Faktor Individu Faktor Risiko Timbulnya Keluhan Muskuloskeletal
42 e. Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah kesanggupan atau kemampuan tubuh manusia melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang dihadapi tanpa
menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan aktivitas berikutnya Hairy, 1989 dan Hopkins, 2002 dalam
Tarwaka, 2004. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesegaran jasmani yaitu jenis
kebiasaan olahraga, jam tidur dan asupan makanan. Kesegaran tubuh terdiri dari 10 komponen, yaitu: kekuatan strenght, daya tahan, kecepatan, kekuatan
power, kelincahan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi, ketepatan dan waktu reaksi. Kesepuluh komponen tersebut dapat diperkuat melalui
kebiasaan olahraga. Bagi pekerja dengan kesegaran jasmani yang rendah, risiko keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingan yang memiliki kekuatan
fisik tinggi Suriyatmini, 2011. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans 1996 dalam
Zulfiqor, 2010 yang dilakukan terhadap 10 pekerja yang telah berusia tua, didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan
otot tubuh seseorang. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kenaikan 128 kapasitas oksigen pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama
12 pekan. Penelitian yang dilakukan oleh Suriyatmini 2011 pada pekerja manual handling di bagian produksi PTMI, menyatakan bahwa pekerja yang
tidak rutin
berolahraga lebih
banyak yang
mengalami keluhan
43 muskuloskeletal 98,1 dibandingkan dengan pekerja yang rutin berolahraga
88,9. Istirahat sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk membangun kembali otot
– otot setelah aktivitas sebanyak kebutuhan aktivitas yang ada di dalam
perangsangan pertumbuan otot itu sendiri Suharjana, 2008 dalam Swasta, 2011. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa keluhan muskuloskeletal
jarang ditemukan pada seseorang yang memiliki waktu istirahat yang cukup didalam kesehariannya. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya
memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan muskuloskeletal Mitchell, 2008 dalam Zulfiqor, 2010.
Menurut Sutrisno dan Khafadi 2010, usia balita 1 – 4 tahun membutuhkan
waktu tidur rata-rata 12 jam sehari, untuk usia anak-anak 4 – 12 tahun
membutuhkan waktu tidur rata-rata 10 jam sehari, remaja membutuhkan waktu tidur rata-rata 8
– 9 jam sehari dan dewasa membutuhkan tidur rata-rata 7 jam perhari.
Selanjutnya yang dapat mempengaruhi kesegaran jasmani seseorang yaitu asupan makanan yang diasupdimakan oleh seseorang Atwood, dkk, 2004.
Zat-zat makanan mutlak diperlukan agar kesegaran jasmani baik karena zat- zat tersebut digunakan untuk tenaga atau kalori, pembentukan sel-sel atau
pertumbuhan, menggiatkan atau mengatur proses-proses dalam tubuh George, F.S., 1989 dalam Susilowati, 2007. Kesegaran jasmani seseorang
akan turun jika nutrisi yang masuk ke dalam tubuh seseorang tidak memadai Atwood, dkk, 2004.
44 Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran
jasmani seseorang yaitu: 1 Treadmill Test
Tes ini merupakan tes kesegaran jasmani dengan menggunakan jentera yang dapat diatur kecepatan dan kemiringannya. Tes ini bertujuan
untuk mengukur kapasitas aerobic maksimal seseorang VO2 max untuk menggambarkan derajat kesegaran jasmani Kwok, dkk dalam Budiasih,
2011. 2 Ergometer Sepeda Tes Ergocycle Test
Ergometer sepeda tes ini yaitu tes mengayuh sepeda ergometer yang dipergunakan untuk menilai tingkat kesegaran jasmani berdasarkan
kemampuan aerobic kemampuan menghirup oksigen seseorang pelaksanaan tes ini dibedakan menjadi dua model pembebanan, yaitu
pembebanan sub-maksimal dan pembebanan maksimal DepDikBud, 1977 dalam Budiasih, 2011.
3 Harvard Step Test Tes ini merupakan pengukuran yang paling tua untuk mengetahui
kemampuan aerobik seseorang. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengukur kemampuan tubuh seseorang untuk menyesuaikan terhadap beban kerja
dan nadi pulih asal dari kerja tersebut Sudarno, 1992 dalam Budiasih, 2011.
