27
4.1 Parameter dan Strategi Penilaian Kualitas Terjemahan
Penilaian kualitas terjemahan sering dipandang sebagai sesuatu yang subjektif. Parameter tentang terjemahan yang berkualitas muncul dalam berbagai
aliran pendapat. Selama beberapa dekade, para pakar penerjemahan telah berupaya untuk mengembangkan sejumlah parameter dan prosedur penilaian
terjemahan yang seobjektif mungkin. Sejarah penilaian terjemahan dimulai dari masa pre-lingustik yang
menggunakan parameter terjemahan bebas dan terjemahan literal. Selanjutnya, diajukan prinsip Dynamic Equivalence oleh Nida 1964. Di tahun 1969 Nida dan
Taber menyarankan penggunaan Cloze Test sebagai parameter penilaian kualitas terjemahan. Carrol 1966 menyatakan bahwa kualitas terjemahan dapat diukur
dengan Rate of Informativeness and Intelligibility Al Qinai, 2000:498. Newmark 1988, Hatim dan Mason 1990 dan House 1981, 1997
mengajukan berbagai parameter penilaian kualitas terjemahan, yang dapat disarikan sebagai berikut: 1 Textual Typology province and Tenor, 2 Formal
Correspondence, 3 Coherence of Thematic Structure, 4 Cohesion, 5 Text-
Pragmatic Dynamic Equivalence, 6 Lexical Properties Register, 7
GrammaticalSyntactic Equivalence. Ibid, 499. Berbagai pendapat ini tidak lepas
dari berbagai kritik. Karena tidak ada dua bahasa yang sama, baik dalam hal makna atau bentuk, maka yang terbaik adalah mengusahakan terpenuhinya
variabel berikut: 1 Pesan teks sumber, 2 Tujuan dan maksud penulis teks sumber serta 3 Tipe pembaca target Al Qinai, 2000:500.
28 Gerzymisch dan Arbogast 2001: 229-239 menyatakan bahwa
kontroversi seputar kesepadanan sebagai parameter penilaian kualitas terjemahan diakibatkan karena adanya kebingungan penggunaan istilah kesepadanan pada 2
level linguistik, yakni kesepadanan pada level sistem dan kesepadanan pada level teks. Pada level linguistik, strategi dan parameter yang digunakan: 1 Texts and
Translation Features in Perspective, 2 Texts Represented as Semantic Network
Text Mapping, yang meliputi: extracting networks from texst, coherence, text
topic and thematic patterns, isotopic patterns. Pada level teks, parameter yang
digunakan adalah: 1 Text and Translation Sample, yang meliputi: coherence, topic and thematic patterns, isotopic pattern,
2 The Evaluation Problem yang meliputi: text-specific equivalence dan parameter ranking, 3 Motivation for
Translation Variance and Invariance in Translation. William 2001: 326-344 menyampaikan bahwa penilaian kualitas
terjemahan dapat digolongkan dalam 2 model, yakni Models with Qualitative Dimension
seperti yang digunakan Sept 1979 dan Sical 1986 dan Non- quantitative Model, Textological Models,
seperti yang digunakan Nord 1991 dan House 1997. Kedua pendekatan tersebut masing-masing memiliki kelemahan,
sehingga William mengajukan sebuah teori yang berupaya mewadahi 2 model tersebut dengan mengembangkan Argumentative Theory untuk menilai kualitas
terjemahan. The Institute of Linguists’ IoL Diploma in Translation, sebuah institut
ilmu penerjemahan terkemuka di Inggris, mengajukan kriteria penilaian terjemahan sebagai berikut: 1 accuracy : pengalihan informasi dan fakta dengan
29 tepat, 2 penggunaan pilihan kosakata, idiom, peristilahan dan register yang tepat,
3 kohesi, koherensi dan organisasi teks, 4 keakuratan dalam aspek teknis, misalnya tanda baca dan sebagainya Munday, 2001:30.
Nababan berpendapat bahwa kualitas suatu terjemahan, pada umumnya dikaitkan dengan konsep keakuratan pengalihan pesan accuracy, yang
didalamnya sekaligus mengandung konsep keberterimaan acceptability dan keterbacaan teks bahasa sasaran readability JLB, 2, 2004:54.
