PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI KENDARAAN RINGAN SMK NEGERI 3 PACITAN.

(1)

1 A. Latar Belakang

Pendidikan adalah proses yang tidak akan ada hentinya, sejak seseorang dilahirkan hingga akhir hayatnya. Pendidikan merupakan elemen yang penting bagi berlangsungnya hidup suatu bangsa. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan manusia yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan peranannya dalam masyarakat. Pendidikan menjadi tolok ukur keberhasilan suatu bangsa. Pembangunan akan maju apabila didukung dengan pendidikan yang bermutu. Pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pembelajaran berlangsung efektif dan peserta memperoleh pengalaman yang bermakna bagi dirinya. Di dalam Undang–Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 dikemukakan pengertian dari pendidikan yaitu:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Bangsa kita dituntut untuk dapat mempersiapkan diri khususnya dalam mempersiapkan SDM yang unggul, padahal faktor utama yang menentukan mampu tidaknya bersaing adalah SDM yang memiliki kompetensi, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mampu menghasilkan produk unggul. Karena itu, mempersiapkan SDM harus dilaksanakan secara sungguh dan terencana dengan baik. Jenis pendidikan yang dibutuhkan untuk situasi seperti sekarang adalah pendidikan yang dapat membekali peserta didik, melalui ketramplian aplikatif yang dikemudian hari bisa dirasakan dalam lingkungan masyarakat. Eksistensi pendidikan akan menentukan kualitas sumber daya manusia. Indikasi sumber daya manusia yang berkualitas salah satunya adalah terbentuknya tenaga kerja profesional yakni terampil dan ahli dalam bidangnya. Salah


(2)

satu lembaga pendidikan yang menghasilkan tenaga profesional adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan disebutkan juga bahwa Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, ahklak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.

Pendidikan profesionalisme tidak dapat sepenuhnya dapat dilakukan oleh sekolah. Kegiatan profesional bisa dicapai salah satunya melalui kegiatan langsung melakukan kegiatan sesungguhnya. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan menggariskan bahwa arah pengembangan pendidikan kejuruan pada SMK akan dibangun dan didorong sehingga mampu menuntaskan misinya dengan tujuan yang terukur, yaitu : (1) menghasilkan lulusan yang memiliki bekal ketrampilan kompetensi tertentu, (2) menghasilkan lulusan yang profesional untuk dapat mengisi keperluan industrialisasi dan pembangunan nasional, dan (3) menghasilkan lulusan yang mampu mengikuti perkembangan iptek dan mampu meningkatkan kualitas dirinya secara berkelanjutan.

Pada sisi lain, keadaan pendidikan kejuruan yang ada saat ini cukup memprihatinkan. Keadaan ini ditandai dengan adanya isu bahwa terdapat kesenjangan antara pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki lulusan pendidikan kejuruan dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Slamet (dalam Warseno, 1997) yang mengatakan bahwa penyiapan tenaga kerja lewat jalur pendidikan kejuruan masih mengandung banyak kelemahan, baik tingkat konsep maupun pada praktiknya.

Salah satu pembaharuan yang telah dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mencanangkan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yaitu sebuah sistem program


(3)

pembelajaran siswa diluar sekolah yang disusun bersama-sama antara sekolah dengan dunia kerja yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan sebagai kontribusi nyata dunia kerja terhadap pengembangan program pendidikan di SMK. Pendidikan Sistem Ganda merupakan salah satu model pendidikan yang dipandang mampu menjembatani dan paling efektif untuk mendekati kesesuaian antara penyediaan dan permintaan (supply and demand) ketenagakerjaan (Dit. Dikmenjur, 1993 : 3). Sistem ini juga sesuai dengan kebijaksanaan Kementrian Pendidikan tentang keterkaiatan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dan dunia industri. Pendidikan Sistem Ganda memiliki tujuan-tujuan penting sehingga bisa membentuk lulusan yang berkualitas diantaranya adalah memberikan gambaran awal tentang dunia kerja dan memberikan wawasan baru yang tidak di dapat di bangku sekolah. Pendidikan Sistem Ganda merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk menyelaraskan atau membandingkan ilmu yang sudah didapat di sekolah dengan yang ada di lapangan. Dalam kegiatan Pendidikan Sistem Ganda ini para siswa dituntut untuk mampu hidup ditengah – tengah masyarakat dan secara langsung mengidentifikasi serta menangani masalah – masalah yang dihadapi. Oleh karena itu Pendidikan Sistem Ganda ini sangat penting bagi para siswa, karena dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat serta lapangan pekerjaan yang semakin sulit. Maka diharapkan dengan adanya Pendidikan Sistem Ganda ini para siswa mendapat pengalaman serta pengetahuan yang lebih luas dalam dunia kerja yang nantinya setelah keluar sekolah dapat temotivasi untuk memciptakan lapangan kerja sendiri. Saat ini salah satu program yang merupakan bagian dari pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda adalah Praktek Kerja Industri atau lebih dikenal denga Prakerin.

Sebagai gambaran penelitian ini mengambil SMK Negeri 3 Pacitan. Sekolah yang awalnya merupakan SMP N 5 Pacitan / SLTP 5 Pacitan ini beralih fungsi menjadi SMK


(4)

N 3 Pacitan pada tanggal 08 Januari 2002 yang beralamat di Jl. Letjend Soeprapto No. 47 Pacitan Jawa Timur tersebut kini semakin maju dan semakin menjadi salah satu sekolah kejuruan bidang teknologi yang diminati oleh lulusan siswa menengah pertama. Mempunyai lima jurusan yaitu Teknik Mekanik Otomotif (Teknik Speda Motor dan Teknik Kendaraan Ringan), Teknik Audio Video, Teknik Jasa Boga, Teknik Busana Batik, dan Teknik Pengolahan Hasil Perikanan. Guna menunjang sarana belajar mengajar di SMK, pihak sekolah telah menyediakan berbagai fasilitas pendukung. Adapun fasilitas yang disediakan adalah Bengkel Otomotif + Unit Produksi, Bengkel Audio ,Video Lab Tata Busana + Unit Produksi, Lab Restoran + Unit Produksi, Lab Pengolahan Hasil Perikanan, lab Komputer, Hotspot Area, Radio Pendidikan MP3 FM, TV Edukasi, Bursa Kerja Khusus (BKK), peralatan musik lengkap, lapangan olah raga, ruangan ekstra kurikuler dan sarana umum lainnya.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan terhadap salah satu anggota kelompok kerja prakerin di SMK Negeri 3 Pacitan pada tanggal 9 Januari 2013 diketahui bahwa dalam proses pengelolaan Prakerin dilaksanakan kurang lebih sama dengan pelaksanaan tahun-tahun sebelumnya. Proses yang dilakukan meliputi pembentukan panitia, penyebaran angket wali murid, pemetaan awal, pembentukan pendamping Prakerin, pembekalan siswa, pelaksanaan, monitoring, pelaporan, dan evaluasi. Dalam pelaksanaannya permasalahan yang sering dihadapi adalah ketidakcocokan peserta dengan dunia usaha/industri, pembimbingan yang kurang optimal, dan tidak dilaksanakannya uji kompetensi. Tentunya permasalahan seperti di atas perlu ditindaklanjuti agar pelaksanaan program selanjutnya dapat berjalan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.


(5)

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini menjadi sangat penting untuk dilakukan terhadap pelaksanaan Prakerin pada jurusan Teknologi Kendaraan Ringan SMKN 3 Pacitan Jawa Timur.

B. Identifikasi Masalah

Masalah–masalah yang dapat diidentifikasi dalam penyelenggaraan Prakerin antara lain:

1. Pengelolaan Administrasi Prakerin

Kesiapan administrasi sangat diperlukan dalam menghadapi pelaksanaan Prakerin. Dengan handalnya administrasi atau manajemen sekolah akan memudahkan terjalinnya hubungan antara sekolah dan industri sebagai pasangannya. Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa tingkat kesiapan administrasi Prakerin mencapai rata-rata 69,33 % termasuk dalam kategori sedang. Aspek kesiapan perencanaan prosedur pelaksanaan Prakerin mencapai kategori sedang (58,33 %) dan aspek kesiapan pengarahan kepada siswa dalam rangka pembekalan baru mencapai tingkat sedang, yaitu 50 %. Dari gambaran tersebut seharusnya sekolah yang sudah menyelenggarakan Prakerin sejak lama dalam pengelolaan administrasi dapat optimal. Suharsimi Arikunto (1988:30) mengemukakan menurut pengertian modern administrasi adalah suatu usaha bersama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara efektf dan efisien menggunakan dana dan daya yang ada. Berdasarkan uraian tersebut seharusnya kesiapan administrasi Prakerin merupakan ketersediaan usaha dan kegiatan yang meliputi pengelolaan, pengaturan, dan manajemen untuk mencapai tujuan Prakerin secara efektif dan efisien yang berhubungan dengan kegiatan kantor atau tata usaha, yang ditandai dengan kesiapan prosedur perencanaan pelaksanaan Prakerin,


(6)

pembentukan organisasi dan penujukan personel pengelola Prakerin, adanya koordinasi pelaksanaan Prakerin, pelaksanaan pengarahan kepada siswa, dan kesiapan dana atau biaya Prakerin.

2. Kesiapan Guru Pembimbing

Sebagai usaha untuk mencapai tujuan pendidikan dalam pelaksanaan sistem ganda pada SMK, guru merupakan petugas yang sangat vital keberadaannya. Guru pembimbing mempunyai tugas mempersiapkan, mengarahkan, memotivasi, melatih, menilai, dan membimbing siswa peserta Prakerin dalam melaksanakan kegiatan komponen pendidikan (Dit. Dikmenjur, 1995 : 3). Untuk meningkatkan kemampuan pembimbing perlu kalangan industri membuka diri dan bersedia menerima dan melibatkan guru SMK pada industri.

Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menyimpulkan bahwa tingkat kesiapan guru pembimbing siswa peserta Prakerin mencapai rata-rata 73,21 %, dan belum ada aspek kesiapan yang mencapai 100%. Sedangkan menurut Wardiman Djojonegoro (dalam Warseno, 1997) bahwa salah satu kurang hambatan yang dialami pada pelaksanaan program Prakerin adalah kurangnya pengalaman dan kemampuan guru pembimbing dalam membimbing siswa di industri. Jujur diakui beberapa siswa SMK bahwa guru pembimbing Prakerin, kurang memberikan bimbingan walaupun terdapat jadwal yang sudah ditentukan. Hal ini dikarenakan kesibukan guru pembimbing di sekolah.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kesiapan guru pembimbing belum sepenuhnya optimal dan belum dapat melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Untuk dapat menjadi seorang guru pembimbing Prakerin, guru harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan ketentuan dari Depdikbud (Dit. Dikmenjur, 1995:3). Kemampuan guru pembimbing yang perlu dimiliki dalam hal ini meliputi sepuluh


(7)

jenis, yaitu : menguasai bahan, mengelola program mengajar, menggunakan media atau sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa, mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran. 3. Pembiayaan

Pelaksananaan Prakerin tentunya juga memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit guna menunjang program tersebut. Irwanto (2004) Pembiayaan pelaksanaan Prakerin meliputi operating cost dan capital cost. Operating cost merupakan biaya operasional pelaksanaan Prakerin, yang dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu : biaya persiapan meliputi pembekalan/orientasi, administrasi perizinan; biaya pelaksanaan ,meliputi honor dan transportasi pembimbing dalam melaksanakan monitoring, asuransi peserta; biaya uji kompetensi, yaitu honor penguji, sertifikasi, administrasi dan evaluasi kegiatan. Sedangkan capital cost merupakan biaya tetap yang harus ada dalam pelaksanaan Prakerin. Biaya ini meliputi fasilitas, bahan dan alat yang dibutuhkan dalam pelaksanaan Prakerin di industri. Mengingat aktivitas praktik sebagian besar dilakukan di dunia usaha/industri, maka capital cost pada dasarnya ditanggung oleh industri terkait.

Menurut (Djauhari, 1997:19) mengatakan bahwa pembiayaan pendidikan kejuruan dibagi menjadi dua yaitu: (1) segala bentuk pembiayaan yang diakibatkan oleh pelatihan yang diselenggarakan di perusahaan ditanggung oleh perusahaan; dan (2) segala bentuk pembiayaan yang dibutuhkan untuk pendidikan di sekolah kejuruan ditanggung oleh pemerintah. Penelitian yang dilakukan oleh Sophia Daitupen (1997) menunjukkan bahwa dana untuk pembiayaan operasional pelaksanaan Prakerin STM Budya Wacana dan STM Panca Sakti mendapat dana khusus dari yayasan, namun karena keterbatasan dana tersebut sekolah masih memungut iuran dari orang tua


(8)

siswa. Seharusnya kalau kita mengacu sesuai peraturan yang ada telah disebutkan bahwa Berdasarkan Permendiknas No 69 Tahun 2009 Tentang Standar Biaya Operasi Nonpersonalia Untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB), dan Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB), Biaya operasi nonpersonalia meliputi: biaya alat tulis sekolah (ATS), biaya bahan dan alat habis pakai (BAHP), biaya pemeliharaan dan perbaikan ringan, biaya daya dan jasa, biaya transportasi/perjalanan dinas, biaya konsumsi, biaya asuransi, biaya pembinaan siswa/ekstra kurikuler, biaya uji kompetensi, biaya praktek kerja industri, dan biaya pelaporan. Biaya praktek kerja industri (prakerin) adalah biaya untuk penyelenggaraan praktek industri bagi peserta didik SMK.

Dari uraian tersebut sudah jelas bahwa tentunya segala pembiayaan operasional pelaksanaan Prakerin seperti buku panduan, buku kegiatan, surat menyurat, monitoring, evaluasi, uji kompetensi, dan sertifikat sepenuhnya diusahakan oleh sekolah dari alokasi dana yang sudah direncanakan sebelumnya sehingga tidak memberikan beban baru pada siswa calon peserta PSG.

4. Pelaksanaan Prakerin

Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan mengacu pada PP No. 17 Tahun 2010 sebagai acuan atau standar minimum yang harus dicapai. Isi program pendidikan dan pelatihan kejuruan tersebut harus disesuaikan dan diselaraskan dengan tuntutan lapangan kerja. Penyesuaian tersebut dilakukan bersama oleh SMK dengan institusi pasangannya dan hasilnya disepakati untuk dilaksanakan secara konsekuen. Kesepakatan program pendidikan dan pelatihan tersebut paling tidak


(9)

meliputi : (1) standar akan dilaksanakan de dituntut dengan dunia dan pelatihan diperlu yang telah ditetapka pasangan SMK juga terdapat sinkronisasi program/kurikulum p kapasitas mitra industr Menurut Direk (2008:2), Perancangan dalam pembelajaran, yang sesuai. Rancang kesiapan dunia kerja Hal ini diperlukan a prakerin tepat sasaran bawah menunjukkan a

Dari diagram prakerin perlu dilaku

ar kemampuan tamatan program pendidikan d dengan Prakerin harus jelas mengacu pada ia kerja, atau persyaratan profesi tertentu, (2) lukan untuk mencapai penguasaan standar ke kan. Maka dari itu kesiapan mitra industri ga harus diperhatikan. Perancangan ini per

i antara kesiapan mitra industri dengan sekol pelaksanaan Prakerin yang telah dirancan

stri terkait.

rektorat Pembinaan Sekolah Menengah Ke an program prakerin tidak terlepas dari imple , yang membutuhkan metode, strategi dan ev ngan prakerin sebagai bagian pembelajaran pe ja mitra dalam melaksanakan pembelajaran ko

agar dalam pelaksanaannya, penempatan pe ran sesuai dengan kompetensi yang akan dipe n alur kerja perancangan program prakerin.

Gambar 1. Diagram Alir Prakerin

di atas menunjukkan bahwa dalam pera kukan analisis terhadap kemampuan-kemam

n dan pelatihan yang da pencapaian yang ) standar pendidikan kemampuan tamatan tri sebagai institusi erlu dilakukan agar olah. Hal ini supaya cang sesuai dengan

ejuruan Depdiknas lementasi silabus ke evaluasi pelaksanaan perlu memperhatikan kompetensi tersebut. peserta didik untuk ipelajari. Diagram di

erancangan program ampuan yang harus


(10)

dikuasai peserta didik berdasarkan tuntutan standar kompetensi/ kompetensi dasar yang tertera dalam silabus. Analisis dimaksudkan untuk mendapatkan informasi kompetensi apa saja yang dapat dipelajari di sekolah dengan fasilitas yang tersedia dan kompetensi apa saja yang dipelajari di dunia kerja. Sedangkan khusus untuk pelaksanaan Prakerin di SMK materi/isi pendidikan dan pelatihan meliputi lima komponen pokok (Faozan Alfi, 1992:21), yaitu : (1) komponen pendidikan umum (normatif), dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik, yang memiliki karakter sebagai warga negara dan bangsa Indonesia, (2) komponen dasar penunjang (adaptif), untuk memberi bekal penunjang bagi penguasaan keahlian profesi, dan bekal kemampuan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahun adan teknologi, (3) komponen teori kejuruan, untuk membekali pengetahun tentang dunia teknik dasar keahlian kejuruan, (4) komponen praktik dasar profesi, yaitu berupa latihan kerja untuk menguasai teknik bekerja secara baik dan benar sesuai dengan tuntutan persyaratan keahlian profesi, (5) komponen keahlian praktik profesi, yang berupa kegiatan bekerja secara terpogram dalam situasi sebenarnya untuk mencapai tingkat keahlian dan sikap kerja profesional.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa aspek faktor penilaian terhadap pendukung dan partisipasi pihak industri menilai baru mencapai tingkat sedang (40,00 %). Artinya menurut pengetahuan pihak industri, bahwa faktor pendukung dan partisipasi terhadap program PSG baru sampai tingkat cukup dan masih harus ditambah lagi. Rendahnya penilaian pihak industri terhadap faktor pendukung dan partisipasi yang ada dapat berdampak buruk terhadap tanggung jawab dan kesediaan industri terhadap program pendidikan di waktu yang akan datang. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Supardi menunjukkan bahwa komponen kegiatan masing-masing industri pasangan juga berbeda-beda. Ada


(11)

beberapa industri hanya memberikan satu jenis komponen kegiatan saja, misalnya praktik dasar kejuruan atau praktik keahlian profesional. Ada beberapa industri yang memberikan hanya dua jenis komponen kegiatan, sedangkan beberapa industri yang lain memberikan lebih dari dua jenis komponen kegiatan, perbedaaan jenis komponen kegiatan Prakerin di industri ini dipengaruhi oleh bidang kerja industri yang bersangkutan. Industri yang melaksanakan proses produksinya dengan praktik keahlian profesional, siswa peserta Prakerin dilibatkan dalam praktik keahlian profesional juga.

Berdasarkan kenyataan pelaksanaan Prakerin di lapangan dapat diketahui bahwa mitra industri masih rendah tingkat kesiapannya dalam pelaksanaan Prakerin begitu juga dengan pelaksanaan komponen-komponen materi/isi pendidikan dalam pelaksanaan PSG mitra industri belum dapat melaksanakan sepenuhnya.

5. Kelengkapan Fasilitas Praktik di Dunia Usaha/industri

Kegiatan praktik dalam Prakerin dilakukan sepenuhnya di DU/DI. Untuk mendukung tercapainya pelajaraan praktik dibutuhkan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai seperti bahan praktik, alat-alat perkakas industri, mesin-mesin, dll. Apabila fasilitas praktik kurang memadai dan tidak lengkap sesuai kebutuhan di bidangnya, sangat mungkin terdapat banyak kelemahan dalam komponen praktik dasar kejuruan siswa. Fasilitas praktik suatu industri sangat ditentukan oleh jenis dan besarnya industri yang bersangkutan. Namun secara umum fasilitas praktik yang harus tersedia di dunia usaha/industri antara lain adalah ruang, alat, bahan, dan alat keselamatan kerja.

Penelitian yang dilakukan oleh Supardi (1996) menunjukkan bahwa tingkat kesiapan DU/DI pada faktor kelengkapan praktik baru mencapai tingkat sedang (51,43 %). Tingkat kesiapan paling tinggi dicapai pada asapek keadaan bahan


(12)

praktik yaitu 65 % dalam kategori tinggi. Sedangkan kesiapan paling rendah adalah pada aspek kelengkapan peralatan praktik yaitu 40 % termasuk dalam kategori sedang. Kelengkapan peralatan praktik yang dimaksud meliputi jumlah peralatan yang tersedia, adanya buku petunjuk pemakain alat (manual book), adanya lembar kerja (job sheet), gambar kerja atau sketsa-sketsa yang mendukung kegiatan praktik. Pihak Industri tidak menyediakan sarana khusus untuk latihan kerja siswa baik ruang, alat, bahan, maupun sarana lainnya. Jadi latihan kerja siswa di industri didukung dengan fasilitas kerja sehari-hari yang telah ada sebelumnya sehingga beberapa industri terbukti memiliki tingkatan kelengkapan fasilitas sangat rendah.

Kelengkapan fasilitas praktek di dunia usaha/industri juga harus disesuaikan dengan kompetensi yang ditetapkan. Peran kelompok kerja PSG dalam mencari mitra harus lebih ditingkatkan. Dunia usaha/industri yang akan dijadikan mitra usaha tentunya harus merupakan dunia industri yang memiliki komitmen ikut memajukan pendidikan dan tentunya yang memiliki fasilitas yang cukup memadai. Berdasarkan Keputusan Mendikbud No. 323/U/1997 diatur bahwa untuk dapat menjadi mitra industri sekolah yang menyelenggarakan PSG, harus memiliki tempat dan peralatan kerja dan memiliki instruktur atau pembimbing atau tenaga yang dapat melaksanakan tugas sebagai instruktur atau pembimbing. Lebih lanjut kelengkapan fasilitas praktek di SMK mengacu berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 40 Tahun 2008 tentang Standar Sarana dan Prasarana Sekolah Menegah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan (SMK/MAK).

