9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teoritik
1. Hasil Belajar
Hilgrad dalam Anitah 2008: 2.4 mengungkapkan learning is the process by which an activity originates or changed through training procedures wether in
the laboratory or in the natural environment as distinguished from changes by factors not attributable to training. Bagi Hilgrad, belajar itu adalah proses
perubahan tingkah laku yang terjadi melalui latihan. Menurut Anitah 2008: 2.5 belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru. Dapat dikaji bahwa perubahan itu diperoleh melalui proses latihan dan
bersifat adanya penambahan dari perilaku sebelumnya yang lebih baik dan cenderung menetap tahan lama dan tidak mudah dilupakan. Perubahan tersebut
terjadi secara menyeluruh meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Walaupun terkadang hanya nampak salah satu saja yang domain. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa belajar matematika adalah kegiatan yang dapat merubah tingkah laku manusia menjadi lebih baik dalam memecahkan masalah yang
berkaitan dengan konsep matematika dengan melalui proses latihan. Menurut Gagne dalam Anitah, dkk 2008: 2.17, sebagai suatu proses
belajar ada delapan tipe belajar dari mulai tipe belajar yang sederhana sampai tipe belajar yang kompleks.
10 a. Belajar isyarat. Bentuk belajar ini yang paling sederhana, yaitu memberikan
reaksi terhadap perangsang, misalnya reaksi mata mengedip ketika kemasukan debu. Contoh dalam pembelajaran adalah ketika guru matematika
mengajarkan materi
menggunakan strategi
pembelajaran yang
menyenangkan, maka sebagai reaksinya siswa akan menyukai pelajaran matematika.
b. Belajar mereaksi perangsang melalui penguatan, yaitu memberikan reaksi yang
berulang-ulang manakala
terjadi penguatan.
Contoh dalam
pembelajaran, yaitu siswa diberi penguatan berupa pujian ketika mencoba untuk menjawab pertanyaan, maka siswa akan berusaha mengulang perilaku
tersebut. c. Belajar membentuk rangkaian, yaitu belajar menghubung-hubungkan gejala
yang satu dengan yang lain sehingga menjadi rangkaian yang berarti. Contoh dalam pembelajaran, misalnya siswa belajar perkalian. Pertama, siswa belajar
berhitung menjumlahkan 2 angka terlebih dahulu, lalu belajar menjumlahkan lebih dari 2 angka, baru kemudian belajar menjumlahkan berulang
perkalian. d. Belajar asosiasi verbal, yaitu memberikan reaksi dalam bentuk kata-kata, atau
bahasa terhadap rangsangan yang diterimanya. Contoh dalam pembelajaran, guru bertanya, “apa yang dimaksud dengan pembagian?” siswa menjawab,
“pengurangan berulang”.
11 e. Belajar membedakan hal yang majemuk, yaitu memberikan reaksi yang
berbeda terhadap perangsang yang diterimanya. Contoh dalam pembelajaran, siswa mampu membedakan bangun ruang berdasarkan sifat-sifatnya.
f. Belajar konsep, yaitu menempatkan objek menjadi satu klasifikasi tertentu. Contoh dalam pembelajaran, siswa mampu menyebutkan benda-benda yang
menyerupai bangun ruang kubus. g. Belajar prinsip, yaitu menghubungkan beberapa konsep. Contoh, rumus
volume kubus adalah sisi x sisi x sisi. h. Belajar memecahkan masalah, yaitu menggabungkan beberapa prinsip untuk
memecahkan masalah. Contoh kemampuan untuk menghitung volume kolam renang yang berbentuk kubus yang akan dipasang keramik.
Kedelapan tipe belajar di atas tersusun secara hierarki, yaitu dari belajar yang paling sederhana hingga belajar yang paling kompleks, yang memberi
petunjuk bagaimana terjadinya proses belajar, bukan petunjuk mengenai hasil belajar yang harus dicapai siswa.
Menurut Piaget Pitajeng; 2006: 28 perkembangan belajar matematika anak melalui 4 tahap yaitu tahap konkret, semi konkret, semi abstrak, dan abstrak.
a. Tahap Konkret Kegiatan yang dilakukan anak adalah untuk mendapatkan pengalaman
langsung atau memanipulasi objek-objek konkret. Contohnya, mengajarkan konsep penjumlahan dengan menghitung buah jeruk asli yang ditambahkan.
