8 sp.. Alginat telah diaplikasikan secara luas pada produk pangan sebagai penyalut.
Bentuk alginat terdiri dari dua yaitu asam alginat dan garam alginat. Asam alginat merupakan kopolimer liniar yang tersusun atas asam D-manuronat dan asam L-
guluronat. Dalam suatu larutan, alginat mengadakan interaksi antara kopolimernya dengan kation divalen garam seperti kalsium, sehingga terbentuk
gel kalsium alginat. Gel tersebut dipengaruhi oleh jumlah kation divalen yang dapat berinteraksi dengan alginat Nussinovitch 2010. Pengaruh kation Ca
2+
terhadap struktur alginat dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Pengaruh kation Ca
2+
terhadap struktur alginat Lersch 2011 Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa metode ekstrusi danatau
emulsi menggunakan enkapsulan alginat dapat meningkatkan ketahanan probiotik selama penyimpanan pada suhu rendah Godward dan Kailasapathy 2003;
Krasaekoopt et al. 2006; Kailasapathy 2006; Purwandhani et al. 2007; Aqilah dan Akhiar 2010; Jayalalitha et al. 2011. Ketahanan hidup bakteri probiotik
meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi alginat. Mandal et al. 2006 mengemukakan bahwa L. acidophillus dapat lebih bertahan hidup saat konsentrasi
alginatnya ditingkatkan dari 2 menjadi 4. Probiotik yang dienkapsulasi dengan alginat juga dapat bertahan pada kondisi asam dalam saluran pencernaan.
Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Chavarri et al. 2010 bahwa L. gasseri dan B. bifidum dengan enkapsulasi alginat-kitosan dapat bertahan selama
penyimpanan dingin dan pada kondisi simulasi saluran pencernaan pH 2 dan konsentrasi larutan empedu 3 selama 2 jam. Dengan demikian, probiotik
masih dapat hidup dan berperan dalam melawan bakteri yang tidak diinginkan dalam usus besar.
2.5.2 Agar
Agar adalah komponen berupa gel yang diolah dari rumput laut atau alga. Jenis rumput laut yang umumnya diolah menjadi agar di Indonesia yaitu Hypnea,
Gracilaria dan Gelidium Indriany 2000. Apabila dilarutkan dalam air panas dan didinginkan, agar-agar akan bersifat seperti gelatin yaitu menjadi padatan lunak
dengan banyak pori-pori di dalamnya sehingga bertekstur kenyal. Kekuatan gel tersebut bergantung pada perbandingan agarosa terhadap agarpektin. Menurut
Winarno 2008, Gel agar yang berasal dari Gracilaria bersifat lebih kokoh dan kuat dibandingkan gel lainnya.
Faktor-faktor yang memengaruhi sifat gel agar yaitu suhu, konsentrasi agar, pH, kandungan gula dan ester sulfat Ramadhan 2011. Gel agar bersifat
reversible terhadap suhu. Kekuatan dan kekerasan gel tersebut akan meningkat
9 seiring meningkatnya konsentrasi agar, dan kandungan gula. Sementara itu,
peningkatan keasaman dan kandungan ester sulfat akan menurunkan kekuatan gel.
Bahan ini juga dapat digunakan sebagai penyalut dalam proses enkapsulasi namun penggunaannya belum terlalu luas. Hal ini disebabkan kekuatan gel agar
akan melemah apabila terdapat sel di dalam matrik gel tersebut Shoichet et al. 1996. Aplikasi agar dalam metode enkapsulasi, diantaranya enkapsulasi sel Calf
adrenal chromaffin CAC dengan 2 agarosa Shoichet et al. 1996, inulin dengan 1.5 dan 3 agar Sigma-Aldrich Dobre et al. 2008, vanilin dengan
diameter agar antara 2.5-7 mm Chirilus et al. 2008, bakteri B. pumilis MTCC 2296 dengan agar-agar Kumari et al. 2009, dan E. coli dengan 2 vv agarosa
Eun et al. 2011. Manik-manik agar memiliki kisaran diameter 2.5-7 mm. Diameter yang besar memungkinkan difusi bahan ke luar gel pun lebih besar.
2.6 Yoghurt Sinbiotik
Yoghurt adalah produk pangan hasil fermentasi susu sapi dengan BAL sebagai kultur starter yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus. Kedua mikroba ini
menghasilkan enzim yang dapat mengatasi intoleransi laktosa, namun tidak berpotensi sebagai probiotik karena tidak dapat bertahan dalam kondisi asam
lambung dan garam empedu Gilliland 1979.
