Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
merupakan suatu cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, ide-ide menjadi obyek refleksi, diskusi, dan pengembangan.
Proses komunikasi juga membangun makna dan kekokohan ide. Ketika siswa ditantang berfikir dan bernalar tentang matematika dan mengkomunikasikan
hasilnya kepada yang lain secara verbal ataupun tertulis, mereka belajar untuk menjadi lebih memahami dan lebih yakin.
7
Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya
kemampuan-kemampuan matematika yang lain.
8
Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik akan dapat membuat
representasi yang beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan alternatif-alternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya
kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika. Oleh karena itu, siswa perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap
setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna
baginya. Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan
paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa,
sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan dari guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika,
guru adalah manajer belajar dari masyarakat belajar di dalam kelas, guru mengkondisikan agar siswa aktif berkomunikasi dalam belajarnya. Guru
membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat.
7
Hamdani, “Pengembangan Pembelajaran Dengan Mathematichal Discourse dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Siswa Sekolah Menengah Pertama”
dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009. h.164
8
Abdul Qohar, op.cit, h. 45
Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa aktif berkomunikasi tidaklah mudah. Dalam suatu wawancara yang dilakukan
peneliti dengan salah satu guru matematika SMP Al-Hasra Depok terungkap bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik
komunikasi secara lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran
mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga kurang terbiasa dengan soal-
soal yang memerlukan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya, misalnya “Pak Ali mempunyai kebun berbentuk persegi panjang dengan
ukuran lebar 8 m dan panjangnya 10 m. Seperempat bagian kebun ditanami kol, seperenam bagian kebun ditanami cabe dan sisanya ditanami jagung. a
Gambarlah sketsa kebun pak Ali seluruhnya dan bagian kebun yang ditanami kol, cabe dan jagung. b hitung luas kebun seluruhnya dan luas kebun kol,
kebun cabe, dan kebun jagung.”
9
soal-soal seperti ini yang masih membingungkan siswa. Pada soal ini siswa masih merasa bingung untuk
menentukan luas kebun yang ditanami cabe, kol, dan jagung. Karena biasanya siswa hanya mengerjakan soal yang tidak memerlukan komunikasi matematis
dalam penyelesaiannya. Penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa adalah
pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran bersifat konvensional, yaitu pendekatan yang dalam pembelajarannya menjadikan guru sebagai pusat
pembelajaran. Guru menjelaskan materi sedangkan siswa hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru sambil mencatat. Hal ini terjadi pada hampir
setiap materi yang diajarkan, akibatnya pembelajaran menjadi monoton dan menyebabkan motivasi siswa untuk belajar matematika menjadi berkurang.
Siswa akan merasa jenuh dengan pola pembelajaran yang sama terus menerus. Pada akhirnya, siswa hanya mengikuti proses pembelajaran sebagai rutinitas
tanpa diiringi dengan kesadaran untuk menambah ilmu atau keterampilan.
9
Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order Mathematical Thinking Skilss dan Affective Behavior”, Makalah disajikan dalam Workshop
Pendidikan Matematika di Universitas Islam Negeri Jakarta. 22 Oktober 2014, h. 9
Aktivitas siswa di kelas hanya memerhatikan penjelasan guru tanpa berperan aktif selama proses pembelajaran. Pembelajaran matematika yang
melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa dapat menggunakan kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah
matematika. Guru harus membangun komunitas dimana para siswa merasa bebas mengekspresikan ide mereka dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
melalui berbagai aktivitas salah satunya berkomunikasi. Begitu pentingnya kemampuan komunikasi matematis karena berkaitan
dengan peningkatan pemahaman konseptual matematis, sehingga para guru perlu menerapkan suatu pendekatan khusus untuk menciptakan suatu
pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Pendekatan tersebut meliputi langkah-langkah guru dalam
penyampaian materi, dan bagaimana peranan guru untuk membelajarkan siswa. Salah satu pendekatan yang memungkinkan adalah pendekatan
Concrete Representational Abstract CRA. Pendekatan
CRA merupakan
instruksi dalam
pembelajaran matematika yang menggabungkan representasi visual. CRA adalah
pendekatan yang memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan guru menggunakan Concrete seperti chip berwarna, angka geometris, pola
blok, kubus, dan aktivitas langsung siswa untuk model konsep matematika yang
harus dipelajari,
kemudian menunjukkan
konsep melalui
Representational seperti menggambar bentuk, dan yang terakhir adalah Abstract atau simbolis seperti angka, notasi, atau simbol matematika
lainnya.
