I.5 Masa Resistensi 1985-1991
Sikap PII terhadap penerapan UU No. 8 Tahun 1985 tentang Ormas membawa pengaruh yang serius terhadap pelaksanaan training PII.
Paradigma yang melatarbelakangi konsep dan sistem training yang dipakai PII selama ini didasarkan pada masa legal formal. Pergeseran pola gerakan
dari asas legal formal ke informal menyebabkan PII harus mencari alternative gerakan termasuk gerakan bidang kaderisasi..kendala ekstenal yang dialami
PII menyulitkan pencapaian target dan tujuan training. Upaya untuk menyesuaikan pola training sesuai dengan situasi eksternal dan tantangan
organisasi kemudian memunculkan rumusan sistem training allternatif
7
.
I.6 Masa Rekontruksi 1991-1996
Kondisi informal PII dan kondisi kaderisasi sebagai akibat situasi eksternal tersebut mengharuskan kita untuk melakukan evaluasi
mendasar terhadap kegiatan kaderisasi. Konsep kaderisasi menurut POIN’79
dan MIN ’85 belum menyertakan pola pembinaan’ pasca training. Dengan kata lain tidak ada paket atau bentuk pembinaan pasca training. Dengan
demikian pembinaan kader pasca training diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing pengurus baik wilayah, daerah maupun komisariat. Masing-
masing eselon kepengurusan tersebut tidak memungkinkan menyusun program atau apket kegatan kontineu dan baku. sehingga kegiatan pembinaan
kader bersifat pragmatis dan sporadic tergantung tingkat aktivitas masing- masing eselo kepengurusan. Maka kegiatan pembinaan kader makin tidak
terkontrol. Kondisi ini menyebabkan pola jalur dan jenjang training tidak
7
Ibid., h.6.
sepenuhnya bisa dijalankan dengan baik. Banyak kader pasca batra yang menghilang dan tidak aktif kualitatif. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan
dan dapat menancam eksistensi PII lebih lanjut, maka sudah saatnya dippikirkan bagaimana melakukan penyempurnaan secar konfrehensif
menyangkut aspek-aspek fundamental kaderisasi PII melakukan pendekatan kebutuhan obyektif. Konsep ta”dib merupakan solusi terhadap masalah-
masalah kaderisasi tersebut. Yang telah direkomendir oleh muktamar ke-19 di Garut, Desember 1992. Konsep ini dipersiapkan dalam loka karya Tim kecil
Pengurus Besar PII di ponpes pabelan pada bulan Ramadhan 14111911. Menindak lanjuti rekomendasi Muktamar tersebut maka mulai
dilak ukan proses penyusunan konsep Ta’dib. Secara berturut-turut dan
intensif diproses melalui forum-forum khusus yang diadakan untuk kepentingan ini baik pada tingkat PB PII dilaksanakan Sarahsehan terbatas
BPTT, Raker serta Rektor PB. Untuk mengantisipasi kebutuhan pola pembinaan pasca training
sekaligus menjadi actor utama dalam mempertahankan eksistensi PII yang tercermin dari kepengurusan yang semakin menurun maka PB segera
membuat pola Ta’lim . Sementara itu untuk membuat konsep pelatihan PB melakukan peninjauan terhadap training. Keduanya kemudian dilaksanakan
dalam bentuk Lokarta Ta’lim dan Semioka pelatihan. a.
Lokakarya Ta’lim Nasional Lokakarya diselenggarakan pada November 1993 di Islamic
Center Bekasi, kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan sosialisasi dan pembahasan tentang konsep dan panduan Ta’lim. Penyelenggaraan
acaraberangkat dari kebutuhan yang paling mendesak untuk merealisir pembinaan l
ewat jalur ta’lim sebagai bagian dari konsep ta’dib.Lokakarya tersebut berlangsung kurang optimal karena tanpa didahului dengan
perencanaan yang matang sehingga pembahasan mengenai posisi dan konsepsi jalur Ta’lim dalam perspektif mengundang persepsi yang berkata
antara PB PII dengan PW yang hadir, Akibatnya tidak didapatkan titk kesepakatan sehingga tindak lanjut dari acara tersebut tidak seperti yang
diharapakan. b.