Tahapan utama dalam proses pembuatan yoghurt meliputi homogenisasi, pasteurisasi, pendinginan, inokulasi dan inkubasi fermentasi. Homogenisasi
dilakukan menggunakan homogenizer dengan kecepatan 2000-2500 psi. Proses ini bertujuan untuk memecah globula-globula lemak menjadi kecil dan seragam,
sehingga produk yang dihasilkan lebih stabil dan teksturnya pun halus. Pasteurisasi pada suhu 85 °C selama 30 menit dilakukan untuk menginaktifkan
enzim dan membunuh mikroba patogen yang terdapat pada susu. Pada proses ini juga terjadi degradasi laktosa menjadi asam sehingga dapat menurunkan pH
Tamime dan Robinson 1999.
Setelah pasteurisasi selesai, dilakukan proses pendinginan sampai mencapai suhu 30-45 °C untuk menghindari terjadi kontaminasi. Suhu tersebut
merupakan suhu optimal bagi pertumbuhan kultur starter yoghurt. Kultur starter diinokulasikan dengan perbandingan 1:1 sebesar 2 vv untuk menghasilkan
flavor dan tekstur optimum. Tahap selanjutnya yaitu fermentasi yang dilakukan sampai mencapai pH 4.4-4.5 pada suhu 30-45 °C sehingga terbentuk flavor asam
yang khas akibat adanya pembentukan asam seperti asam laktat, asam asetat, asetaldehid, diasetil, dan lainnya selama proses tersebut Tamime dan Robinson
1999. Selanjutnya, susu fermentasi yang telah menggumpal disimpan pada suhu 4-5 °C dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi. Selama proses
penyimpanan memungkinkan terjadinya kenaikan derajat keasaman, sehingga flavornya pun berubah. Yoghurt yang dihasilkan sebaiknya memenuhi persyaratan
SNI Lampiran 32.
Elisabeth 2003 mengemukakan bahwa yoghurt sinbiotik dengan kultur campuran S. thermophilus, B. breve dan L. casei strain shirota memiliki viabilitas
BAL sekitar 10
9
CFU ml
-1
. Viabilitas ini akan menurun seiring dengan lamanya penyimpanan, begitu juga karakteristik fisik, kimia dan sensorinya. Selain itu,
10 secara sensori, yoghurt sinbiotik tersebut dapat bertahan hingga 2 minggu bila
disimpan pada suhu refrigerasi, sedangkan hanya bertahan selama 2 hari bila disimpan di suhu ruang.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan tepung pisang adalah pisang uli yang berasal dari daerah Bogor. Derajat kematangan pisang yang
dipilih yaitu tua, belum matang, kulit berwarna hijau, dan kira-kira berumur 90 hari setelah tanaman pisang berbunga. Bahan utama yang digunakan untuk
pembuatan yoghurt seperti TPUM, susu skim, glukosa, gula pasir, dan kultur starter yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus yang diperoleh dari laboratorium
Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB. Probiotik yang ditambahkan dalam yoghurt, diantaranya L. plantarum BSL Laboratorium
Mikrobiologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan L. acidophilus 2B4 Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Peternakan, IPB.
Bahan penyalut yang digunakan untuk menyalut probiotik yaitu alginat komersial food grade dan agar komersial. Bahan kimia yang digunakan yaitu
kalsium karbonat CaCO
3
, kalsium klorida CaCl
2
, larutan fisiologis natrium klorida NaCl 0,85, indikator fenolftalein, bahan kimia lain untuk analisis.
Media yang digunakan untuk analisis mikrobiologi adalah de Man Rogosa and Sharpe Agar MRSA, de Man Rogosa and Sharpe Broth MRSB, dan ekstrak
khamir.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan TPUM, proses enkapsulasi, dan pembuatan yoghurt adalah pengering kabinet, otoklaf, refrigerator, disc mill,
vibrator screen, ayakan 100 mesh, syringe tanpa jarum ukuran 10 ml dan 20 ml, cup plastik kecil ukuran 120 ml, heavy duty laboratory mixer emulsifier Silverson
Machines model L4R, inkubator suhu 37 ºC, serta alat lainnya. Alat yang diperlukan untuk analisis mikrobiologi dan kimia meliputi mikropipet 100-1000
µ m, inkubator suhu 37 ºC dan 50 ºC, stomacher, pH meter, dan alat gelas lainnya.
3.2 Prosedur Percobaan
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap utama yaitu enkapsulasi probiotik L. plantarum BSL dan L. acidophilus 2B4 dengan alginat dan agar,
pembuatan TPUM, dan pembuatan yoghurt TPUM sinbiotik. Yoghurt TPUM sinbiotik tanpa enkapsulasi kontrol juga dipersiapkan dengan cara yang sama.
Tahapan penelitian tersebut dilakukan sebanyak dua kali ulangan.
Produk yoghurt TPUM sinbiotik yang telah diberi perlakuan selanjutnya dianalisis. Analisis yang dilakukan yaitu analisis mikrobiologi, kimia, evaluasi
sensori, dan statistik. Analisis mikrobiologi meliputi viabilitas probiotik,