Hubungan Lahan dan Aktifitas Industri

commit to user 29 Salah satu cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah perbaikan masalah- masalah yang menyangkut pemilikan lahan bahkan kalau dipandang perlu bisa dilakukan land reform Reksohadiprojo, 1998:64-65.

2.5.3 Hubungan Lahan dan Aktifitas Industri

Lokasi merupakan tinjauan lahan dari aspek ruang space. Jika kekayaan alam dapat dipindah ke tempat lain, maka tidak demikian dengan aspek ruang. Dengan tidak bisa dipindahkannya aspek ruang ini maka terdapat perhitungan untung rugi bagi suatu lokasi. Bagi lokasi tertentu cukup menguntungkan sedangkan lokasi lain mungkin kurang menguntungkan. Pentingnya lokasi sebenarnya dapat ditinjau dari tiga hal, yaitu alokasi ekonomi, penggunaan lahan dan status hukum. Konsep lokasi ekonomi berdasar anggapan bahwa suatu tempat dapat menikmati keuntungan lokasi di bidang tempat lainnya berupa antara lain berkurangnya biaya dan waktu tranportasi ke pusat pasar, adanya produksi yang lebih tinggi dan biaya produksi yang lebih rendah pada tempat tertentu Reksohadiprojo, 1998:58. Upaya yang dilakukan dalam mewujudkan tujuan tersebut diantaranya dengan memperkecil biaya yang dikeluarkan. Penempatan pabrik yang baik dengan sendirinya adalah pada lokasi yang dapat menyumbangkan keuntungan terhadap penghematan biaya transportasi, produksi dan distribusi. Kesalahan pemilihan lokasi akibat kurangnya perencanaan akan mengakibatkan pemborosan dalam jangka waktu yang panjang. Lokasi diisyaratkan dapat membawa keuntungan dari masa pra produksi melalui biaya transportasi bahan baku, alat produksi, tenaga dan sebagainya sampai masa produksi dan biaya pascaproduksi. Pengaruh kehadiran industri terhadap perkembangan dan tata ruang wilayah atau kota sudah dirasakan sejak awal revolusi industri yang dimulai dengan penemuan teknologi mesin uap pada tahun 1769. Pembangunan industri kota-kota Eropa pada awalnya di pusat kota, bersamaan dengan itu pusat kota menjadi tempat yang kotor, kumuh dan penuh kesemrawutan sebagai konsekuensi logis peningkatan aktifitas kota Catanese, 1989:14. Hal ini mengakibatkan struktur kota berubah dan timbul pula teori-teori keruangan yang membicarakan commit to user 30 pola guna lahan menyangkut lokasi konsentrasi industri seperti teori Alfred Weber, Edgar Hoover, Losch, Von Thunnen, dan lainnya. Di Indonesia, penyebaran industri memiliki kecenderungan bergerak dari daerah kota ke arah daerah pinggiran kota atau daerah yang disebut Sub Urban Area Desa Kota, dikarenakan peningkatan pembangunan transportasi. Pergeseran ini terjadi pada masa 80-an sampai 90-an yang didukung pula oleh kebijaksanaan paemerintah daerah yang pada umumnya mengarahkan pertumbuhan industrinya ke daerah pinggiran Koestoer dalam Iskandar, 1997:3 Pergeseran penyebaran ini disebabkan pula oleh beberapa pertimbangan Koestoer dalam Iskandar, 1997:3-4 antara lain karena: · Adanya kompetisi penggunaan lahanruang yang sangat ketat di daerah kota sehingga berdampak pada tingginya nilai lahan. · Daerah pinggiran pada awalnya relatif lapang, sehingga penempatan industri diasumsikan dapat aman dan tidak mengganggu kelancaran dan ketertiban lalulintas. · Disisi lain dengan kelancaran lalulintas akan meningkatkan akses ke perusahaan industri. Hal ini yang menyebabkan persebaran terpola di sekitar jalan raya. · Pertimbangan kedekatan dengan sumber air. Terlepas dari batasan fisik yang masuk dalam wilayah ini adalah daerah ambang antara kota dan desa yang terjadi karena perluasan kota terutama daerah metropolitan. Kecenderungan ini disebabkan oleh banyak hal diantaranya yang telah dikemukakan di atas. Perkembangan pada awal abad dua puluh satu lahir suatu masa yang disebut era globalisasi, di mana tersebarnya hubungan-hubungan aktifitas dari batasan geografis maupun masyarakat. Era ini dimulai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Dapat dipastikan akan terjadi perubahan dan perkembangan dalam pembangunan industri terutama menyangkut lokasi industri, atas roda sejarah yang telah berputar yang menunjukkan adanya korelasi sangat positif antara pertumbuhan industri dan teknologi Smith, 1981:14. commit to user 31 Para perencana kota dan wilayah harus dapat membaca trend yang muncul dalam masa globalisasi agar dapat mengantisipasi atau dapat meminimalisir dampak negatif yang mungkin akan muncul. Ketidaksiapan para perencana tata ruang dalam menghadapi perubahan hanya akan melahirkan kerugian dan kesemrawutan. Hal ini terjadi pada setiap masa perkembangan industri. Perencana selalu bersikap reaktif, dimana melakukan perencanaan setelah timbul permasalahan yang besar. Pada masa revolusi industri lahir konsep Garden City, muncul setelah lingkungan kota rusak Catanese, 1989:17.

2.5.4 Harga Lahan