101
8.2. Saran
Alternatif strategi yang dirumuskan merupakan strategi yang baik, tetapi ada strategi yang mendapatkan prioritas utama untuk segera dilaksanakan. Strategi
yang disarankan untuk segera dilaksanakan adalah inovasi produk serta pembuatan outlet yaitu dalam kurun waktu 1-2 tahun. Selanjutnya yaitu perbaikan
organisasimanajemen perusahaan serta promosi produk, yaitu dalam kurun waktu 1-3 tahun. Serta ikut aktif didalam pembangunan perumahan dalam kurun waktu
1-5 tahun. Tenggang waktu yang diberikan dimaksudkan agar pihak perusahaan dapat mempersiapkan diri di dalam melaksanakan strategi yang telah dirumuskan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahim, S. Mandang, Y. dan Uhaedi, S. 2004. Atlas Kayu Indonesia jilid III. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan.
Arissa, V. 2008. Analisis Kelayakan Finansial dan Bauran Pemsaran Mebel Kayu Studi Kasus di CV Anditya Furniture, Bogor, Jawa Barat. [Skripsi].
Program Sarjana Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2009. Kotawaringin Timur Dalam Angka 20082009. Sampit: Badan Pusat Statistik Kabupaten Kotawaringin Timur. Sampit.
Bank Indonesia. 2008. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kalimantan Tengah. Kantor Bank Indonesia. Palangkaraya.
David, F. R. 2002. Manajemen Strategis Konsep. PT Prenhallindo. Jakarta. David, F. R. 2006. Manajemen Strategi Konsep. Terjemahan. Salemba Empat.
Jakarta. Departemen
Kehutanan. 2007.
Statistik Kehutanan
Indonesia 2007.
http:www.dephut.go.id. Diakses tanggal 16 September 2009. Departemen Kehutanan Kotawaringin Timur. 2009. Statistik Kehutanan
Kotawaringin Timur. Departemen Kehutanan. Sampit. Herudjito, Y. 2000. Kumpulan Bahan Kuliah Mata Ajaran Lingkungan Agribisnis.
Diktat Program Diploma III. Program Studi Manajemen Agribisnis. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Kinnear, Thomas C dan Taylor, James R. 1995. Riset Pemasaran. Alih Bahasa Yohanna Lamarto; Jilid II. Erlangga. Jakarta.
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran; Edisi Milenium. Prenhalindo. Jakarta. Pearce, J. A. dan R. D. Robinson. 2007. Manajemen Strategis, Formulasi,
Implementasi, dan Pengendalian. Terjemahan. Salemba Empat. Jakarta. Porter, Michael. E. 1997. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisa Industri dan
Pesaing. Terjemahan. Penerbit: Erlanga. Jakarta. Rahayu, R. P. 2005. Analisis Pengambilan Keputusan Strategi Peningkatan Daya
Tarik Investasi Sektopr Mebel di Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah.
