Uji terhadap Kolinear Ganda Multikolinearitas Uji Heteroskedastisitas

Statistik ujinya adalah : � ℎ�� = JKK JGK Jika tidak ada masalah heteroskedastisitas maka nilai F-hitung akan menuju satu. Masalah heteroskedastisitas masih dapat ditolerir jika F-hitung kurang dari F-tabel dengan derajat bebas v1= v2 = n-c-2k2. Dimana n adalah jumlah contoh, c adalah jumlah contoh pemisah, dan k adalah jumlah parameter yang diduga. Bisa juga dengan menggunakan Uji Glejser yaitu dengan memunculkan residual dan setelah itu dimutlakan.. Nilai mutlak residual diregresikan dengan variabel X. Jika nilai annova lebih besar dari 0,1 berarti terpenuhi asumsinya, artinya tidak ada masalah heteroskedastisitas atau keragaman.

6. Uji Normalitas

Uji ini diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari dataobservasi yang jumlahnya kurang dari 30 mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakn sah. Uji yang dapat dilakukan adalah uji Kolmogorov Smirnov dengan prosedur sebagai berikut : H : Data berdistribusi normal, jika nilai sig signifikansi P Value 0,1. H 1 : Data berdistribusi tidak normal, jika nilai sig signifikansi P Value 0,1. Terima H jika statistik K-S χ 2 atau jika diperoleh nilai probabilitas hasil output lebih besa r dari α.

7. Uji Autokorelasi

Uji ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji yang paling sering digunakan dalam mendeteksi adanya autokorelasi dalam suatu model adalah dengan cara tes Durbin Watson. Nilai statistik DW berada pada kisaran 0 sampai 4. Jika hasilnya mendekati angka 2 maka artinya adalah menunjukan bahwa dalam model tidak ada autokorelasi ordo kesatu Juanda, 2009. Pada minitab bisa dengan menggunakan run test dengan memasukan nilai residualnya. Jika nilai p value lebih besar dari 0,1 berarti terpenuhi tidak ada masalah autokorelasi.

V. GAMBARAN UMUM

5.1. Sejarah Lokasi Penelitian

Berdasarkan artikel sejarah dan wawancara yang diperoleh dari tokoh sejarah setempat, wilayah Jatinegara identik dengan Meester Cornelis. Meester Cornelis merupakan anak dari keluarga kaya asal pulau Lontar, Banda, Maluku yang datang ke kawasan Jatinegara pada abad ke-17. Pada zaman itu Belanda menguasai wilayah Jatinegara dan sekitarnya. Sejarah kehadiran Cornelis dimulai pada tahun 1661. Dialah yang membuka kawasan hutan jati di kawasan yang saat ini lebih dikenal sebagai Jatinegara. Dia juga dikenal sebagai guru agama. Jabatannya sebagai guru agama itulah yang membuat Cornelis mendapat tambahan gelar “Meester” di depan namanya. Mester merupakan nama seorang guru agama yang pertama kali membangun serta mengembangkan wilayah Jatinegara. “Meester” sendiri artinya ialah “Tuan Guru”. Sejak akhir abad 17, Meester Cornelis mulai menguasai tanah di kawasan hutan jati itu. Masyarakat pada saat itu pun menyebutnya dengan kawasan Meester Cornelis. Kawasan hutan jati yang dibuka Meester Cornelis perlahan berkembang jadi kota Batavia yang akan menjadi cikal bakal Betawi. Pada tahun 1924, Mester dijadikan sebagai nama kabupaten, yang terbagi dalam empat kawedanan. Kawedanan Meester Cornelis, Kebayoran, Bekasi, dan Cikarang. Kawasan Mester kemudian berganti nama menjadi Jatinegara setelah zaman Kolonial Belanda yang digantikan oleh pendudukan Jepang. Pergantian nama tersebut adalah untuk menghilangkan identitas Belanda. Karena nama Mester dianggap terlalu bernuansa Belanda oleh pemerintah Jepang. Asal mula nama Jatinegara sendiri berarti ‘Negara yang sejati’. Namun pada versi lain mengatakan nama Jatinegara diambil karena wilayah tersebut dulunya merupakan hutan Jati yang lebat sebelum dibuka oleh Mester. Hingga saat ini, kawasan Jatinegara ramai dengan hiruk-pikuk aktivitas perdagangan. Nama sang Guru besar, Mester juga masih dikenang oleh masyarakat sekitar. Mayoritas masyarakat sekitar hanya mengenal Mester sebagai nama wilayah, dan bukan sosok penting yang membangun Jatinegara dari nol. Gedung yang pernah menjadi rumah kediaman Mester Cornelis pun, sempat dibiarkan tak terurus. Hingga pada tahun 2009 pemerintah mengambil alih dan merenovasinya