10
Pendekatan CRA menggunakan suatu model sebagai jembatan pemahaman siswa. Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan
kesempatan mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk membantu siswa dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis. Aktivitas yang langsung
dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan ingatan yang lama pada otak. Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis
10
Kathlyn Steedly et al., Effective Mathematics Instruction.NICHCY, 2008, p.8.
siswa dalam berpikir. De Walle mengemukakan bahwa model dapat memainkan peran yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul.
11
Dengan pendekatan ini siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam
simbol-simbol matematika dengan benar sehingga dapat menyelesaikan persoalan matematika dengan tepat.
Ada dua pandangan penting menurut Freudenthal yaitu matematika dihubungkan dengan realitas dan matematika dipandang sebagai aktivitas
manusia.
12
Berdasarkan dua pandangan tersebut, maka matematika harus diusahakan dekat dengan kehidupan siswa, harus dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari, dan bila memungkinkan real bagi siswa. Siswa harus diberi kesempatan yang leluasa untuk belajar melakukan aktivitas matematik atau
matematisasi. Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan CRA sangat cocok dalam
menunjang kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dikarenakan dalam tahap pengajaran CRA guru memulai dengan pemodelan konsep
matematika dengan benda konkret, kemudian tahap selanjutnya guru mengubah model menjadi tahap representasi semikonkret dan diakhiri
memodelkan konsep matematika dengan hanya menggunakan angka, notasi, dan simbol matematika. Penerapan tahap konkret lalu ke tahap representasi
dan diakhiri dengan tahap abstrak mengajarkan siswa untuk mengasah kemampuan komunikasi matematisnya. Karena untuk mengubah suatu
konsep matematik dengan benda konkret menjadi semikonkret siswa harus mengekspresikan ide-ide matematisnya. Selanjutnya mengubah semikonkret
menjadi abstrak, siswa diharuskan mengkomunikasikan tahap representasi dengan menggunakan angka, notasi, dan simbol matematika.
11
John A. Van De Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2006, h. 37
12
Trisnawati, dan Dwi Astuti, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistic
Mathematics Education RME di SMP Negeri 1 Muntilan”, Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Yogyakarta, 9 November
2013, h. 611
Pembelajaran dengan pendekatan CRA dapat berhasil diterapkan karena, adanya interaksi antara benda konkret dengan representasi gambar-
gambar yang dapat meningkatkan kemungkinan bagi siswa untuk mengingat dan memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah matematika.
Siswa lebih mungkin untuk menghafal, menulis, dan mengambil informasi ketika informasi disajikan dalam format multiindrawi: visual, auditorally,
tactilely, dan kinesthetically. Menggunakan benda-benda konkret dan mengaitkannya dengan representasi gambar yang dijelaskan dalam program
ini akan membantu siswa mendapatkan akses tambahan untuk memunculkan ide-ide saat menemukan kesulitan dalam pembelajaran abstrak. Bahkan,
ketika siswa disajikan dengan pertanyaan-pertanyaan abstrak dalam matematika, mereka dapat kembali ke level sebelumnya konkret atau
representasi untuk memecahkan masalah. Dari beberapa uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
meneliti mengenai “Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational- Abstract CRA Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SMP” . Pendekatan ini diharapkan bisa menjembatani siswa untuk memahami
konsep dan mampu mengeluarkan ide-ide matematisnya sehingga kemampuan komunikasi matematisnya bisa meningkat.