103
[Skripsi]. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Ranguti, F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Styowati, D. J. 2008. Strategi Pemasaran Mebel Kayu Studi Kasus di Sentra Industri Kecil Pondok Bambu, Jakarta Timur. [Skripsi]. Program Sarjana
Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Trisdawanto, B. J. 2004. Analisis Strategi Pemasaran Mebel Kayu Pada CV. Permata 7 di Kabupaten Wonogiri [Skripi]. Departemen Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Umar, H. 2008. Strategic Manajement in Action. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wheelen, T. L. dan J. D. Hunger. 2003. Manajemen Strategis. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pembobotan Faktor Internal Responden Bagian Administrasi
Faktor Strategis Internal A
B C
D E
F G
H I
J Total
Memiliki Banyak Tenaga Ahli 2
2 3
3 2
1 3
2 3
21 Modal Kuat
2 2
2 2
1 3
3 1
3 19
PeralatanMasin Lengkap 2
2 2
2 3
3 1
2 3
20 Lokasi Strategis
1 2
2 2
1 1
1 1
2 13
Bahan Baku Lokal 1
2 2
2 1
2 1
1 2
14 Belum Ada Pemasaran
2 3
1 3
3 3
1 1
2 19
Persediaan Kurang Baik 3
1 1
3 2
1 3
3 2
19 ManajemenOrganisasi Perusahaan
1 1
3 3
3 3
1 3
1 19
Harga Relatif Mahal 2
3 2
3 3
3 1
1 1
19 Relasi Luas
1 1
1 2
2 2
2 3
3 17
Total 15
17 16
23 22
17 17
17 17
19 180
Bobot 0,083
0,094 0,089
0,128 0,122
0,094 0,094
0,094 0,094
0,106 1,000
Lampiran 2. Pembobotan Faktor Internal Responden Bagian Produksi
Faktor Strategis Internal A
B C
D E
F G
H I
J Total
Memiliki Banyak Tenaga Ahli 1
1 1
2 1
3 3
2 3
17 Modal Kuat
3 2
3 2
1 3
3 2
3 22
PeralatanMasin Lengkap 3
2 2
2 3
2 2
3 3
22 Lokasi Strategis
3 1
2 2
1 3
1 1
2 16
Bahan Baku Lokal 2
2 2
2 3
2 1
2 3
19 Belum Ada Pemasaran
3 3
1 3
1 3
3 2
3 22
Persediaan Kurang Baik 1
1 2
1 2
1 1
2 1
12 ManajemenOrganisasi Perusahaan
1 1
2 3
3 1
3 3
3 20
Harga Mahal 2
2 1
3 2
2 2
1 1
16 Relasi Luas
1 1
1 2
1 1
3 1
3 14
Total 19
14 14
20 17
14 24
16 20
22 180
Bobot 0,106
0,078 0,078
0,111 0,094
0,078 0,133
0,089 0,111
0,122 1,000
Lampiran 3. Pembobotan Faktor Eksternal Responden Bagian Administrasi
Faktor Strategis Eksternal A
B C
D E
F G
H I
Total A. Harga Pesaing Lebih Murah
2 3
3 3
3 3
3 3
23 B. Produk Subtitusi Banyak
2 3
3 3
3 3
3 2
22 C. Bahan Baku Mulai Sulit
1 1
2 2
1 1
2 2
12 D. Kondisi Kemanan Membaik
1 1
2 2
1 1
2 1
11 E. Loyalitas Pelanggan Bagus
1 1
2 2
2 1
3 2
14 F. Memiliki Pemasok Tetap
1 1
3 3
2 1
3 3
17 G. Kemajuan Teknologi
1 1
3 3
3 3
3 3
20 H. Harga Bahan Baku Meningkat Terus
1 1
2 2
1 1
1 2
11 I. Semakin Bertambahnya Perumahan
1 2
2 3
2 1
1 2
14 Total
9 10
20 21
18 15
12 21
18 144
Bobot 0,063
0,069 0,139
0,146 0,125
0,104 0,083
0,146 0,125
1,000
Lampiran 4. Pembobotan Faktor Eksternal Responden Bagian Produksi
