Faktor Individu Faktor Risiko Timbulnya Keluhan Muskuloskeletal

42 e. Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah kesanggupan atau kemampuan tubuh manusia melakukan penyesuaian terhadap beban fisik yang dihadapi tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti dan masih memiliki kapasitas cadangan untuk melakukan aktivitas berikutnya Hairy, 1989 dan Hopkins, 2002 dalam Tarwaka, 2004. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesegaran jasmani yaitu jenis kebiasaan olahraga, jam tidur dan asupan makanan. Kesegaran tubuh terdiri dari 10 komponen, yaitu: kekuatan strenght, daya tahan, kecepatan, kekuatan power, kelincahan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi, ketepatan dan waktu reaksi. Kesepuluh komponen tersebut dapat diperkuat melalui kebiasaan olahraga. Bagi pekerja dengan kesegaran jasmani yang rendah, risiko keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingan yang memiliki kekuatan fisik tinggi Suriyatmini, 2011. Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Evans 1996 dalam Zulfiqor, 2010 yang dilakukan terhadap 10 pekerja yang telah berusia tua, didapatkan bahwa olahraga telah terbukti efektif meningkatkan daya tahan otot tubuh seseorang. Hal ini disebabkan oleh karena adanya kenaikan 128 kapasitas oksigen pada otot akibat olahraga yang dilakukan setiap hari selama 12 pekan. Penelitian yang dilakukan oleh Suriyatmini 2011 pada pekerja manual handling di bagian produksi PTMI, menyatakan bahwa pekerja yang tidak rutin berolahraga lebih banyak yang mengalami keluhan 43 muskuloskeletal 98,1 dibandingkan dengan pekerja yang rutin berolahraga 88,9. Istirahat sangat dibutuhkan bagi tubuh untuk membangun kembali otot – otot setelah aktivitas sebanyak kebutuhan aktivitas yang ada di dalam perangsangan pertumbuan otot itu sendiri Suharjana, 2008 dalam Swasta, 2011. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa keluhan muskuloskeletal jarang ditemukan pada seseorang yang memiliki waktu istirahat yang cukup didalam kesehariannya. Sebaliknya, bagi yang dalam pekerjaan kesehariannya memerlukan tenaga besar dan tidak cukup istirahat akan lebih sering mengalami keluhan muskuloskeletal Mitchell, 2008 dalam Zulfiqor, 2010. Menurut Sutrisno dan Khafadi 2010, usia balita 1 – 4 tahun membutuhkan waktu tidur rata-rata 12 jam sehari, untuk usia anak-anak 4 – 12 tahun membutuhkan waktu tidur rata-rata 10 jam sehari, remaja membutuhkan waktu tidur rata-rata 8 – 9 jam sehari dan dewasa membutuhkan tidur rata-rata 7 jam perhari. Selanjutnya yang dapat mempengaruhi kesegaran jasmani seseorang yaitu asupan makanan yang diasupdimakan oleh seseorang Atwood, dkk, 2004. Zat-zat makanan mutlak diperlukan agar kesegaran jasmani baik karena zat- zat tersebut digunakan untuk tenaga atau kalori, pembentukan sel-sel atau pertumbuhan, menggiatkan atau mengatur proses-proses dalam tubuh George, F.S., 1989 dalam Susilowati, 2007. Kesegaran jasmani seseorang akan turun jika nutrisi yang masuk ke dalam tubuh seseorang tidak memadai Atwood, dkk, 2004. 44 Metode yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kesegaran jasmani seseorang yaitu: 1 Treadmill Test Tes ini merupakan tes kesegaran jasmani dengan menggunakan jentera yang dapat diatur kecepatan dan kemiringannya. Tes ini bertujuan untuk mengukur kapasitas aerobic maksimal seseorang VO2 max untuk menggambarkan derajat kesegaran jasmani Kwok, dkk dalam Budiasih, 2011. 2 Ergometer Sepeda Tes Ergocycle Test Ergometer sepeda tes ini yaitu tes mengayuh sepeda ergometer yang dipergunakan untuk menilai tingkat kesegaran jasmani berdasarkan kemampuan aerobic kemampuan menghirup oksigen seseorang pelaksanaan tes ini dibedakan menjadi dua model pembebanan, yaitu pembebanan sub-maksimal dan pembebanan maksimal DepDikBud, 1977 dalam Budiasih, 2011. 