45 Adapun prosedur pelaksanaan harvard step test Sudarno, 1992
dalam Budiasih, 2011 adalah sebagai berikut: a Responden dimita berdiri menghadap bangku tes.
b Responden kemudian diminta untuk baik turun bangku dengan frekuensi 30 kali naik dan 30 kali turun. Selama melaksanakan tes,
orang percobaan diminta dalam posisi badan tegak. c Berikutnya kaki lainnya dinaikan ke bangku, sehingga responden
dalam posisi berdiri tegak di atas bangku. d Selanjutnya kaki yang pertama kali naik diturunkan.
e Kemudian kaki yang masih diatas bangku diturunkan pula sehingga orang percobaan berdiri tegak lagi didepan bangku.
f Siklus tersebt diulang terus-menerus sampai responden tidak kuat, tetapi tidak lebih dari 5 menit. Catat lamanya dengan menggunakan
stopwatch. g Segera responden diminta untuk duduk dan dihitung denyut nadinya
pada pergelangan tangan selama 30 detik sebanyak 3 kali. Penilaian dari tes tersebut yaitu menjadi indeks kesegaran jasmani
yang dilakukan dengan cara Hockey, 1993, dalam Budiasih, 2011:
46 a Cara Lambat
Denyut nadi dihitung selama 3 kali menit 1, menit 2 dan menit 3 setelah tes dan dihitung selama 30 detik kemudian dimasukkan
kedalam rumus berikut:
b Cara Cepat Yaitu hanya dihitung dengan cara denyut nadi sekali pada menit
pertama setelah tes, kemudia dimasukkan dalam rumus berikut:
Dari kedua tes tersebut didapatkan nilai Indeks Kesegaran Jasmani IKS, yang dikategorikan menjadi Hockey, 1993, dalam Budiasih, 2011:
Tabel 2.2 Kategori Indeks Kesegaran Jasmani Berdasarkan Nilai Harvard Step Test
Indeks Kesegaran Jasmani Nilai
Harvard Step Test
Sangat baik Baik
Sedang Kurang
Buruk 90
80 – 89
65 – 79
55 – 64
55 Indeks Kesegaran
Lama Naik Turun Bangku detik x 100 Jasmani IKS = 2 x Jumlah Ketiga Denyut Nadi Tiap Menit
Indeks Kesegaran Lama Naik Turun Bangku detik x 100
Jasmani IKS = 5,5 x Jumlah Denyut Nadi Pertama
47 Adapun keuntungan menggunakan harvard step test Sudarno,
1992 dalam Budiasih, 2011 yaitu adalah sebagai berikut: a Hampir semua individu dapat melakukan gerakannya, berlaku juga
untuk semua golongan usia dan tingkat kesegaran jasmani yang berbeda-beda juga.
b Pengawasan dan penyelenggaraan relatif lebih mudah. c Faktor bahaya sangat sedikit kemungkinannya dan apabila tes ini
dikerjakan dengan benar, hasil tes ini cukup bermanfaat. d Metode paling sederhana, murah dan mudah. Tidak memerlukan alat
yang memerlukan listrik dan kalibrasi. f. Antropometri
Merupakan suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia mulai dari ukuran, bentuk dan kekuatan serta
penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain Nurmianto, 2008.
Antropometri setiap orang berbeda-beda, yang mempengaruhi ukuran antropometri seseorang berbeda-beda tersebut yaitu jenis kelamin, usia, dan
ras, sehingga ketika perhitungan antropometri perlu adanya pengelompokan berdasarkan faktor tersebut Atwood, dkk, 2004.
Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia mulai dari ukuran, bentuk dan
48 kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain
Nurmianto, 2008. Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi
kelompok statistika dan ukuran persentil. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk
dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data-data antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan
manusianya yang disesuaikan dengan alat yang sudah ada. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat
penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan desain Liliana, dkk, 2007 dalam Subagya.
Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran
tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan
guna menjamin adanya sistem kerja yang baik Mira, 2009 dalam Subagya, 2010.