Faktor Strategis Eksternal A
B C
D E
F G
H I
Total A. Harga Pesaing Lebih Murah
2 3
3 3
1 1
3 1
17 B. Produk Subtitusi Banyak
2 1
1 3
1 1
2 2
13 C. Bahan Baku Mulai Sulit
1 3
2 1
1 1
2 1
12 D. Kondisi Kemanan Membaik
1 3
2 2
2 1
3 2
16 E. Loyalitas Pelanggan Bagus
1 1
3 2
2 1
3 3
16 F. Memiliki Pemasok Tetap
3 3
3 2
2 1
3 3
20 G. Kemajuan Teknologi
3 3
3 3
3 3
3 3
24 H. Harga Bahan Baku Meningkat Terus
1 2
2 1
1 1
1 1
10 I. Semakin Bertambahnya Perumahan
3 2
3 2
1 1
1 3
16 Total
15 19
20 16
16 12
8 22
16 144
Bobot 0,104
0,132 0,139
0,111 0,111
0,083 0,056
0,153 0,111
1,000
Lampiran 5. Matriks EFE Bagian Administrasi
Faktor Eksternal Bobot
Rating Skor
Peluang
Kondisi Keamanan Membaik 0,126
4 0,504
Loyalitas Pelanggan Baik 0,117
4 0,468
Memiliki Pemasok Tetap 0,092
3 0,276
Kemajuan Teknologi 0,067
2 0,134
Semakin Bertambahnya Perumahan 0,117
2 0,234
Ancaman
Harga Pesaing Lebih Murah 0,088
3 0,264
Produk subtitusi Banyak 0,107
3 0,321
Bahan Baku Mulai Sulit 0,139
2 0,278
Harga Bahan Baku Meningkat Terus 0,150
2 0,300
Total 1,000
25 2,779
Lampiran 6. Matriks EFE Bagian Produksi
Faktor Eksternal Bobot
Rating Skor
Peluang
Kondisi Keamanan Membaik 0,126
4 0,504
Loyalitas Pelanggan Baik 0,117
3 0,351
Memiliki Pemasok Tetap 0,092
3 0,276
Kemajuan Teknologi 0,067
2 0,134
Semakin Bertambahnya Perumahan 0,117
3 0,351
Ancaman
Harga Pesaing Lebih Murah 0,088
3 0,264
Produk subtitusi Banyak 0,107
2 0,214
Bahan Baku Mulai Sulit 0,139
3 0,417
Harga Bahan Baku Meningkat Terus 0,150
3 0,450
Total 1,000
26 2,961
Lampiran 7. Matriks IFE Responden Bagian Administrasi
Faktor Internal Bobot
Rating Skor
Kekuatan
Memiliki banyak tenaga ahli 0,097
3 0,291
Modal Kuat 0,084
4 0,336
PeralatanMesin Lengkap 0,082
3 0,246
Lokasi Strategis 0,118
4 0,472
Bahan Baku Lokal 0,106
3 0,318
Relasi Luas 0,116
4 0,464
Kelemahan
Belum Ada Pemasaran 0,084
1 0,084
Manajemen Pesediaan Kurang Baik 0,118
1 0,118
Organisasi Perusahaan Belum Baik 0,091
2 0,182
Harga Mahal 0,104
2 0,208
Total 1,000
27 2,719
Lampiran 8. Matriks IFE Bagian Produksi Faktor Internal
Bobot Rating
Skor Kekuatan
Memiliki banyak tenaga ahli 0,097
4 0,388
Modal Kuat 0,084
3 0,252
PeralatanMesin Lengkap 0,082
4 0,328
Lokasi Strategis 0,118
4 0,472
Bahan Baku Lokal 0,106
4 0,424
Relasi Luas 0,116
4 0,464
Kelemahan
Belum Ada Pemasaran 0,084
1 0,084
Manajemen Pesediaan Kurang Baik 0,118
2 0,236
Organisasi Perusahaan Belum Baik 0,091
1 0,091
Harga Mahal 0,104
2 0,208
Total 1,000
29 2,947
Lampiran 9. Perusahaan CV Duta Teknik
Lampiran 10. Proses Produksi
Lampiran 11. Peralatan CV Duta Teknik
Lampiran 12. Produk CV Duta Teknik
Lampiran 13. Harga Jual Produk CV Duta Teknik