3 Harvard Step Test Tes ini merupakan pengukuran yang paling tua untuk mengetahui kemampuan aerobik seseorang. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengukur kemampuan tubuh seseorang untuk menyesuaikan terhadap beban kerja dan nadi pulih asal dari kerja tersebut Sudarno, 1992 dalam Budiasih, 2011. 45 Adapun prosedur pelaksanaan harvard step test Sudarno, 1992 dalam Budiasih, 2011 adalah sebagai berikut: a Responden dimita berdiri menghadap bangku tes. b Responden kemudian diminta untuk baik turun bangku dengan frekuensi 30 kali naik dan 30 kali turun. Selama melaksanakan tes, orang percobaan diminta dalam posisi badan tegak. c Berikutnya kaki lainnya dinaikan ke bangku, sehingga responden dalam posisi berdiri tegak di atas bangku. d Selanjutnya kaki yang pertama kali naik diturunkan. e Kemudian kaki yang masih diatas bangku diturunkan pula sehingga orang percobaan berdiri tegak lagi didepan bangku. f Siklus tersebt diulang terus-menerus sampai responden tidak kuat, tetapi tidak lebih dari 5 menit. Catat lamanya dengan menggunakan stopwatch. g Segera responden diminta untuk duduk dan dihitung denyut nadinya pada pergelangan tangan selama 30 detik sebanyak 3 kali. Penilaian dari tes tersebut yaitu menjadi indeks kesegaran jasmani yang dilakukan dengan cara Hockey, 1993, dalam Budiasih, 2011: 46 a Cara Lambat Denyut nadi dihitung selama 3 kali menit 1, menit 2 dan menit 3 setelah tes dan dihitung selama 30 detik kemudian dimasukkan kedalam rumus berikut: b Cara Cepat Yaitu hanya dihitung dengan cara denyut nadi sekali pada menit pertama setelah tes, kemudia dimasukkan dalam rumus berikut: Dari kedua tes tersebut didapatkan nilai Indeks Kesegaran Jasmani IKS, yang dikategorikan menjadi Hockey, 1993, dalam Budiasih, 2011: Tabel 2.2 Kategori Indeks Kesegaran Jasmani Berdasarkan Nilai Harvard Step Test Indeks Kesegaran Jasmani Nilai Harvard Step Test Sangat baik Baik Sedang Kurang Buruk 90 80 – 89 65 – 79 55 – 64 55 Indeks Kesegaran Lama Naik Turun Bangku detik x 100 Jasmani IKS = 2 x Jumlah Ketiga Denyut Nadi Tiap Menit Indeks Kesegaran Lama Naik Turun Bangku detik x 100 Jasmani IKS = 5,5 x Jumlah Denyut Nadi Pertama 47 Adapun keuntungan menggunakan harvard step test Sudarno, 1992 dalam Budiasih, 2011 yaitu adalah sebagai berikut: a Hampir semua individu dapat melakukan gerakannya, berlaku juga untuk semua golongan usia dan tingkat kesegaran jasmani yang berbeda-beda juga. b Pengawasan dan penyelenggaraan relatif lebih mudah. c Faktor bahaya sangat sedikit kemungkinannya dan apabila tes ini dikerjakan dengan benar, hasil tes ini cukup bermanfaat. d Metode paling sederhana, murah dan mudah. Tidak memerlukan alat yang memerlukan listrik dan kalibrasi. f. Antropometri Merupakan suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia mulai dari ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain Nurmianto, 2008. Antropometri setiap orang berbeda-beda, yang mempengaruhi ukuran antropometri seseorang berbeda-beda tersebut yaitu jenis kelamin, usia, dan ras, sehingga ketika perhitungan antropometri perlu adanya pengelompokan berdasarkan faktor tersebut Atwood, dkk, 2004. Antropometri adalah suatu kumpulan data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia mulai dari ukuran, bentuk dan 48 kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk penanganan masalah desain Nurmianto, 2008. Antropometri merupakan bidang ilmu yang berhubungan dengan dimensi tubuh manusia. Dimensi-dimensi ini dibagi menjadi kelompok statistika dan ukuran persentil. Data dimensi manusia ini sangat berguna dalam perancangan produk dengan tujuan mencari keserasian produk dengan manusia yang memakainya. Pemakaian data-data antropometri mengusahakan semua alat disesuaikan dengan kemampuan manusia, bukan manusianya yang disesuaikan dengan alat yang sudah ada. Rancangan yang mempunyai kompatibilitas tinggi dengan manusia yang memakainya sangat penting untuk mengurangi timbulnya bahaya akibat terjadinya kesalahan kerja akibat adanya kesalahan desain Liliana, dkk, 2007 dalam Subagya. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik Mira, 2009 dalam Subagya, 2010. Data antropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran produk yang adakan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang akan menggunakannya. Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil dalam perancangan produk maupun fasilitas Wignjosoebroto, 1995 dapat dilihat sebagai berikut: 49 Gambar 2.14 Antropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas Sumber : Wignjosoebroto, 2000 dalam Wiranata, 2011 Keterangan dari gambar diatas yaitu: 1 Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak dari lantai sampai dengan ujung kepala 2 Dimensi tinggi mata dalam posisi berdiri tegak 3 Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak 4 Tinggi siku dalam posisi berdisi tegak siku tegak lurus 5 Tinggi kepalan tangan yang terjulut lepas dalam posisi berdiri tegak tidak ditunjukkan dalam gambar 6 Tinggi tubuh dalam posisi duduk diukur dari alas tempat duduk pantat sampai dengan kepala 50 7 Tinggi mata dalam posisi duduk 8 Tinggi bahu dalam posisi duduk 9 Tinggi siku dalam posisi duduk siku tegak lurus 10 Tebal atau lebar paha 11 Panjang paha yang diukur dari pantat sampai ujung lutut 12 Panjang pada yang diukur dari pantat sampai bagian belakang dari lutut betis 13 Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk 14 Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha 15 Lebar dari bahu bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk 16 Lebar pinggul 17 Lebar dari dada dalam keadaan membusung tidak ditunjukkan pada gambar 18 Lebar perut 19 Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan jung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus 20 Lebar kepala 21 Panjang tangan diukur dari pegelangan sampai dengan ujung jari 22 Lebar telapak tangan 51 23 Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan tidak ditunjukkan dalam gambar 24 Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak 25 Jarak jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak 26 Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan dikur dari bahu sampai dengan ujung jari tangan. Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data antropometri yang tepat diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan pengambilan dari dimensi anggota tubuh tersebut. Tabel 2.3 Ukuran-ukuran Antropometri yang Penting Berdiri Duduk 1 Tinggi badan 2 Tinggi bahu 3 Tinggi siku 4 Tinggi pinggul 5 Lebar pinggul 6 Panjang lengan 7 Panjang lengan atas 8 Panjang lengan bawah 9 Jangkauan atas 10 Panjang Depa 1 Tinggi duduk 2 Tinggi mata 3 Tinggi bahu 4 Tinggi siku duduk 5 Tinggi pinggul duduk 6 Lebar pinggul 7 Tinggi lutut duduk 8 Panjang tungkai atas 9 Panjang tungkai bawah Sumber: Suma’mur, 1982 dalam Subagya 2010 52 Macam-macam dari dimensi antropometri statis duduk adalah sebagai berikut: 1 Tinggi bahu duduk Yaitu jarak secara vertikal dari permukaan alas duduk sampai bahu. Penggunaan data ini yaitu untuk menentukan tinggi sandaran tempat duduk yang menopang pinggang dan bahu dengan dilengkapi alas bahan dari kain atau bahan lainnya, disamping itu digunakan oleh arsitektur untuk merancang interior ruangan gedung bahkan membuat jarak dan tinggi penghalang ruangan yang dilengkapi oleh kursi. Pertimbangannya yaitu bahan yang digunakan sebagai pelapis alas duduk. Data ini menggunakan ukuran 95 persentil Pheasant, 2003. 