Data antropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran produk yang adakan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh
manusia yang akan menggunakannya. Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil dalam perancangan produk maupun fasilitas
Wignjosoebroto, 1995 dapat dilihat sebagai berikut:
49
Gambar 2.14 Antropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas
Sumber : Wignjosoebroto, 2000 dalam Wiranata, 2011 Keterangan dari gambar diatas yaitu:
1 Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak dari lantai sampai dengan ujung kepala
2 Dimensi tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3 Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak
4 Tinggi siku dalam posisi berdisi tegak siku tegak lurus 5 Tinggi kepalan tangan yang terjulut lepas dalam posisi berdiri tegak tidak
ditunjukkan dalam gambar 6 Tinggi tubuh dalam posisi duduk diukur dari alas tempat duduk pantat
sampai dengan kepala
50 7 Tinggi mata dalam posisi duduk
8 Tinggi bahu dalam posisi duduk 9 Tinggi siku dalam posisi duduk siku tegak lurus
10 Tebal atau lebar paha 11 Panjang paha yang diukur dari pantat sampai ujung lutut
12 Panjang pada yang diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut betis
13 Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk 14 Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan
paha 15 Lebar dari bahu bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk
16 Lebar pinggul 17 Lebar dari dada dalam keadaan membusung tidak ditunjukkan pada
gambar 18 Lebar perut
19 Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan jung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus
20 Lebar kepala 21 Panjang tangan diukur dari pegelangan sampai dengan ujung jari
22 Lebar telapak tangan
51 23 Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan
tidak ditunjukkan dalam gambar 24 Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak
25 Jarak jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak 26 Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan dikur dari bahu sampai
dengan ujung jari tangan. Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri yang tepat
diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan pengambilan dari dimensi anggota tubuh tersebut.
Tabel 2.3 Ukuran-ukuran Antropometri yang Penting
Berdiri Duduk
1 Tinggi badan 2 Tinggi bahu
3 Tinggi siku 4 Tinggi pinggul
5 Lebar pinggul 6 Panjang lengan
7 Panjang lengan atas 8 Panjang lengan bawah
9 Jangkauan atas 10 Panjang Depa
1 Tinggi duduk 2 Tinggi mata
3 Tinggi bahu 4 Tinggi siku duduk
5 Tinggi pinggul duduk 6 Lebar pinggul
7 Tinggi lutut duduk 8 Panjang tungkai atas
9 Panjang tungkai bawah
Sumber: Suma’mur, 1982 dalam Subagya 2010
52 Macam-macam dari dimensi antropometri statis duduk adalah sebagai
berikut: 1 Tinggi bahu duduk
Yaitu jarak secara vertikal dari permukaan alas duduk sampai bahu. Penggunaan data ini yaitu untuk menentukan tinggi sandaran tempat
duduk yang menopang pinggang dan bahu dengan dilengkapi alas bahan dari kain atau bahan lainnya, disamping itu digunakan oleh arsitektur
untuk merancang interior ruangan gedung bahkan membuat jarak dan tinggi penghalang ruangan yang dilengkapi oleh kursi. Pertimbangannya
yaitu bahan yang digunakan sebagai pelapis alas duduk. Data ini menggunakan ukuran 95 persentil Pheasant, 2003.
2 Tinggi siku duduk Yaitu jarak secara vertikal dari permukaan alas duduk ke bagian
bawah siku. Digunakan untuk menentukan tinggi sandaran lengan, tempat kerja, meja kerja, dan lainnya. Pertimbangannya yaitu bahan yang
digunakan sebagai penutup alas duduk, kemiringan kursi dan postur tubuh ketika duduk. Tujuan dari adanya sandaran lengan ini yaitu agar lengan
dapat tetap beristirahat dengan nyaman Pheasant, 2003. 3 Panjang dari pantat sampai lutut bagian belakang
Yaitu jarak horizontal dari bagian pantat paling belakang sampai ke bagian belakang lutut. Penggunaannya yaitu untuk menentukan panjang
kursi sebagai alas duduk, posisi kaki, bagian vertikal terdepan dari tempat
53 duduk, yang disesuaikan dengan belakang lutut dan lebar pinggul.
Pertimbangannya yaitu sudut tempat duduk. Pemilihan persentil yaitu ukuran antropometri 5 persentil agar dapat mengakomodasi hampir semua
populasi pengguna Pheasant, 2003. 4 Tinggi lutut bagian belakang
Merupakan jarak yang diambil secara vertikal dari lantai sampai lutut bagian belakang pada sikap duduk tegak. Penggunaannya yaitu utnuk
menentukan tinggi permukaan duduk yang diukur dari alas tempat duduk ke lantai, sehingga diperoleh tinggi yang sesuai pada lipatan siku dari
kaki. Pertimbangan yang harus dipikirkan yaitu memperhatikan kekenyalan penutup alas duduk. Pemilihan persentil yang digunakan yaitu
5 persentil agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna. Hal ini untuk menghindari terjadinya penekanan pada bagian paha bawah
oleh alas duduk akibat kursi yang terlalu tinggi Pheasant, 2003. 5 Lebar bahu
Yaitu jarak horizontal maksimum antara kedua ujung bahu. Penggunaannya yaitu untuk menentukan lebar sandaran kursi, sehingga
dapat menyokong punggung. Pemilihan persentil yaitu 95-persentil terbesar agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna.
