Pengaruh Metode Simulasi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Guru Tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja Di Sekolah Menengah Umum Dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan Tahun 2009

(1)

PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI

REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN MEDAN

TAHUN 2009

T E S I S

Oleh

JULIA VERONICA

077033016/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E

K O L A

H

P A

S C

A S A R JA

N


(2)

PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI

REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN MEDAN

TAHUN 2009

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JULIA VERONICA

077033016/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH METODE SIMULASI TERHADAP

PENGETAHUAN DAN SIKAP GURU TENTANG

PENDIDIKAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI SEKOLAH MENENGAH UMUM DAN SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN SWASTA PENCAWAN

MEDAN TAHUN 2009 Nama Mahasiswa : Julia Veronica

Nomor Pokok : 077033016

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Konsentrasi : Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (dr. Muhammad Rusda, Sp.OG)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., MSc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal: 07 Juli 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM Anggota : 1. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG

2. dr. Halinda Sari Lubis, MKKK 3. Ir. Indra Chahaya S, M.Si


(5)

ABSTRAK

Salah satu metode pembelajaran pendidikan kesehatan reproduksi yang bersifat partisipatif adalah penggunaan metode simulasi. Guru merupakan tenaga pengajar untuk meningkatkan pengetahuan bagi siswanya termasuk guru di SMU dan SMK Pencawan Medan khususnya menyangkut pendidikan kesehatan reproduksi.

Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperimen dengan rancangan Non equivalent control group yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru SMU dan SMK Pencawan Medan tahun 2009. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang bertugas di SMU Swasta Pencawan Medan yang berjumlah 24 orang dan seluruh guru di SMK Swasta sebanyak 34 guru dengan total keseluruhan populasi sebanyak 58 guru dan sekaligus menjadi sampel penelitian. Metode pengambilan sampel yang disebut sebagai responden dalam penelitian ini adalah keseluruhan populasi (total sampling) yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kasus sebanyak 29 kasus dan kelompok kontrol sebanyak 29 kasus. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji pair T test dan Regresi Linear Berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan guru sebesar 30,0% dan sikap guru sebesar 31,0% setelah dilakukan intervensi simulasi. Hasil uji pair t-test menunjukkan terdapat perbedaan pengetahuan guru pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,000, dan sikap guru pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan nilai p=0,000, dan terdapat pengaruh intervensi terhadap pengetahuan (p=0,000) dan sikap guru (p=0,000). Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan variabel umur (p=0,045) mempunyai pengaruh terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi.

Disarankan Kepada guru di SMU dan SMK Swasta Pencawan perlu dilakukan bimbingan secara berkala tentang pendidikan kesehatan reproduksi melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga konsultan pendidikan kesehatan, dan program pendidikan kesehatan reproduksi bagi guru yang dijadwalkan dengan menggunakan berbagai metode partisipatif misalnya dengan simulasi atau jenis lainnya, dan pemantauan dan bimbingan secara langsung kepada siswa tentang pentingnya pemahaman kesehatan reproduksi.


(6)

ABSTRACT

One method of reproductive health education that is participatory method is simulation method. Teachers are the educator to increase the students’s knowledge for example teachers in Public and Vocational High School Pencawan Medan particularly concerning reproductive health education.

This research is a quasi experimental research with Non-equivalent control group design that aimed to analyze the influence of simulation method on teachers’s knowledge and attitudes Public and Vocational High School Pencawan Medan in 2009. Population in this research is all teachers in Public High School Pencawan that is 24 people and teachers in Vocational High School that is 34 people with a total population is 58 teachers and also become the research samples. The sampling in this research is total sampling, which consists of two groups, namely the case group of 29 cases and the control group of 29 cases. Analysis of data in this research use pair T test and Double Linear regression on confidence level 95%.

Results of research shows that teachers's knowledge about reproductive health education before the intervention are good category (36.2%), after the intervention the better (56.9%). Teachers' attitudes about reproductive health education before the intervention are in good category (48.3%), after the intervention become better (58.6%). Test results of pair-t test shows there are differences in teachers' knowledge in the treatment/case group and control group with p value = 0.000, and attitudes of teachers in the treatment/case group and control group with p value = 0.000, and there is an influence of intervention on knowledge (p = 0.000) and attitudes of teachers (p = 0.000). Double Linear regression test results show variables age (p = 0.045) have any influence on teachers' knowledge and attitudes about reproductive health education.

It is suggested to the teachers in Public and Vocational High School Pencawan Medan to give regular counseling about reproductive health education through the cooperation with health education consultative institutions, and reproductive health education program to the teachers which been combined with many parcipatory methods such as simulation method or others, and do the monitoring and guidance directly to students about the importance of reproductive health.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT, berkat rahmat dan karunianya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Metode Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi Remaja di Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuruan Swasta Pencawan Medan Tahun 2009

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTMH & Sp.A (K).

Selanjutnya kepada Ibu Prof. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Bapak Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Ibu dr. Halida Sari Lubis, MKKK selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Perilaku dan Promosi Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak dr. Muhammad Rusda, SpOG selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu dr. Halida Sari Lubis, MKKK dan Ibu Ir. Indra Chahaya S, MSi selaku Komisi Pembanding yang telah bersedia menjadi pembanding dan telah memberikan kritikan dan saran serta bimbingan demi kesempurnaan tesis ini.

Tak terhingga terima kasih saya ucapkan kepada kedua orang tua, suami tercinta yaitu Iptu Zulkarnaen, anak-anak tercinta Ezra Putri Zaneta dan Muhammad


(8)

Farrel serta seluruh keluarga yang telah mengizinkan dan memberi motivasi serta dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan.

Selanjutnya terima kasih penulis kepada rekan-rekan mahasiswa angkatan pertama Program Studi PKIP yang telah memberi motivasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juni 2009


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Julia Veronica yang dilahirkan di Medan pada tanggal 23 Januari 1978, sudah menikah dan dikaruniai dua anak dengan alamat kompleks Taman Setia Budi Indah Blok YY No. 11 Medan.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SD Inpres 066431 pada tahun 1986, kemudian tahun 1989 menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 27 Medan, tahun 1995 menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan di SPK Departemen Kesehatan Republik Indonesia Medan, tahun 1996 menamatkan program Pendidikan Kebidanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Medan, tahun 2001 menamatkan Akademi Kebidanan di AKBID Depkes RI Medan, dan tahun 2004 menamatkan pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis memulai karir sebagai bidan di Poliklinik PT Indofood Sukses Makmur tahun 1996 sampai 1997, kemudian bekerja di Rumah Sakit Swasta Gleaneagles sampai tahun 1998, dan sebagai tenaga pendidik di AKBID SEHAT Medan sekaligus menjalankan tugas sebagai bidan praktek swasta sampai sekarang.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Pendidikan Kesehatan... 13

2.2 Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan... 14

2.3 Pengetahuan dan Sikap Individu... 25

2.4 Perubahan Perilaku Individu... 28

2.5 Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orang Tua/Guru SMU ... 31

2.6 Kesehatan Reproduksi Remaja... 34

2.7 Landasan Teori ... 50

2.8 Kerangka Konsep Penelitian... 51

2.9 Alur Penelitian ... 52

BAB 3 METODE PENELITIAN... 53

3.1 Jenis Penelitian ... 53

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

3.3 Populasi dan Sampel ... 54

3.4 Metode Pengumpulan Data... 55

3.5 Variabel dan Definisi Operasional... 59

3.6 Metode Pengukuran ... 60


(11)

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 64

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64

4.2 Mekanisme Pelaksanaan Penelitian ... 65

4.3 Deskripsi Karakteristik Guru ... 66

4.4 Analisis Univariat ... 67

4.5 Analisis Bivariat ... 78

BAB 5 PEMBAHASAN ... 85

5.1 Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Simulasi ... 85

5.2 Sikap Guru Sebelum dan Sedudah Dilakukan Intervensi Simulasi . 91 5.3 Pengaruh Intervensi Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru ... 95

5.4 Keterbatasan Penelitian ... 97

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 99

6.1 Kesimpulan ... 99

6.2 Saran ... 100


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Hasil Uji Validitas dan Realiabilitas Alat Ukur ... 57 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Guru di SMU dan SMK Pencawan

Medan ... 66 4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Guru Berdasarkan Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 68 4.3. Distribusi Frekuensi Indikator Pengetahuan Guru Sebelum Intervensi

Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 70 4.4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Guru Sebelum Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 71 4.5. Distribusi Frekuensi Indikator Pengetahuan Guru Sesudah Intervensi

Simulasi pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 72 4.6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Guru Sesudah Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 74 4.7. Distribusi Frekuensi Indikator Sikap Guru Sebelum Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 74 4.8. Distribusi Frekuensi Sikap Guru Sebelum Intervensi Simulasi pada

Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 76 4.9. Distribusi Frekuensi Indikator Sikap Guru Sesudah Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan... 77 4.10. Distribusi Frekuensi Sikap Guru Sesudah Intervensi Simulasi pada

Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 78 4.11. Perbedaan Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi

pada Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 79 4.12. Perbedaan Sikap Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi pada

Guru di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 80 4.13. Pengaruh Intervensi Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap Guru

di SMU dan SMK Pencawan Medan ... 80 4.14. Hubungan Karakteristik Guru dengan Pengetahuan Guru di SMU dan


(13)

4.15. Hubungan Karakteristik Guru dengan Sikap Guru di SMU dan SMK


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Model Proses Inovasi-Adopsi ... 31

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 51

2.3. Alur Penelitian ... 52

3.1 Desain Penelitian ... 53

3.2. Kurva Normal Skala Interval Pengukuran Pengetahuan ... 61

3.3. Kurva Normal Skala Interval Pengukuran Sikap ... 62

5.1. Perbedaan Pengetahuan Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi ... 89

5.2. Perbedaan Sikap Guru Sebelum dan Sesudah Intervensi Simulasi tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi ... 94


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 103 2. Lembar Bacaan Kesehatan Reproduksi Remaja ... 107 3. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 123


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Permasalahan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia merupakan salah satu program unggulan dalam pencapaian Visi Indonesia 2010. Namun pada realitasnya masih kurang komitmen dan dukungan pemerintah atas kebijakan yang mengatur tentang pendidikan bagi remaja terutama di sekolah, hal ini terlihat dari lemahnya kerjasama lintas sektoral antara Depkes-Depdiknas. Norma adat dan nilai budaya leluhur yang masih dianut sebagian besar masyarakat Indonesia juga menjadi tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pendidikan seksual dan reproduksi berbasis sekolah. Selain itu masih banyak yang menganggap bahwa seks itu tabu untuk dibicarakan kepada mereka yang belum menikah, memberikan pendidikan seks dikhawatirkan akan meningkatkan kasus seperti kehamilan pranikah, aborsi, dan PMS termasuk HIV/AIDS (Depkes RI, 2001).

Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk Indonesia tahun 2000 yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (2000), jumlah remaja usia 10–24 tahun mencapai sekitar 60.901.709 atau 30% dari jumlah penduduk Indonesia. Melihat jumlahnya yang sangat besar, maka remaja sebagai generasi penerus bangsa perlu di persiapkan menjadi manusia yang sehat jasmani, rohani dan mental spiritual.

Program kesehatan reproduksi remaja seperti yang tertera dalam program pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan


(17)

perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang (Depkes RI, 2005).

Pengetahuan remaja terhadap reproduksi manusia masih rendah. Hasil SKRRI (2002-2003) menunjukkan bahwa pengetahuan remaja terhadap ciri-ciri akil baligh laki-laki masih terpaku pada perubahan fisik. Persentase remaja yang mengetahui mimpi basah sebagai ciri akil baligh rendah, yaitu untuk remaja perempuan sebesar 13,8 persen dan 26,8 persen untuk laki-laki. Ciri akil baligh pada perempuan yang menonjol adalah menstruasi. Persentase remaja yang menyebutkan menstruasi sebagai ciri akil baligh perempuan yaitu 69,9 persen untuk remaja perempuan dan untuk remaja laki-laki sebesar 36,5 persen. Selain itu, pengetahuan remaja terhadap masa subur masih sangat rendah, yaitu remaja laki-laki sekitar 10 persen yang menjawab secara tepat, sedangkan remaja perempuan sekitar 15 persen (BKKBN, 2005).

Seks pranikah di kalangan remaja seringkali menjadi sorotan, terutama di kota-kota besar. Hasil SKRRI 2002-2003 bahwa 5 persen remaja laki-laki yang berstatus belum menikah telah melakukan hubungan seksual. Sedangkan remaja perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual kurang dari satu persen. Data Reproduksi Remaja Sejahtera (RRS) pada tahun 1998-1999 menunjukkan bahwa di kalangan remaja laki-laki yang berstatus menikah 12 persen menyatakan pernah melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Sedangkan remaja perempuan yang berstatus menikah 5 persen menyatakan pernah melakukan hubungan seksual


(18)

sebelum menikah. Survei RRS dilakukan di empat propinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung. Sedangkan data SKRRI mencakup 26 propinsi, namun DKI Jakarta tidak termasuk di dalamnya (BKKBN, 2005).

Beberapa penelitian menunjukkan banyak remaja pada usia dini sudah terjebak dalam perilaku reproduksi tidak sehat, diantaranya adalah seks pranikah. Dari data hasil penelitian Yayasan Kusuma Bangsa (1993) menunjukkan, antara 10%-31% remaja yang belum menikah di 12 kota besar di Indonesia menyatakan pernah melakukan hubungan seks. Data hasil penelitian Situmorang (2001) di Kota Medan 27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan mengatakan sudah pernah melakukan hubungan seksual.

Hasil penelitian (PKBI, 1997) ternyata 75 dari 100 remaja yang belum menikah di Lampung dilaporkan sudah pernah melakukan hubungan seksual. Hasil penelitian Pangkahila (1996) di Denpasar Bali, dari 633 pelajar SLTP kelas II, sebanyak 23,4% (155 remaja) mempunyai pengalaman hubungan seksual.

Selain banyaknya kasus hubungan seksual di luar nikah, masih ada lagi contoh lain dari perilaku reproduksi tidak sehat yang mengakibatkan munculnya kasus-kasus lain, menurut Affandi (2003), sekitar 2,1-2,4 juta perempuan setiap tahunnya diperkirakan melakukan aborsi, dan 30% adalah remaja. Hubungan seks di luar nikah yang dilakukan secara tidak aman juga terbukti telah menyebabkan infeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS yang mengakibatkan kematian. Sampai akhir maret 2003 saja berdasarkan data dari Subdit PMS & AIDS Ditjen PPM & PL Depkes RI, jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Indonesia adalah 3.614


(19)

orang diantaranya adalah remaja berusia antara 15 – 19 tahun. Dalam kurun 3 tahun perkembangan data di Departemen Kesehatan tahun 2006 menyebutkan, hingga bulan September 2005 kasus AIDS telah mencapai 4.186 orang dan yang terinfeksi HIV 4.065 orang.

Berdasarkan data Komisi Penanggulangan AIDS dan Narkoba (KPAN-SUMUT) di Sumatera Utara sampai Desember 2006 terdapat 603 kasus dengan 330 diantaranya positif HIV. Tingginya angka kejadian orang dengan HIV/AIDS pada kelompok remaja seperti di atas merupakan salah satu bentuk dari adanya penyimpangan dalam perilaku reproduksi. Selain kasus HIV/AIDS pada remaja angka kejadian aborsi juga cukup tinggi sebagai akibat dari perilaku reproduksi yang tidak sehat, terbatasnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi juga telah meningkatkan resiko terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang dapat mengarah kepada dilakukannya aborsi, dari data hasil penelitian (UNFPA, 2001), di Indonesia sendiri angka terjadinya aborsi mencapai 750.000 sampai 1.000.000 kejadian per tahun.

Permasalahan kesehatan reproduksi juga banyak terjadi di Kota Medan, khususnya pada Sekolah Menengah Umum, baik SMU negeri maupun Swasta. Salah satu SMU tersebut adalah SMU Pencawan Medan, di mana secara keseluruhan merupakan siswa yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah. Berdasarkan Profil SMU Pencawan (2008), diketahui jumlah siswa tahun ajaran 2008/2009 adalah sebanyak 218 orang yang terdistribusi dalam 3 (tiga) kelas, dengan jumlah guru sebanyak 24 orang.


(20)

Berdasarkan laporan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) tahun 2008, masalah kesehatan juga dialami oleh siswa SMU Pencawan Medan, salah satunya masalah kesehatan reproduksi. Hasil wawancara singkat dengan kepala sekolah, pernah terjadi kehamilan di luar nikah terhadap salah satu siswanya, sehingga harus dikeluarkan dari sekolah, selain itu banyak ditemui kasus-kasus asusila yang dilakukan oleh siswa laki-laki terhadap siswa perempuan, dan pernah dijumpai siswa yang kedapatan menyimpan film-film porno di handphone mereka. Kondisi ini mencerminkan bahwa permasalahan seksual sudah menjamur dan terjadi di kalangan siswa-siswa di SMU Pencawan Medan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh lemahnya pemantauan dan pendidikan kesehatan di keluarga dan khususnya di sekolah. Hasil wawancara singkat dengan guru pendidikan jasmani dan kesehatan, kurikulum tentang pendidikan kesehatan, memang sudah disusun, namun pada aplikasinya cenderung tidak berjalan dengan baik, hanya menyangkut masalah kesehatan tubuh seperti olah raga, sehingga substansi pendidikan kesehatan tidak diperoleh oleh siswa di SMU Pencawan Medan.

Salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap siswa terhadap kesehatan reproduksi adalah melalui pendidikan kesehatan reproduksi. Pendidikan kesehatan reproduksi yang diberikan secara dini, akan memudahkan remaja mencapai sikap dan tingkah laku yang diinginkan yaitu sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab. Informasi mengenai kesehatan reproduksi perlu diberikan sedini mungkin, idealnya sebelum masa pubertas dengan cara yang berbeda-beda pada setiap tingkatan kelompok umur sehingga mereka tidak mengalami kebingungan.


(21)

Beberapa indikasi terhadap rendahnya pemahaman siswa tentang kesehatan reproduksi adalah tercermin dari tingginya kasus-kasus seks pra nikah, peredaran film porno atau bentuk kegiatan lain yang mengarah pada seks bebas pada kalangan siswa SMU. Penelitian Guttmacher (2008) menunjukkan bahwa 65% remaja memperoleh informasi seks dari temannya, 35% dari film porno, 19% dari sekolah dan hanya 5% dari keluarga. Keadaan tersebut berimplikasi terhadap penyimpangan seks yang dilakukan remaja seperti seks bebas, kebiasaan menonton film porno, dan kehamilan di luar nikah.

