V. GAMBARAN UMUM
5.1. Sejarah Lokasi Penelitian
Berdasarkan artikel sejarah dan wawancara yang diperoleh dari tokoh sejarah setempat, wilayah Jatinegara identik dengan Meester Cornelis. Meester
Cornelis merupakan anak dari keluarga kaya asal pulau Lontar, Banda, Maluku yang datang ke kawasan Jatinegara pada abad ke-17. Pada zaman itu Belanda
menguasai wilayah Jatinegara dan sekitarnya. Sejarah kehadiran Cornelis dimulai pada tahun 1661. Dialah yang membuka kawasan hutan jati di kawasan yang saat
ini lebih dikenal sebagai Jatinegara. Dia juga dikenal sebagai guru agama. Jabatannya sebagai guru agama itulah yang membuat Cornelis mendapat tambahan
gelar “Meester” di depan namanya. Mester merupakan nama seorang guru agama yang pertama kali membangun serta mengembangkan wilayah Jatinegara.
“Meester” sendiri artinya ialah “Tuan Guru”. Sejak akhir abad 17, Meester Cornelis mulai menguasai tanah di kawasan hutan jati itu. Masyarakat pada saat itu pun
menyebutnya dengan kawasan Meester Cornelis. Kawasan hutan jati yang dibuka Meester Cornelis perlahan berkembang jadi kota Batavia yang akan menjadi cikal
bakal Betawi. Pada tahun 1924, Mester dijadikan sebagai nama kabupaten, yang terbagi dalam empat kawedanan. Kawedanan Meester Cornelis, Kebayoran,
Bekasi, dan Cikarang. Kawasan Mester kemudian berganti nama menjadi Jatinegara setelah zaman
Kolonial Belanda yang digantikan oleh pendudukan Jepang. Pergantian nama tersebut adalah untuk menghilangkan identitas Belanda. Karena nama Mester
dianggap terlalu bernuansa Belanda oleh pemerintah Jepang. Asal mula nama Jatinegara sendiri berarti ‘Negara yang sejati’. Namun pada versi lain mengatakan
nama Jatinegara diambil karena wilayah tersebut dulunya merupakan hutan Jati yang lebat sebelum dibuka oleh Mester. Hingga saat ini, kawasan Jatinegara ramai
dengan hiruk-pikuk aktivitas perdagangan. Nama sang Guru besar, Mester juga masih dikenang oleh masyarakat sekitar.
Mayoritas masyarakat sekitar hanya mengenal Mester sebagai nama wilayah, dan bukan sosok penting yang membangun Jatinegara dari nol. Gedung
yang pernah menjadi rumah kediaman Mester Cornelis pun, sempat dibiarkan tak terurus. Hingga pada tahun 2009 pemerintah mengambil alih dan merenovasinya