6. Uji Kompetensi dan Sertifikasi Prakerin

Uji kompetensi adalah suatu proses pengukuran dan penilaian penguasaan keahlian seseorang, berdasarkan standar yang berlaku di lapangan pekerjaan tertentu dan atau atas dasar kesepakatan kebutuhan lapangan kerja tertentu (Depdikbud,


(13)

1996:4). Sertifikasi adalah pemberian sertifikat kepada tamatan atau siswa yang telah dapat menguasai kemampuan standar atau keahlian kejuruan yang diperoleh melalui ujian kompetensi (Depdikbud, 1995:8). Uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin perlu dilakukan pada siswa yang telah melaksanakan Prakerin sebagai bentuk upaya tingkat pencapaian kompetensi yang diharapkan. Salah satu tujuan uji kompetensi ini adalah untuk mengetahui ketercapaian kompetensi siswa selama melaksanakan PSG di dunia industri. Apabila dinyatakan lulus atau memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan maka siswa tersebut berhak untuk mendapatkan sertifikat kelulusan kompetensi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohadi (1999) menunjukkan bahwa kendala-kendala yang dihadapi oleh Jurusan Elektronika SMK se-Kotamadya Yogyakarta dalam pelaksanaan uji kompetensi antara lain adalah kurangnya perhatian serta peran serta pihak dunia usaha/industri. Hal ini terutama dapat dilihat dari peran dunia usaha/industri yang masih kurang dalam mempersiapkan materi ujian. Materi ujian yang seharusnya dikerjakan secara bersama oleh pihak sekolah dengan pihak industri, dalam kenyataannya hanya pihak sekolah saja yang secara bersungguh-sungguh mempersiapkannya sehingga bobot materi yang diujikan perlu dipertanyakan lebih lanjut. Warseno (1997) dari hasil penelitian yang dilakukannya menunjukkan bahwa pencapaian pelaksanaan sertifikasi PSG di jurusan bangunan sebanyak 2,81 %, listrik 3,1 %, mekanik umum 2,19 %, dan otomotif 2,19 %. Sedangkan besarnya presentase rerata adalah 13,13 %. Data tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan sertifikasi Prakerin di SMK 2 Klaten masih tergolong rendah. Hal yang sama juga dilami oleh SMK se-kodya Surabaya dalam penelitian yang dilakukan oleh Joko (1996) yang menyatakan bahwa evaluasi pelaksanaan Prakerin terkategori kurang baik.


(14)

Menurut Depdikbud (1995) pelaksanaan uji kompetensi adalah sebagai berikut : (1) materi ujian dikeluarkan oleh badan tertentu yang diakui sebagai badan yang mengeluarkan sertifikat, (2) pihak sekolah dan tim penguji merumuskan pengajaran bahan pelajaran dalam proses kegiatan belajar mengajar sebagai persiapan bagi calon peserta uji kompetensi, (3) perangkat soal ujian kompetensi disiapkan oleh unsur dunia industri, lembaga profesi, dan sekolah, (4) ujian kompetensi dilakukan bersama oleh sekolah, dunia industri, dan asosiasi profesi, (5) ujian kompetensi dilaksanakan secara bertahap sesuai daya kesiapan dan kemampuan sekolah. Bagi peserta didik yang dinyatakan lulus, akan diberikan sertifikat yang akan diterbitkan oleh Tim Uji Profesi. Sertifikat ini diharapkan selain menjelaskan keahlian profesional yang dikuasai oleh pemiliknya, sekaligus mengakui kewenangan pemilik sertifikat tersebut untuk melaksankan tugas pada bidang profesi tertentu.

Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin masih belum dilakukan secara optimal.

7. Monitoring dan Evaluasi

Dalam pelaksanaan program Prakerin, monitoring dan evaluasi perlu dilakukan sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan program selanjutnya. Monitoring merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh guru pembimbing untuk mengetahui sejauh mana keterlaksanaan Prakerin yang disepakati bersama antara sekolah dengan dunia kerja. Sedangkan evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui sejauh mana siswa peserta Prakerin mencapai tujuan (kemampuan yang diharapkan). Monitoring dilaksanakan bersama-sama antara guru pembimbing dengan instruktur dari dunia kerja. Monitoring sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan untuk mengikuti suatu program dan pelaksanaannya secara mantap, teratur dan terus-menerus dengan


(15)

cara mendengar, melihat dan mengamati, serta mencatat keadaan serta perkembangan program tersebut.

Suherman dkk (1988) menjelaskan bahwa monitoring dapat diartikan sebagai suatu kegiatan, untuk mengikuti perkembangan suatu program yang dilakukan secara mantap dan teratur serta terus menerus. Tujuan utama monitoring adalah untuk menyajikan informasi tentang pelaksanaan program sebagai umpan balik bagi para pengelola dan pelaksana program. Informasi ini hendaknya dapat menjadi masukan bagi pihak yang berwenang untuk: a) memeriksa kembali strategi pelaksanaan program sebagaimana sudah direncanakan setelah membandingkan dengan kenyataan di lapangan, b) menemukan permasalahan yang berkaitan dengan penyelenggaraan program, c) mengetahui faktor-faktor pendungkung dan penghambat penyelenggaraan program. Sedangkan menurut Direktur Pembinaan Sekolah Kejuruan (2008 : 11) Program Prakerin yang sudah dilakukan peserta didik perlu dievaluasi untuk melihat kesesuaian antara program dengan pelaksanaannya. Hal ini dimaksudkan sebagai dasar untuk penyusunan program tindak lanjut yang harus dilakukan baik terhadap pencapaian kompetensi peserta didik maupun terhadap program Prakerin. Evaluasi dilakukan dengan cara : (1) melakukan analisis hasil laporan yang dibuat oleh peserta didik dan hasil penilaian yang yang dilakukan oleh pembimbing dari Dunia Kerja, (2) paparan hasil prakerin setiap peserta didik. Evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa peserta PSG telah mencapai kemampuan yang ditetapkan. Materi pokok dalam evaluasi menyangkut aspek teknis maupun non teknis yaitu ketrampilan, prestasi, ketekunan, kerjasama, inisiatif, presensi kehadiran, disiplin, etika, dan tanggung jawab.

Irwanto (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa monitoring dan evaluasi PSG dilakukan pada saat menjelang pelaksanaan praktik di industri.


(16)

Sehingga pada saat pelaksanaan Prakerin tidak dimanfaatkan sebaik mungkin untuk pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan petunjuk pelaksanaan monitoring yang seharusnya dilakukan secara periodik, sedangkan evaluasi dilaksanakan pada akhir program.

C. Batasan Masalah

Oleh karena luasnya permasalahan yang ada dalam penelitian ini dan keterbatasan kemampuan peneliti, waktu, tenaga, dana, jadwal akademik serta banyaknya permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidian sistem ganda maka penelitian ini dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut :

1. Kesiapan sekolah terhadap Prakerin

Kesiapan ini berkaitan dengan kesiapan kesiapan administrasi dan organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing. 2. Kesiapan Fasilitas Praktik di Industri

Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sarana dan prasarana praktik di DU/DI 3. Pelaksanaan Prakerin

Hal ini berkaitan dengan segala program/kegiatan yang dilakukan oleh peserta Prakerin di dunia usaha/industri.

4. Pelaksanaan Monitoring Prakerin.

Hal ini berkaitan dengan kegiatan pendamping dalam melakukan monitoring pelaksanaan Prakerin di dunia usaha/industri.

5. Pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin

Hal ini berkaitan dengan pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi siswa peserta Prakerin.


(17)

6. Pelaksanaan Evaluasi Prakerin

Hal ini berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan Prakerin dari perencanaan hingga sertifikasi.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut di atas maka peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kesiapan pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan?

2. Bagaimanakah kesiapan fasilitas praktik di Industri dalam pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan?

3. Bagaimanakah pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri?

4. Bagaimanakah pelaksanaan monitoring Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri?

5. Bagaimanakah pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan?

6. Bagaimanakah evaluasi pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan?

E. Tujuan Penulisan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mengetahui tingkat kesiapan pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan.


(18)

3. Mengetahui pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan di dunia usaha/industri.

4. Mengetahui pelaksanaan monitoring Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan.

5. Mengetahui pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan.

6. Mengetahui evaluasi pelaksanaan Prakerin di Program Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan.

F. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pendidikan kejuruan baik secara teoritis maupun praktis antara lain:

1. Teoritis, diharapkan berguna sebagai bahan untuk memperjelas konsepsi tentang program Prakerin.

2. Praktis

a. Bagi peserta didik:

1) Dapat memahami maksud dan tujuan dilaksanakannya Prakerin

2) Dapat mempersiapkan diri lebih matang dalam hal materi, fisik, mental, dan ketrampilan sebelum atau ketika melaksanakan Prakerin.

b. Bagi guru:

1) Guru sebagai pendamping dapat meningkatkan kualitas pengelolaan Prakerin yang sesuai dengan peraturan

2) Guru sebagai pendamping dapat meningkatkan kualitas siswa setelah melaksanakan Prakerin


(19)

c. Bagi peneliti:

1) Sarana bagi peneliti untuk mengimplementasikan pengetahuan yang didapatkan selama kuliah serta menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti.

2) Memberikan kesempatan untuk melihat secara langsung masalah-masalah yang dihadapi Prakerin sekolah dalam proses pengelolaan Pendidikan Sistem Ganda di SMK Negeri 3 Pacitan.

3) Memberikan pengalaman dan pengetahuan mengenai hasil dari gambaran pengelolaan Prakerin di SMK Negeri 3 Pacitan.


(20)

20 A. Kerangka Teoritik

1. Pendidikan Teknik dan Kejuruan

Menurut Supriadi (2002: 1) Pendidikan di Indonesia sudah ada sejak jaman sebelum penjajahan. Sejarah pendidikan di Indonesia dapat digolongkan ke dalam dua periode utama, yaitu pendidikan pada saat sebelum kemerdekaan dan pendidikan pada masa kemerdekaan. Pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan sendiri meliputi tiga periode, yaitu: (1) pendidikan yang berbasis ajaran keagamaan; (2) pendidikan yang berbasis kepentingan penjajah; dan (3) pendidikan dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Pendidikan pada masa kemerdekaan dapat dibagi menjadi 3 periode : (1) tahun 1945-1968 yakni sejak proklamasi kemerdekaan hingga sebelum dilaksanakannya Pelita I; (2) sejak dimulainya Pelita I pada tahun 1969/1970 hingga akhir Pelita VI tahun 1997/1998, dan (3) periode reformasi sejak tahun 1998 yang berlanjut dengan dilaksanakannya otonomi daerah sejak tahun 2001 hingga sekarang ketika pendidikan mengalami desentralisasi yang radikal.