Menyikapi fenomena perilaku seks remaja (siswa SMU) selama beberapa tahun terakhir yang meningkat tajam, maka pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan remaja dan orang tua tentang kesehatan reproduksi dengan melibatkan berbagai sektor baik dari kesehatan, sosial dan BKKBN serta lembaga kemasyarakatan termasuk pihak instansi pendidikan dengan sasaran pendidikan kesehatan reproduksi tersebut adalah remaja dan orang tua.

Dalam konteks program pendidikan kesehatan di sekolah, maka individu yang sangat bertanggung jawab adalah para guru. Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung bersinggungan dengan peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Guru merupakan sumber daya manusia yang menjadi perencana, pelaku dan penentu tercapainya tujuan organisasi.


(22)

Pada umumnya pekerjaan guru dibagi dua yakni pekerjaan berhubungan dengan tugas-tugas mengajar, mendidik dan tugas-tugas kemasyarakatan (sosial). Di lingkungan sekolah, guru mengemban tugas sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar, guru memberikan pengetahuan (kognitif), sikap dan nilai (afektif), dan keterampilan (psikomotorik). Menyikapi peran dan fungsi guru tersebut maka permasalahan kesehatan reproduksi anak didiknya menjadi salah satu tanggung jawab yang sangat penting. Peran guru dalam konteks pendidikan kesehatan ini adalah memberikan muatan informasi dan pelajaran tentang keseluruhan aspek kesehatan reproduksi, penyakit akibat hubungan seksual maupun upaya-upaya preventif lainnya. Melihat pentingnya peran guru tersebut, langkah awal yang harus dilakukan adalah peningkatan pengetahuan dan pemahanan secara individu bagi guru tentang kesehatan reproduksi. Guru juga harus memahami secara komprehensif seluruh aspek pendidikan kesehatan reproduksi di sekolah, sehingga mudah untuk mengajarkan kepada siswanya. Maka sebelum dilakukan intervensi pendidikan kepada siswa terlebih dahulu perlu dilakukan upaya pendidikan kepada guru-guru di sekolah tentang pendidikan kesehatan reproduksi. Upaya pendidikan kesehatan terhadap guru adalah bersifat pendidikan untuk orang dewasa, maka pendekatan yang dilakukan berbeda dengan pendidikan pada orang belum dewasa. Pemahaman tentang kesehatan reproduksi bagi guru cenderung bervariatif, sehingga akan berbeda penyampaian informasinya kepada siswa-siswa. Apalagi guru yang bertanggung jawab terhadap pendidikan kesehatan dan olah raga cenderung tidak memahami tentang kesehatan reproduksi.


(23)

Menurut Natoatmodjo (2003), guru merupakan unsur yang sangat penting dalam pelaksanaan promosi kesehatan di sekolah, dalam bentuk implementasi pendidikan kesehatan dalam mata ajaran yang terstruktur dalam kurikulum, memonitoring pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta mengawasi adanya kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada siswa.

Beberapa bentuk metode pendidikan kesehatan yang sering dilakukan misalnya penyuluhan atau ceramah, namun kenyataannya metode ini belum memberikan kontribusi pengetahuan yang memadai bagi guru dan cenderung membosankan, apalagi bagi remaja dan orang tua. Maka perlu dilakukan metode lain seperti simulasi, hal ini cenderung dinilai lebih bermuatan, karena sifatnya tidak monoton dan langsung berdasarkan analisis kasus, dan melibatkan objek secara menyeluruh dan aktif.

Menurut Syaefuddin (2002), metode simulasi dapat digunakan untuk menyampaikan materi pendidikan kesehatan reproduksi dalam bentuk sosiodrama, permainan dan dramatisasi. Metode ini bertujuan untuk melatih dan memahami konsep atau prinsip dari pendidikan yang disampaikan sehingga dapat memecahkan masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Dengan metode simulasi, hasil yang diharapkan ialah agar kelompok belajar menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan ide yang ditemukannya dan dianggap benar.

Hasil penelitian Buyung (2004) telah membuktikan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi pada siswa di SMU Angkola Tapanuli Selatan. Sejalan dengan penelitian Firman Syah (2005)


(24)

bahwa terdapat hubungan signifikan metode simulasi dan peer education terhadap perubahan perilaku siswa terhadap penggunaan narkoba dan perilaku seks bebas pada remaja SMU di Kota Sibolga.

Penerapan pendidikan kesehatan melalui metode promosi kesehatan secara umum sangat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan siswa tentang kesehatan reproduksi untuk mereduksi penyimpangan seks, dan terjaganya kesehatan reproduksi mereka secara utuh, karena siswa adalah kelompok usia yang sangat rentan terhadap segala informasi yang menyimpang, dan cenderung cepat untuk mengadopsinya. Untuk itu sangat dibutuhkan peran guru sebagai orang tua kedua di sekolah untuk membimbing dan memberikan pendidikan kesehatan kepada siswanya.

Kebutuhan informasi kesehatan reproduksi bagi remaja SMU sangat mutlak diperlukan. Salah satu sumber informasi tersebut adalah melalui pendidikan kesehatan di sekolah. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa remaja SMU relatif sedikit memperoleh informasi dari guru di sekolahnya. Hasil penelitian Ramdani dan Dewi (1996) terhadap 113 siswa SMP di Yogyakarta. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa bagi remaja putri orang tua merupakan sumber informasi mengenai menstruasi, sedangkan bagi remaja putra sumber informasi mengenai mimpi basah adalah teman. Informasi tentang kehamilan juga tidak sama antara remaja putri dan remaja putra. Majalah, surat kabar, rubrik konsultasi ternyata banyak diminati oleh remaja perempuan untuk memuaskan keingintahuan mengenai resiko tinggi hubungan seksual. Informasi yang sering digunakan adalah guru, teman dan


(25)

majalah. Keadaan ini memberikan suatu fenomena bahwa peran guru dalam pemberian informasi kesehatan reproduksi sangat penting.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan, sehingga dapat dilakukan langkah strategis dalam membimbing dan memberikan pendidikan kesehatan kepada siswanya.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisis gambaran pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebelum dintervensi dengan metode simulasi.


(26)

2. Untuk menganalisis gambaran pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja sesudah dintervensi dengan metode simulasi. 3. Untuk menganalisis perbedaan pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan

kesehatan reproduksi remaja sebelum dan sesudah dintervensi dengan metode simulasi.

1.4. Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh metode simulasi terhadap pengetahuan dan sikap guru tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.

2. Ada perbedaan pengetahuan tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan metode simulasi pada guru di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.

3. Ada perbedaan sikap tentang pendidikan kesehatan reproduksi remaja sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan simulasi pada guru di SMU dan SMK Swasta Pencawan Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Departemen Pendidikan dan Pengajaran di Sumatera Utara dalam membuat perencanaan kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah. 2. Memberikan masukan kepada sekolah SMU Swasta tentang pemahaman guru

terhadap pendidikan kesehatan reproduksi remaja. 3. Menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendidikan Kesehatan

Konsep dasar pendidikan adalah proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu sendiri terjadi proses pertumbuhan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi menjadi mampu mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri. Selanjutnya dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok yang saling berkaitan yaitu: (Natoatmodjo, 2004)

1) Persoalan masukan (input) yang menyangkut sasaran belajar itu sendiri dengan latar belakangnya,

2) Proses (process) yaitu mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan pada diri subyek belajar, dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik antara berbagai faktor antara lain subjek belajar, pengajar, metode dan teknik belajar, alat bantu belajar dan materi yang dipelajari,

3) Keluaran (out put) adalah merupakan hasil belajar.

Pendidikan kesehatan pada dasarnya ialah suatu proses mendidik individu/ masyarakat supaya mereka dapat memecahkan masalah-masalah kesehatan yang dihadapi. Seperti halnya proses pendidikan lainya, pendidikan kesehatan mempunyai unsur masukan-masukan yang setelah diolah dengan teknik-teknik tertentu akan


(28)

menghasilkan keluaran yang sesuai dengan harapan atau tujuan kegiatan tersebut. Dengan demikian pendidikan kesehatan merupakan suatu proses yang dinamis. Tidak dapat disangkal pendidikan bukanlah satu-satunya cara mengubah perilaku, tetapi pendidikan juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam perubahan pengetahuan setiap individu (Sarwono, 2004).

2.2. Metode Simulasi dalam Pendidikan Kesehatan

Simulasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu kegiatan yang dituntut dalam pekerjaan sehari-hari atau yang berkaitan dengan pekerjaan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tanggung jawabnya. Dapat dikatakan pula bahwa simulasi diartikan sebagai satu kegiatan pembelajaran yang memberi kesempatan kepada pembelajar untuk meniru satu kegiatan atau pekerjaan yang dituntut dalam kehidupan sehari-hari atau yang berkaitan dengan tugas-tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya jika kelak pembelajar sudah bekerja.