Pintu Ulin Standar =
Rp. 750 000 Pintu Banuas Standar =
Rp. 750 000 Pintu Nyatuh Standar =
Rp. 700 000 Pintu Meranti Standar =
Rp. 550 000
Pintu Bulat Ulin =
Rp. 950 000 Pintu Bulat Banuas
= Rp. 950 000
Pintu Bulat Nyatuh =
Rp. 850 000 Pintu Bulat Meranti
= Rp. 750 000
Kusen Ulin 715 =
Rp. 65 000m Kusen Ulin 612
= Rp. 47 500m
Kusen Ulin 510 =
Rp. 37 000m
Meja 12 Biro Meranti =
Rp. 700 000buah Meja 12 Biro Ulin
= Rp. 850 000buah
Peti Mati + Salib =
Rp. 2 000 000 UlinRp. 1 500 000 Meranti Kursi Iswanto
= Rp. 300 000buah
Meja Iswanto =
Rp. 300 000buah Meja Makan Nyatuh
= Rp. 650 000buah
Kursi Makan =
Rp. 200 00buah Lemari
= Rp. 850 000 tergantung model dan kayu
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA CV DUTA TEKNIK SAMPIT
KALIMANTAN TENGAH
SKRIPSI
NOPE GROMIKORA H34076111
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah hutan yang luas, yaitu sekitar 127 juta ha. Pulau Kalimantan dan Sumatera menempati urutan kedua dan
ketiga wilayah hutan terluas setelah Papua. Secara umum hutan memberikan manfaat ganda yaitu manfaat secara langsung tangible dan tidak langsung
intangible. Manfaat secara langsung yaitu berupa kemampuan hutan di dalam menyediakan produk-produk hasil hutan kayu maupun nonkayu, sedangkan
manfaat tidak langsungnya antara lain berupa penyedia oksigen, pengatur tata air, pencegah erosi dan sebagai sumber plasma nutfah. Data penyebaran luas hutan di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Penyebaran Luas Hutan di Indonesia Tahun 2004 No.
Pulau Luas Hutan Juta Ha
1 Papua
42,22 2
Kalimantan 36,49
3 Sumatera
22,98 4
Sulawesi 10,90
5 Maluku
7,27 6
Jawa 2,17
7 Bali dan Nusa Tenggara
1,40
Sumber : Departemen Kehutanan 2007.
Menurut fungsinya hutan dibagi menjadi tiga yaitu hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konversi. Luas hutan produksi Indonesia pada Tahun 2004
yaitu sebesar 35,957 juta ha untuk produksi tetap dan 22,923 juta ha untuk produksi terbatas pada Tahun 2004. Dan pada Tahun 2005 menjadi 35,812 jta ha
untuk produksi tetap dan 21,722 juta ha untuk produksi terbatas. Bedasarkan data tersebut terdapat pengurangan luas hutan dari tahun sebelumnya. Hutan produksi
menjadi penting, karena dari hutan inilah bahan baku industri kayu olahan dipasok. Data luas hutan Indonesia menurut fungsinya dapat dilihat pada Tabel 2.
2
Tabel 2. Luas Hutan ribu ha Indonesia Menurut Fungsinya Tahun 2004-2005 Fungsi Hutan
2004 2005
Hutan Lindung 31,685
31,782 Suaka Alam dan Pelestarian Hutan
23,149 23,596
Hutan Produksi Terbatas 22,923
21,722 Hutan Produksi Tetap
35,957 35,812
Hutan Produksi Yang dapat dikonversi 22,996
14,657 Total Luas Hutan
139,710 126,969
Sumber : Departemen Kehutanan 2007.
