Hakikat Cerita Pendek Unsur Pembangun Cerita Pendek

Penokohan sering disamakan dengan karakter, perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh dengan watak tertentu dalam sebuah cerita. Wiyatmi 2009: 30 menyatakan tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang, meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku atau pemeran yang terdapat dalam cerita dan bertugas untuk menjalankan cerita tersebut. Penokohan adalah sifat dan karakter yang dimiliki oleh masing-masing tokoh, biasanya digambarkan dan dijelaskan langsung oleh pengarang analitik atau bisa juga digambarkan melalui reaksi tokoh lain dan lingkungan terhadap tokoh utama. c Latar Sayuti 2000 : 126-127 menjelaskan bahwa latar adalah di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung atau landas tumpu, yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi. Secara garis besar deskripsi latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian, yakni latar tempat , waktu, dan latar sosial. Nurgiyantoro 2012 : 216 berpendapat bahwa latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan latar adalah gambaran suasana, tempat, waktu, sosial, budaya yang dialami oleh tokoh dalam peristiwa-peristiwa yang ada di cerita. 2. Sarana Cerita Sarana cerita adalah hal-hal yang dimanfaatkan oleh pengarang dalam memilih dan menata detail-detail cerita. Dengan sarana cerita akan tercipta pola yang bermakna sehubungan dengan fakta yang diceritakan. Sarana cerita meliputi judul, sudut pandang, gaya dan nada Sayuti, 2000 : 147. a Judul Sayuti 2000 :147 berpendapat judul adalah hal pertama dibaca oleh pembaca fiksi, judul merupakan elemen lapisan luar fiksi. Sebagai elemen paling luar judul paling mudah dikenali oleh pembaca, biasanya judul menjadi acuan yang sejalan dengan jalan cerita. b Sudut Pandang Nurgiyantoro 2012 : 248 menjelaskan bahwa sudut pandang adalah strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan ceritanya. Sementara itu, Sayuti 2000 : 158 menyampaikan bahwa sudut pandang dipergunakan pengarang untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap peristiwa-peristiwa dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan yang utuh. Lebih lanjut Sayuti 2000 : 159 membagi sudut pandang ke dalam empat jenis. a. Sudut pandang first person-central atau akuan sertaan Pada sudut pandang ini pencerita menjadi tokoh utama, kata ganti pemeran atau tokoh utama menggunakan kata ganti aku. b. Sudut pandang first person-peripheral atau akuan taksertaan Pada sudut pandang ini pencerita tidak menjadi tokoh utama melainkan sebagai tokoh pembantu, c. Sudut pandang third-person-omniscient atau diaan maha tau Pada sudut pandang ini pencerita berada di luar cerita dia bertugas menceritakan cerita tersebut dalang yang mengetahui secara detail. d. Sudut pandang third-person-limited atau diaan terbatas Pada sudut pandang ini pencerita ada dilur cerita dan hanya menceritakan tokoh yang menjadi tumpuan cerita. c Gaya dan Nada Gaya dapat didefinisikan sebagai cara pemakaian bahasa yang spesifik oleh seorang pengarang. Gaya juga merupakan cara pengungkapan yang khas dari seorang pengarang, unsur pembangun gaya antara lain diksi, imajeri, dan sintaksis Sayuti, 2000: 173-174. Nada dalam karya fiksi merupakan kualitas gaya yang memaparkan sikap pengarang terhadap masalah yang dikemukakan dan juga terhadap pembaca karyanya. Nada bergantung pada gaya yaitu bagaimana pengarang memperlakukan bahasa yang menjadi sarananya Sayuti, 2000: 176-177. 3. Tema Kata tema berasal dari bahasa yunani tithenai, arti kata tema berarti “sesuatu yang sudah diuraikan”, atau “sesuatu yang sudah ditempatkan”. Pengertian tema dapat dipandang dari dua sudut yaitu sudut karangan yang telah selesai dan sudut penyusunan karangan. Dilitihat dari sudut karangan tema adalah amanat yang disampaikan penulis melalui karangannya, sedangkan dilihat dari sudut penyusunan karangan tema adalah suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik Keraf, 2004:121-122. Sayuti 2000 : 187 menjelaskan bahwa tema merupakan gagasan sentral, yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi. Wujud tema dalam karya fiksi biasanya berpangkal pada alasan tindak atau motif tokoh. Berdasarkan uraian di atas maka tema adalah sesuatu hal yang akan disampaikan oleh penulis dalam ceritanya kepada pembaca melalui karyanya, yang kemudian sesuatu yang ingin disampaikan penulis itu mendasarinya untuk membuat sebuah cerita. c. Struktur Cerita Pendek Struktur yang harus ada dalam sebuh cerpen paling tidak harus terdapat orientasi pengenalan awal, komplikasi timbulnya masalah dan resolusi penyelesaian. Orientasi adalah bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat, dan awalan masuk ke tahap berikutnya. Komplikasi adalah bagian di mana tokoh utama berhadapan dengan masalah, bagian ini menjadi inti yang harus ada , jika tidak ada masalah maka harus diciptakan. Resolusi adalah bagian yang berisi pemecahan masalah yang timbul pada komplikasi, masalah harus diselesaikan secara kreatif Kemendikbud, 2014 :189. Syathariah 2011 :23-24 menjelaskan bahwa struktur cerpen terdapat enam tahap yaitu permulaan, pertikaian, perumitan, klimaks, peleraian, dan akhir. 1 Tahap permulaan, berisi perkenalan tokoh, tempat, memperkenalkan peristiwa yang akan terjadi. 2 Tahap pertikaian, berisi muncul kekuatan, kehendak, kemauan, sikap, pandangan yang saling bertentangan antar tokoh. Dalam tahap ini suasana emosional semakin memanas karena tokoh dalam cerita mulai terlibat konflik. 3. Tahap perumitan, berisi suasana yang semakin panas karenan konflik sudah mendekati puncaknya. Dalam bagian ini disajikan peristiwa yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan atau kesukaran yang dialami tokoh. 4. Tahap klimaks, pada tahap ini peristiwa yang terjadi dalam cerita berfungsi sebagai pengubah nasib para tokoh. Bagian ini adalah bagian yang paling mendebarkan. 5. Tahap peleraian, pada tahap ini ketegangan emosional mulai menurun, suasana panas dikembalikan pada keadaan semula sebelum timbul konflik. 6. Tahap akhir, pada tahap ini berisi tentang ketentuan final dari konflik, dan merupakan kesimpulan dari segala permasalahan yang muncul dari dalam cerita. Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara garis besar struktur cerpen terbagi dalam tiga bagian orientasi tahap permulaan, komplikasi tahap pertikaian, perumitan dan klimaks, dan resolusi tahap peleraian dan tahap akhir.