Tujuan metode simulasi adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan akselarasi pemikiran dan perasaan dengan sikap dan psikomotorik pembelajar, kemampuan pembelajar ditingkatkan dalam keterampilan berkomunikasi sederhana dan kepekaan terhadap aksi orang lain agar terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan sekitarnya; 2) menghayati berbagai masalah yang mungkin dihadapi oleh peran yang dimainkan; 3) menggunakan pengalaman perannya dalam simulasi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi; 4) memperoleh persepsi, pandangan ataupun mengalami


(29)

perasaan kejiwaan dan batin tertentu; 5) menanamkan disiplin dan sikap berhati-hati; 6) memberi kesempatan berlatih menguasai keterampilan tertentu melalui situasi buatan, sehingga pembelajar terbebas dari resiko pekerjaan berbahaya. Sedangkan kelebihan dan kekurangan dari metode simulasi adalah sebagai berikut:

A. Kelebihan:

1) Menguasai keterampilan tanpa membahayakan dirinya atau orang lain dan tanpa menanggung kerugian;

2) Melibatkan pembelajar secara aktif; dan memberikan kesempatan kepada pembelajar secar langsung terlibat dalam kegiatan belajar dan melakukan eksperimen tanpa takut-takut terhadap akibat yang mungkin timbul di dalam lingkungan yang sesungguhnya;

3) Meningkatkan berfikir secara kritis, karena pembelajar dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran;

4) Belajar mengalami suatu kegiatan tertentu; 5) Dapat meningkatkan motivasi pembelajar;

6) Bermanfaat untuk tugas-tugas yang memerlukan praktek tetapi lahan praktek tidak memadai;

7) Memberi kesempatan berlatih mengambil keputusan yang mungkin tidak dapat dilakukan dalam situasi nyata;

8) Dapat membentuk kemampuan menilai situasi dan membuat pertimbangan berdasarkan kemungkinan yang muncul;


(30)

B. Kekurangan:

1) Kurang efektif menyampaikan informasi umum;

2) Kurang efektif untuk kelas yang besar, karena umumnya akan lebih efektif bila dilakukan untuk perorangan atau group yang kecil;

3) Memerlukan fasilitas khusus yang mungkin sulit untuk disediakan di tempat latihan, karena diperlukan banyak alat bantu;

4) Dibutuhkan waktu yang lama, bila semua pembelajar harus melakukannya; 5) Media berlatih yang merupakan situasi buatan tidak selalu sama dengan situasi

sebelumnya, baik dalam hal kecanggihan alat, lingkungan dan sebagainya; 6) Memerlukan waktu dan biaya yang lebih banyak (Syaefuddin, 2002).

Penerapan proses belajar aktif dengan metode simulasi bagi guru dilakukan dengan cara sebagai berikut: fasilitator memberikan lengkap seluruh materi secara tertulis terlebih dahulu kepada guru untuk dibaca secara mandiri, materi yang diberikan tentang kesehatan reproduksi yang terdiri dari pokok bahasan: organ reproduksi, pembuahan dan kehamilan, kebersihan dan kesehatan diri, NAPZA, dan risiko reproduksi. Selanjutnya fasilitator dan guru bertemu pada satu waktu yang telah disepakati bersama, dibagi dalam beberapa kelompok kecil dan terdiri dari beberapa sesi untuk meluruskan beberapa konsep dalam proses belajar aktif dengan metode simulasi. Berikut ini adalah pelaksanaan proses belajar aktif kesehatan reproduksi dengan menggunakan metode simulasi pada guru kelompok perlakuan: 1. Organ Reproduksi


(31)

b. Fasilitator memberi intruksi untuk permainan games puzzle.

c. Fasilitator menjelaskan secara rinci organ-organ reproduksi laki-laki dan perempuan, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai menstruasi dan mimpi basah.

d. Fasilitator menanyakan pendapat peserta terhadap bagaimana sikap guru menghadapi hari pertama anak menstruasi dan mimpi basah.

e. Fasilitator kembali membagi peserta dalam kelompok untuk menggambar sepasang laki-laki dan perempuan telanjang bulat (bugil). Kelompok pertama menggambar anak-anak (sekitar usia 5-7 tahun), kelompok kedua menggambar remaja (sekitar usia 10-15 tahun), kelompok ketiga menggambar orang dewasa muda (sekitar usia 25-30 tahun), kelompok empat menggambar orang setengah baya (sekitar 40-50 tahun), dan kelompok lima menggambar orang usia lanjut (70 tahun).

f. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan di bawah gambar: kebiasaan dan perilaku yang biasa dilakukan orang seusia itu.

g. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi.

h. Fasilitator menjelaskan perubahan bentuk tubuh dan kebiasaan, dan menekankan perubahan tersebut banyak terjadi di masa remaja.

2. Pembuahan dan Kehamilan

a. Fasilitator membuka sesi ini dengan memberikan gambaran mengenai maksud atau tujuan dari sesi ini serta proses bagaimana sesi ini akan dilaksanakan.


(32)

b. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan pada potongan karton (meta plan) apa yang diketahui sekitar kebersihan dan kesehatan diri yang harus dijaga oleh remaja. Setiap lembar potongan karton hanya ditulis satu kata, kemudian diminta menempelkan di papan yang disediakan panitia. Peserta boleh menuliskan lebih dari satu potongan karton.

c. Fasilitator bersama peserta mengelompokkan dalam tiga kelompok yaitu anggota tubuh, alat reproduksi dan bukan anggota tubuh/alat reproduksi. d. Fasilitator menjelaskan tentang kebersihan dan kesehatan diri melalui

potongan karton yang sudah ditulis peserta dan sudah dikelompokkan dalam 3 kategori tersebut.

e. Fasilitator memberi penjelasan singkat tentang kebersihan alat reproduksi dan anggota tubuh lainnya serta cara-cara membersihkan yang perlu diperhatikan dan dikomunikasikan kepada siswa/siswi.

3. Kebersihan dan Kesehatan Diri

a. Fasilitator membuka sesi ini dengan memberikan gambaran mengenai fenomena penyalahgunaan NAPZA (menggambarkan berbagai contoh yang aktual). Kemudian menyebutkan pokok-pokok bahasan serta tujuan yang diharapkan dari sesi ini.

b. Fasilitator meminta peserta untuk memberikan pengertian serta tanggapan hal-hal yang berhubungan dengan NAPZA, penyalahgunaan, toleransi, gejala putus obat, kecanduan, ketergantungan.


(33)

c. Fasilitator memberikan klarifikasi terhadap pendapat peserta dengan penjelasan singkat tentang pengertian dan istilah-istilah seputar penyalahgunaan NAPZA.

d. Fasilitator menempelkan kertas plano kosong di depan ruangan, kemudian menuliskan “jenis-jenis NAPZA”.

e. Fasilitator mengajak peserta untuk mengidentifikasi jenis-jenis NAPZA yang sering disalahgunakan. Mintalah kepada seluruh peserta untuk menuliskannya pada kertas plano yang sudah disediakan. Setiap peserta mendapat giliran, dengan catatan peserta yang maju menuliskan jawaban yang berbeda dengan peserta lain.

f. Fasilitator mengklarifikasi jawaban peserta. Selanjutnya fasilitator mengajak peserta untuk mengklasifikasikan jenis-jenis NAPZA hasil identifikasi tersebut kedalam lembar tugas. Kemudian fasilitator memberikan pengertian mengenai efek yang ditimbulkan dari penyalahgunaan NAPZA.

g. Fasilitator mengakhiri sesi ini dengan penjelasan singkat tentang jenis-jenis serta klasifikasi NAPZA yang sering disalahgunakan, kemudian menunjukkan alat peraga yang berisi contoh narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. 4. Kehamilan Tak Diinginkan (KTD) dan Aborsi

a. Fasilitator menjelaskan tujuan dari sesi ini dan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan oleh peserta.

b. Fasilitator menggali pengetahuan peserta tentang pengertian KTD, penyebab KTD, risiko-risiko KTD, melalui curah pendapat.


(34)

c. Fasilitator menuliskan seluruh pendapat peserta kedalam plano yang ditempel di depan kelas.

d. Fasilitator bersama peserta melakukan klarifikasi terhadap pendapat-pendapat peserta selama sesi curah pendapat.

e. Fasilitator membagi peserta kedalam 5 kelompok dan membagikan naskah kasus kepada kelompok.

f. Fasilitator menjelaskan tugas setiap kelompok, yaitu mendiskusikan penilaian peserta terhadap kasus, meliputi penyebab, risiko, solusi dan pandangan peserta terhadap kasus KTD.

g. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk mendiskusikan kasus KTD dalam kelompok.

h. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk membahas hasil diskusi kelompok.

i. Fasilitator memberikan komentar terhadap pembahasan hasil diskusi kelompok.

j. Fasilitator membagikan lembaran bacaan kepada peserta. k. Fasilitator menutup sesi ini.

5. Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS a. Fasilitator menjelaskan tujuan dari session.

b. Fasilitator membagikan kertas kosong dan meminta peserta untuk menuliskan nama lain dari alat kelamin laki-laki dan perempuan sebanyak-banyaknya dalam berbagai bahasa. Peserta menulis kata-kata yang sopan, ilmiah, bahasa


(35)

jalanan, bahasa daerah, diberi waktu 5 menit. Namun sebelum memberikan perintah ini fasilitator memberikan pengantar bahwa: “karena kita akan membahas IMS yang notabene adalah penyakit yang sebagian besar menyerang alat kelamin, maka salah satu kuncinya adalah harus terbuka, tidak malu, tidak tabu ketika membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan alat kelamin. Untuk tujuan itu saya meminta saudara-saudara mendiskusikan hal ini...”.

c. Setiap peserta membacakan tulisannya dan fasilitator mencatatnya di kertas plano. Fasilitator dan peserta lain meminta klarifikasi kepada kelompok presentator tentang bahasa yang tidak dimengerti.

d. Fasilitator menanyakan kepada peserta: apa perasaan peserta ketika diminta mendiskusikan topik tadi?, apa perasaan wakil kelompok yang harus mempresentasikan hasil diskusinya? mengapa begitu?, kata-kata yang mana disenangi atau tidak disenangi untuk mendengarnya atau memakainya? kata apa yang akan kita pakai pada kesempatan kali ini?, apa yang tersirat dari kata-kata tersebut tentang sikap seks laki-laki dan perempuan dalam budaya kita?.

e. Fasilitator menegaskan bahwa: “dalam membicarakan masalah kesehatan reproduksi termasuk IMS kita tidak boleh malu dan merasa tabu untuk mengemukakannya. Faktor penting agar kita mengetahui IMS, gejala-gejala, cara penularan dan pencegahannya adalah bicara terbuka dan tidak malu-malu. Ingat, malu bertanya sesat dijalan”.