Produksi kayu hutan menurut jenisnya ada tiga yaitu kayu bulat, kayu olahan, dan kayu gergajian. Produksi kayu bulat sempat mengalami penurunan
pada Tahun 2000 dan 2002, tetapi kemudian mengalami peningkatan pada Tahun 2003 hingga Tahun 2005. Pada Tahun 2001 produksi kayu gergajian merosot
tajam yaitu sekitar 75,81 persen dari Tahun 2000, dan cenderung menurun pada tahun berikutnya. Mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada Tahun
2005, walaupun tidak setinggi produksi pada Tahun 2000. Demikian halnya dengan produksi kayu lapis sempat mengalami penurunan pada tahun 2002 dan
produksi tertinggi terjadi pada Tahun 2003 yaitu sebesar 6.110.556 m
3
. Peningkatan produksi kayu hutan juga diikuti dengan pengurangan luas hutan
produksi yaitu pada Tahun 2004-2005. Hal ini menunjukkan tidak adanya pembaharuan hutan produksi untuk terus menopang industri kayu. Semakin
berkurangnya luas hutan tentunya akan berpengaruh pada industri yang produksinya sangat tergantung pada hasil hutan, salah satunya yaitu industri
mebel. Selain itu, hal ini semakin memperketat pemerintah didalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan penebangan hutan untuk menghindari penebangan
huta secara liar. Data produksi kayu hutan menurut jenisnya dari Tahun 2000- 2005 dapat dilihat pada Tabel 3.
3
Tabel 3. Produksi Kayu Hutan Menurut Jenis Produksi m
3
di IndonesiaTahun 2000-2005
Tahun Kayu Bulat
Kayu Gergajian Kayu Lapis
2000 13.798.240
2.789.543 4.442.735
2001 11.155.400
674.868 2.101485
2002 9.064.105
623.495 1.694.405
2003 11.423.501
762.602 6.110.556
2004 13.548.938
432.967 4.514.392
2005 24.222.638
. 471.614 4.533.749
Sumber : Departemen Kehutanan 2007 Pengusahaan
sektor kehutanan
antara lain
dilakukan dengan
mengembangkan industri hasil hutan. Pengembangan industri hasil hutan dilakukan untuk mendorong upaya pencapaian pembangunan ekonomi, antara lain
peningkatan penerimaan devisa, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan nilai tambah. Industri kayu olahan mulai berkembang setelah adanya kebijakan
larangan ekspor kayu bulat pada tahun 1986 dan Surat Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian pada tahun 2001. Kedua kebijakan
tersebut membuat industri kayu olahan menjadi industri yang penting untuk dikembangkan. Pada tahun 2001-2006 industri kayu olahan memberikan
pemasukan devisa paling besar dibandingkan dengan industri kayu bulat dan industri kayu gergajian.
Ekspor kayu olahan yang turun pada tahun 2005, disebabkan karena tahun 2004 pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama SKB Menteri
Kehutanan dan Menteri Perindustrian yang mengatur pelarangan ekspor kayu olahan dengan ukuran dan ketebalan melebihi 6 mm. Kebijakan tersebut bertujuan
untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi. Nilai tambah tersebut diantaranya untuk memacu peningkatan ekspor dari pengolahan kayu industri hilir
yang akan mengoptimalkan pemanfaatan hutan tanpa menggangu kelestariannya. Nilai ekspor kayu bulat, kayu gergajian dan kayu olahan dapat dilihat pada Tabel
4.
4
Tabel 4. Devisa Ekspor Hasil Hutan Indonesia Tahun 2001-2006 Tahun
Kayu Bulat juta US
Kayu Gergajian juta US
Kayu Olahan juta US
2001 5,62
89,48 2.486,26
2002 2,59
124,75 2.540,86
2003 0,24
85,84 2.535,03
2004 0,33
26,88 2.277,15
2005 0,19
3,41 2.401,66
2006 0,17
37,00 2.089,44
Sumber : Departemen Kehutanan 2007.
Kondisi kawasan hutan saat ini mengalami kerusakan yang sangat parah, dalam kurun waktu 50 tahun terakhir luas areal hutan di Indonesia menurun dari
162 juta hektar menjadi 98 juta hektar. Laju pengurangan hutan sangat cepat dari 1 juta hektar di tahun 1980 menjadi 1,7 juta hektar per tahun pada 1990, bahkan
meningkat pengurangan luas hutan menjadi 2 juta hektar per tahun sejak 1996 .
1
Indonesia bahkan dijuluki sebagai negara tercepat di dunia menghabiskan hutannya, karena setiap tahunnya luas hutan Indonesia berkurang 2,8 juta hektar.
Selama tahun 1997 hingga tahun 2000, setiap tahunnya Indonesia bahkan kehilangan hutan dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan seluas 3,5
juta hektar. Salah satu cara untuk mengurangi tingkat deforestasi hutan tersebut adalah dengan cara menghindari ekpor kayu bulat serta meningkatkan produksi
kayu olahan. Salah satu produk kayu olahan adalah mebel, mebel atau furnitur adalah
kata benda massa yang mencakup semua barang seperti kursi, meja, dan lemari. Dalam kata lain, mebel atau furnitur adalah semua benda yang ada di rumah dan
digunakan oleh penghuninya untuk duduk, berbaring, ataupun memuati benda kecil seperti pakaian atau cangkir. Mebel terbuat dari kayu, papan, kulit, sekrup,
dll. Menurut data BPS, ekspor mebel dari Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Data ekspor tahun 2005 menunjukkan total volume ekpor mebel dari
Indonesia sebanyak 1.800 ton dengan nilai US 1.800 juta. Namun demikian,
1
http:www.e-samarinda.comforumindex.php?showtopic=2118mode=threaded
5 kontribusi terhadap total pertumbuhan hanya berkisar 2,6 persen yang membuat
peringkat Indonesia no.11 jauh di bawah Cina yang menempati urutan pertama dari 20 besar ekportir mebel dunia. Pada tahun 2004 tingkat utilisasi kapasitas
produksi mebel masih mencapai 75,22 persen, lalu menurun menjadi 68,51 persen pada 2005, dan pada 2006 merosot lagi menjadi 66,41 persen. Sementara itu,
volume produksi mebel kayu pada 2004 mencapai 2.483.067 meter kubik m
3
lalu menurun menjadi 2.330.389 m
3
pada 2005, dan setahun kemudian pada 2006 anjlok menjadi 2.258.882 m
3
. Hal yang sama juga dialami produk rotan olahan yang mengalami penurunan pada periode sama. Pada 2004 produksinya mencapai
386.180 tontahun lalu menurun menjadi 384.165 ton pada 2005 dan pada 2006 produksinya tinggal 372.761 ton. Meskipun volume dan utilisasi kapasitas
produksi mengalami penurunan signifikan, nominal ekspor mengalami peningkatan. Pada 2005 nilai ekspor mebel US 2,49 miliar dan pada 2006
meningkat 9,5 persen menjadi US 2,38 miliar.
2
Data perkembangan industri mebel nasional di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perkembangan Industri Mebel Nasional Tahun 2006 - 2007 Tahun
Kapasitas m
3
Produksi m
3
2006 3.411.554
2.258.882 2007
3.411.554 2.265.660
2008 3.411.554
1.835.185
Sumber : http:www.surabayapost.co.id
Peningkatan nilai ekspor mebel pada Tahun 2006 disebabkan karena adanya kenaikan harga untuk produk olahan dan komponen furnitur. Mebel kayu
memberi kontribusi terbesar ekspor nasional dengan volume 672.311 ton senilai US 1,32 miliar, sedangkan komponen mebel volume ekspornya mencapai
907.158 ton senilai US 746,08 juta. Menurunnya produksi, utilisasi kapasitas produksi, dan volume ekspor disebabkan kurangnya pasokan bahan baku kayu dan
rotan, adanya penyelundupan bahan baku rotan ke luar negeri, keterbatasan modal, ketatnya persaingan antarnegara, dan terbatasnya sumber daya manusia
berkualitas di bidang mebel.
2
Ekspor M ebel Indonesia Terus M elorot. 2009. http :www.kapanlagi.com [10 Oktober 2009]
6 Menghadapi kondisi itu, pemerintah akan terus mendorong mebel nasional
dengan kebijakan yang diharapkan memberi keleluasaan pengusaha, misalnya dengan dibangunnya terminal bahan baku, dan menggelar pameran di luar negeri.
