat terbatasnya
kualitas tenaga kerja terdidik rendah atau karena jenisnya ilmunya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan dan menyangkut pada kompetensi yang dimiliki oleh sarjana
serta kedewasaan sarjana tersebut packaging Miraza, 2009.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat pendidikan yang diperoleh melalui proses pendidikan hingga perguruan tinggi sebahagian yang tidak terserap di dunia kerja menghasilkan
pengangguran terdidik. Konsekuensi pengangguran terdidik adalah tidak memperoleh pendapatan yang layak. Kondisi ini mempertegas hasil penelitian yang menyatakan
bahwa perencanaan berpengaruh terhadap variabel pendidikan namun, tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan.
Hal ini disebabkan oleh: a. Kualifikasi ataupun latar belakang pendidikan yang dibutuhkan tidak sesuai
dengan bursa kerja yang tersedia karena sebagian besar perusahaan membutuhkan tenaga kerja kualifikasi khusus.
b. Kekakuan pasar kerja formal dalam upaya untuk mengurangi tingkat pengangguran terdidik.
c. Kompetensi atau kualitas yang dimiliki oleh sarjana tidak mampu menghadapi tantangan persaingan dunia kerja
. d. Kurang tersedianya sekolah-sekolah kejuruan baik dalam bentuk SMK,
Politeknik maupun pusat-pusat latihan kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 6.19. Faktor-Faktor Penyebab Kurang Berpengaruhnya Pendidikan terhadap
Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Kota Medan
6.3.5 Perencanaan dan Pembangunan Oleh Pemerintah Kota Medan dalam Rangka Mewujudkan Perbaikan Distribusi Pendapatan
Kota Medan dengan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi juga
menunjukkan pertumbuhan yang stabil yakni rata-rata 6,49 per tahun dari tahun
2003-2007 ternyata tidak dapat dinikmati penduduknya secara merata. Di tengah tingkat pertumbuhan yang tinggi masih ada penduduk yang tingkat pendapatan dan
tingkat kesejahteraannya rendah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi yang selama ini dianggap sebagai salah satu indikator perbaikan ekonomi tidak bisa mengukur
tingkat kesejahteraan dan meratanya distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi karena pembangunan berjalan secara tidak merata dan
pembangunan yang tidak merata timbul dari kurang baiknya kualitas perencanaan yang disusun oleh Pemerintah Kota Medan dan pengaruh faktor-faktor eksternal
PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN
WILAYAH PENDIDIKAN
PENDAPATAN
Faktor-faktor kurangnya pengaruh pendidikan:
1.
Kualifikasilatar belakang pendidikan yang dibutuhkan
tidak sesuai dengan bursa kerja yang tersedia
; 2. Kekakuan pasar kerja formal;
3. Rendahnya kompetensi dan kualitas yang dimiliki sarjana.
4. Kurangnya sekolah-sekolah kejuruan dan pusat-pusat
pelatihan tenaga kerja
Universitas Sumatera Utara
lainnya. Di samping itu, Pemerintah Kota Medan menyerahkan pembangunan kota pada kekuatan pasar Miraza, 2010.
Berdasarkan kriteria ketimpangan pendapatan oleh Bank Dunia, tingkat ketimpangan distribusi pendapatan Kota Medan tergolong sedang, artinya tidak
terjadi distribusi pendapatan yang merata. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa aglomerasi dan pendidikan yang selama ini dianggap mampu membawa perubahan
terhadap peningkatan pendapatan ternyata tidak sejalan dengan konsep. Agar pembangunan Kota Medan berjalan merata bagi kepentingan semua
warga, pembangunannya jangan diserahkan kepada kekuatan pasar Miraza, 2010. Di samping itu, diharapkan Pemerintah Kota Medan untuk lebih meningkatkan
kualitas perencanaan dengan tetap memperhatikan pemerataan pembangunan seluruh wilayah Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh perencanaan dan pembangunan wilayah terhadap pendapatan dan distribusi
pendapatan masyarakat di Kota Medan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Perencanaan dan pembangunan wilayah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan. Demikian juga perencanaan dan
pembangunan wilayah berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap pendapatan masyarakat di Kota Medan melalui variabel aksesibilitas lembaga
keuangan, demografis, kesempatan kerja, tabungan, dan lokasi tempat tinggal. Namun variabel aglomerasi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap
pendapatan masyarakat di Kota Medan. Sedangkan variabel pendidikan berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pendapatan masyarakat di Kota
Medan. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka diperoleh informasi bahwa perencanaan dan pembangunan wilayah merupakan variabel penting dalam
peningkatan pendapatan masyarakat di Kota Medan. 2. Secara bersama-sama variabel aglomerasi, aksesibilitas lembaga keuangan,
demografis, kesempatan kerja, tabungan, pendidikan, lokasi tempat tinggal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan masyarakat di Kota
Universitas Sumatera Utara