(36)

f. Selanjutnya fasilitator menanyakan kepada peserta apa yang mereka ketahui tentang IMS atau penyakit kelamin. Fasilitaor menuliskan pendapat inti peserta di kertas plano/whiteboard.

g. Fasilitator memulai penjelasan tentang definisi dan konsep IMS. Tekankan mengapa namanya sekarang IMS, bukan penyakit kelamin atau PMS.

6. Kekerasan Seksual

a. Fasilitator meminta kepada setiap peserta untuk saling berpasangan.

b. Fasilitator membagikan makanan kecil kepada salah seorang dari setiap pasangan.

c. Fasilitator kemudian menjelaskan bahwa makanan kecil tersebut adalah miliknya dan harus tetap menjadi miliknya yang harus dipertahankan dengan cara apapun.

d. Kemudian peserta yang tidak memiliki makanan kecil harus berusaha mendapatkan makanan kecil dari pasangannya dengan cara apapun.

e. Permainan dimulai secara bersamaan dengan waktu 3-4 menit. Permainan selesai jika makanan berhasil direbut atau waktu habis sebelum terebut.

f. Usai permainan fasilitator menggali kepada peserta tentang bagaimana pendapat peserta tentang pengambilan paksa barang milik orang lain apa yang dirasakan ketika barang miliknya dipaksa diminta? apa yang dilakukan untuk melindunginya?.

g. Kemudian fasilitator mengaitkan permainan tersebut dengan kekerasan seksual, dan menegaskan: bahwa makanan kecil tersebut diibaratkan sebagai


(37)

alat reproduksi kita yang sangat penting dan tidak boleh direbut/disentuh dengan paksa oleh orang lain, remaja perempuan dan laki-laki harus selalu waspada mengenai kemungkinan menghadapi kekerasan atau pemaksaan oleh orang lain, kekerasan dan pemaksaan bisa terjadi secara seksual yaitu ketika orang lain menyentuh/mencium/memeluk/memegang bagian-bagian tubuh seperti payudara, pantat dan kemaluan. Pelaku kekerasan seksual bisa orang yang tidak kita kenal, tetapi sering kali dilakukan oleh orang yang kita kenal bahkan saudara atau keluarga sendiri (ayah, paman, kakak, kakek, dan lain-lain), pelaku bisa orang dewasa atau remaja. Kekerasan seksual juga bisa dalam bentuk kata-kata, misalnya dengan mengatakan hal-hal yang tidak seronok dan bernada melecehkan.

h. Setelah peserta memahami tentang kekerasan seksual kemudian fasilitator meminta peserta untuk berpasang-pasangan kembali, untuk bermain peran satu orang berperan sebagai guru dan yang satunya berperan sebagai remaja. i. Setiap pasangan diminta untuk melakukan dialog seputar kekerasan seksual

selama 5 menit.

j. Kemudian setiap pasangan berganti peran dan melakukan hal yang sama. k. Kemudian fasilitator mengajak peserta untuk bertukar pikiran tentang

hambatan-hambatan dalam mengkomunikasikan kekerasan seksual. Selanjutnya fasilitator melakukan klarifikasi hal-hal yang perlu.


(38)

Proses belajar aktif dengan metode simulasi, partisipan guru diharapkan: a. Bisa mengidentifikasi berbagai perubahan fisik dan psikis yang terjadi selama

proses pubertas pada remaja.

b. Mempersiapkan diri menghadapi berbagai perubahan pada anak remaja selama masa pubertas (haid, mimpi basah).

c. Mulai mengembangkan kemampuan berempati untuk berusaha memahami perubahan perasaan dan bersikap benar dalam berinteraksi dengan anak remaja agar remaja lebih merasa nyaman mengekspresikan perasaan kepada guru.

d. Bisa menentukan sikap dalam interaksi dengan orang lain berkaitan dengan pengasuhan anak remaja.

e. Mampu bersikap percaya diri dan mampu memberi kondisi yang mendukung terbentuknya sikap percaya diri pada anak remaja.

f. Membantu anak mengembangkan perilaku sehat dan tidak berisiko (menunda hubungan seks, menjaga diri) dengan cara yang efektif.

g. Mampu memberi informasi yang benar kepada remaja dan membantu remaja dengan keluhan kesehatan reproduksi, sehingga remaja tahu haknya untuk memperoleh informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan reproduksi baik secara medis dan psikologis (PKBI, 2004).


(39)

2.3. Pengetahuan dan Sikap Individu 2.3.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni melalui mata dan telinga. Pada dasarnya pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami sesuatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari buku, teman, orang tua, guru, radio, televisi, foster majalah dan surat kabar. Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Notoatmodjo (2003), domain kognitif pengetahuan mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu: 1) tahu, yaitu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk di dalam pengetahuan ini ialah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang rendah. Untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, dan mendefinisikan; 2) memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar


(40)

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, terhadap objek yang dipelajari; 3) aplikasi, yaitu diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dalam konteks atau situasi lain; 4) analisis, yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain; 5) sintesis, yaitu menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formalisasi dari formulasi-formulasi yang telah ada; 6) evaluasi, yaitu kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seseorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungannya ada bermacam-macam hal yang dialami individu itu melalui penerimaan panca inderanya, serta alat penerimaan atau reseptor. Hal-hal yang dialaminya tersebut masuk ke dalam sel-sel otaknya sehingga terjadi bermacam-macam proses seperti proses fisik, fisiologi dan psikolog, kemudian dipancarkan dan diproyeksikan individu tersebut menjadi suatu penggambaran tentang lingkungan (Notoatmodjo, 2003).


(41)

Jadi pengetahuan itu terdiri dari: 1) Penggambaran, yaitu penggambaran tentang lingkungan berbeda-beda pada setiap individu. Penggambaran oleh akal manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal si individu sehingga terfokus pada bagian-bagian khusus saja; 2) Persepsi/pandangan; 3) Pengamatan, yaitu persepsi/pandangan setelah diproteksikan kembali oleh individu menjadi suatu pengamatan penggambaran yang mengandung bagian-bagian yang menyebabkan bahwa individu karena tertarik akan lebih intensif memusatkan akal terhadap hal-hal yang khusus (Notoatmodjo, 1993).

2.3.2. Sikap

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari prilaku yang tertutup. Dengan kata lain sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmojo (1997), bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.

Menurut Ahmadi (2004) sikap dibedakan menjadi: a) sikap positif, yaitu: sikap yang menunjukkan atau memperlihatkan menerima, menyetujui terhadap norma -norma yang berlaku di mana individu itu beda; b) sikap negatif, yaitu: menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma yang berlaku di mana individu itu berbeda.


(42)

Sedangkan Menurut Alport (1954) dalam Achmadi (2004) sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu: 1) kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek; 2) kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; 3) kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap juga terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 2003): a) receiving (menerima), bila seseorang atau subyek mau memperhatikan stimulus yang diberikan obyek; b) responding (merespon), yaitu apabila ditanya memberikan jawaban, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Ini adalah suatu indikasi dari sikap; c) valuing (menghargai), bila seseorang atau mendiskusikan suatu masalah. Ini adalah indikasi dari sikap tingkat tiga; d) bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Ini adalah tingkatan sikap yang paling tinggi.

Menurut Sax (1980) dalam Saifuddin (2008), bahwa beberapa dimensi dari sikap yaitu arah, intensitas, keluasaan, konsistensi, dan spontanitasnya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau pernyataan respon terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.

2.4. Perubahan Perilaku Individu

Menurut teori Lawrence Green (1980) perilaku manusia dalam hal kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (behaviour causes) dan faktor


(43)

di luar perilaku (non behaviour cause), kemudian dijabarkan menjadi tiga faktor yaitu: a) faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai; b) faktor-faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan; c) faktor-faktor pendorong (reinforching factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lainnya yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dari masyarakat itu sendiri. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Implisit dari proses perubahan perilaku adalah adanya sesuatu ide atau gagasan baru yang diperkenalkan kepada individu dan diharapkan untuk diterima/ dipakai oleh individu tersebut (Liliweri, 2007). Menurut Rogers (1971) dalam teori Innovation Decision Process, yang diartikan sebagai proses kejiwaan yang dialami oleh seorang individu, sejak menerima informasi/pengetahuan tentang suatu hal yang baru, sampai pada saat dia menerima atau menolak ide baru itu. Menurut Shoemaker (1971), proses adopsi inovasi itu melalui lima tahap, yaitu: 1) mengetahui/menyadari tentang adanya ide baru itu (awareness); 2) menaruh perhatian terhadap ide itu (interest); 3) memberikan penilaian (evaluation); 4) mencoba memakainya (trial), dan kalau menyukainya; 5) menerima ide baru (adoption).