Pheasant, 2003.
54 6 Lebar pinggul
Adalah jarak antara bagian terluar dari pinggil pada sikap duduk tegak. Penggunaan dimensi ini yaitu untuk menentukan lebar alas tempat
duduk, sehingga pinggul atau pantat tepat pada posisi saat duduk. Pertiimbangan yang harus diperhatikan untuk dimensi ubuh ini yaitu
tergantung pada aplikasinya, data ini berhubungan dengan jarak dari siku dan lebar lain. Pemilihan persentil untuk data ini yaitu 95 persentil
tertinggi Pheasant, 2003. 7 Panjang dari siku ke ujung jari
Adalah jarak dari siku sampai ke ujung jari bagian tengah pada posisi duduk tegak. Penggunaan data ini yaitu untuk panjang sandaran
tangan pada kursi. Persentil yang digunakan yaitu 95 persentil, agar dapat mengakomodasi pengguna dengan jarak siku ke ujung jari yang terpanjang
dan juga membuat nyaman pengguna dengan panjang siku ke ujung jari yang lebih pendek Pheasant, 2003.
Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman
dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan
cara yang tidak alamiah.
55 a. Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain
SOP Standar Operating Procedure yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan.
Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya hars dihindarkan.
Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit
banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya Mira, 2009 dalam Subagya, 2010.
b. Faktor Manusia dan Mesin Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan produksi akan menimbulkan
suatu hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku dan mesin sebagai sarana kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini menjadi sangat erat
sehingga merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis, hubungan antara manusia dengan mesin haruslah merupakan suatu hubungan yang selaras,
serasi dan sesuai Mira, 2009 dalam Subagya, 2010. c. Faktor Pengorganisasian Kerja
Pengorganisasian kera terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan
dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu
56 istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8
jamhari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan grup kerja baru atau perbanyakan shift kerja.
Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja
dan angka kesakitan Mira, 2009 dalam Subagya, 2010. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sadeghi, dkk 2012 pada
pengemudi bus di Iran, menyatakan bahwa antropometri pekerja mempengaruhi keluhan muskuloskeletal.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Caiklieng dkk 2009 pada pekerja kantor, menyebutkan bahwa ada hubungan antara karakteristik
antropometri dengan keluhan muskuloskeletal, yaitu panjang pantat sampai politeal, lebar pinggul, tinggi bahu duduk dan tinggi siku duduk.
g. Status Gizi Keseimbangan energi dapat dicapai bila energi yang masuk ke dalam
tubuh melalui makanan sama dengan bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini
menghasilkan berat badan yang idealnormal. Berat badan ideal ini bergantung pula pada besar kerangka dan komposisi tubuh dalam hal otot dan lemak.
Seorang yang berkerangka besar dan atau mempunyai komposisi otot relatif lebih besar mempunyai berat badan ideal yang lebih besar. Untuk hal ini
57 diberi kelonggaran ± 10 - 20. Cara mengukur dan kategori status gizi
IMT untuk penduduk Indonesia adalah sebagai berikut Almatsier, 2004:
Tabel 2.4 Kategori IMT untuk Penduduk Indonesia Kategori
IMT Kurus
Normal Gemuk
18,5 18,5
– 25 25
Kaitan IMT dengan keluhan muskuloskeletal yaitu semakin gemuk seseorang maka akan semakin besar risiko untuk timbulnya keluhan
muskuloskeletal. Hal ini disebabkan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan
mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang
mengakibatkan hernia nucleus pulposus Tan HC dan Horn SE, 1998 dalam Zulfiqor, 2010.
Vessy dkk 1990 dalam Syafitri, 2010 mengemukakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan
wanita yang kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner, dkk 1994 dalam Syafitri, 2010 yang menyatakan bahwa pasien gemuk obesitas dengan IMT 29
mempunyai risiko 2,5 lebih tinggi dibandingan dengan yang kurus IMT 20, IMT = Berat Badan kg
Tinggi Badan m²
58 khususnya untuk otot laki-laki. Keluhan otot rangka yang terkait dengan
ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban tubuhnya maupun berat tambahan yang
lainnya Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004