Di atas telah diuraikan bahwa jauh-jauh hari sebelum bangsa Portugis dan Belanda ke Indonesia, pendidikan di Indonesia telah diawali dengan berbasis keagamaan oleh para pemuka dan penyebar agama Hindu, Budha, dan Islam. Sistem pendidikan yang mereka gunakan lebih terstruktur dalam pelaksanaannya. Sistem pendidikan yang menyerupai sekolah sekarang baru dimulai pada abad ke-16. Sekolah pertama di Indonesia didirikan oleh penguasa Portugis di Maluku, Altonio Galvano, pada tahun 1536 berupa sekolah seminari untuk anak-anak dari pemuka pribumi (Supriadi, 2002:7). Mulai tahun 1607 VOC mulai mendirikan sekolah-sekolah yang tersebar di beberapa pulau di Indonesia yang merupakan daerah kaya


(21)

rempah-rempah. Dasar pendirian sekolah tersebut bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen. Adapun sekolah yang didirikan yang berorientasi kejuruan didirikan pada tahun 1743 yaitu Akademi Pelayaran namun ditutup kembali pada tahun 1755. Setelah kekuasaan VOC berakhir, pendirian sekolah-sekolah dilanjutkan oleh Pemerintah Hindia Belanda hingga pada tahun 1853 didirikan sekolah kejuruan yang bernama Sekolah Pertukangan Indonesia yang saat ini masih ada dan merupakan sekolah kejuruan pertama di Indonesia di luar Akademi Pelayaran . Pendidikan di zaman kuno sampai berakhirnya pedidikan di zaman pemerintahan Hindia Belanda dapat dikatakan bahwa pendidikan kejuruan merupakan suatu perkembangan yang relatif baru. Sebelumnya mulai zaman Mesir Kuno pelajaran kejuruan berada di luar sistem pendidikan dan berada di bawah asuhan apa yang disebut dengan sistem guilde (guide system) (Supriadi, 2002:59). Orang-orang yang mempunyai ketrampilan membentuk sebuah organisasi dan organisasi inilah yang mengatur bagaimana ketrampilan itu diteruskan. Karena itu, pendidikan kejuruan sulit dipisahkan dari pendidikan umumnya.

Sejak bangsa Indonesia kedatangan oleh Portugis dan Belanda, bangsa Indonesia telah banyak berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Barat. Hal yang sangat menonjol dari bangsa barat adalah intelektualismenya, yaitu penghargaan terhadap kecerdasan otak dan ketrampilan kerja yang kemudian berkembang dalam bentuk pengetahuan dan teknologi. Namun sejak Jepang dapat mengalahkan Tentara Sekutu termasuk Belanda di dalamnya pada awal Perang Dunia II di medan Pasifik maka melemah pula pengaruh kebudayaan barat di Indonesia, termasuk dalam hal pendidikan. Sejak Jepang datang ke Indonesia, sekolah-sekolah yang sempat ditutup karena situasi perang mulai dibuka kembali. Tiga tingkat pendidikan yaitu dasar, menengah, dan tinggi tetap berlaku. Namun


(22)

meski pendidikan sudah mulai dibuka kembali tapi rakyat Indonesia semakin sengsara karena keadaan ekonomi yang benar-benar sulit. Pendidikan pada zaman Jepang bertujuan untuk menanamkan kesadaran sebagai anggota suatu lingungan yang dinamakan “Kemakmuran bersama Asia Timur Raya” di bawah lindungan Jepang. Namun keberadaan Jepang yang tidak terlalu lama di Indonesia membuat pemerintah yang pada tahun 1950 menandai awal kesungguhan pembangunan pendidikan di Indonesia dengan menanamkan falsafah pendidikan bangsa Indonesia yang bersifat kebangsaan untuk meninggalkan pengajaran di zaman penjajahan yang dinilai kurang cocok dengan kepribadian Indonesia. Mulai akhir tahun 1950, Pemerintah Indonesia memberikan perhatian pendidikan kejuruan dengan meningkatkan jumlahnya, namun tidak disertai dengan penambahan fasilitas, khususnya fasilitas praktik ataupun tenaga guru. Animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya pada sekolah kejuruan semakin meningkat, tujuan kejuruan semakin tidak jelas. Sekolah kejuruan lebih merupakan sekolah persinggahan untuk meneruskan ke pendidikan yang lebih tinggi.

Pada awal Pelita I (1969-1974), pendidikan kejuruan mulai dibenahi dengan mengupayakan suatu sistem pendidikan yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pembangunan. Pendidikan kejuruan lebih diarahkan pada pengembangan penyediaan tenaga kerja, baik untuk keperluaan saat itu maupun untuk keperluan pada masa yang akan datang. Pendidikan kejuruan di Indonesia memang berakar pada saat penjajahan Belanda. Tekad pemerintah untuk membangun pendidikan kejuruan di Indonesia ditunjukkan sejak Pelita I yang berlanjut hingga akhir Pelita VI. Upaya tersebut dibuktikan dengan investasi besar-besaran untuk membangun gedung sekolah baru, renovasi sekolah yang ada, meningkatkan sarana dan prasarana praktik, meningkatkan mutu guru, dan masih banyak lagi upaya yang dilakukan. Selain dari


(23)

APBN yang ada sumber dana untuk membangun pendidikan kejuruan juga berasal dari kerjasama luar negeri dan lembaga keuangan internasional seperti IDB, Bank Dunia, ADB, dll. Dalam sepak terjang perkembangan pendidikan kejuruan di Indoensia mengalami berbagai hambatan. Diantaranya adalah sulitnya pendanaan karena otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001, kesungguhan dan kapasitas pemerintah daerah untuk melanjutkan ekspansi dan meningkatkan mutu pendidikan kejuruan diragukan karena masih disibukkan dengan program jangka pendek dalam rangka membenahi sistem yang ada dan membagi anggaran yang terbatas. Selain itu perubahan lain yang perlu diperhatikan adalah perubahan kurikulum yang senantiasa melakukan penyesuaian terhadap perubahan jaman. Menurut Supriadi (2002: 14) sejak tahun 1994 misalnya, telah dilakukan beberapa kali pembaruan kurikulum pendidikan kejuruan (1996, 1998, 1999, 2001). Bandingkan dengan kurikulum pendidikan umum yang dalam jangka waktu yang sama hanya dilakukan beberapa kali perubahan.

Potensi pendidikan kejuruan dirasa mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Maka dari itu jauh sejak Pelita 1 dan II, pemerintah Indonesia memberikan perhatian yang besar terhadap pentingnya pengembangan pendidikan teknik untuk mendukung komitmen nasional dalam memajukan pembangunan ekonomi. Keberhasilan utama pembangunan pendidikan menengah kejuruan pada Pelita VI adalah pembaruan wawasan para pelaku dan pengelola pendidikan kejuruan itu sendiri, berupa peurbahan dari wawasan lama yang cenderung sempit dan tertutup, menjadi berwawasan baru yang luas dan terbuka (Supriadi, 2002:246).


(24)

2. Sekolah Menengah Kejuruan

Salah satu jenis pendidikan di dunia ini adalah pendidikan kejuruan. Menurut Arikunto (1988) pendidikan kejuruan berkembang secara pesat sejak adanya Akte Pendidikan Kejuruan (Vocational Education Act of 1963). Lebih lanjut disebutkan bahwa perkembangan ini ditandai oleh pesatnya perkembangan fasilitas fisik untuk melayani kebutuhan banyak orang dalam lingkup pendidikan kejuruan yang semakin luas, tetapi tersedianya pelayanan belum sepadan dengan tuntutan. Investasi dalam bidang fasilitas sebenarnya perlu diimbangi oleh adanya investasi di bidang program. Program pendidikan yang dimaksud haruslah merupakan kurikulum inti yang diarahkan untuk menyiapkan individu bagi perolehan pekerjaan. Dasar pendidikan kejuruan harus didasarkan atas prinsip-prinsip belajar yang menekankan pada penggunaan pengetahuan secara efektif. Wenrich and Galloway (dalam Sugiyono, 2003) mengemukakan bahwa pendidikan kejuruan sama dengan pendidikan teknik dan sama dengan pendidikan okupasi. “Pendidikan kejuruan telah terbukti mempunyai peran yang besar dalam pembangunan industri, seperti di Jerman’’ (Priyowiryanto, dalam Sugiyono, 2003:12). “Pendidikan kejuruan dapat didefinisikan sebagai pendidikan khusus yang direncanakan untuk menyiapkan peserta didiknya untuk memasuki dunia kerja tertentu atau jabatan di keluarga, atau meningkatkan mutu para pekerja” (Arikunto, 1988:5).

Soenarto (2003) pendidikan kejuruan, dikembangkan didasarkan pada prinsip efisiensi sosial, yang sangat mendambakan kemampuan IQ peserta didik, oleh David Snedden dan Charles Prosser bertujuan menyiapkan peserta didik untuk bekerja dan mencari uang sebagai bekal hidup. Dalam penjelasan pasal 15 (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003) dinyatakan: “pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang


(25)

tertentu”. Dengan demikian untuk menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kompetensi dan keahlian di bidang tertentu serta nilai-nilai moral dan etika yang baik maka sekolah kejuruan harus mampu merencanakan proses pendidikan yang berorientasi pada nilai moral dan karakter sebagai bentuk pembentukan pembangunan karakter bangsa. Melalui program pembangunan karakter bangsa, fungsi sekolah bukan sekedar sebagai tempat transfer of knowledge, namun sekolah mengusahakan terjadinya proses pembelajaran yang berorientasi pada nilai atau value-oriented enterprise (Frankel, dalam Soenarto:2003).

Berkaitan dengan tujuan sekolah menengah kejuruan Sindhunata (2000), mengemukakan bahwa pendidikan berfungsi sebagai pembelajaran yang berkenaan dengan ketrampilan tertentu atau latihan tertentu. Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa penyelenggaraan SMK adalah mempersiapkan siswanya untuk memasuki lapangan kerja, oleh sebab itu pengalaman belajar yang terangkum dalam kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.

Dalam Permendikbud No 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan disebutkan bahwa Pendidikan Menengah Kejuruan yang terdiri atas SMK/MAK diharapkan lulusannya memiliki kemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri. Tujuan SMK tersebut selanjutnya dijabarkan secara lebih spesifik ke dalam tiap-tiap program keahlian. Menurut Sugiyono (2003:37), dalam rangka menghasilkan kompetensi lulusan yang memadai maka pengembangan pendidikan kejuruan harus mengikuti proses:

a. Pengalihan ilmu ataupun penimbaan ilmu melalui pembelajaran teori, b. Pencernaaan ilmu melalui tugas-tugas, pekerjaan rumah, dan tutorial, c. Pembuktian ilmu melalui percobaan-percobaan di laboratorium secara empiris atau visual, d. Pengembangan ketrampilan melalui pekerjaan-pekerjaan nyata di bengkel atau lapangan.