(44)

Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), proses adopsi ini tidak berhenti segera setelah suatu inovasi diterima/ditolak. Situasi ini kelak dapat berubah lagi sebagai akibat dari pengaruh lingkungannya. Proses pembuatan keputusan tentang inovasi ini menjadi empat tahap: 1) individu menerima informasi dan pengetahuan berkaitan dengan suatu ide baru (tahap knowledge). Pengetahuan ini menimbulkan minatnya untuk mengenal lebih jauh tentang objek tersebut, dan kemudian petugas kesehatan mulai membujuk atau meningkatkan motivasinya guna bersedia menerima objek/topik yang dianjurkan; 2) persuasion (pendekatan), yaitu tahap di mana individu membentuk suatu sikap kurang baik atau yang baik terhadap inovasi; 3) tahap decision, yaitu tahap dimana individu mengambil keputusan untuk menerima konsep baru yang ditawarkan petugas kesehatan; 4) tahap implementation, yaitu tahap penggunaan, yaitu individu menempatkan inovasi tersebut untuk dimanfaatkan atau diadopsi; 5) tahap confirmation, yaitu tahap penguatan, di mana individu meminta dukungan dari lingkungannya atas keputusan yang diambilnya.


(45)

Secara skematis, proses adopsi inovasi dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Sumber: Rogers, M, E, 1992

Gambar 2.1. Model Proses Inovasi-Adopsi

2.5. Proses Belajar Aktif Kesehatan Reproduksi Remaja untuk Orang Tua/Guru SMU

Banyak orang dewasa seperti orang tua, guru, pemuka masyarakat, dan tokoh pemuda tidak siap membantu remaja menghadapi masa pubertas. Akibatnya remaja tidak memiliki cukup pengetahuan dan keterampilan untuk menghadapi berbagai perubahan gejolak dan masalah yang sering timbul pada masa remaja. Mereka kemudian terjebak dalam masalah fisik, psikologis dan emosional yang kadang-kadang sangat merugikan seperti stres dan depresi, kehamilan tidak diinginkan, penyakit dan infeksi menular seksual, dan lain-lain. Hal ini sebetulnya tidak perlu terjadi bila mereka lebih memahami berbagai proses perubahan yang akan terjadi

Communication Channel

Knowledge Persuasion Decision Implementation Confirmation

Characteristics of The Decision Making - Sociodeconomic

Characteristics - Personality Variables - Communication

Behavior

Perceived Characteristics of

Innovation - Relative advantage - Compatibility - Complexity - Trialability - Observability Adoption Rejection Continue Adoption Continuejection Later Adoption Discontinuance


(46)

pada dirinya sehingga lebih siap menghadapi persoalan pubertas, seksualitas dan kesehatan reproduksi.

Penyebaran informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja masih sangat dibutuhkan karena selama ini seluk beluk kesehatan reproduksi masih belum cukup dipahami baik oleh orang dewasa maupun remaja sendiri. Informasi ini sesungguhnya berguna untuk: 1) meningkatkan kesadaran dan pemahaman remaja maupun orang dewasa mengenai pentingnya kesehatan reproduksi remaja; 2) mempersiapkan remaja menghadapi dan melewati masa pubertas yang seringkali cukup berat; 3) melindungi anak dan remaja dari berbagai resiko kesehatan reproduksi seperti Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS serta Kehamilan yang Tidak Diinginkan (KTD); 4) membuka akses pada informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui sekolah maupun luar sekolah.

Guru/orang tua perlu memberikan informasi kesehatan reproduksi remaja sedini mungkin kepada anak remaja. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa informasi kesehatan reproduksi sudah mendesak untuk diberikan pada orang tua/guru, yaitu: 1) anak remaja adalah individu yang masih berada dalam tanggung jawab orang tuanya, dan sangat umum/wajar jika orang tua adalah orang yang paling peduli pada proses tumbuh kembang anak remajanya; 2) bagi anak remaja sendiri, orang tua adalah pihak yang paling penting dan sangat besar pengaruhnya. Akan lebih nyaman bila informasi kesehatan reproduksi diberikan oleh orang yang disayangi dan dipercaya; 3) dewasa ini pubertas lebih cepat dialami oleh remaja karena perbaikan gizi dan nutrisi sehingga orang tua harus lebih awal


(47)

memberi pengetahuan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan pada anak remajanya; 4) anak dan remaja mudah sekali terpapar pada informasi yang buruk dan menyesatkan mengenai seks melalui berbagai media.

Kesiapan orang tua/guru akan membantu anak untuk menghadapi dan menerima perubahan tersebut secara wajar. Anak akan menyadari bahwa perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang dialaminya adalah sesuatu yang normal dan bukan kelainan atau penyimpangan. Pengetahuan ini akan menjadi dasar yang kuat bagi anak dalam mengambil keputusan-keputusan penting yang menyangkut kesehatan reproduksinya. Dengan demikian remaja diharapkan akan siap melewati masa remajanya dengan lebih mantap dan memasuki masa dewasa yang lebih cerah.

Tujuan proses belajar aktif ini adalah: 1) memberikan pemahaman tentang beberapa topik penting menyangkut seksualitas dan kesehatan reproduksi remaja; 2) penekanan mengapa topik-topik tersebut penting untuk melindungi remaja; 3) bantuan bagi orang dewasa yang tidak siap memberikan pengetahuan yang dibutuhkan remaja.

Sedangkan sasaran proses belajar aktif ini diperuntukkan bagi orang tua remaja, guru atau anak remaja, melalui perantaraan fasilitator dalam menyampaikan materi kesehatan reproduksi dengan cara-cara yang mudah dipahami, menyenangkan serta sesuai untuk kelompok orang tua/guru. Secara teoritis materi kesehatan reproduksi untuk orang tua dan guru tidak berbeda, tetapi proses belajar bisa dilakukan terpisah, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi di lapangan (PKBI, 2004)


(48)

2.6. Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan Reproduksi (KR) secara umum didefinisikan sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi dan proses alat reproduksi yang kita miliki. Pengertian sehat tersebut tidak semata berarti bebas penyakit atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial-kultural. Ada beberapa hal yang harus diketahui dalam perkembangan kesehatan reproduksi remaja, antara lain: pengenalan sistem, proses dan fungsi alat reproduksi.

2.6.1. Organ Reproduksi

Organ reproduksi adalah bagian-bagian tubuh yang menjalankan fungsi reproduksi. Organ-organ reproduksi itu juga bisa disebut dengan organ seks. Baik remaja laki-laki maupun perempuan mempunyai organ seks bagian luar dan bagian dalam.

A. Organ Reproduksi Laki-laki

1. Zakar/Penis, Penis mempunyai beberapa fungsi yaitu untuk melakukan sanggama, untuk mengeluarkan air kencing dan sebagai alat reproduksi ketika mengeluarkan sperma. Penis akan menegang dan membesar karena terisi darah, bila terangsang (disebut ereksi).

2. Kepala Zakar/penis, adalah bagian ujung penis yang mempunyai lubang untuk menyalurkan air kencing dan sperma. Kepala penis merupakan bagian yang sangat sensitif dan bagian yang paling mudah terangsang karena mengandung banyak pembuluh darah dan syaraf.


(49)

3. Kantong Pelir, Testis dan Sperma. Kantung pelir adalah tempat dua biji pelir atau testis. Testis berfungsi memproduksi sperma setiap hari dengan bantuan hormon testosteron. Sperma, adalah set yang berbentuk seperti berudu berekor. Sperma dapat membuahi sel telur yang matang dalam tubuh perempuan dan menyebabkan perempuan tersebut hamil.

4. Saluran kemih, berfungsi untuk menyalurkan cairan kencing dan juga saluran air mani yang mengandung sperma. Keluarnya kencing dan air mani diatur olehj sebuah katub sehingga tidak bisa keluar secara bersamaan.

5. Epididimis, berfungsi mematang sperma yang dihasilkan oleh testis. Setelah matang, sperma akan masuk dalam saluran sperma. Epididimis berbentuk saluran yang lebih besar dan berkelok-kelok

6. Saluran sperma, berfungsi untuk menyalurkan spema dari testis menuju ke prostat. Kelenjar prostat, berfungsi untuk menghasilkan cairan mulai yang ikut mempengaruhi kesuburan sperma.

B. Organ Reproduksi Perempuan

1. Indung Telur (Ovarium), berfungsi mengeluarkan sel telur satu bulan satu kali. Organ ini ada dalam rongga pinggul, terletak di kiri dan kanan rahim.

2. Saluran indung telur (tuba fallopi), berfungsi untuk menyalurkan sel telur setelah keluar dari indung telur (proses ovulast) dan tempat di mana terjadi pembuahan (konsepsi) atau bertemunya sel telur dan sperma.

3. Rahim (Uterus), berfungsi sebagai tempat calon bayi dibesarkan. Bentuknya seperti buah alpukat dengan berat normal 30-50 gram. Pada saat tidak hamil,


(50)

besar rahim kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Dindingnya terdiri dari lapisan parametrium, lapisan metomtrium dan lapisan endometrium.

4. Vagina/Liang Kemaluan, adalah lubang tempat masuknya penis saat bersenggama, vagina juga merupakan jalan keluar darah haid dan bayi yang dilahirkan. Dalam vagina terdapat mikro organime yang sangat bermanfaat kalau keseimbangannya tidak terganggu. Keseimbangannya terganggu bila perempuan terlalu sering mencuci vagina dengan antiseptik, makan obat antibiotika yang membunuh kuman, atau terlalu sering berhubungan seks berganti pasangan. Keputihan adalah salah satu akibat dari terganggunya keseimbangan organisme tersebut dalam vagina.