Semiotika Training Semiotika Seminar dan Lokakarya dilaksanakannya menjelang
Muktamar ke-20pada 21-23 Januari 1995 di Jakarta kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan evaluasi terhadap penerapan konsep training sekalius untuk
mencari masukan bagi penyempurnaan konsep training dalam merumuskan konsep kaderisasi PII perspektif Ta’dib.
Terhitung sejak MIN dilampung 1985 PII secara nasioanal belum sempat lagi melakukan kajian secara komprehensifp terhadap konsep
dan pola kaderisasi. Untuk itu semioka diadakan, dalam rangka melakukan tinjauan terhadap semua prangkat training PII mulai dari MUKACI
Musyawarah Kader dan Coaching Instruktur di pekalongan 19Lampung 1985. Evaluasi selama lebih kurang 12 tahun itu konsep kaderisasi PII
khususnya Training baru dapat diagendakan. Memang terasa cukup berat melakukan tinjauan dengan maksud evaluasi dan penyusunan ulang tentang
konsep kaderisasi PII yang utuh, kendatipun usaha tersebut tidak dilakukan secara detail, namun tinjauan makro dicoba dilakukan segala konsekwensi-
konseksinya, antara lain aspek pendalaman historis pendalaman historis dan filosofis masih sangat kurang. Sekali lagi karena ini factor kebutuhan maka
evaluasi itu merupakan suatu keharusan. Berangkat dari kesadaran bahwa evaluasi yang sifatnya
komprehensif dan makro itu maka PB PII melalui Tim semiotika melakukan kegiatan pendahuluan sebelum pelaksanaan Semioka. Tim melakukan diskusi
regular sebanyak tiga kali, dengan mengundan narasumber antara lain : Utomo Danan jaya, Hasyim Umar, dan Usep fathudin. Dari diskusi Tim
tersebut diharapkan Semioka dapat menghasilkan target optimal. Seminar yang
bertema “pelatihan dan pengembangan SDM” dalam upaya mengakomodasi sebagai pemikiran yang perlu menjadi bahan
pertimbangan dalam penyusunan pembinaan dan pengembangan SDM, dalam hal ini kaderisasi PII dalam menyusun Ta’dib. Adapun tujuan yang ingin
dicapai melalui seminar tersebut antara lain: 1.
Mengidentifikasikan dan merumuskan tantangan serta peluang pendidikan dan pelatihan dalam pengembangan SDM yang berkaitan
dengan organisasi Pelajar Islam dan kelembagaan umat Islam secara umum.
2. Menghimpun pemikiran sekitar mode-model alternative pelatihan dan
pola pengembangan SDM dalam rangka pembinaan masyarakat pelajar. 3.
Menyusun pola dan strategi pelatihan sebagai bahan penyempurnaan system dan metode pelatihan PII.
Setelah seminar dilanjutkan dengan lokakarya dengan tiga agenda utama yaitu:
a. Rekontruksi Orientasi
b. Alternatif system pelatihan PII
c. Pengembangan materi pelatihan PII
Lokakarya dihadiri oleh 13 PW, menandakan bahwa sebagian besar PW sangat memerlukan tentang perlunya rekontruksi pola kaderisasi
PII mengingat kondisi kaderisasi selama ini berjalan apa adanya , sementara PII sudah mulai akan berhadapan dengan berbagai masalah baru yang
kompleks. Beberapa masalah mendasar dalam pedoman training sempat dibahas dan dievaluasi serta diperoleh rekomendasi bagi penyempurnaan
konsep training. Kesepakatan yang doperoleh dari lokakarya tersebut adalah menindak-lanjuti beberapa hal yang menyangkut upaya penataan system dan
pola kaderisasi PII yaitu dengan melakukan kajian lanjutan tentang profit pelatihan PII Silabus dan kuri kulum, rekontruksi, orientasi pelatihan PII dan
merumuskan poko-poko pikiran terhadap konsep ta;dib, hasil dari Lokakarya ini kemudian dibawa ke muktamar ke-20 namun karena ketrbatasan waktu
prioritas pembahasan tidak sempat di agendakan secara khusus. Dalam stuasi semcam ini PB PII hasil Muktamar ke-20
kemudian memprioritaskan penyelesaian dan penyempurnaan kon sep Ta’dib.