(26)

Lebih lanjut Sugiyono menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum didasarkan pada standar kompetensi yang berkembang di dunia kerja dan masyarakat. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah kejuruan (2008) menyebutkan bahwa keberhasilan pendidikan kejuruan / SMK diukur dari tingkat keterserapan tamatan/lulusan di dunia kerja. Untuk mencapai hal tersebut berbagai usaha dilakukan oleh SMK melalui peningkatan mutu pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa SMK sebagai salah satu lembaga pendidikan kejuruan bertujuan untuk memberikan kemampuan yang layak kerja kepada siswa didiknya sebagai calon tenaga kerja yang sesuai dengan persyaratan kompetensi di dunia kerja. SMK diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang dapat bekerja sebagai tenaga yang produktif, memiliki keahlian dan ketrampilan di bidang tertentu, etos kerja, sehingga ketika lulus siap mengisi dan menciptakan lapangan kerja atau melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

3. Kebijakan Link and Match dan Pembaruan SMK

Pendidikan Menengah Kejuruan mempunyai tujuan utama untuk menyiapkan tamatannya memasuki dunia kerja. Berbagai kebijakan dan upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan kejuruan, salah satunya dengan sistem Pembangunan Lima Tahunan (Pelita) yang dimulai pada tahun 1969. Hingga saat akhir Pelita V pada tahun 1993 akan berakhir berbagai kajian dilakukan sebagai bahan dasar untuk memasuki Pelita VI. Supriadi (2002 : 222) menyebutkan telah ditemukan beberapa hal yang dinilai kurang sejalan dengan konsep wawasan pembangunan sumber daya manusia, antara lain :

a. Tamatan SMA/SMU yang lebih banyak dipekerjakan oleh dunia usaha/industri daripada tamatan sekolah kejuruan dan gaji tamatan sekolah kejuruan yang tidak berbeda dengan gaji tamatan sekolah umum.


(27)

b. Kurikulum 1994 untuk pendidikan kejuruan yang lebih berorientasi pada mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa, dan tidak secara jelas terfokus pada penguasaan kompetensi yang diperlukan di dunia kerja.

c. Kurikulum pendidikan kejuruan yang disusun oleh guru dan pakar pendidikan yang tidak mempunyai wawasan lapangan kerja, diajarkan oleh guru yang tidak mempunyai pengalaman di dunia kerja, dan evaluasi hasil pendidikan dengan ukuran-ukuran dunia pendidikan, bukan dengan ukuran yang berlaku di dunia kerja.

d. Kurangnya aplikasi konsep pembelajaran di sekolah yang menyerupai dengan di dunia kerja seperti salah satu teori Prosser.

e. Perilaku sekolah yang kurang memahami pasar, wawasan mutu, dan wawasan keunggulan untuk menghadapi persaingan.

Meskipun telah banyak hasil positif yang telah dicapai oleh pembangunan pendidikan kejuruan sampai dengan Pelita V, ternyata pencapaian tersebut belum mampu untuk menjadi landasan yang kuat untuk menghadapi tantangan yang ada pada saat itu dan masa yang akan datang seiring dengan pesatnya peningkatan Iptek. Sistem pendidikan kejuruan untuk masa depan haruslah tangguh, luwes, adaptif, dan antisipatif. Namun upaya untuk menuju ke arah yang diharapkan, pendidikan kejuruan menghadapai berbagai permasalahan diantaranya adalah masalah konsepsi, program, dan operasional. Dengan permasalahan tersebut, maka pedidikan kejuruan membuthkan suatu pembaruan yang bersifat menyeluruh dan tidak cukup hanya dengan cara-cara konvesional. Dalam pelaksanaan pendidikan kejuruan harus melibatkan dunia usaha/industri dalam penyusunan program, pelaksanaan, evaluasi, hingga penyerapan tamatan. Hal itu perlu dilakukan mengingat dunia kerja adalah


(28)

pihak langsung yang berhadapan dengan perkembangan jaman yang semakin modern.

Salah satu kebijakan baru dalam pembangunan pendidikan yang diperkenalkan pada saat Kabinet Pembangunan VI di tahun 1994 adalah link and match. Secara harfiah, “link” berarti terkait, menyangkut proses yang harus interaktif, dan “match” berarti cocok, menyangkut hasil yang harus sesuai atau sepadan. Karena itu, link and match sering diterjemahkan menjadi “terkait dan sepadan”, sekalipun istilah terkait dan sepadan ini tidak sepenuhnya mengandung jiwa dan makna “link and match” (Supriadi, 2002:231). Salah satu hal yang melatarbelakangi kebijakan tersebut yaitu problema pendidikan yang tak adanya keterkaitan dan keterpadanan dengan dunia kerja. Seakan-akan, pendidikan dan kerja adalah dua dunia yang berbeda dan tak pernah saling menyapa. Pendidikan berjalan pada dunia sendiri yang tak jelas. Di sisi lainnya, dunia kerja selalu berteriak bahwa ia harus bekerja keras menyiapkan kebutuhan akan tenaga kerja yang diinginkannya. Menurut Supriadi (2002:231) implikasi dari kebijakan “link and match” meliputi wawasan sumber daya manusia, wawasan masa depan, wawasan profesionalisme, wawasan nilai tambah dan wawasan ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan kejuruan. Lebih lanjut Supriadi juga menyatakan bahwa kebijakan “link and match” merupakan dasar yang kuat dan tepat untuk melakukan pembaruan pendidikan kejuruan. Hal ini didasari pemikiran bahwa kebijakan tersebut mengharapkan perbaikan yang mendasar dan menyeluruh tentang perbaikan konsep, program, dan perilaku operasionalnya, membuka dan mendorong hubungan kemitraan antara prndidikan kejuruan dengan dunia usaha/industri yang pada dasarnya mendekatkan supply dan demand.


(29)

4. Praktek Kerja Industri

a. Pengertian Pendidikan Sistem Ganda (PSG)

“Walaupun upaya peningkatan mutu pendidikan kejuruan telah ditempuh, namun jenis keahlian dan jumlah lulusan yang dihasilkan oleh SMK belum sesuai dengan permintaan pasar kerja, sehingga masalah pengangguran masih merupakan problem yang belum teratasi” (Sugiyono, 2003:16). Menurut Batubara (dalam Sugiyono, 2003:16) ada beberapa penyebab terjadinya kesenjangan antara permintaan tenaga kerja oleh dunia usaha dan industri dengan jenis keahlian dan jumlah lulusan sekolah kejuruan:

(1) perekonomian Indonesia yang cukup baik, dengan angka pertumbuhan 7,4 % menunjukkkan adanya peningkatan peluang kerja;

(2) kegiatan ekonomi mulai bergeser dari sektor pertanian ke sektor industri, komunikasi, dan pertambangan;

(3) kegiatan sektor industri mengarah pada produk-produk eksport yang bersifat padat modal sehingga tidak memperluas kesempatan kerja.

Untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi antara keahlian yang diperlukan oleh dunia kerja dengan keahlian lulusan SMK, pemerintah menerapkan konsep “link and match’’ atau “keterkaitan dan kesepadanan” dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan (Wardiman, dalam Sugiyono: 2003), yang realisasinya ditempuh melalui program pendidikan sistem ganda. Pendidikan Sistem Ganda adalah suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian kejuruan, yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program belajar melalui kegiatan bekerja langsung pada bidang pekerjaan yang relevan, terarah untuk mencapai penguasaan kemampuan keahlian tertentu (Supriadi, 2002:242).

Dari pengertian di atas, siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) disamping belajar di sekolah untuk mendapatkan pengetahuan umum (normatif),


(30)

juga akan bekerja secara langsung di industri untuk mendapatkan keahlian profesional sesuai dengan bidangnya.

Hal ini berarti adanya keikutsertaan secara sadar pihak industri untuk membina dan meningkatkan mutu pendidikan kejuruan yang diikat secara sistematis melalui sistem ganda. Kerja sama kemitraan ini akan terjadi apabila adanya kebersamaan tanggung jawab dalam meningkatkan mutu dan kesesuaian lulusan pendidikan kejuruan. Dalam kerjasama ini dunia kerja tidak sekedar memberikan masukan dan bantuan kepada SMK, namun juga berperan aktif dalam mendidik para siswa untuk siap memasuki lapangan kerja. (Soenarto, 2003:1)

Dalam pelaksanaannya, PSG dilakukan oleh sekolah bersama dunia usaha/industri sebagai intitusi pasangan. Mengingat beragamnya kondisi SMK dan dunia industri, PSG diselenggarakan secara bertahap mulai SMK-SMK yang dinilai telah memiliki kesiapan minimal untuk melaksanakan model pendidikan ini. Kriteria kesiapan tersebut terutama ditentukan oleh keberhasilan SMK yang bersangkutan dalam membina hubungan kerjasama dengan dunia usaha/industri dan keberhasilan manajemen dalam mengelola kegiatan pendidikan dan kelembagaannya.

Menurut Soenarto (2003) ada 3 prinsip dasar penyelenggaraan PSG: (1) kurikulum yang dikembangkan secara terpadu dan berkelanjutan yang disesuaikan dengan kompetensi keahlian yang disesuaikan dengan kebutuhan dunia usaha/industri; (2) dalam penyelenggaraan pendidikan pelajaran teori dilaksanakan di sekolah dan pelajaran praktikum dilaksanakan di industri sebagai aplikasi nyata kegiatan kerja yang sebenarnya; (3) mengikutsertakan dunia usaha dalam penyusunan kurikulum, proses belajar mengajar, uji kompetensi, dan


(31)

penyaluran lulusan. Prinsip ini sesuai dengan teori pendidikan kejuruan yang dikenal dengan Enam Belas Teori Prosser (Prosser dan Allen, 1925 dalam Arikunto, 1988:247-249), tiga diantaranya sebagai berikut:

(1) pendidikan kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan jika tugas latihan dilakukan dengan cara, alat, dan mesin yang sama seperti yang diterapkan di tempat kerja;

(2) pendidikan kejuruan akan efektif jika individu dilatih secara langsung dan spesifik untuk membiasakan berfikir dan bekerja secara teratur;

(3) menumbuhkan kebiasaan kerja yang efektif kepada siswa akan terjadi hanya jika pelatihan dan pembelajaran yang diberikan berupa pekerjaan nyata dan bukan sekedar latihan.