5. Selaput dara (Hymen), adalah lapisan tipis yang berada dalam liang kemaluan, tidak jauh dari mulut vagina. Ada selaput yang sangat tipis dan mudah robek dan ada selaput dara yang kaku dan tidak mudah robek. Selaput dara yang tipis tidak hanya akan robek karena hubungan seks, tetapi bisa robek karena hal lain seperti kecelakaan, jatuh, olah raga, dan lain-lain.

6. Bibir kemaluan (Labia), berada di bagian luar vagina. Ada yang disebut bibir besar dan bibir kecil. Bibir besar adalah bagian yang paling luar yang biasanya ditumbuhi bulu. Bibir terletak di belakang bibir besar dan banyak mengandung saraf pembuluh darah.

7. Kelentit (Klitoris), berada di bagian atas di antara bibir kemaluan. Bentuknya seperti kacang. Kelentit mempunyai syaraf yang sangat banyak seperti zakar/penis pada laki-laki.


(51)

8. Saluran kemih, berguna untuk mengeluarkan air kencing, terletak di antara kelentit dan mulut vagina.

2.6.1.1. Pubertas dan kematangan seksual pada remaja

Pubertas adalah situasi yang dialami remaja dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Masa pubertas ini ditandai dengan berbagai perubahan fisik yang cukup menyolok maupun perubahan perasaan, pergaulan, pikiran dan perilaku. Masa pubertas berlangsung beberapa tahun. Selama itu remaja seringkali merasa bermasalah dengan dirinya sendiri maupun dengan orang sekitarnya. Bila orang tua dan dewasa bisa memahami pubertas yang sedang yang dialami remaja, maka hal itu bisa sangat membantu remaja menghadapi masalahnya. Pubertas pada anak perempuan biasanya dimulai sekitar usia sembilan, sepuluh atau sebelas tahun sedangkan pada laki-laki dimulai pada usia sebelas atau dua belas tahun.

Beberapa ciri pubertas pada laki-laki seperti perubahan fisik, yaitu: otot menguat, dan pertumbuhan tinggi dan besar badan pesat, tumbuh jakun, tumbuh bulu di ketiak, kemaluan dan sekitar wajah atau dada, kulit berminyak dan mulai berjerawat, lebih banyak berkeringat dan mengeluarkan bau badan, suara menjadi besar.

Sedangkan perubahan pada fungsi organ reproduksi yaitu: hormon testosteron mulai lebih banyak berperan terhadap organ reproduksi, organ reproduksi mulai memproduksi sperma yang bisa keluar melalui ejakulasi dan mimpi basah, penis/zakar dan pelir membesar. Perubahan emosi/psikologis yang dialami seperti: timbul perhatian pada lawan jenis, ingin lebih diperhatikan dan diakui


(52)

kedewasaannya, mulai lebih banyak memperhatikan penampilan diri, relatif lebih mudah terangsang secara seksual dan lain-lain.

Pada perempuan juga terjadi ciri pubertas perubahan fisik seperti: tumbuh payudara/buah dada, puting mulai menonjol keluar, bentuk tubuh mulai berlekuk sekitar pinggang dan pinggul, tumbuh bulu di ketiak dan sekitar kemaluan, kulit berminyak dan mudah berjerawat, lebih banyak berkeringat dan mengeluarkan bau badan. Sedangkan perubahan pada fungsi organ reproduksi antara lain: hormon estrogen dan progesteron mulai lebih banyak berperan terhadap organ reproduksi mulai mengalami haid menstrusi setiap bulan, indung telur membesar, dari vagina mulai keluar cairan putih bening agak kental. Pada perubahan emosi/psikologis seperti: menjadi lebih perasa/sensitif, ingin lebih diperhatikan, mulai lebih banyak memperhatikan penampilan diri, timbul perhatian pada lawan jenis, relatif lebih mudah terangsang secara seksual dan lain-lain.

2.6.1.2. Hormon seks dan peranannya

Pada masa pubertas, otak memproduksi hormon khusus yang mengirim pesan kepada organ-organ reproduksi untuk mulai memproduksi hormon seks. Hormon seks pada perempuan disebut hormon esktrogen dan progestrone yang menghasilkan sel-sel telur. Hormon pada laki-laki adalah hormon testosteron yang menghasilkan sperma. Dengan bekerjanya hormon-hormon seks, pada masa pubertas ini beberapa kejadian khusus yang alamiah dan normal akan dialami oleh remaja, seperti:


(53)

1. Haid/Menstruasi/Datang Bulan pada Remaja Perempuan

Masa pubertas pada perempuan ditandai dengan adanya haid satu bulan sekali. Hormon estrogenlah yang menyebaban sel telur dan indung telur matang. Setiap bulan satu sel telur tersebut dilepaskan. Pelepasan sel telur disebut ovulasi yang berasal dari kata ovum artinya telur. Apabila dalam perjalanan di saluran indung telur, sel telur tidak bertemu dengan sperma, maka sel telur akan sampai di rahim tanpa dibuahi.

Bersama lapisan dinding rahim, sel telur yang dibuahi akan pecah dan keluar bersama dengan darah yang berasal dari dinding rahim. Sel telur yang luruh bersama darah itulah yang disebut dengan haid. Masa haid biasanya berkisar kurang lebih 5-7 hari. Haid yang pertama kali pada remaja perempuan disebut Menarche. Sejak haid pertama, perempuan akan mengalami siklus haid sekitar satu bulan sekali, berkisar antara 21 hari sekali sampai 28 hari sekali.

2. Mimpi Basah pada Remaja Laki-laki

Mimpi basah adalah suatu kejadian ketika remaja laki-laki bermimpi mengenai sesuatu yang menyenangkan sampai mengeluarkan cairan yang agak lengket dari penisnya tanpa disadarinya. Mimpi basah adalah tanda laki-laki memulai masa pubertasnya. Mimpi basah umumnya terjadi setiap 2-3 minggu sekali. Tetapi tidak perlu khawatir bila itu tidak terjadi. Cairan yang keluar dari penis disebut air mani yaitu campuran antara mani dengan sperma. Sperma adalah sel yang dihasilkan laki-laki di dalam testis atau pelirnya atas perintah hormon testosterone. Testosterone


(54)

adalah hormon yang paling berperan dalam pertumbuhan tubuh laki-laki. Jumlah sperma yang ada di dalam testis laki-laki berjuta-juta.

Ereksi adalah pembesaran dan penegangan pada batang/penis akar atau alat kelamin laki-laki. Ereksi terjadi karena pembuluh darah di penis dipenuhi darah, bisa terjadi bila remaja laki-laki merasa terangsang secara seksual. Rangsangan bisa terjadi karena melihat gambar, film atau hal lain merangsang seperti tubuh perempuan, rangsangan juga bisa terjadi karena penisnya disentuh oleh orang lain atau oleh diri sendiri. Menggesek penis dengan tangan disebut onani atau masturbasi. Onani bisa mengakibatkan ereksi dan keluarnya sperma.

2.6.2. Pembuahan dan Kehamilan

Pembuahan adalah pertemuan antara sel telur dan sel sperma, di mana dengan adanya pertemuan ini, maka sel telur akan berkembang menjadi janin yang terus tumbuh di rahim menjadi calon bayi. Pembuahan ini hanya bisa terjadi pada masa subur. Kesuburan adalah masa di mana kemungkinan besar dapat terjadi pembuahan bila ada, pertemuan antara sel telur dan sperma. Pada laki-laki kesuburan itu bersifat menetap tanpa dipengaruhi oleh siklus, karena setiap saat testis memproduksi sel sperma. Pada perempuan kesuburan hanya ada pada waktu-waktu tertentu, tergantung pada siklus haidnya. Puncak kesuburan pada perempuan sebenarnya terjadi pada hari ke 14 sebelum haid berikutnya. Namun untuk menghitungnya kadang-kadang kita kesulitan karena haid berikutnya seringkali tidak sama pada setiap perempuan. Dengan demikian kita bisa memperkirakan masa subur 3-5 sebelum dan sesudah hari ke 14 tersebut. Jadi kurang lebih 10 hari di tengah-tengah siklus di antara kedua periode haid.


(55)

Hubungan seks pada masa subur ini dapat menyebabkan kehamilan. Pada remaja masa subur sulit diketahui secara pasti. Hal ini disebabkan karena pada remaja siklus haid biasanya belum teratur. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakteraturan ini misalnya gizi makanan, stres dan kondisi fisik. Oleh karena masa subur ini sulit ditentukan secara pasti. Adapun tanda-tanda kehamilan pada perempuan sebagai berikut: 1) tidak datang haid; 2) pusing dan muntah; 3) payudara membesar; 4) daerah sekitar puting susu menjadi agak gelap; 5) perut membesar.