Nilai perdagangan mebel dunia sangat besar, yakni mencapai US 76 miliar pada 2005 dan pada 2006 meningkat menjadi US 80 miliar. Negara yang menjadi
pengekspor mebel terkemuka di dunia yaitu Italia yang menguasai pangsa pasar 14,18 persen, disusul Cina 13,69 persen, Jerman 8,43 persen, Polandia 6,38
persen, Kanada 5,77 persen, AS 3,48 persen, sedangkan pangsa pasar mebel Indonesia saat ini hanya mencapai 2,9 persen atau senilai 2,2 miliar dolar.
3
Kinerja produksi industri furniture dan kerajinan sepanjang Januari-Maret 2009 turun menjadi 30 persen dari sekitar 458.796,25 meter kubik m
3
pada kuartal I 2008 menjadi hanya 321.157,38 m
3
. Penurunan produksi tersebut disebabkan oleh terpotongnya ekspor pada periode tersebut dengan kisaran yang
sama. Asosiasi Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia Asmindo melaporkan penurunan produksi mebel dan kerajinan secara nasional mulai terjadi sejak
memasuki kuartal IV tahun 2008 seiring dengan dampak resesi ekonomi global yang mengurangi ekspor. Penurunan tersebut semakin parah pada kuartal I2009.
Dari sekitar 950 unit usaha, pemanfaatan kapasitas terpasang utilisasi kini tersisa 30persen-35persen dari posisi kuartal I2008 yang masih berada di level 60
persen. Pada tahun 2008, produksi mebel dan kerajinan masih mencapai sekitar 1,835 juta m
3
dengan nilai ekspor sekitar 1,542 miliar dollar AS. Penurunan produksi tersebut menyebabkan nilai ekspor pada kuartal I2009 menurun 30
persen dari 540 juta dollar AS menjadi 378 juta dollar AS. Pasar ekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa mengalami penurun paling drastis. Sepinya
permintaan dari luar negeri menyebabkan cash flow sejumlah perusahaan mebel berkurang signifikan.
4
Salah satu masalah krusial yang sering dihadapi oleh perusahaan mebel adalah menghasilkan produk yang berdaya saing tinggi, hal ini karena lemahnya
penguasaaan teknologi. Produk berupa mebel dan kerajinan selalu dituntut harus
3
Industri M ebel di Indonesia. 2009. http: arifbudisetyawan.blogspot.com
[09 Oktober 2009]
4
Ekspor M ebel Indonesia Terus M elorot. 2009. http :www.kapanlagi.com [10 Oktober 2009]
7 berkualitas baik, terutama untuk ekspor. Agar bisa terwujud maka faktor yang
perlu diperhatikan adalah kondisi bahan baku dan penerapan teknologi pengolahan yang sesuai dengan keadaan dan sifat kayu tersebut.
Untuk dapat
mengatasi permasalahan tersebut peran serta
sektor kehutanan dalam pembangunan nasional diperlukan dalam peningkatan nilai ekonomi kayu, produk
olahan dan strategi pengembangan usaha. Salah satu cara untuk mengembangkan industri mebel ini yaitu dengan menentukan strategi pengembangan usaha yang
tepat agar mampu terus tumbuh dan memberikan hasil yang maksimal. CV Duta Teknik merupakan perusahaan yang bergerak dalam industri pengolahan kayu,
produksi berupa mebel dan kusen. Lokasi perusahaan ini berada di Kota Sampit, yang terletak di Kalimantan dengan luas areal hutan terluas kedua setelah Papua.
Perusahaan ini merupakan perusahaan mebel terbesar di Kota Sampit. Perusahaan ini memerlukan strategi pengembangan usaha yang tepat agar dapat tetap menjaga
dan meningkatkan daya saing di tengah kelangkaan sumberdaya dan pesaing baru yang bermunculan.
1.2. Perumusan Masalah