PSG merupakan salah satu terobosan “link and match” yang sudah mulai dilaksanakan mulai pada awal Pelita VI (tahun 1994/1995). Semenjak itu, PSG sebagai kajian yang tak terpisahkan dari kebijakan “link and match” yang implikasinya berupa Praktik Kerja Industri (Prakerin) dijadikan pola utama menyelenggarakan kurikulum SMK di Indonesia. Program ini mendapatkan sinyal yang positif dari elemen masyarakat karena mutu tamatan yang semakin membaik dan hasilnya terasa semakin signifikan. Hal ini merupakan landasan yang kuat bagi percepatan laju pembangunan pendidikan kejuruan dalam menghadapi perkembangan jaman.

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2008) menyebutkan bahwa Pendidikan Sistem Ganda mempunyai tujuan sebagai berikut :

a. Pemenuhan Kompetensi sesuai tuntutan Kurikulum

Penguasaan kompetensi dengan pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh fasilitas pembelajaran yang tersedia. Jika ketersediaan fasilitas terbatas, sekolah perlu merancang pembelajaran kompetensi di luar sekolah (Dunia Kerja mitra). Keterlaksanaan pembelajaran kompetensi tersebut bukan diserahkan sepenuhnya ke Dunia Kerja, tetapi sekolah perlu memberi arahan tentang apa yang seharusnya dibelajarkan kepada peserta didik.


(32)

b. Implementasi Kompetensi ke dalam dunia kerja

Kemampuan-kemampuan yang sudah dimiliki peserta didik, melalui latihan dan praktik di sekolah perlu diimplementasikan secara nyata sehingga tumbuh kesadaran bahwa apa yang sudah dimilikinya berguna bagi dirinya dan orang lain. Dengan begitu peserta didik akan lebih percaya diri karena orang lain dapat memahami apa yang dipahaminya dan pengetahuannya diterima oleh masyarakat.

c. Penumbuhan etos kerja/Pengalaman kerja.

SMK sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menghantarkan tamatannya ke dunia kerja perlu memperkenalkan lebih dini lingkungan sosial yang berlaku di Dunia Kerja. Pengalaman berinteraksi dengan lingkungan Dunia Kerja dan terlibat langsung di dalamnya, diharapkan dapat membangun sikap kerja dan kepribadian yang utuh sebagai pekerja.

Dengan tercapainya tujuan di atas, maka kualitas sumber daya manusia Indonesia akan meningkat sehingga akan mampu bersaing dalam mencari maupun menciptakan lapangan pekerjaan.

Berdasarkan standar kemampuan yang harus dikuasai dan materi yang harus dipelajari, ditetapkan berapa lama pendidikan dan pelatihan itu akan dilaksanakan, kemudian disepakati berapa lama dilaksanakan di sekolah dan berapa lama di instusi pasangannya. Selanjutnya disepakati model pengaturan penyelenggaraan program yang menyangkut tentang kapan dilaksanakan di SMK dan kapan dilaksanakan di insitusi pasangannya. Secara garis besar model penyelenggaraan itu dapat berbentuk day release, block release, hour release, atau kombinasi dari ketiganya (Irwanto:2004).


(33)

Model penyelenggaraan PSG sesuai dengan kondisi di Indonesia, telah dirumuskan oleh Depdikbud (dalam Irwanto, 2004) terdiri dari empat macam, yaitu:

a. Model I, berupa I day release, disepakati bersama dari enam hari belajar atau praktik dalam satu minggu, berapa hari di sekolah dan berapa hari di industri, b. Model II, berupa block release, disepakati bersama bulan/catur

wulan/semester mana di sekolah dan bulan/catur wulan/semester mana di industri,

c. Model III, berupa hours release, disepakati jam-jam yang harus dilepas dari sekolah dan dilaksanakan di industri, dan

d. Model IV, berupa gabungan dari tiga jenis model di atas. b. Praktik Kerja Industri (Prakerin)

1) Pengertian

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan kata praktik berati “pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori”. Prakerin merupakan model pelatihan yang bertujuan untuk memberikan kecakapan yang diperlukan dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan tuntutan kemampuan bagi pekerjaan (Bondan Arum Pratiwi, 2009:16).

Prakerin adalah kegiatan yang bersifat tempuh bagi siswa SMK yang merupakan bagian dari program PSG. Dalam Permendiknas tentag pedoman teknis pelaksanaan PSG pada SMK disebutkan bahwa Prakerin adalah praktik keahlian produktif yang dilaksanakan di indistri atau perusahaan yang berbentuk kegiatan mengerjakan produksi/jasa (Estiko Suparjono, 1999:259).

Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Prakerin adalah suatu kegiatan pelatihan keahlian produktif bersifat wajib tempuh bagi siswa SMK yang


(34)

dilakukan di dunia industri/usaha serta memiliki konsep tersendiri dalam pelaksanaannya bertujuan meningkatkan kecakapan siswa dalam pekerjaan tersebut.

2) Tujuan Prakerin

Pelaksanaan Prakerin merupakan salah satu upaya mencapai tujuan dari penyelenggaraan PSG. Keputusan Menteri Pendidikan No. 323/U/1997 (Estiko Suparjono, 1999:257) dapat disimpulkan tujuan Prakerin adalah kemampuan yang telah didapatkan peserta didik dari proses pemvelajaran di sekolah diterapkan atau diimplementasikan secara nyata di DU/DI sehingga tumbuh etos kerja. Sehingga dapat disimpulkan tujuan utama program Prakerin mengoptimalkan hasl pembelajaran pada pendidikan kejuruan di sekolah dengan pengalaman kerja di industri untuk mencapai tujuan pendidikan kejuruan secara maksimal.

5. Kesiapan Pelaksanaan Prakerin oleh Sekolah

Pelaksanaan Prakerin menuntut dipersiapkannya kondisi-kondisi yang memungkinkan Prakerin dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya di SMK. Penyiapan kondisi-kondisi dimaksud meliputi sosialisasi Prakerin, penyiapan sarana dan prasarana, kurikulum, guru, siswa, kepemimpinan sekolah, serta upaya meningkatkan peran serta dunia usaha/industri dalam pelaksanaan Prakerin. Kesiapan (readiness) menurut kamus psikologi ( Gulo, dalam Supardi, 1996) adalah suatu titik kematangan untuk menerima dan mempraktikkan tingkah laku tertentu. Dengan demikian kesiapan menunjuk perilaku tertentu yang sudah dimiliki seseorang dan hanya tinggal mempergunakannya saja. Selanjutnya menurut Goog yang dikutip oleh Sukirin (1975 : 3) menyebutkan, bahwa kesiapan terhadap sesuatu akan terbentuk, jika telah tercapai perpaduan antara tingkat kematangan,


(35)

pengalaman-pengalaman yang diperlukan serta keadaaan mental dan emosi yang serasi.

Dari batasan tersebut, maka pengertian kesiapan pelaksanaan Prakerin oleh sekolah adalah ketersediaan sekolah dalam melaksanakan dan mempraktikkan Prakerin. Secara garis besar kesiapan sekolah dalam menghadapi pelaksanaan Prakerin, peneliti membagi menjadi empat yaitu kesiapan kesiapan administrasi dan organisasi, kesiapan biaya, kesiapan pengelolaan program, dan kesiapan guru pembimbing.

a. Kesiapan Administrasi

Penataan, pengaturan, pengelolaan, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis, yang berkaitan dengan lembaga pendidikan saat ini disebut dengan administrasi pendidikan. Administrasi pendidiakan dapat disinonimkan dengan manajemen (Suharsimi Arikunto, dalam Hartati Sukirman, 1998 :1). Administrasi pendidikan dapat diberi makna sebagai kegiatan atau proses menata berbagai faktor, unsur, dan atau aspek pendidikan (Hartati Sukirman, 1998 : 6).

Suharsimi Arikunto (1988:30) mengemukakan menurut pengertian modern administrasi adalah suatu usaha bersama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien menggunakan dana dan daya yang ada. Sedangkan Gie Liang ( dalam Suharsimi Arikunto, 1988) memberikan definisi bahwa administrasi adalah segenap proses penyelenggaraan usaha kerja sama manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Administrasi pendidikan bertujuan menata, mengatur, mengelola, segala sesuatu yang berkenaan dan atau berkaitan dengan kegiatan pendidikan agar mendukung upaya pencapaian tujuan pendidikan secara normatif, efektif, dan efisien. Tugas-tugas administrasi selalu


(36)

berhubungan dengan pengaturan, pelayanan dan kegiatan lain yang menunjang pencapaian tujuan. Pekerjaan administrasi selalu dalam hubungan dengan dan melalui orang-orang untuk mengarah pada pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. Menurut Suharsimi Arikunto (1988 : 36) pendapat yang paling dikenal dari beberapa ahli dan paling sering digunakan adalah pendapat yang dikemukakan oleh Gulick dan Urwick. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa fungsi-fungsi administrasi menurut Gulick dan Urwick tersebut adalah perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penunjukan personil (staffing), pengarahan (directing), pengkoordinasian (coordinating), pelaporan (reporting), dan pembiayaan (budgeting).

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa administrasi adalah suatu usaha bersama sekelompok manusia yang meliputi pengelolaan dan pengaturan untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien menggunakan daya dan dana yang ada. Dalam pekerjaan tersebut termasuk di dalamnya adalah teknis pencatatan, surat menyurat, kearsipan dan sejenisnya yang kesemuanya itu adalah kegiatan dalam kantor atau tata usaha. Kesiapan administrasi sangat diperlukan dalam menghadapi pelaksanan PSG pada SMK. Dengan handalnya administrasi atau manajemen sekolah akan memudahkan terjalinnya hubungan antar sekolah dan industri sebagai pasangannya.

Berdasarkan uraian di atas maka kesiapan administrasi sekolah yang dimaksud dalam penelitian ini diartikan sebagai ketersediaan usaha dan kegiatan yang meliputi pengelolaaan dan pengaturan yang ditandai dengan : (1) kesiapan perencanaan prosedur pelaksanaan Prakerin, (2) pembentukan organisasi dan penunjukan personil pengelola Prakerin, (3) proses surat menyurat.


(37)

b. Kesiapan Biaya

Menurut kamus online Wikipedia Bahasa Indonesia, biaya adalah semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku, baik yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi. Biaya terbagi menjadi dua, yaitu biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya eksplisit adalah biaya yang terlihat secara fisik, misalnya berupa uang. Sementara itu, yang dimaksud dengan biaya implisit adalah biaya yang tidak terlihat secara langsung, misalnya biaya kesempatan dan penyusutan barang modal (http://id.wikipedia.org/wiki/Biaya). Sedangkan menurut Mulyadi (2005 ; 8) biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Lebih lanjut dikemukakan oleh Mulyadi bahwa biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu ;

1) Biaya Produksi, yaitu semua biaya yang berhubungan dengan fungsi produksi atau kegiatan pengolahan bahan baku menjadi produk selesai. Biaya produksi dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.

2) Biaya Pemasaran, adalah biaya-biaya yang terjadi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran produk, contohnya biaya iklan, biaya promosi, biaya sampel, dll.