Senada dengan yang diungkapkan Nababan, Baker mengatakan: “ Accuracy is no doubt an important aim in translation but it is also
important to bear in mind that the use of common target-language patterns which are familiar to the target reader plays an important role in keeping
the communicat
ion channels open” 1992:57 Baker mengemukakan dua poin penting dalam gagasan ini, yaitu: keakuratan dan
penggunaan pola-pola bahasa yang familiar dengan pembaca bahasa sasaran. Jadi selain akurasi, Baker juga menekankan pada pentingnya keberterimaan dan
keterbacaan bagi pembaca bahasa sasaran. Akurasi merupakan ukuran sejauh mana tingkat kesesuaian terjemahan
dengan teks sumbernya. Accuracy is a term used in translation evaluation to refer to the extent to which a translation matches its original
Shuttleworth, Cowie, 1997:3. Dalam konsep ini, kualitas terjemahan ditentukan oleh ketepatan
penyampaian pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Apa yang dimaksudkan dalam teks sumber harus disampaikan dengan setepat mungkin.
Keberterimaan terkait dengan kesesuaian teks dengan sistem yang berlaku dalam bahasa sasaran. Terjemahan yang akurat tidak akan sampai pada
pembacanya jika terjemahan tersebut tidak berterima. Meskipun penerjemah telah
30 menggunakan kata-kata yang cocok dengan makna yang dikandung bahasa
sasaran, seringkali kata-kata atau kalimat tersebut tidak lazim dikenal dan digunakan dalam bahasa sasaran.
Keterbacaan merujuk pada mudah atau tidaknya sebuah terjemahan dibaca dan dimengerti oleh pembacanya Richard et.al. dalam Nababan, 2003:53. Faktor
pembaca menjadi hal penting dalam mengkaji keterbacaan. Konsep keterbacaan menyangkut keterbacaan bahasa sumber dan bahasa sasaran, namun dalam
konteks penilaian kualitas terjemahan, keterbacaan lebih ditekankan pada keterbacaan teks bahasa sasaran, dimata pembaca target. Ketiga kriteria tersebut
lalu diukur dengan merujuk pada parameter pengukuran yang telah disampaikan oleh beberapa pakar penerjemahan, ataupun menggunakan skala pengukuran
sendiri yang ilmiah dan dapat dipertanggung-jawabkan. Peneliti yang hendak menilai kualitas terjemahan perlu memahami
berbagai parameter dan strategi penilaian kualitas terjemahan. Dari berbagai parameter dan strategi tersebut, peneliti memutuskan untuk menggunakan
parameter kesepadanan makna keakuratan. Hal ini berpegang pada pendapat bahwa pada evaluation of published material termasuk kritik independen terhadap
terjemahan media, masalah fidelity dan quality menjadi objek kajian yang paling penting. Strategi penilaian yang digunakan adalah Accuracy-rating Instrument
yang diajukan Nagao, Tsuji dan Nakamura 1998 Nababan dalam JLB 2004:61. Pengukuran ini didasarkan pada skala 1 hingga 4 yang diuraikan sebagai berikut:
31
Tabel 2: Skala dan Definisi Kualitas Terjemahan
JLB2, 2004: 61
Scale Definition
1
The content of the source sentence is accurately conveyed to target sentence. The translated sentence is clear to the evaluator and no
rewriting is needed.
2 The content of the source sentence is accurately conveyed to the
target sentence. The translated sentence can be clearly understood by the evaluator, but some rewriting and some changing in word order
are needed.
3
The content of the source sentence is not accurately conveyed to the target sentence. There are some problems with the choice of lexical
items and with the relationships between phrase, clause and sentence elements.
4 The source sentence is not translated at all into the target sentence,
i.e. it is ommited or deleted.
Penilaian kualitas dengan skala tersebut terjadi pada tataran kalimat, namun implementasi dari penilaian kualitas itu tidak lepas dari konteksnya. Dalam skala
tersebut dapat pula dilihat berbagai parameter, seperti: word order, lexical items, relationship between phrase, clause and sentence elements.
Unsur-unsur itu yang akan digunakan untuk menilai tingkat keakuratan penyampaian pesan, dan menilai
tingkat kesepadanan makna.
4.2 Manfaat Penilaian Kualitas Terjemahan