Rancangan Percobaan Prosedur Analisis .1

28 Gambar 4.3 Viabilitas probiotik yoghurt TPUM sinbiotik dengan probiotik L. acidophilus 2B4 selama penyimpanan Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan α=0.05, yoghurt TPUM sinbiotik kontrol menunjukkan viabilitas probiotik yang paling tinggi 7.96 log CFU g -1 dibandingkan yoghurt dengan enkapsulasi baik alginat 7.58 log CFU g -1 maupun agar 7.35 log CFU g -1 Lampiran 11b. Viabilitas probiotik yoghurt kontrol yang lebih tinggi dibandingkan yoghurt dengan enkapsulasi dapat disebabkan dalam yoghurt masih terdapat nutrisi bagi pertumbuhan probiotik yang berasal dari pati resisten TPUM sebagai bahan baku yoghurt. TPUM mengandung pati resisten tipe III yang berperan sebagai prebiotik yang bermanfaat bagi pertumbuhan BAL tersebut Widaningrum 2012. Pati resisten yang terdapat dalam TPUM pada penelitian ini sebesar 14.50 bk. Gustaw et al. 2011 melaporkan prebiotik FOS, inulin, atau pati resisten dapat meningkatkan viabilitas probiotik L. acidophilus dan Bifidobacterium sp. dalam bio-yoghurt selama 3 minggu penyimpanan pada suhu 4 ºC. Dalam hal ini, probiotik tanpa enkapsulasi dapat dengan mudah memanfaatkan nutrisi tersebut dibandingkan probiotik yang terenkapsulasi dalam manik-manik baik alginat maupun agar. Hal ini disebabkan aktivitas probiotik untuk memperoleh nutrisi prebiotik terbatas akibat terperangkap dalam manik-manik tersebut. Prebiotik berupa FOS dengan konsentrasi 1 dalam bio-yoghurt dapat mempertahankan viabilitas probiotik 7 log CFU ml -1 selama 3 minggu penyimpanan dingin Gustaw et al. 2011. Sementara itu, pati resisten dari TPUM yang berperan sebagai prebiotik pada penelitian ini dapat lebih meningkatkan viabilitas probiotik 8 log CFU g -1 dalam yoghurt sinbiotik selama 8 minggu penyimpanan dingin. Hal ini dapat disebabkan FOS termasuk golongan oligosakarida yang terdiri dari 2-10 monosakarida, sedangkan pati resisten merupakan salah satu jenis polisakarida yang terdiri dari lebih dari 10 monosakarida Winarno 2008. Dengan demikian, atom karbon yang dibutuhkan 6 6,5 7 7,5 8 8,5 9 2 4 5 6 7 8 Jum la h b akt er i l o g C F U g -1 Lama penyimpanan minggu Kontrol Alginat Agar 29 oleh probiotik sebagai nutrisi lebih banyak diperoleh dari pati resisten dibandingkan FOS. Rantai atom karbon yang terdapat pada FOS lebih mudah dipecah namun lebih mudah habis. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Saputra 2012 bahwa yoghurt TPUM sinbiotik dengan penambahan L. plantarum BSL sebanyak 9 log CFU ml -1 mengalami penurunan viabilitas probiotik sebesar 1 log CFU ml -1 selama 4 minggu penyimpanan pada suhu 5-10 ºC. Perbedaan hasil keduanya dapat disebabkan nilai pH yoghurt TPUM sinbiotik terutama yoghurt tanpa enkapsulasi selama penyimpanan pada penelitian ini mengalami kenaikan hingga mencapai 4.00 Tabel 4.3. Hardiningsih et al. 2006 menyatakan bahwa genus Lactobacillus dapat tumbuh secara optimum pada pH 6.5, namun genus ini masih resisten dan mampu mempertahankan hidupnya pada kondisi pH rendah 2, 2.5, dan 3. Dengan demikian, viabilitas probiotik pada yoghurt tanpa enkapsulasi pada penelitian ini dapat meningkat dengan didukung oleh kondisi penyimpanan yang tidak begitu asam. Hasil penelitian ini menunjukkan viabilitas probiotik yang terenkapsulasi dalam alginat sedikit lebih tinggi dibandingkan dalam agar Gambar 4.2 dan 4.3. Hal ini akibat dari jumlah probiotik awal yang terperangkap dalam butiran alginat juga lebih tinggi Tabel 4.2. Alginat dapat menghasilkan gel yang kuat dan stabil dengan adanya pembentukan ikatan antara sodium alginat dengan kation divalen kalsium Aqilah dan Akhiar 2010. Gel alginat ini cocok dalam memerangkap probiotik dan juga penggunaannya sudah meluas sebagai enkapsulan. Sementara itu, manik-manik agar akan menurun kestabilan gelnya saat probiotik masuk ke dalam gel, sehingga pemerangkapan probiotiknya kurang optimal Shoichet et al. 1996. Dengan demikian, kemungkinan difusi sel ke luar manik-manik agar menjadi lebih besar. Beberapa penelitian melaporkan bahwa probiotik terenkapsulasi terutama dalam manik-manik alginat bentuk basah pada yoghurt memiliki ketahanan hidup lebih baik dibandingkan probiotik tanpa enkapsulasi Kailasapathy 2006; Krasaekoopt et al. 2006; Jayalalitha et al. 2011. Namun pada penelitian ini, metode enkapsulasi tidak meningkatkan viabilitas BAL menjadi lebih baik dibandingkan yoghurt dengan probiotik tanpa enkapsulasi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan jenis probiotik dan adanya penambahan TPUM sebagai prebiotik pada penelitian ini. Viabilitas probiotik yoghurt TPUM sinbiotik baik dengan probiotik terenkapsulasi alginat, agar, maupun kontrol pada penelitian ini selama penyimpanan cenderung stabil yaitu sekitar 7 log CFU g -1 Gambar 4.2 dan 4.3. Lain halnya dengan hasil penelitian Kailasapathy 2006 yang melaporkan bahwa viabilitas L. acidophilus baik tanpa enkapsulasi maupun terenkapsulasi alginat dalam yoghurt susu mengalami penurunan 3-4 log CFU g -1 dan 2 log CFU g -1 selama 6 minggu penyimpanan pada suhu 4 ºC. Begitu pula dengan hasil penelitian Jayalalitha et al. 2011 yang melaporkan bahwa viabilitas L. acidophilus yang terenkapsulasi dengan alginat dalam yoghurt susu mengalami penurunan sebesar 2 log CFU ml -1 selama 21 hari masa penyimpanan. Perbedaan hasil viabilitas probiotik tersebut dapat disebabkan karena pada penelitian ini dilakukan proses pasteurisasi pada produk yoghurt, sedangkan penelitian Kailasapathy dan Jayalalitha et al. tidak dilakukan proses tersebut. Tidak dilakukannya proses pasteurisasi tersebut dapat mengakibatkan kultur starter