3) Biaya Administrasi dan Umum, yaitu biaya-biaya untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan produksi dan pemasaran produk, contohnya gaji bagian akuntansi, gaji personalia, dll (Mulyadi, 2005 : 13).


(38)

Dalam Peraturan Menteri No 69 Tahun 2009 Tentang Standar Biaya pembiayaan pendidikan telah diatur dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 (Amandemen IV) yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya, pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang, negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen (20%) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia

Sistem pembiayaan pendidikan merupakan proses dimana pendapatan dan sumber daya tersedia digunakan untuk memformulasikan dan mengoperasionalkan sekolah. Sistem pembiayaan pendidikan sangat bervariasi tergantung dari kondisi masing-masing negara seperti kondisi geografis, tingkat pendidikan, kondisi politik pendidikan, hukum pendidikan, ekonomi pendidikan, program pembiayaan pemerintah dan administrasi sekolah.

Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh


(39)

peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.

Fungsi institusi pasangan sebagai mitra penyelenggara pendidikan dengan pihak sekolah adalah melaksanakan kegiatan; perumusan bersama tentang pola/sistem penerimaan siswa baru , penyusunan kurikulum, pengaturan bersama keterlaksanaan pembelajaran baik di sekolah maupun di dunia usaha industri, melaksanakan uji kompetensi dan sertifikasi, melakukan evaluasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas sumber utama pembiayaan dalam Prakerin adalah diupayakan dari anggaran sekolah sebagai salah satu penyelenggara pendidikan. Namun tidak menutup kemungkinan sumber biaya berasal dari sponsor atau pihak lain selama tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan segala kebutuhan Prakerin di industri, segala pembiayaan diusahakan sepenuhnya oleh pihak industri sebagai institusi pasangan sekolah, dalam hal ini segala sesuatu yang meliputi sarana dan prasarana praktik, uji kompetensi, sertifikasi, dan instruktur di industri. Dalam penyelenggaraan pengelolaan dana, kelompok kerja Prakerin harus dapat mengalokasikan biaya yang ada untuk menunjang Prakerin. Biaya tersebut diantaranya untuk pembekalan siswa, monitoring, administrasi, dan segala keperluan lainnya. Pengelolaan biaya juga harus transparan dan dilakukan pelaporan keuangan di akhir pelaksanaan Prakerin.

c. Kesiapan Pengelolaan Program

Secara umum kata pengelolaan dapat didefinsikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Sedangkan menurut Harsoyo (dalam Jayuz, 2013) pengelolaan adalah suatu istilah yang


(40)

berasal dari kata “kelola” mengandung arti serangkaian usaha yang bertujuan untuk mengali dan memanfaatkan segala potensi yang dimiliki secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan tertentu yang telah direncanakan sebelumnya. Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang bertujuan menggali dan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki secara efektif untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan.

Pelaksanaan Prakerin memerlukan perencanaan program yang disusun dan dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ada. Secara umum program yang dilaksanakan dalam tahap persiapan Prakerin diantaranya adalah pembekalan dan pengarahan siswa, koordinasi kelompok kerja, koordinasi dengan pihak industri, dan dapat juga meminta pada pihak industri untk dapat memberikan gambaran iklim kerja di industri pada siswa.

d. Kesiapan Guru Pembimbing

Menurut Poerwadarminta (1986) guru adalah orang yang kerjanya mengajar. Dengan definisi ini guru diberi makna sebangun dengan pengajar. Dengan demikian, pengertian guru ini hanya menyebutkan satu sisi sebagai pengajar, tidak termasuk pengertian guru sebagai pendidik dan pelatih. Sedangkan Daradjat (1980) menyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional, karena guru itu telah menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak-anak. Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya,


(41)

serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dalam hal ini pengertian guru adalah sebagai salah satu sebutan dari pendidik.

Guru merupakan komponen utama dalam sistem pendidikan yang sangat mempengaruhi hasil pendidikan. Guru merupakan penghubung aktif antara murid dan pengetahuan atau ilmu, antar murid dan negara, antara pendidik satu dengan pendidik lainnya, dan antara murid dengan guru (Soejono, dalam Irwanto 2004).

Sebagai usaha untuk mencapai tujuan pendidikan dalam pelaksanaan sistem ganda pada SMK, guru merupakan petugas yang sangat vital keberadaannya. Dalam pelaksanaan Prakerin guru bertugas menjadi seorang pembimbing. Guru pembimbing mempunyai tugas mempersiapkan, mengarahkan, memotivasi, melatih, menilai, dan membimbing siswa peserta PSG dalam melaksanakan proses pendidikan (Dit. Dikmenjur, 1995:3). Dalam hal ini bimbingan dapat berupa materi pelajaran atau bimbingan tentang praktik kerja di industri. Ini berarti guru harus mempunyai kompetensi sesuai dengan bidang tugasanya supaya dapat menjalankan perannya dengan baik. Oleh karena itu guru harus memenuhi kualifikasi sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan. Irwanto (2004) Kemampuan guru pembimbing yang perlu dimiliki dalam hal ini meliputi sepuluh jenis, yaitu : menguasai bahan, mengelola program mengajar, menggunakan media atau sumber, menguasai landasan kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa, mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan, dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran. Selain hal tersebut guru pembimbing juga harus terlibat secara aktif dalam organisasi Prakerin, mengetahui informasi tentang Prakerin dan konsepnya.


(42)

Berdasarkan ketentuan tentang kemampuan guru yang harus dimiliki di atas, maka dalam pendidikan dengan sistem ganda di sini guru harus memahami pendidikan sistem ganda pada SMK, memahami landasan dilaksanakannya sistem ganda, memiliki kemampuan membimbing siswa, memiliki kemampuan dalam proses belajar mengajar dan mempunyai pengetahuan atau pengalaman industri.

Pengalaman industri dari guru sangat diperlukan guna lebih mengeratkan hubungan pendidikan dengan industri. Diharapkan supaya SMK dapat memagangkan guru-gurunya yang belum punya pengalaman di industri sampai mencapai sikap dan pola pikir seperti halnya orang-orang industri. Jadi dalam pelaksanaan Prakerin ini diperlukan guru pembimbing yang benar-benar siap, baik kompetensi maupun pengalamannya. Dit. Dikmenjur (dalam Supardi, 1996) menyebutkan bahwa salah satu kriteria SMK yang dapat dinyatakan siap melaksanakan Prakerin dari aspek guru pembimbing adalah yang mempunyai kesesuaian latar belakang pendidikan (formal dan pelatihan, beban mengajar, pengalaman industri, pengalaman mengajar).

Berdasarkan uraian di atas, maka kesiapan guru pembimbing yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan guru yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan yang ditunjukkkan dengan ciri-ciri: (1) mendapatkan informasi tentang Prakerin, (2) memahami masalah Prakerin, (3) mampu memberikan pengarahan kepada siswa, (4) menyiapkan sarana prosedur belajar mengajar dalam Prakerin, (5) keterlibatan dalam organisasi pengelola Prakerin, dan (6) memiliki pengalaman industri.


(43)

c. Kelengkapan Fasilitas Praktik

Fasilitas menurut Purwadarminta dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti segala yang memudahkan, sedangkan dalam istilah asingnya “facility’’ (ditinjau dari sudut kata benda) berarti kesempatan dan kecakapan. Tetapi bila ditinjau dari sudut kata kerja, bahwa fasilitas berarti memudahkan.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa fasilitas adalah untuk mendukung tercapainya sesuatu. Pengertian fasilitas pada penelitian ini menunjuk pada fasilitas praktik di DU/DI. Jadi kesiapan fasilitas di industri adalah kesiapan industri dalam rangka mendukung tercapainya praktik industri bagi siswa. Untuk mendukung tercapainya tujuan Pendidikan Sistem Ganda diperlukan fasilitas yang memadai. Fasilitas yang dimaksud diantaranya adalah tersedianya ruang praktik, ruang alat, peralatan tangan dan mesin, bahan dan alat praktik, ruangan khusus untuk ganti pakaian kerja dan menaruh barang pribadi, dan kelengkapan sarana alat keselamatan kerja. Fasilitas yang memadai sesuai yang dibutuhkan di DU/DI akan memudahkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga pembentukan karakter calon tenaga kerja yang profesional di bidangnya akan semakin mudah, begitu juga sebaliknya apabila fasilitas yang terdapat dalam DU/DI kurang memadai maka siswa akan terhambat dalam menguasai kompetensi yang disyaratkan.

Berdasarkan uraian di atas maka pengertian kelengkapan fasilitas praktik industri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketersediaan kelengkapan sarana dan prasara yang memudahkan kegiatan praktik di industri yang meliputi: tersedianya ruang praktik, ruang alat, peralatan tangan dan mesin, bahan dan alat praktik, ruangan khusus untuk ganti pakaian kerja dan menaruh barang pribadi, dan kelengkapan sarana alat keselamatan kerja.


(1)

Pelaksanaan Praktek Kerja .... (Herdi Bangkit Pandu P.P. ) 9 dari Dunia Kerja dan paparan hasil prakerin

setiap peserta didik.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Pelaksanaan administrasi dan organisasi Prakerin di SMK Negeri 3 Pacitan telah dilakukan mulai dari penunjukan personil pokja, pembuatan program kerja, pemetaan DU/DI, dan pelaksanaan administrasi surat menyurat. Kesiapan pelaksanaan administrasi dan organisasi rata-rata mencapai tingkat kesiapan sangat tinggi yaitu 87,5%. Kesiapan ini terdiri dari aspek pembentukan organisasi dan penunjukan personil pengelola prakerin mencapai kesiapan sangat tinggi (100%), aspek pelaksanaan surat menyurat mencapai kesiapan tinggi (62,5), dan aspek pemetaan DU/DI mencapai kesiapan sangat tinggi (100%)

Pembiayaan operasional prakerin di SMK 3 Pacitan dianggarkan melalui dana komite dan dana BOS, sedangkan biaya kebutuhan pribadi siswa ditanggung oleh masing-masing siswa. Biaya operasional prakerin dikelola oleh bendahara kelompok kerja prakerin. Tingkat kesiapan biaya mencapai tingkat kesiapan sangat tinggi (83,3%). Kesiapan ini terdiri dari aspek sumber biaya mencapai kesiapan sedang (50%), aspek pengelolaan biaya mencapai kesiapan sangat tinggi (100%), dan aspek pelaporan penggunaan biaya mencapai kesiapan sangat tinggi (100%).

Program kerja yang dibuat oleh kelompok kerja prakerin SMK N 3 Pacitan diantaranya adalah koordinasi pelaksanaan prakerin, pembekalan siswa, dan sosialisasi prakerin. Program ini dilaksanakan pra kegiatan prakerin

sebagai bentuk persiapan pelaksanaan prakerin. Tingkat kesiapan pengelolaan program mencapai kesiapan sedang yaitu 66,66%. Aspek dalam kesiapan ini diantaranya adalah aspek koordinasi pelaksanaan prakerin yang dilakukan oleh pokja mencapai kesiapan sedang (50%), aspek pembekalan siswa mencapai kesiapan sedang (50%), dan aspek sosialisasi prakerin pada peserta mencapai kesiapan sangat tinggi (100%)

Guru yang bertindak sebagai pembimbing siswa prakerin telah berupaya melaksanakan tugasnya untuk mendampingi dan membimbing siswa selama prakerin. Diantaranya adalah memahami konsep prakerin, pengalaman industri, mempunyai prosedur atau program bimbingan, dan berpengalaman di indsutri. Tingkat kesiapan rata-rata pembimbing yaitu 88,57% dan mencapai kesiapan sangat tinggi.

Dunia usaha/industri sebagai tempat untuk belajar dan mendidik siswa dalam hal ketrampilan yang tidak didapatkan di sekolah dan sebagai tempat untuk membentuk iklim kerja bagi siswa diharapkan mempunyai sarana dan prasarana yang memadai dan lengkap untuk dapat menunjang proses pembelajaran tersebut. Kesiapan fasilitas sarana dan prasarana yang digunakan untuk prakerin mencapai tingkat kesiapan tinggi yaitu 76,28%. Namun apabila dilihat dari kesiapan masing-masing DU/DI, ada DU/DI yang memiliki kesiapan rendah yaitu 35,7%.

Kegiatan siswa yang dilakukan di DU/DI meliputi aspek teknis dan non teknis. Aspek teknis adalah melaksanakan aktivitas sesuai bidang produksi/jasa DU/DI tersebut diantaranya adalah perbaikan kerusakan kendaraan ringan, overhoul mesin, pengelasan, pengecatan, servis


(2)

Jurnal Pendidikan Teknik Otomotif Edisi ... Tahun ..ke.. 20... 10

berkala, dll. Aspek non teknis yaitu perilaku kerja meliputi kedisiplinan, kerja sama, tanggung jawab, kualitas kerja, dan kekompakan. Rata-rata pelaksanaan kegiatan prakerin di DU/DI mencapai tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 86,29%.

Monitoring dilaksanakan oleh tim pokja dan guru pembimbing di awal waktu , pertengahan, dan akhir prakerin. Materi monitoring diantaranya adalah presensi kehadiran, sikap, kinerja, ketercapaian ketrampilan di buku panduan, masukan dari instruktur di DU/DI dan kondisi dari DU/DI sendiri. Apabila lokasi DU/DI berada di dalam wilayah Pacitan maka sewaktu-waktu dapat dilakukan monitoring tambahan di luar jadwal tersebut oleh pembimbing. Tingkat pelaksanaan monitoring mencapai sangat tinggi yaitu 100%.

Uji kompetensi dilaksanakan hanya oleh 3 DU/DI saja, sedangkan yang lain uji kompetensi dilaksanakan terintegrasi dengan pelaksanaan aktivitas siswa sehari-hari dalam melakukan aktivitas keahlian jurusan. Selain itu sistem penilaian dilakukan selama pelaksanaan prakerin yang meliputi aspek teknis (keahlian kejuruan) dan non teknis (sikap dan perilaku kerja). Sedangkan untuk sertifikasi, DU/DI tidak mengeluarkan sertifikat khusus untuk hasil nilai uji kompetensi namun hanya mengisi pada buku agenda siswa yang berasal dari sekolah. Tingkat pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi mencapai tingkat rendah yaitu 32,92%.

Evaluasi dilaksanakan oleh pokja dan guru pembimbing. Materi yang dievaluasi diantaranya adalah hasil monitoring, pembiayaan, kondisi siswa, ketercapaian tujuan program, hambatan-hambatan yang ada dan solusinya, dll.

Selanjutnya hasil evaluasi disampaikan pada Kepala Sekolah untuk dilapaorkan pada pihak terkait yaitu Dinas Pendidikan, Wali/Orang Tua, dan lembaga yang lain. Tingkat pelaksanaan evaluasi mencapai tingkat pelaksanaan sangat tinggi yaitu 91,67%.

Saran

Kepada pihak terkait yaitu Dirjendikmen, Dinas Pendidikan, Kadin, dan instansi terkait supaya menambah lagi perangkat pendukung prakerin baik berupa buku pedoman, peraturan-peraturan, surat keputusan maupun perangkat yang lain sehingga semua pihak dapat mengetahui dan menggunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan prakerin.

Kelompok kerja agar dapat mencarikan lokasi DU/DI yang akan digunakan prakerin yang memiliki skala menengah ke atas yang memiliki manajemen yang bagus dan sarana memedai sehingga dapat menunjang pembelajaran siswa

Hendaknya pelaksanaan prakerin dilaksanakan di kelas XI semester genap supaya siswa mempunyai bekal ketrampilan yang cukup

Pihak sekolah hendaknya dapat dapat memberi kesempatan pada guru produktif untuk dapat mengikuti pelatihan-pelatihan di industri, magang, atau diklat yang berhubungan dengan keindustrian sehingga kemampuan dan kualitas guru dapat meningkat.

Pihak pokja hendaknya berkoordinasi dengan DU/DI terkait pelaksanaan uji kompetensi dan sertifikasi sehingga siswa benar-benar ada pengakuan secara tertulis di kompetensi tertentu.


(3)

Pelaksanaan Praktek Kerja .... (Herdi Bangkit Pandu P.P. ) 11 A. Fauzan Alfi. (1992). Relevansi Pendidikan

Sekolah Terhadap Kemampuan Kerja Tukang Listrik di Kotamadya Yogyakarta. Tesis. PPS IKIP Yogyakarta.

Arikunto, Suharsimi. (1988). Organisasi dan Administrasi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Arikunto, Suharsimi. (1988). Penilaian program Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Arikunto, Suharsimi. (1993). Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Chabib, M. Thoha. (1991).Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Press. Daradjat, Zakiyah (1980). Kepribadian Guru.

Jakarta:Bulan Benang.

Hadi, Setyo. (1993). Validitas Instrumen. Makalah Penataran Pembibingan Skripsi. Yogyakarta : FPTK IKIP Yogyakarta. Hadi, Sutrisno. (1993). Metodologi

Research.Yogyakarta : UGM.

Hafidz, Firdaus. (2009). Pengertian Monitoring dan Evaluasi. Diakses dari http://hafidzf.wordpress.com/2009/06/16/ pengertian-monitoring-dan-evaluasi/ .pada tanggal 21 Maret 2013, jam 16.00 WIB. Irwanto, (2004). Pelaksanaan Praktik Industri

Siswa Kelas III Jurusan Teknik Elektro pada Program Keahlian Teknik Instalasi Listrik dan Listrik Pemakaian SMK Negeri 1 Sedayu Bantul Tahun Ajaran 2002/2003. Yogyakarta. Skripsi. UNY. Jayuz, Hisyham. (2013) . Pengelolaan

Pendidikan Sistem Ganda (PSG) di SMK N 2 Jember. Diakses dari http://hisyamjayuz.blogspot.com/2013/12/ pengelolaan-pendidikan-sistem-ganda-psg.html. pada tanggal 30 Januari 2013 pukul 12.00 WIB.

Margono (1997). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineke Cipta.

Muchtar, Buchari (1967). Technik-technik Evaluasi dalam Pendidikan. Bandung: Keluarga Mahasiswa Bapemsi.

Mulyadi. (2005). Akuntansi Biaya, edisi ke-6. Yogyakarta: STIE YKPN.

Nurkancana, Wayan dan Sunartana (1986). Evaluasi Pendidikan. Surabaya:Usaha Nasional.

Prasetyo, Iis.(2009). Definisi Moitoring dan

Evaluasi. Diakses dari

http://iisprasetyo.blogspot.com/2009/06/d efinisi-monitoring-dan-evaluasi.html. pada tanggal 19 Maret 2013, jam 20.00 WIB.

Purwadarminta. (1986). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka

Rohadi. (1999). Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda pada Jurusan Elektronika SMK se-Kotamadya Yogyakarta. Yogyakarta. Skripsi. IKIP Yogyakarta.

Soekartawi. (1995). Monitoring dan Evaluasi Proyek Pendidikan. Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya

Soenarto (2003). Kilas Balik dan Masa Depan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan. Pidato Pengukuhan Guru Besar. UNY, Yogyakarta

Sonhadji, K. H. Ahmad. (1998). Pelaksanaan Pendidikan Sistem Ganda di Suatu Sekolah Menengah Kejuruan: Studi Kasus dengan Pendekatan Kualitatif. Jurnal Forum Penelitian Kependidikan ( nomor 17-34 tahun 10).

Menyetujui, Dosen pembimbing,

Kir Haryana, M.Pd. NIP. 19601228 198601 1 001


(4)

PENGESAHAN

Skripsi ynng berjudul "Pelaksanaan Praklek Kerja lndusbi (Ilakerin) Kompetensi Keahlian Teknologi Kendaraan Ringan SMK Negeri 3 Pacitan Tahun 201312014,' yang telah disusun oleh I'Ierdi Bangkit Pandu Puri Praman4 NIM 08504241026

ini telah dipertahankan

di

depan Dewan Penguji pada tanggal 17 April dan dinyatakan lulus.

Nama/Jobetan Kir Haryana, M.Pd. Ketua Penguj

i

Noto Widodo, M.Pd.

Bambang Sulistyo, M.Eng. Penguii Utam.t

Tanggsl

^:ffi{a'a-22-

o1- 20U-.

o"/

. /..(t.

2arf

Yogyakada, ...201 5

Fakultas-leknik

tjniversitas Negeri Yogyakarta

TIM PENGU.II

.t:,')

{r(#

Bruri Triyono, M.Pd 19560216 198603 1 003 . '


(5)

SIII'AT PERNYATAAN

Ddgh

ini

sala

msyatal6

balva sloipsi ini

befu-bdd

karrt

sa}! sadiri. S@ejang pdgetaltuan sala jug3 tidak tadapat karya alau p€ndapat y&g

pmah

ditdis

at

diterbi&m oleh

omg

lain,

k.dali

s.lrgai a@m 6tN

kutild

denee

nasiluti

rarr

r.nulis

tarra ilmiah ydg telah

ldin,

Tdda tangm dosd

ldguji

yans tert€ra dalm

hal@n peneesle

adalah

6li-JikE lidak

sli,

salE siap menelina saol$i

dituda

rrodhiun pada psiode

NIM.


(6)

PERAETUJUAN

Ski!6i yalg

tdjldul

"P€laks@d rratte& Kqja

lndlsri

(lsl.

rin) Kotupertui K€ontm Teknoloei Ktudlram Rinatu SMK NeAd 3 Pacitd

Talu

2013D014" yang t€lab di$sun oleh Hadi Bmgkit P6du

?ui

!tum,

NtM 08504241026 ini telah .lis€tujui olen

p.nhinling unrk

diuiita,

Yo$arad4

4-63-

2or5