12 b. Tahap Semi Konkret
Pada tahap ini sudah tidak perlu memanipulasi objek-objek konkret lagi seperti pada tahap konkret, tetapi cukup dengan gambaran dari objek yang
dimaksud. Contoh, siswa belajar penjumlahan menggunakan jeruk mainan dari plastik.
c. Tahap Semi Abstrak Anak memanipulasi atau melihat tanda sebagai ganti gambar untuk dapat
berpikir abstrak. Contoh, siswa belajar penjumlahan dengan mengamati gambar jeruk di sebuah kertas.
d. Tahap Abstrak Anak mampu berpikir secara abstrak dengan melihat simbol tanpa kaitan
dengan objek konkret. Contoh, siswa sudah memahami 2 + 3 = 5. Jadi, untuk mengajarkan anak tentang materi penjumlahan bilangan bulat
pada tahap permulaan sebaiknya menggunakan benda-benda konkret sampai akhirnya siswa memahami konsep abstraknya.
Untuk mengukur kemampuan siswa setelah mengikuti pembelajaran, maka diperlukan pembanding kemampuan sebelumnya dengan kemampuan setelah
mengikuti pembelajaran. Perbandingan tersebut dapat dilihat melalui hasil belajar. Hasil belajar menurut Anitah, dkk 2008: 2.19 merupakan kulminasi dari
suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku yang baru dari siswa yang bersifat positif, menetap,
dan komprehensif.
13 Hal tersebut didukung oleh pendapat Sudjana 2009: 3 yang menyatakan
bahwa hasil belajar siswa hakikatnya adalah perubahan tingkah laku siswa setelah mengalami proses belajar. Tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian
yang luas mencakup segi kognitif, afektif, dan psikomotoris siswa. Menurut pendapat Anitah, dkk dan Sudjana di atas dapat dikaji bahwa
keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari perubahan tingkah laku siswa yang menjadi lebih baik setelah mengalami proses belajar mengajar, baik
dari segi kognitif pengetahuan, afektif sikap, dan psikomotor tingkah laku siswa. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan secara seksama supaya perilaku
tersebut dapat dicapai sepenuhnya dan menyeluruh oleh siswa. Dalam melaksanakan pembelajaran, selalu saja ditemukan berbagai
kelemahan sehingga hasil belajar mengajar menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu, perlu diadakan perbaikan proses belajar mengajar. Tanpa adanya refleksi,
tidak mudah untuk mengetahui aspek-aspek pembelajaran mana yang harus diperbaiki. Refleksi terhadap proses pembelajaran ini dapat dilakukan melalui
penilaian hasil belajar. Evaluasi menurut Uno dan Koni 2013: 3 adalah pemberian makna atau
ketetapan kualitas hasil pengukuran dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Hasil pengukuran tersebut biasanya
berupa angka ataupun pernyataan yang mencerminkan tingkat penguasaan materi, atau yang lebih dikenal dengan prestasi belajar.
Penilaian hasil belajar menurut Sudjana 2009: 3 adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu.
14 Pendapat Sudjana tersebut sejalan dengan pendapat Akbar 2013: 88 yang
menyatakan bahwa penilaian pembelajaran adalah proses memberi nilai berdasarkan hasil pengukuran dengan kualitas nilai tertentu.
Dapat dikaji berdasarkan pendapat Sudjana dan Akbar bahwa penilaian pembelajaran digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa menurut kriteria
penilaian tertentu. Misal, penilaian hasil evaluasi dengan rentang skor 81-100 dinilai baik sekali, rentang skor 61-80 dinilai baik, rentang skor 41-60 dinilai
cukup, rentang skor 21-40 dinilai kurang, dan rentang skor 0-20 dinilai kurang sekali.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar adalah perubahan perilaku siswa setelah mengalami proses belajar mengajar. Perubahan
perilaku tersebut dilihat baik dari segi kognitif, afektif, maupun psikomotor siswa. Jadi, penilaian hasil belajar itu didasarkan pada perubahan tingkah laku siswa
setelah mengalami proses belajar mengajar. Berdasarkan pengertian penilaian hasil belajar dari berbagai pendapat di
atas, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian hasil belajar matematika adalah proses menentukan nilai berdasarkan kriteria tertentu untuk melihat perubahan
tingkah laku siswa setelah mengikuti proses pembelajaran matematika. Setelah guru melakukan kegiatan belajar mengajar, pada tahap akhir
pembelajaran guru melakukan penilaian hasil belajar. Menurut Sudjana 2009: 4, tujuan penilaian adalah untuk:
a. mendeskripsikan kecakapan belajar para siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dalam berbagai bidang studi atau mata
pelajaraan yang ditempuhnya;
15 b. mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah,
yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan;
c. menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta
strategi pelaksanaannya; d. memberikan pertanggungjawaban accountability dari pihak sekolah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Dari tujuan penilaian di atas, adanya penilaian adalah untuk mengetahui
keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan
pendidikan yang diharapkan. Setelah mengetahui hasil pembelajaran, hendaknya sebuah penilaian diikuti dengan tindak lanjut nyata, supaya diketahui mana
strategi pembelajaran yang salah dan lemah yang harus diperbaiki agar dapat mencapai tujuan atau kompetensi yang telah ditetapkan.
2. Alat Peraga Matematika