3. Strategi Estafet Writing

a. Hakikat Strategi Estafet Writing

Estafet writing atau menulis berantai merupakan metode pembelajaran active learning yang melibatkan peserta didik secara aktif menulis karangan narasi dengan cara bersama-sama atau berantai Cahyono, 2011 : 14. Senada dengan hal tersebut, Syathariah 2011: 41-42 menyampaikan bahwa estafet writing atau menulis berantai adalah salah satu metode active learning yang bertujuan agar siswa mengasosiasikan belajar sebagai sebuah kegiatan yang menyenangkan. Metode inovatif ini merupakan salah satu metode yang melibatkan siswa belajar dengan cara bersama-sama, tetapi tidak secara berkelompok. Kegiatan menulis dengan menggunakan metode ini membuat siswa aktif mengembangkan daya khayal, berimajinasi, dan langsung menghasilkan sebuah produk cerpen. Metode ini merupakan sebuah trik untuk membangkitkan motivasi menulis siswa dalam menemukan ide atau tema cerita untuk dijadikan bahan menulis cerpen. Setelah siswa terbiasa melanjutkan cerpen milik teman diharapkan ia mampu membuat cerpenya sendiri secara utuh.

b. Langkah Pembelajaran Estafet Writing

Syathariah 2011 : 42- 44 menjelaskan langkah-langkah pembelajaran menulis berantai atau estafet writing adalah sebagai berikut. Sebelum memulai metode estafet writing, guru menjelaskan sebuah tema dan materi yang akan diajarkan. 1 Guru meminta peserta didik membuat kelompok yang berjumlah 5-6 orang. 2 Setelah itu guru meminta peserta didik membuat satu kalimat pembuka. 3 Setelah peserta didik menulis kalimat pembuka, peserta didik itu menjadi orang pertama. Pada hitungan pertama, guru memberikan perintah untuk mengangkat tinggi buku milik peserta didik masing-masing, pada hitungan kedua guru menyuruh peserta didik menyerahkan buku miliknya ke teman sebelah kanannya. 4 Peserta didik tersebut menjadi orang ke dua yang harus melanjutkan karangan temannya dengan menambahkan satu kalimat lanjutan. Peserta didik wajib melihat kalimat sebelumnya untuk melanjutkan karangan berikutnya. 5 Setelah orang kedua selesai, guru kembali melakukan hitungan untuk diserahkan kepada teman sebelah kanannya, begitu seterusnya berputar searah jarum jam, hingga waktu yang ditentukan oleh guru. 6 Setelah waktu yang ditentukan guru selesai, buku latihan harus dikembalikan kepada pemilik awalnya. Pemilik buku membaca hasil karangan yang ditulis secara berantai dan menandai kalimat-kalimat yang sumbang atau tidak nyambung. 7 Guru menyuruh salah satu peserta didik menuliskan hasil menulis berantai dipapan tulis, 8 lalu guru dan peserta didik mengoreksi secara bersama. Strategi ini merupakan salah satu strategi pembelajaran inovatif yang mampu meningkatkan motivasi peserta didik dalam mengembangkan imajinasi untuk menulis sebuah karangan dan menumbuhkan keberanian peserta didik untuk mulai menuangkan gagasan dan pendapatnya.

c. Kelebihan Strategi Estafet Writing