Cara pencegahan kehamilan adalah dengan memakai alat kontrasepsi, namun yang paling ampuh bagi remaja adalah tidak melakukan hubungan seks (HUS) atau abstinensiayafai dengan menolak ajakan berhubungan seksual sebelum menikah. Berikut ini akan diuraikan beberapa cara dan alat kontrasepsi, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi empat, yaitu: 1). kontrasepsi sederhana, kontrasepsi sederhana dilakukan dengan cara senggama terputus, pantang berkala atau sistem kalender, dan menggunakan kondom; 2). alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR, dikenal pula dengan sebutan IUD, spiral). AKDR atau IUD adalah alat yang terbuat dari plastik dan logam (tembaga); 3). kontrasepsi hormonal, meliputi pil KB yang diminum setiap hari, suntikan KB setiap 1-3 bulan, dan susuk KB (implant atau implanon) dengan cara memasukkan susuk di bawah kulit lengan oleh dokter/bidan terlatih yang dapat melindungi hingga 3-5 tahun; 4). kontrasepsi mantap atau cara operasi, yang terdiri dari sterilisasi wanita atau tubektomi atau MOW (Metode Operasi Wanita) dan sterilisasi pria atau vasektomi atau MOP (Metode Operasi Pria).


(1)

Pendidikan Responden * TAHU_IN

Crosstab

12 12 31 55

21.8% 21.8% 56.4% 100.0%

20.7% 20.7% 53.4% 94.8%

1 0 2 3

33.3% .0% 66.7% 100.0%

1.7% .0% 3.4% 5.2%

13 12 33 58

22.4% 20.7% 56.9% 100.0%

22.4% 20.7% 56.9% 100.0%

Count

% within Pendidikan Responden % of Total Count

% within Pendidikan Responden % of Total Count

% within Pendidikan Responden % of Total Tamat S-1

Tamat S-2 Pendidikan Responden

Total

Kurang Sedang Baik TAHU_IN

Total

Chi-Square Tests

.876a 2 .645

1.472 2 .479

.001 1 .980

58 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .62.

a.

Status Perkawinan * TAHU_IN

Crosstab

7 9 29 45

15.6% 20.0% 64.4% 100.0% 12.1% 15.5% 50.0% 77.6%

6 3 4 13

46.2% 23.1% 30.8% 100.0%

10.3% 5.2% 6.9% 22.4%

13 12 33 58

22.4% 20.7% 56.9% 100.0% 22.4% 20.7% 56.9% 100.0% Count

% within Status Perkawinan % of Total Count % within Status Perkawinan % of Total Count % within Status Perkawinan % of Total Kawin

Belum Kawin Status Perkawinan

Total

Kurang Sedang Baik TAHU_IN

Total

Chi-Square Tests

6.270a 2 .044

5.906 2 .052

6.074 1 .014

58 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.69.


(2)

Sumber Informasi * TAHU_IN

Crosstab

10 11 27 48

20.8% 22.9% 56.3% 100.0%

17.2% 19.0% 46.6% 82.8%

3 1 6 10

30.0% 10.0% 60.0% 100.0%

5.2% 1.7% 10.3% 17.2%

13 12 33 58

22.4% 20.7% 56.9% 100.0%

22.4% 20.7% 56.9% 100.0%

Count % within Sumber Informasi % of Total Count % within Sumber Informasi % of Total Count % within Sumber Informasi % of Total Media Elektronik

Media Cetak Sumber Informasi

Total

Kurang Sedang Baik TAHU_IN

Total

Chi-Square Tests

.998a 2 .607

1.102 2 .576

.035 1 .851

58 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.07.

a.

Crosstabs

Umur Responden * SKP_IN

Crosstab

7 5 11 23

30.4% 21.7% 47.8% 100.0%

12.1% 8.6% 19.0% 39.7%

2 10 23 35

5.7% 28.6% 65.7% 100.0%

3.4% 17.2% 39.7% 60.3%

9 15 34 58

15.5% 25.9% 58.6% 100.0%

15.5% 25.9% 58.6% 100.0%

Count % within Umur Responden % of Total Count % within Umur Responden % of Total Count % within Umur Responden % of Total <35 Tahun

>= 35 Tahun\ Umur Responden

Total

Kurang Sedang Baik SKP_IN

Total

Chi-Square Tests

6.474a 2 .039

6.468 2 .039

4.457 1 .035

58 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)


(3)

Jenis Kelamin * SKP_IN

Crosstab

3 7 13 23

13.0% 30.4% 56.5% 100.0% 5.2% 12.1% 22.4% 39.7%

6 8 21 35

17.1% 22.9% 60.0% 100.0% 10.3% 13.8% 36.2% 60.3%

9 15 34 58

15.5% 25.9% 58.6% 100.0% 15.5% 25.9% 58.6% 100.0% Count

% within Jenis Kelamin % of Total

Count

% within Jenis Kelamin % of Total

Count

% within Jenis Kelamin % of Total

Laki-laki

Perempuan Jenis Kelamin

Total

Kurang Sedang Baik SKP_IN

Total

Chi-Square Tests

.487a 2 .784

.485 2 .784

.001 1 .975

58 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.57.

a.

Pendidikan Responden * SKP_IN

Crosstab

8 15 32 55

14.5% 27.3% 58.2% 100.0%

13.8% 25.9% 55.2% 94.8%

1 0 2 3

33.3% .0% 66.7% 100.0%

1.7% .0% 3.4% 5.2%

9 15 34 58

15.5% 25.9% 58.6% 100.0%

15.5% 25.9% 58.6% 100.0%

Count

% within Pendidikan Responden % of Total Count

% within Pendidikan Responden % of Total Count

% within Pendidikan Responden % of Total Tamat S-1

Tamat S-2 Pendidikan Responden

Total

Kurang Sedang Baik SKP_IN

Total

Chi-Square Tests

1.500a 2 .472

2.121 2 .346

.053 1 .817

58 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .47.


(4)

Status Perkawinan * SKP_IN

Crosstab

7 9 29 45

15.6% 20.0% 64.4% 100.0%

12.1% 15.5% 50.0% 77.6%

2 6 5 13

15.4% 46.2% 38.5% 100.0%

3.4% 10.3% 8.6% 22.4%

9 15 34 58

15.5% 25.9% 58.6% 100.0%

15.5% 25.9% 58.6% 100.0%

Count % within Status Perkawinan % of Total Count % within Status Perkawinan % of Total Count % within Status Perkawinan % of Total Kawin

Belum Kawin Status Perkawinan

Total

Kurang Sedang Baik SKP_IN

Total

Chi-Square Tests

3.829

a

2

.147

3.603

2

.165

1.189

1

.276

58

Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio

Linear-by-Linear

Association

N of Valid Cases

Value

df

Asymp. Sig.

(2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The

minimum expected count is 2.02.

a.

Sumber Informasi * SKP_IN

Crosstab

8 15 25 48

16.7% 31.3% 52.1% 100.0%

13.8% 25.9% 43.1% 82.8%

1 0 9 10

10.0% .0% 90.0% 100.0%

1.7% .0% 15.5% 17.2%

9 15 34 58

15.5% 25.9% 58.6% 100.0%

15.5% 25.9% 58.6% 100.0% Count

% within Sumber Informasi % of Total Count % within Sumber Informasi % of Total Count % within Sumber Informasi % of Total Media Elektronik

Media Cetak Sumber Informasi

Total

Kurang Sedang Baik SKP_IN


(5)

Chi-Square Tests

5.392a 2 .067

7.747 2 .021

2.910 1 .088

58 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.55.

a.

ANALISIS BIVARIAT

Pair-Test Kelompok Kontrol

T-Test

Paired Samples Statistics

38.44 32 6.470 1.144

35.75 32 7.135 1.261

23.94 32 5.346 .945

27.63 32 6.494 1.148

TAHU_PRA TAHU_PAS Pair

1

SKAP_PRA SKAP_PAS Pair

2

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

32 .522 .002

32 .276 .126

TAHU_PRA & TAHU_PAS Pair 1

SKAP_PRA & SKAP_PAS Pair 2

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

2.69 6.674 1.180 .28 5.09 2.278 31 .030 -3.69 7.182 1.270 -6.28 -1.10 -2.905 31 .007 TAHU_PRA - TAHU_PAS

Pair 1

SKAP_PRA - SKAP_PAS Pair 2

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Pair-Test Kelompok Kasus

T-Test

T-Test

Paired Samples Statistics

34.00 26 4.060 .796

2.73 26 .533 .105

27.81 26 5.879 1.153

2.77 26 .587 .115

TAHU_PRA TAHU_PAS Pair

1

SKAP_PRA SKAP_PAS Pair

2

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

26 .332 .097

26 .288 .154

TAHU_PRA & TAHU_PAS Pair 1

SKAP_PRA & SKAP_PAS Pair 2


(6)

Paired Samples Test

31.27 3.915 .768 29.69 32.85 40.730 25 .000

25.04 5.737 1.125 22.72 27.36 22.252 25 .000

TAHU_PRA - TAHU_PAS Pair 1

SKAP_PRA - SKAP_PAS Pair 2

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Pengaruh Simulasi terhadap Pengetahuan dan Sikap

T-Test

Paired Samples Statistics

1.50 58 .504 .066

38.67 58 6.359 .835

1.50 58 .504 .066

30.48 58 7.039 .924

Intervensi Simulasi TAHU_PAS Pair

1

Intervensi Simulasi SKAP_PAS Pair

2

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

58 -.331 .011

58 -.321 .014

Intervensi Simulasi & TAHU_PAS Pair

1

Intervensi Simulasi & SKAP_PAS Pair

2

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-37.17 6.543 .859 -38.89 -35.45 -43.267 57 .000

-28.98 7.217 .948 -30.88 -27.09 -30.584 57 .000 Intervensi Simulasi

- TAHU_PAS Pair

1

Intervensi Simulasi - SKAP_PAS Pair

2

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences