Faktor Pekerjaan Faktor Risiko Timbulnya Keluhan Muskuloskeletal

19 sebanyak 30 kali dalam semenit dan sebanyak 2 kali permenit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki Humantech, 1995 dalam Suriyatmini 2011. d. Durasi Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh faktor risiko. Postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat, inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi pekerjaan berulang dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan muskuloskeletal terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi Bridger, 2003. Posisi tangan dan pergelangan tangan berisiko apabila dialukan gerakan berulangfrekuensi sebanyak 30 kali dalam semenit dan sebanyak 2 kali permenit untuk anggota tubuh seperti bahu, leher, punggung dan kaki Humantech, 1995 dalam Octarisya 2009. Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan antara meningkatnya leveldurasi pajanan dengan jumlah kasus timbulnya keluhan muskuloskeletal pada bagian leher Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011. e. Metode Penilaian Tingkat Risiko Ergonomi 1 Ergonomic Assesment Survey EASY EASY merupakan suatu metode yang mengidentifikasi dan merangking kegiatan atau operasi dengan tingkatan frekuensi dan 20 prioritas dari faktor-faktor ergonomi. Metode EASY merupakan bagian pusat dari proses ergonomi. EASY menyediakan metode untuk mengidentifikasi masalah yang merupakan tujuan, sesuatu yang dapat dipercaya dan pendukung identifikasi prioritas. EASY mengembangkan suatu pernyataan untuk fasilitas pada suatu kegiatan dengan menentukan tingkat risiko tiap bagian tubuh. Rangking dari EASY akan mengidentifikasi nilai total yang berikisar antara 1 – 7. Berdasarkan persetujuan dengan sumber data sehingga pendekatan masalah lebih sistematis dan dengan cara pendekatan yang logis Humantech, 1989, 1995 dalam Kurniawati, 2009. 2 Baseline Risk Identification of Ergonomics Factors BRIEF BRIEF adalah alat penyaring awal menggunakan struktur dan bentuk sistem tingkatan untuk mengidentifikasi penerimaan tiap tugas dalam suatu pekerjaan. BRIEF digunakan untuk menentukan sembilan bagian tubuh yang dapat berisiko terhadap terjadinya gangguan muskuloskeletal. Bagian tubuh yang dianalisa meliputi tangan dan pergelangan tangan kiri, siku kiri, bahu kiri, leher, punggung, tangan dan pergelangan tangan kanan, siku kanan, bahu kanan, dan kaki. Penilaian pekerjaan menggambarkan tinjauan ulang ergonomi secara mendalam dari ketiga penetapan data sederhana, mudah dipahami dan dapat dipercaya dan juga yang palingmemberikan beban paling berat Humantech, 1989, 1995 dalam Kurniawati, 2009. 21 Survei ini mengidentifikasi risiko-risiko yang berhubungan dengan postur, tenaga, durasi dan frekuensi ketika mengamati kesembilan bagian tubuh tersebut. Penilaian risiko digunakan untuk menentukan tinggi, sedang atau rendahnya risiko untuk setiap bagian tubuh. Kelebihan BRIEF survey antara lain : a Dapat mengkaji hampir seluruh bagian tubuh 9 bagian tubuh. b Dapat menentukan risiko terhadap terjadinya CTD Cummulative Trauma Disorders. c Dapat menentukan bagian tubuh mana yang memiliki beban paling berat. d Dapat mengidentifikasi awal penyebab keluhan muskuloskeletal. e Telah memenuhi persyaratan sebagai sebuah sistem analisa bahaya muskuloskeletal yang diakui OSHA. f Tidak membutuhkan seorang alhi ergonomi untuk melakukan penilaian pekerjaan menggunakan BRIEF survey. Setiap metode selain ada kelebihan, tentunya juga ada kekurangannya yaitu: a Tidak dapat mengetahui total skor secara menyeluruh dari suatu pekerjaan, karena skor yang dihitung berdasarkan bagian tubuh yang dinilai. b Banyak faktor yang harus dikaji. 22 c Membutuhkan waktu pengamatan yang lebih lama. d Tidak dapat digunakan untuk manual handling Humantech, 1989, 1995 dalam Kurniawati, 2009. 3 Quick Exposure Checklist QEC QEC secara cepat menilai pajanan risiko dari Work-related Musculoskeletal Disorders WMSDs. QEC dapat diaplikasikan untuk jenis pekerjaan yang lebih luas. Dengan waktu pelatihan yang singkat, penilaian dapat dilengkapi secara cepar untuk setiap tugas atau pekerjaan. QEC memberikan evaluasi pada desain peralatan dan tempat kerja. QEC membantu untuk mencegah berbagai macam WMSDs Stanton, dkk, 2005. Tujuan dari penggunaan QEC Stanton, dkk, 2005 adalah sebagai berikut: a Mengukur perubahan postur terhadap faktor risiko keluhan muskuloskeletal sebelum dan sesudah intervensi ergonomi. b Melibatkan kedua pihak yakni observer dan pekerjadalam melaksanakan penilaian risiko dan mengidentifikasi kemungkinan perubahan. c Mendorong peningkatan kualitas tempat kerja. d Meningkatkan kepedulian dan kesadaran pada manager, teknisi, designers, praktisi K3 dan pekerja mengenai faktor risiko keluhan muskuloskeletal di tempat kerja. 23 e Membandingkan pajanan antar karyawan dalam satu pekerjaan ataupun antar karyawan yang pekerjaannya berbeda. Dalam penggunaannya QEC ini memiliki beberapa tahapan kerja yang meliputi: a Pelatihan diri. Pertama-tama pengguna QEC harus membaca panduan untuk pengguna QEC, untuk mengetahui tahapan-tahapan dan perhitungan apa saja yang diperlukan. Untuk orang yang berpengalaman menggunakan QEC tentunya dapat langsung masuk ke tahap berikutnya b Pengukuran oleh peneliti. Peneliti memiliki form isian tersendiri yang dapat diisi melalui pengamatan kerja di lapangan. Sebagai alat bantu, dapat menggunakan stopwatch guna menghitung dan frekuensi kerja. c Pengukuran oleh pekerja. Seperti halnya peneliti, pekerjapun memiliki firm isian tersendiri yang berisi pertanyaan seputar pekerjaan yang dilakukannya. d Menghitung skor paparan. Proses kalkulasi dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu manual dengan menjumlahkan skor pada lembar isian ataupun dengan program komputer. e Consideration of action. QEC secara cepat dapat mengidentifikasi tingkat pajanan dari punggung, bahulengan tangan, pergelangan tangan dan leher. Hasil dari metode ini juga merekomendasi intervensi 24 ergonomo yang efektif untuk mengurangi tingkat pajanan Stanton, dkk, 2005. Keuntungan menggunakan metode Quick Exposure Checklist QEC adalah sebagai berikut: a Peralatan penilaian yang mudah dan telah teruji validitasnya. b Telah menjunjukkan hasil yang baik untuk melihat kegunaan bagi masa depan. c Memberikan pertolongan bagi organisasi dalam melakukan penyesuaian ergonomi. d Metode ini sejalan dan sesuai dengan metode penilaian risiko K3. e Melibatkan praktisi dan pekerja didalam prosesnya, memudahkan pemahaman atas tindak lanjut proses pekerjaan Li dan Buckle, 1999 dalam Khaled, 2009. Kelemahan menggunakan metode Quick Exposure Checklist QEC adalah sebagai berikut: a Metode hanya berfokus pada faktor fisik di tempat kerja. b Hipotesis skor pajanan yang disarankan pada action level membutuhkan validasi. c Pelatihan dan praktek tambahan diperlukan diperlukan oleh penggunaan yang belum berpengalaman untuk pengembangan reliabilitas pengkuran Stanton, dkk, 2005. 25 4 Rapid Upper Limb Assessment RULA Rapid Upper Limb Assessment RULA adalah suatu metode penilaian postur untuk menentukan risiko gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tubuh bagian atas. RULA merupakan metode analisis cepat dan sistematik dari risiko postur terhadap pekerja. Analisis dapat dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi untuk menggambarkan atau memperlihatkan efektivitas dari pengendalian yang telah dilaksanakan Stanton dkk, 2005. RULA biasanya digunakan pada pekerjaan didepan komputer, manufaktur atau retail dimana pekerja duduk atau berdiri tanpa adanya pergerakan. Tujuan dari RULA adalah sebagai berikut: a Mengukur risiko keluhan muskuloskeletal, biasanya sebagai bagian dari sebuah investigasi ergonomi. b Membandingkan beban keluhan muskuloskeletal yang terjadi dan memodifikasi desain tempat kerja. c Mengevaluasi hasil, seperti produktivitas atau kesesuaian peralatan d Mendidik pekerja terhadap risiko keluhan muskuloskeletal yang ada di berbagai postur kerja yang berbeda Stanton, dkk, 2005. Tingkat risiko dihitung dalam skor 1 yang berarti memiliki tingkat risiko rendah hingga skor 7 yang berarti memiliki tingkat risiko tinggi. Skor tersebut disatukan ke dalam empat kategori action level yang mengindikasikan jangka waktu yang tepat untuk dilakukannya tindakan 26 pengendalian yang disarankan. Prosedur untuk penggunaan metode RULA secara umum, yaitu dibagi atas 3 langkah berikut Stanton, dkk, 2005: a Memilih sikap atau postur yang akan dihitung b Postur yang telah dipilih kemudian dihitung dengan menggunakan lembar penilaian, diagram bagian tubuh dan tabel 1 Langkah pertama, penilaian lengan atas: a +1 jika lengan atas membentuk sudut 20° extension hingga 20° flexion b +2 jika lengan atas membentuk sudut extension lebih dari 20° atau 20° - 45° flexion c +3 jika lengan atas membentuk sudut 45° - 90° flexion d +4 jika lengan atas membentuk sudut 90° flexion atau lebih Keterangan: a +1 jika pundak mengangkat atau ditinggikan b +1 jika lengan atas menjauh dari tubuh c -1 jika tangan bersandar atau ditopang Gambar 2.1 Postur Lengan Atas 27 2 Langkah kedua, penilaian lengan bawah: a +1 jika lengan bawah membentuk sudut 60º - 100º flexion b +2 jika lengan bawah membentuk sudut lebih dari 60º - 100º flexion Keterangan: a +1 jika lengan bawah melintasi garis tengah badan atau keluar dari sisi Gambar 2.2 Postur Lengan Bawah 3 Langkah ketiga, penilaian pergelangan tangan: a +1 jika pergelangan tangan berada pada posisi netral b +2 jika pergelangan tangan membentuk sudut 0º - 15º flexion ataupun extension. c +3 jika pergelangan tangan membentuk sudut lebih dari 15º flexion maupun extension. Keterangan: 1 +1 jika pergalangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar. 28 Gambar 2.3 Postur Pergelangan Tangan 4 Langkah keempat, penilaian putaran pergelangan tangan: a +1 jika pergelangan tangan berada pada rentang menengah putaran b +2 jika pergelangan tangan berada pada atau hampir berada pada akhir rentang putaran Gambar 2.4 Postur Putaran Pergelangan Tangan 5 Langkah kelima, penilaian postur kelompok A. Langkah pertama sampai langkah keempat diasumsikan sebagai kelompok A yang dimasukkan kedalam tabel A untuk mendapatkan nilai skor A. 29 Gambar 2.5 Tabel Penilaian Skor A 6 Langkah keenam, penilaian skor penggunaan otot: a +1 jika postur tersebut berlangsung 10 menit atau lebih b +1 jika gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit 7 Langkah ketujuh, penilaian tenaga atau beban: Gambar 2.6 Tabel Penilaian Beban 30 8 Langkah kedelapan, masukkan hasil skor penilaian kedalam tabel C. Gambar 2.7 Tabel Penilaian Skor C 9 Langkah kesembilan, penilaian postur leher: a +1 jika leher membentuk sudut 0º - 10º flexion b +2 jika leher membentuk sudut 10º - 20º flexion c +3 jika leher membentuk sudut lebih dari 20º flexion d +4 jika leher membentuk sudut dalam extention Keterangan: a +1 jika leher diputar b +1 jika leher dibengkokkan dalam posisi miring 31 Gambar 2.8 Postur Leher 10 Langkah kesepuluh, penilaian punggung: a +1 ketika punggung dalam posisi netral b +2 jika punggung membentuk sudut 0º - 20º flexing c +3 jika punggung membentuk sudut 20º - 60º flexion d +4 jika punggung membentuk sudut 60º flexion Keterangan: a +1 jika tubuh diputar b +1 jika tubuh dalam posisi miring 32 Gambar 2.9 Postur Punggung 11 Langkah kesebelas, penilaian kaki: a +1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata b +1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki dimana terdapat ruang untuk berubah posisi c +2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar merata. Gambar 2.10 Postur Kaki 12 Langkah kedua belas, penilaian postur kelompok B. Langkah kesembilan sampai langkah kesebelas diasumsikan sebagai kelompok B untuk memperoleh nilai skor B. 33 Gambar 2.11 Tabel Penilaian Skor B 13 Langkah ketiga belas, penilaian skor penggunaan otot: a +1 jika postur tersebut berlangsung 10 menit atau lebih b +1 jika gerakan berulang 4 kali atau lebih dalam 1 menit 14 Langkah keempat belas, penilaian tenaga atau beban: Gambar 2.12 Tabel Penilaian Beban 15 Langkah kelima belas, masukkan hasil skor penilaian tersebut kedalam tabel C. 34 Gambar 2.13 Tabel Penilaian Skor Total 16 Kemudian nilai yang didapat dikonversikan menjadi salah satu dari 4 level kategori tingkat risiko ergonomi: Tabel 2.1 Kategori Tingkat Risiko Ergonomi RULA Berdasarkan Nilai Akhir yang Didapat Kategori Tingkat Risiko Ergonomi Indikasi Skor Akhir Perhitungan RULA Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Dapat diterima Perlu penyelidikan lebih lanjut Perlu penyelidikan lebih lanjut dan perubahan perlu dilakukan Perlu penyelidikan lebih lanjut dan perubahan segera dilakukan 1 – 2 2 – 3 5 – 6 7 Setiap metode tentunya mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing, kelebihan dari metode RULA adalah sebagai berikut: a Panduan cepat dan mudah untuk mendeterminasi keberadaan WMSDs. b Efektif untuk menilai postur bagian atas. 35 c Sudah mencakup postur, tekanan, dan frekuensi. Dapat mengidentifikasi pada bagian tubuh mana yang beresiko paling besar pada suatu pekerjaan. d Skor pada RULA dilengkapi dengan action level yang menggambarkan prioritas tindakan Stanton,dkk, 2005. Selain kelebihan yang telah disebutkan diatas, RULA juga memiliki beberapa kekurangan seperti: a Tidak menilai postur secara keseluruhan. b Hanya efektif pada sedentary task c Beban dan waktu frekuensi dan durasi tidak dijelaskan secara spesifik pada setiap bagian tubuh. d Waktu untuk intervensi tidak dijelaskan secara jelas Stanton, dkk, 2009. 5 The Ovako Working Posture Analysis System OWAS The Ovako Working Posture Analysis System OWAS merupakan suatu metode yang digunakan dalam mengevaluasi sederhana dan sistematik dari postur saat bekerja yang dikombinasikan dengan obervasi dari kegaiatan pekerjaan. OWAS mengizinkan pengguna OWAS untuk mengestimasi berdassarkan beratnya objek yang diangkat ataupun kekuatan yang digunakan saat bekerja. Dalam kegiatan pekerjaan yang memungkinkan menghubungkan setiap postur yang dilakukan dengan kegiatan pekerjaan yang mempengaruhinya ILO, 1998 dalam Kurniawati 2009. 36 Berikut adalah kelebihan dan metode OWAS menutu ILO 1998 dalam Kurniawati, 2009: a Mudah digunakan b Hasil observasi bisa dibandingkan dengan benchmarks untuk menentukan prioritas intervensi c Angka pada tiap bagian tubuh bisa digunakan untuk perbandingan sebelum dan sesudah intervensi untuk mengevaluasi keefektifitasannya. d Angka pada tiap bagian tubuh bisa diguanakan untuk studi epidemiologi. Kekurangan dari metode ini menurut ILO 1998 dalam Kurniawati, 2009, yaitu: a Tidak adanya infirmasi mengenai durasi waktu kerja dari postur kombinasi. b Tidak ada perbedaan klasifikasi antara lengan kiri dan kanan. c Tidak memperhitungkan mengenai posisi siko, pengerlangan tangan dan tangan. 6 Rapid Entire Body Assessment REBA Rapid Entire Body Assessment REBA adalah cara penilaian tingkat risiko dari kegiatan berulang dengan melihat pergerakanpostur yang dilakukan oleh pekerja. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan tahapan kegiatan kerja dari awal sampai akhir Stanton dkk, 2005. 37 REBA juga telah dikembangkan untuk menilai jenis dari postur pekerjaan yang tidak bisa diprediksi, ini didapat pada jasa pelayanan kesehatan dan jasa industri lainnya. Data yang dikumpulkan mengenai postur tubuh, besarnya gaya yang digunakan, tipe dari pergerakan atau aksii, gerakan berulang dan rangkaian. Hasil dari skor REBA adalah dihasilkan untuk memperlihatkan sebuah indikasi dari tingkat risiko dan kondisi penting untuk tindakan yang akan diambil McAtamney dan Higneet, 2005. Metode REBA digunakan untuk menilai postur pekerjaan yang berhubungan dengan WMSDs. Metode REBA dapat digunakan ketika mengindentifikasi penilaian ergonomi di tempat kerja yang membutuhkan analisa postural lebih lanjut, diwajibkan untuk: a Keseluruhan tubuh pekerja digunakan b Postur statis, dinamis, perubahan cepat atau tidak stabil. c Barang bernyawa atau tidak bernyawa yang sedang ditangani, salah satunya sering dilakukan atau tidak sering dilakukan. d Modifikasi di tempat kerja, peralatan, pelatihan atau risiko perilaku yang diambil dari pekerja yang diamati sebelumsesudah perubahan McAtamney dan Higneet, 2005. Dalam prosedur penilaian metode REBA, dibagi menjadi 6 tahap, yaitu: a Amati pekerjaannya 38 b Pilih postur yang akan dinilai c Menilai postur d Proses penilaian e Menetapkan skor REBA f Menampilkan tingkat tindakan dengan mengutamakan yang paling penting untuk kontrol pengendalian McAtamney dan Higneet, 2005. Pertimbangan mengenai pekerjaan kritis dari pekerjaan. Untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur untuk menetapkan skor kepada masing-masingbagian tubuh. Lembar data telah menyediakan sebuah format untuk proses penilaian ini. Skor grup A terdiri dari postur tubuh, leher dan kaki dan grup B terdiri dari postur lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan untuk bagian kanan dan kiri. Untuk masing-masing bagian, mempunyai skala penilaian postur ditambah dengan catatan tambahan untuuk pertimbangan tambahan. Kemudian skor bebanbesarnya gaya dan faktor perangkaikopling. Hasil akhirnya adalah skor aktivitas. Hasil akhir dari penilaian REBA yaitu grand score dengan kriteria sebagai berikut: a Skor 1 masih dapat diterima b Skor 2 – 3 mempunyai tingkat risiko ergonomi yang rendah, perubahan mungkin diperlukan. 39 c Skor 4 – 7 memiliki tingkat risiko ergonomi sedang, penyelidikan lebih lanjut, perubahan segera. d Skor 8 – 10 mempunyai tingkat risiko ergonomi yang tinggi, penyelidikan dan perubahan harus secepatnya. e Skor 11 – 15 memiliki tingkat risiko ergonomi yang sangat tinggi, perubahan dilakukan harus secepatnya McAtamney dan Higneet, 2005.

2. Faktor Individu

a. Jenis Kelamin Astrand dan Rodahl 1977 dalam Tarwaka dan Sudiadjeng 2004 menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga dari kekuatan otot pria sehingga daya tahan otot pria lebih tinggi dibandingkan otot wanita. Penelitian yang dilakukan oleh Suriyatmini 2011 pada pekerja manual handling di bagian produksi PTMI, menyatakan bahwa pekerja wanita lebih banyak yang mengalami keluhan muskuloskeletal 97,2 karena pekerjaannya dibandingkan dengan pekerja pria 86,4. b. Lama Kerja Dalam artikel workplace safety 2007 dalam Ariani, 2009 dinyatakan bahwa berdasarkan penelitian pada pekerja di Australia, pekerja yang tidak berpengalaman akan menambah besarnya risiko keluhan muskuloskeletal. 40 Oleh karena itu, masa kerja berpengaruh terhadap pengetahuan mengenai pekerjaan yang hubungannya dengan risiko keluhan muskuloskeletal. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk 2009, menyebutkan bahwa presentase terjadinya keluhan muskuloskeletal pada pekerja dengan masa kerja tinggi atau ≥ 15,28 tahun lebih tinggi 76 dibandingkan dengan pekerja masa kerja rendah 15,28 tahun 66,67. c. Usia Secara alamiah kemampuan fisik seseorang akan mengalami penurunan saat memasuki usia 40 tahun, karena jaringan tubuh akan mulai mengalami proses degenerasi. Penurunan ini akan bertambah cepat apabila diikuti dengan kerja fisik yang berat dan terus menerus, tanpa diimbangi nutrisi dan latihan cukup. Keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu antara 25 – 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Jadi semakin tua usianya semakin besar risiko terjadinya gangguan muskuloskeletal pada individu Chaffin, 1979 dalam Tarwaka dan Sudiadjeng 2004. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Munir 2008 pada pekerja di depatemen water pump PT. X, presentase keluhan muskuloskeletal pada kelompok usia pekerja 50 tahun lebih tinggi 100 dibandingkan dengan kelompok pekerja dengan usia 30 – 49 tahun 84,6 dan kelompok pekerja dengan usia 30 tahun 75. 41 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk 2009, menyebutkan bahwa ada hubungan antara usia pekerja dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal pada operator Can Plant. d. Kebiasaan Merokok Asap rokok mengandung sekitar 4 karbon monoksida CO didalamnya. CO dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dibandingkan oksigen. Rokok juga dapat menyebabkan penurunan kemampuan kerja dengan mengambat aliran oksigen dalam darah. Hal ini berdampak pada kerusakan yang kronik pada sistem pernapasan yang berpengaruh pada ventilasi udara di paru-paru dan mengganggu transfer oksigen dari udara ke dalam darah. Rokok juga mengandung banyak racun dan bahan kimia lainnya yang bersifat karsinogen yang padat berakibat pada turunnya kemampuan fisik perokok Bridger, 2003. Beberapa penelitian membuktikan bahwa meningkatnya keluhan muskuloskeletal terkait dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin lama atau semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula tingkat keluhan muskuloskeletal yang dirasakan Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004. Penelitian yang dilakukan oleh Satar, dkk 2009, menyebutkan bahwa ada hubungan antara kebiasaan merokok pekerja dengan timbulnya keluhan muskuloskeletal pada operator Can Plant. 42 e. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kesanggupan atau kemampuan tubuh manusia melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang dihadapi tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan aktivitas berikutnya Hairy, 1989 dan Hopkins, 2002 dalam Tarwaka, 2004. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesegaran jasmani yaitu jenis kebiasaan olahraga, jam tidur dan asupan makanan. Kesegaran tubuh terdiri dari 10 komponen, yaitu: kekuatan strenght, daya tahan, kecepatan, kekuatan power, kelincahan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi, ketepatan dan waktu reaksi. Kesepuluh komponen tersebut dapat diperkuat melalui kebiasaan olahraga. Bagi pekerja dengan kesegaran jasmani yang rendah, risiko keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingan yang memiliki kekuatan fisik tinggi Suriyatmini, 2011. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans 1996 dalam Zulfiqor, 2010 yang dilakukan terhadap 10 pekerja yang telah berusia tua, didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh seseorang. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kenaikan 128 kapasitas oksigen pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan. Penelitian yang dilakukan oleh Suriyatmini 2011 pada pekerja manual handling di bagian produksi PTMI, menyatakan bahwa pekerja yang tidak rutin berolahraga lebih banyak yang mengalami keluhan

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

9 149 181

Perbedaan Derajat Depresi antara Mahasiswa Kedokteran Preklinik dengan Klinik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

2 11 60

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Sentral pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2012-2014

7 35 188

faktor-faktor yang berhubungan dengan pola makanan mahasiswa kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

1 10 136

Gambaran Pemenuhan Standar Pencahayaan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014

3 48 115

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

13 89 171

Upaya perpustakaan fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam negeri (fkik-UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memenuhi kebutuhan informasi mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat

0 5 104

Respon Pengunjung Terhadap Layanan Perpustakaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

0 5 72

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku makan menyimpang pada mahasiswa di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012

0 10 135

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program StudiKesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015

1 11 185