Nilai pH Viabilitas Probiotik Terenkapsulasi dan Mutu Kimia Yoghurt TPUM

37 Gambar 4.4 Mutu sensori yoghurt TPUM sinbiotik dengan probiotik L. acidophilus 2B4. a enkapsulasi alginat, b enkapsulasi agar, dan c tanpa enkapsulasi Pola perubahan mutu sensori yoghurt TPUM sinbiotik dengan probiotik terenkapsulasi alginat cenderung sama dengan yoghurt tanpa enkapsulasi. Pola ini dapat dilihat pada Gambar 4.4a yang menunjukkan perubahan mutu sensori yoghurt TPUM sinbiotik dengan probiotik terenkapsulasi dalam alginat terjadi pada minggu ke-4 dan 5. Yoghurt dengan enkapsulan alginat kontrol 0 minggu memiliki mutu sensori, konsistensi cukup seragam, warna coklat agak sangat muda, tekstur encer, aroma asam kurang kuat, dan rasanya agak sedikit asam. Pada minggu ke-5, terjadi perubahan yang juga signifikan pada atribut warna coklat, dan tekstur Gambar 4.4a. Yoghurt menjadi berwarna coklat tua dan teksturnya kental. Sementara itu, atribut rasa asam pada sampel ini tidak dapat dibandingkan karena pada minggu ke-4, sampel sudah dinyatakan tidak layak oleh 100 panelis. Ketidaklayakan sampel akibat telah adanya pertumbuhan kapang danatau khamir selama penyimpanan dingin. Hal ini ditandai dengan mulai munculnya aroma alkohol dan adanya lapisan putih tipis pada permukaan yoghurt tersebut. Yoghurt pada pH 3.9-4.2 dalam penyimpanan dingin akan cepat 5 10 Konsistensi Warna cokelat Tekstur Aroma asam Rasa asam minggu 0 minggu 4 minggu 5 2 4 6 8 Konsistensi Warna cokelat Tekstur Aroma asam Rasa asam 2 4 6 8 Konsistensi Warna cokelat Tekstur Aroma asam Rasa asam b a c 38 mengalami kerusakan bila terkontaminasi oleh kapang danatau khamir Sugiarto 1997. Seperti kedua sampel yoghurt sebelumnya, yoghurt TPUM sinbiotik dengan probiotik L.acidophilus 2B4 terenkapsulasi agar juga mengalami perubahan pada minggu ke-4 dan 5 Gambar 4.4b. Yoghurt TPUM yang belum disimpan kontrol memiliki mutu sensori diantaranya konsistensi seragam, warna sangat muda, tekstur agak encer, kurang beraroma asam dan rasa agak sedikit asam. Namun, setelah disimpan selama 5 minggu, yoghurt menjadi berwarna coklat, tekstur kental, aroma asam agak kuat dan rasa menjadi asam. Perubahan yang signifikan selama penyimpanan yaitu pada atribut warna, tekstur, aroma dan rasa. Yoghurt TPUM sinbiotik dengan enkapsulasi agar ini masih dikatakan layak dikonsumsi hingga minggu ke-5 oleh 100 panelis. Alasan kelayakannya yaitu aroma dan rasa asamnya masih segar, serta teksturnya masih dapat diterima. Hasil analisis uji Duncan menunjukkan warna coklat yoghurt TPUM sinbiotik pada minggu ke-4 dan 5 tidak berbeda nyata, namun kedua minggu tersebut berbeda nyata dengan yoghurt pada minggu ke-0 Lampiran 32b. Sementara itu, warna coklat pada setiap jenis sampel tidak menghasilkan perbedaan yang nyata Lampiran 32a. Warna coklat tersebut dipengaruhi oleh adanya TPUM sebagai bahan baku dalam pembuatan yoghurt ini. Tahap pengupasan pada proses modifikasi tepung pisang uli dapat mengoksidasi substrat fenol dengan adanya enzim polifenol oksidase PPO pada pisang, sehingga terjadi pencoklatan enzimatis Nguyen et al. 2003. Selain itu, pencoklatan non enzimatis yaitu karamelisasi juga terjadi akibat pemanasan otoklaf Vania 2010. Karamelisasi pada TPUM terjadi saat kandungan gula pada TPUM dipanaskan terus sehingga suhunya melampaui titik leburnya Winarno 2008. TPUM memiliki derajat putih sebesar 17.20 yang menunjukkan warna kuning kecoklatan Vania 2010. Saputra 2012 melaporkan bahwa warna yoghurt sinbiotik dengan substitusi 70 TPUM tersebut dapat diterima oleh panelis. Ketiga sampel yoghurt tersebut menunjukkan semakin lama penyimpanan, warna coklat yoghurt semakin tua. Hal ini dapat disebabkan adanya kemungkinan terjadi pencoklatan dengan Maillard antara gula pereduksi yang masih terdapat dalam TPUM dengan asam amino yang dimiliki protein dalam susu selama penyimpanan. Vania 2010 melaporkan bahwa TPUM dengan