Untuk keperluan tersebut dibentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Ta’dib. Secara spesifik badan ini diberikan mandate untuk melengkapi,
mengembangkan, menata ulang konsep Ta’dib dalam pembinaan atau konsep sehingga menghasilkan pola pembinaan atau konsep kaderisasi PII secara
komprehensif, sistematis, tetapi sekaligus applicable.
Selama kurun waktu transisi sembari PB PII melakukan rekontruksi konsep kaderisasi, pelaksanaan training di wilayah-wilayah tetap
berjalan namun dengan pedoman yang berbeda-beda. Perbedaan itu makin banyak karena kondisi yang berbeda disetiap wilayah, sehingga boleh
dikatakan pelaksanaan training tidak mempunyai standar yang baku secara nasional. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi kaderisasi PII secara
keseluruhan. Untuk itu kebutuhan terhadap pembakuan pedoman kaderisasi menjadi sangat mendesak untuk segera dilakukan.
PORTANAS
Untuk membahas Ta’dib lebih lanjut diadakan Pekan Orientasi ta’dib Nasional PORTANAS pada 1-4 Maret 1999 di Semarang, Jawa
Tengah. Fo rum ini dimaksudkan untuk sosialisasi awal Ta’dib sekaligus
pembahasan untuk menghimpun masukan bagi penyempurnaan konsep Ta’dib.
Dalam Portanas ini telah diajukan kerangka sistem kaderisasi PII yang baru sebagai penyempurnaan system dihasilkan di POIN 1979. Di
samping itu juga diajukan draf pedoman dan silabus trainingdan Ta’lim,
sedangkan konsep kursus dan panduannya belum bias diajukan karena belum bias diajukan . karena belum lengkap konsep diajukannya pembahasan
menjadi tidak optimal. Dan disepakati akan dibahas kembali sebelum di sahkan sebagai sisitem kaderisasi PII yang baru.
Lokakarya Instruktur Nasional LIN 98
Muktamar Nasional PII ke 21 mengamanahkan PB PI priode 1998-
2000 untuk mengadakan forum pembahasan final konsep Ta’dib sebagai system kaderisasi PII yang baru. Paling lambat empat bulan setelah
terbentuknya kepengurusan PB PII priode 1998-2000 forum tersebut harus ada dilaksanankan Karena itu PB PII priode tersebut penyempurnaan dan
penyelesaian konsep Ta’dib sebagai prioritas Programnya. Dan pada 20-26 Nopember 1998 diadakanlah Lokakarya Instruktur Nasional LIN di pandan,
jawa Timur, LIN di pandan , Jawa Timur. LIN 98 ini diikuti oleh para Instruktur setanah air sebagai forum yang diamanahkan oleh muknas ke-21.
Dan Alhamdulillah forum tersebut berhasil membahas dan merumuskan penyempurnaan konsep Ta’dib sebagai system kaderisasi PII yang baru.
Adapun hal-hal yang dapat dirumuskan dalam Forum Tersebut: 1.
Buku Induk kaderisasi PII berisi; sejarahkadrrisasi, konsepsi dasar Ta’dib, Orientasi Ta’dib, system Ta’dib, pedoman administrasi
Ta’dib. 2.
Pedoman Traininig dan panduan Training Batra, Intra, Advan 3.
Pedoman Ta’lim dan panduan Ta’lim awal, wustho, Ausat 4.
Pedoman Kursus 5.
Panduan Kasus batra 6.
Panduan kursus kursus pasca Batra 7.
Panduan-panduan kursus pra intra. 8.
Panduan Kursus pasca intra 9.
Panduan kursus kursus pasca advan
10. Pola kaderisasi Brigade PII
11. Pola kaderisasi PII wati
C. Visi Misi