jasa bengkel tersebut. Misalkan perlengkapan bengkel yang hanya melayani servis umum kendaraan dengan bengkel yang melayani servis
umum dan pengecatan akan berbeda. Dengan demikian kelengkapan sarana dan prasarana bengkel akan disesuaikan dengan bidang
jasaproduksi suatu bengkel tersebut. Hasil yang sama juga dialami di STM Negeri 1 Surakarta dalam penelitian yang dilakukan oleh Supardi
1996 yang menyatakan bahwa latihan kerja siswa di industri didukung dengan fasilitas kerja sehari-hari yang telah ada sebelumnya, sehingga
beberapa industri terbukti memiliki tingkat kesiapan kelengkapan fasilitas sangat rendah.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dari 24 DUDI yang digunakan untuk melaksanakan Prakerin, 1 bengkel dengan kategori
rendah, 5 bengkel kategori sedang, 8 bengkel kategori tinggi, dan 10 bengkel kategori sangat tinggi. Meskipun cukup banyak bengkel yang
mendapatkan predikat kategori sedang, tinggi, dan sangat tinggi, namun diperlukan perbaikan dan catatan khusus tentang fasilitas praktik yang
ada.
3. Pelaksanaan Prakerin di DUDI
Kegiatan di DUDI yang dilaksanakan oleh siswa pada dasarnya merupakan keahlian kompetensi industri yang belum didapatkan di
sekolah. Pokok dari pelaksanaan prakerin adalah membentuk iklim kerja pada peserta didik melalui berbagai ketrampilan tambahan di industri
sehingga ketika lulus nanti sudah memiliki gambaran tentang iklim kerja
di DUDI. Berbagai kegiatan yang dilakukan diantaranya meliputi aspek teknis dan aspek non teknis. Aspek teknis meliputi pelaksanaan
kompetensi keahlian kejuruan seperti perbaikan sistem rem, sistem pendinginan, sistem kelistrikan, servis ringan, dll. Sedangkan aspek non
teknis meliputi kedisiplinan, kualitas kerja, kerja sama, kuantitas, dll. Berdasarkan data hasil penelitian, rata-rata komponena aspek
keahlian praktik industri mencapai tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 88,69 sedangkan aspek sikap dan perilaku kerja mencapai tingkat
pelaksanaan sangat tinggi yaitu 83,89. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak industri, sebagian besar siswa sudah mempunyai bekal
yang cukup sebelum melaksanakan prakerin namun dirasa masih kurang karena pelaksanaan prakerin dilaksanakan pada tahun kedua semester
pertama sehingga bekal yang didapatkan tentang kompetensi keahlian masih sedikit. Selain itu pada industri yang berskala besar siswa yang
melaksanakan prakerin terdapat instruktur yang mendampingi siswa tersebut sehingga apabila ada pemasalahan atau pertanyaan dapat
dikonsultasikan dengan pembimbingnya langsung. Pemilik perusahaan tidak menjadi pembimbing langsung namun menunjuk staff atau
karyawannya, sedangkan pada industri kecil pemilik bengkel yang juga sebagai mekanik juga bertindak langsung sebagai pembimbing siswa.
Sebagian besar siswa dalam satu tempat mengerjakan kompetensi yang sama, sedangkan volume kegiatan di tiap lokasi DuDI tidak sama. Hal
ini tergantung pada tingkat skala DUDI tersebut, hal ini juga sama
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi 1996 yang menyimpulkan bahwa komponen kegiatan yang dilakukan beberapa
siswa di suatu industri adalah sejenis. Kegiatan siswa di industri dilakukan secara berkelompok dengan tempat, waktu, dan jenis kegiatan
yang sama. Hal ini sesuai dengan data dari jurnal kegiatan maupun lembar isian kegiatan yang diberikan pada siswa.
Apabila ditinjau dari aspek perilaku siswa, rata-rata perilaku siswa di DUDI menunjukkan tingkat perilaku mencapai 83,89 kategori sangat
tinggi. Aspek perilaku siswa meliputi kedisiplinan, tanggung jawab, kualitas kerja, kerja sama, dan keselamatan kerja atau penggunaan SOP
yang berlaku. Apabila ditinjau dari perilaku siswa di masing-masing DUDI, tingkat perilaku siswa tertinggi mencapai 100 sangat tinggi
yang terdapat di lima DUDI. Sedangkan aspek perilaku terendah yaitu 60 kategori tinggi. Berdasarkan wawancara dengan industri,
kedisiplinan siswa masih kurang diantaranya adalah keterlambatan siswa dalam masuk kerja dan kehadirannya. Selain itu siswa dalam
melaksanakan pekerjaannya juga masih kurang memperhatikan SOP yang berlaku. Hal tersebut hendaknya menjadi perhatian yang serius dari
pihak industri maupun sekolah dikarenakan salah satu tujuan dari prakerin adalah membentuk perilaku kerja di setiap siswa. Apabila
mereka sudah terbiasa santai pada saat prakerin maka ketika sudah terjun di dunia kerja yang sesungguhnya nanti mereka juga akan melakukan hal
yang sama. Solusi yang bisa ditempuh diantaranya adalah mencarikan
lokasi DUDI yang berskala menengah ke atas sehingga iklim kerja akan terbentuk di sana.
4. Monitoring