modifikasi fermentasi spontan dan pemanasan otoklaf memiliki kandungan karbohidrat sebesar 92.41 yang di dalam juga terdapat gula pereduksi. Sementara itu, pencoklatan enzimatik tidak dapat terjadi lagi karena enzim polifenoloksidase PPO yang berperan dalam pencoklatan enzimatik sudah inaktif akibat adanya pengeringan suhu 50-60 ºC selama 10 jam pada proses pembuatan tepung. Kayani et al. 2011 melaporkan bahwa enzim PPO dapat dihambat aktivitasnya dengan inkubasi pada suhu 30 atau 60 ºC selama 30 menit. Trachoo 2002 menyatakan bahwa tekstur yoghurt dipengaruhi oleh komposisi, jenis starter BAL, perlakuan pemanasan dan penstabil yang digunakan. Tekstur yoghurt TPUM sinbiotik pada penelitian ini agak encer dibandingkan tekstur yoghurt susu tanpa substitusi TPUM pada umumnya. Kailasapathy 2006 melaporkan bahwa yoghurt susu baik tanpa enkapsulasi maupun dengan enkapsulasi memiliki tekstur yang lembut dan tidak encer. Perbedaan ini akibat adanya pengurangan persentase susu sebagai bahan baku yoghurt, sehingga terjadi penurunan koagulasi kasein. Dalam hal ini, koagulasi 39 protein susu kasein dapat membentuk gel pada kondisi asam saat titik isoelektrik tercapai pH~4.6 Phadungath 2005. Gel tersebut yang mengakibatkan viskositas yoghurt meningkat sehingga teksturnya menjadi semi padat. Setiap minggu yoghurt TPUM sinbiotik mengalami peningkatan viskositas yang signifikan p0.05 Lampiran 34a. Pada minggu ke-5, yoghurt tersebut memiliki tekstur yang paling kental dibandingkan minggu ke-0 dan 4 Lampiran 34c. Tekstur yoghurt TPUM semakin kental selama 5 minggu penyimpanan dingin karena tingkat keasaman yoghurt semakin tinggi yang ditandai dengan kenaikan total asam Tabel 4.3. Hal ini disebabkan adanya aktivitas BAL yang menghasilkan asam laktat sehingga protein susu kasein akan terkoagulasi. Selain itu, yoghurt TPUM sinbiotik juga memiliki tekstur yang sedikit berpasir sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Saputra 2012. Hal ini diduga disebabkan oleh kelarutan tepung pisang terhadap air dalam proses pembuatan yoghurt lebih rendah dibandingkan susu. Berdasarkan hasil analisis ragam p0.05, perlakuan enkapsulasi juga berpengaruh nyata terhadap tekstur yoghurt yang dihasilkan Lampiran 34a. Produksi eksopolisakarida oleh BAL merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan viskositas yoghurt dan meminimalisasi terjadinya sineresis. Kailasapathy 2006 melaporkan bahwa yoghurt dengan probiotik terenkapsulasi menghasilkan eksopolisakarida yang lebih tinggi dibandingkan yoghurt tanpa enkapsulasi. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian ini yang melaporkan bahwa tekstur yoghurt TPUM sinbiotik tanpa enkapsulasi yang lebih kental dibandingkan dengan enkapsulasi baik alginat maupun agar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengaruh total asam yang dihasilkan dan viabilitas probiotik dalam yoghurt. Produksi asam laktat yang dihasilkan yoghurt TPUM sinbiotik tanpa enkapsulasi cukup tinggi Tabel 4.3. Tingkat keasaman yang tinggi tersebut dapat mengoagulasi kasein yang terdapat dalam yoghurt, sehingga meningkatkan viskositas yoghurt. Selain itu, viabilitas probiotik juga berpengaruh terhadap produksi eksopolisakarida oleh BAL Ismail dan Nampoothiri 2010. Dalam hal ini, viabilitas probiotik yoghurt TPUM sinbiotik tanpa enkapsulasi lebih tinggi dibandingkan yoghurt TPUM dengan enkapsulasi Gambar 4.3, sehingga produksi eksopolisakarida yoghurt TPUM tanpa enkapsulasi pun menjadi lebih tinggi. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil yang dilaporkan Krasaekoopt dan Tandhanskul 2008 bahwa viskositas yoghurt susu yang mengandung probiotik terenkapsulasi lebih tinggi dibandingkan tanpa enkapsulasi. Perbedaan jenis enkapsulan yang digunakan untuk mengenkapsulasi probiotik dalam yoghurt juga mempengaruhi tekstur yoghurt tersebut. Tekstur yoghurt dengan probiotik terenkapsulasi agar lebih kental dibandingkan terenkapsulasi alginat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh komposisi masing-masing enkapsulan. Penetesan suspensi alginat ke dalam larutan CaCl 2 akan membentuk manik-manik Ca-alginat. Adanya ikatan kation divalen antara garam dengan komposisi alginat yang terdiri dari polimer karbohidrat L-asam guluronat dan D- asam mannuronat sehingga terbentuk manik-manik yang kompak, lembut dan kuat. Manik-manik tersebut memiliki sifat pengikatan air yang amat baik sehingga akan menghasilkan tekstur yang lembut pada produk Prawira 2008. Sementara itu, karakteristik gel agar bersifat kaku, rapuh, mudah dibentuk dan memiliki titik leleh tertentu Glicksman 1983. Kekuatan gel ini sangat dipengaruhi oleh 40 kandungan agarosa yang terdapat dalam komposisi agar. Gel agar yang mudah rapuh diduga dapat mengakibatkan adanya penambahan viskositas pada yoghurt dari manik-manik yang rapuh. Berdasarkan hasil analisis ragam p0.05, intensitas aroma asam juga dipengaruhi oleh perlakuan enkapsulasi secara nyata Lampiran 36a. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa yoghurt tanpa enkapsulasi memiliki intensitas aroma asam lebih tinggi dibandingkan yoghurt dengan probiotik terenkapsulasi baik alginat maupun agar Lampiran 36b. Aroma asam yoghurt dipengaruhi oleh terbentuknya komponen asam laktat, asetaldehid, serta senyawa volatil lainnya seperti aseton, 2-butanon dan asetil yang dihasilkan oleh BAL dalam yoghurt sebagai hasil fermentasi karbohidrat Tamime dan Robinson 1999. Viabilitas L. acidophilus 2B4 dalam yoghurt TPUM sinbiotik tanpa enkapsulasi memang lebih tinggi dibandingkan yoghurt dengan probiotik terenkapsulasi Gambar 4.3. Peningkatan viabilitas probiotik tersebut diikuti dengan peningkatan derajat keasaman dan total asam tertitrasi yoghurt TPUM tanpa enkapsulasi tersebut Tabel 4.3. Selain itu, senyawa volatil yang dihasilkan oleh probiotik tanpa enkapsulasi lebih mudah menguap, sehingga lebih tercium aromanya karena tidak ada lapisan pelindungnya. Seperti halnya aroma asam, rasa yoghurt TPUM sinbiotik tanpa enkapsulasi lebih asam dibandingkan yoghurt dengan probiotik terenkapsulasi Gambar 4.4. Rasa asam yoghurt dapat dipengaruhi oleh adanya metabolisme karbohidrat terutama laktosa dan glukosa yang melibatkan peran BAL sehingga menghasilkan asam laktat Akmar 2006. Hal tersebut menunjukkan aktivitas BAL dalam menghasilkan asam laktat pada yoghurt tanpa enkapsulasi cukup tinggi dibandingkan dengan enkapsulasi Gambar 4.3. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan, terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara rasa asam yoghurt pada minggu ke-4 dan ke-5 dengan minggu ke-0 Lampiran 38b. Pada bahasan sebelumnya ditunjukkan bahwa produksi asam laktat oleh BAL terutama L. acidophilus 2B4 semakin meningkat seiring lamanya waktu penyimpanan Tabel 4.3. Hal ini menyebabkan intensitas rasa asam pada yoghurt juga semakin meningkat. Dengan demikian, semakin lama penyimpanan maka intensitas rasa asam yoghurt TPUM sinbiotik tersebut semakin meningkat. Konsistensi merupakan atribut mutu sensori yoghurt TPUM sinbiotik yang tidak dipengaruhi secara nyata baik dengan lama penyimpanan maupun pengaruh enkapsulasi Lampiran 29. Konsistensi yoghurt dilihat dari keseragaman antara gel semi padat yoghurt dengan whey yang dihasilkan terbentuknya sineresis. Yoghurt TPUM sinbiotik secara umum menunjukkan konsistensi agak seragam. Menurut Saputra 2012, konsistensi yoghurt diduga erat kaitannya dengan gel protein yang merupakan hasil koagulasi kasein dalam susu. Selain itu, konsistensi yoghurt tetap terjaga karena adanya pembentukan eksopolisakarida oleh BAL dalam yoghurt yang dapat mencegah terjadinya sineresis Ismail dan Nampoothiri 2010.

4.5.2 Uji Aroma Alkohol

Berdasarkan uji aroma alkohol, yoghurt TPUM sinbiotik tanpa enkapsulasi probiotik dan dengan probiotik terenkapsulasi agar setelah penyimpanan 5 minggu