Nilai PER Kualitas Protein TPLK dan TPL

menentukan kemampuan protein dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan serta kebutuhan khusus untuk pertumbuhan, kehamilan atau laktasi.

5.2.1. Nilai PER

Metode PER dilakukan melalui pengukuran pertumbuhan mencit. Nilai PER mengukur berat badan serta protein yang dikonsumsi oleh mencit. Nilai yang dihitung kemudian dibandingkan dengan nilai standar yaitu 2,5. Setiap nilai yang melebihi standard dianggap sebagai sumber protein yang sangat baik. Nilai PER yang baik memberikan ukuran pertumbuhan pada mencit tetapi tidak memberikan korelasi yang kuat terhadap pertumbuhan manusia Hoffman,J. dkk, 2004. Oleh karena itu, FAOWHO telah memperkenalkan metode Protein Digestibility-Corrected Amino Acid Score PDCAAS yang disetujui secara internasional untuk penilaian kualitas protein dikarenakan PDCAAS didasarkan pada skor dari hasil perbandingan asam amino pembatas dengan pola referensi asam amino menurut usia sehingga dapat memprediksi nilai biologis atau kemampuan penyerapan protein untuk memenuhi kebutuhan asam amino manusia. Skor tersebut kemudian dikoreksi untuk memberikan nilai PDCAAS yang diasumsikan dapat memprediksi pemanfaatan protein dalam tubuh. Metode PCAAS memiliki pendekatan sederhana dan ilmiah untuk evaluasi rutin kualitas protein makanan. Metode ini mudah digunakan sebagai faktor koreksi tambahan dalam prosedur evaluasi berdasarkan kualitas dan kuantitas protein untuk menggantikan metode PER menurut usia sehingga dapat mewakili kebutuhan manusia serta perkiraan daya cerna protein suatu pangan WHO, 2007. Universitas Sumatera Utara Dari hasil perhitungan rata-rata PER pada ransum whey, tepung TPLK dan TPL diperoleh hasil bahwa PER pada tepung TPLK 1,28 lebih tinggi dibandingkan pada tepung TPL 0,94 dan ransum whey 0,12. Hal ini menggambarkan bahwa kombinasi protein hewani dan nabati pada tepung TPLK dapat dicerna lebih baik. Namun, berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap nilai PER pada ketiga kelompok mencit yang diberikan ransum whey, TPLK dan TPL dengan F Hitung 1,88 ternyata lebih kecil dari F Tabel 5,14 yang bermakna bahwa pemberian ketiga ransum pada setiap kelompok mencit tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan mencit. Jika diamati lebih lanjut, hasil yang diperoleh pada ransum whey sebagai control juga menghasilkan nilai PER yang rendah. Hal ini menjelaskan bahwa penggunaan ransum whey yang telah terbukti memiliki kualitas protein yang baik ternyata menghasilkan PER yang rendah pada penelitian ini. Kualitas protein yang rendah pada ransum whey, tepung TPLK dan tepung TPL disebabkan karena sedikitnya ransum yang dikonsumsi oleh mencit pada ketiga kelompok tersebut sehingga menyebabkan pertambahan berat badan yang sangat sedikit dan menghasilkan nilai PER yang rendah. Bukusuba, J. dkk 2008 melakukan penelitian yang sama namun menggunakan hewan uji tikus untuk perhitungan daya cerna pada makanan. Uji kualitas makanan dilakukan pada formula makanan tambahan bagi balita gizi buruk di Uganda dari campuran bahan dasar pisang dan kacang kedelai yang disubstitusi dengan tepung biji Sesame Sesame indicum dengan komposisi 67:16,5:16,5, Universitas Sumatera Utara dengan kasein 10 protein sebagai control. Dari penelitian tersebut dihasilkan PER yang tinggi pada ransum control kasein sebesar 2.11, PER pada campuran pisang-kedelai sebagai bahan dasar sebesar 0,73 dan PER pada campuran pisang- kedelai-tepung biji sesame sebesar 1,43. Jika dibandingkan dengan nilai PER tersebut, ternyata nilai PER yang diperoleh dari tepung TPL dan TPLK tidak jauh berbeda yaitu 0,94 dan 1,28. Namun, jika dibandingkan dengan standard MP-ASI menurut SK Menkes RI 2007 mengenai komposisi protein dalam 100 gram MP-ASI bubuk instan, kualitas protein TPLK dan TPL belum memenuhi standar kualitas protein MP-ASI karena kurang dari 70 kasein PER=1,75.

5.2.2. Nilai BV