2 Tinggi siku duduk Yaitu jarak secara vertikal dari permukaan alas duduk ke bagian bawah siku. Digunakan untuk menentukan tinggi sandaran lengan, tempat kerja, meja kerja, dan lainnya. Pertimbangannya yaitu bahan yang digunakan sebagai penutup alas duduk, kemiringan kursi dan postur tubuh ketika duduk. Tujuan dari adanya sandaran lengan ini yaitu agar lengan dapat tetap beristirahat dengan nyaman Pheasant, 2003. 3 Panjang dari pantat sampai lutut bagian belakang Yaitu jarak horizontal dari bagian pantat paling belakang sampai ke bagian belakang lutut. Penggunaannya yaitu untuk menentukan panjang kursi sebagai alas duduk, posisi kaki, bagian vertikal terdepan dari tempat 53 duduk, yang disesuaikan dengan belakang lutut dan lebar pinggul. Pertimbangannya yaitu sudut tempat duduk. Pemilihan persentil yaitu ukuran antropometri 5 persentil agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna Pheasant, 2003. 4 Tinggi lutut bagian belakang Merupakan jarak yang diambil secara vertikal dari lantai sampai lutut bagian belakang pada sikap duduk tegak. Penggunaannya yaitu utnuk menentukan tinggi permukaan duduk yang diukur dari alas tempat duduk ke lantai, sehingga diperoleh tinggi yang sesuai pada lipatan siku dari kaki. Pertimbangan yang harus dipikirkan yaitu memperhatikan kekenyalan penutup alas duduk. Pemilihan persentil yang digunakan yaitu 5 persentil agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna. Hal ini untuk menghindari terjadinya penekanan pada bagian paha bawah oleh alas duduk akibat kursi yang terlalu tinggi Pheasant, 2003. 5 Lebar bahu Yaitu jarak horizontal maksimum antara kedua ujung bahu. Penggunaannya yaitu untuk menentukan lebar sandaran kursi, sehingga dapat menyokong punggung. Pemilihan persentil yaitu 95-persentil terbesar agar dapat mengakomodasi hampir semua populasi pengguna. Pheasant, 2003. 54 6 Lebar pinggul Adalah jarak antara bagian terluar dari pinggil pada sikap duduk tegak. Penggunaan dimensi ini yaitu untuk menentukan lebar alas tempat duduk, sehingga pinggul atau pantat tepat pada posisi saat duduk. Pertiimbangan yang harus diperhatikan untuk dimensi ubuh ini yaitu tergantung pada aplikasinya, data ini berhubungan dengan jarak dari siku dan lebar lain. Pemilihan persentil untuk data ini yaitu 95 persentil tertinggi Pheasant, 2003. 7 Panjang dari siku ke ujung jari Adalah jarak dari siku sampai ke ujung jari bagian tengah pada posisi duduk tegak. Penggunaan data ini yaitu untuk panjang sandaran tangan pada kursi. Persentil yang digunakan yaitu 95 persentil, agar dapat mengakomodasi pengguna dengan jarak siku ke ujung jari yang terpanjang dan juga membuat nyaman pengguna dengan panjang siku ke ujung jari yang lebih pendek Pheasant, 2003. Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah. 55 a. Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP Standar Operating Procedure yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya hars dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya Mira, 2009 dalam Subagya, 2010. b. Faktor Manusia dan Mesin Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan produksi akan menimbulkan suatu hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku dan mesin sebagai sarana kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini menjadi sangat erat sehingga merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis, hubungan antara manusia dengan mesin haruslah merupakan suatu hubungan yang selaras, serasi dan sesuai Mira, 2009 dalam Subagya, 2010. c. Faktor Pengorganisasian Kerja Pengorganisasian kera terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu 56 istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 jamhari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan grup kerja baru atau perbanyakan shift kerja. Untuk pekerjaan lembur sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan angka kesakitan Mira, 2009 dalam Subagya, 2010. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sadeghi, dkk 2012 pada pengemudi bus di Iran, menyatakan bahwa antropometri pekerja mempengaruhi keluhan muskuloskeletal. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Caiklieng dkk 2009 pada pekerja kantor, menyebutkan bahwa ada hubungan antara karakteristik antropometri dengan keluhan muskuloskeletal, yaitu panjang pantat sampai politeal, lebar pinggul, tinggi bahu duduk dan tinggi siku duduk. g. Status Gizi Keseimbangan energi dapat dicapai bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan bila energi yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Keadaan ini menghasilkan berat badan yang idealnormal. Berat badan ideal ini bergantung pula pada besar kerangka dan komposisi tubuh dalam hal otot dan lemak. Seorang yang berkerangka besar dan atau mempunyai komposisi otot relatif lebih besar mempunyai berat badan ideal yang lebih besar. Untuk hal ini 57 diberi kelonggaran ± 10 - 20. Cara mengukur dan kategori status gizi IMT untuk penduduk Indonesia adalah sebagai berikut Almatsier, 2004: Tabel 2.4 Kategori IMT untuk Penduduk Indonesia Kategori IMT Kurus Normal Gemuk 18,5 18,5 – 25 25 Kaitan IMT dengan keluhan muskuloskeletal yaitu semakin gemuk seseorang maka akan semakin besar risiko untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal. Hal ini disebabkan seseorang dengan kelebihan berat badan akan berusaha untuk menyangga berat badan dari depan dengan mengontraksikan otot punggung bawah. Dan bila ini berlanjut terus menerus, akan menyebabkan penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nucleus pulposus Tan HC dan Horn SE, 1998 dalam Zulfiqor, 2010. Vessy dkk 1990 dalam Syafitri, 2010 mengemukakan bahwa wanita yang gemuk mempunyai risiko dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wanita yang kurus. Hal ini diperkuat oleh Werner, dkk 1994 dalam Syafitri, 2010 yang menyatakan bahwa pasien gemuk obesitas dengan IMT 29 mempunyai risiko 2,5 lebih tinggi dibandingan dengan yang kurus IMT 20, IMT = Berat Badan kg Tinggi Badan m² 58 khususnya untuk otot laki-laki. Keluhan otot rangka yang terkait dengan ukuran tubuh lebih disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima beban, baik beban tubuhnya maupun berat tambahan yang lainnya Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004

3. Faktor Lingkungan

a. Getaran Getaran dapat menyebabkan kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri Suma ’mur, 1989. Pekerjaan yang menggunakan peralatan yang menimbulkan getaran akan menyebabkan mati rasa pada bagian jari, kehilangan kepekaan sentuhan dan kemampuan memegang. Gangguan ini disebut dengan Reynaud;s disease. Penyakit ini menyebabkan keusakan saraf tepi. Kejadian ini dapat disebabkan oleh penggunaan alat tipe tumbuk, ketuk atau alat lain yang mempunyai tingkat vibrasi sedang alat penggiling, sander, gergaji ukir, dll atau vibrasi tinggi martil, gergaji mesin, kunci linggis, dll Oborne, 1995 dalam Munir, 2008 b. Suhu Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan sebagian energi dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan suhu tubuh terhadap lingkungan. Apabila tidak disertai pasokan energi yang cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke otot Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004. 59 Suhu ekstrim akan memberikan efek fisiologis heat stress dan cold stress. Aliran daran ke bagian tubuh akan berkurang ketika suhu udara dingin. Pembuluh daran ke area yang sempir ke area sentral temperatur tubuh akan menyebabkan tubuh kehilangan nutrisi dan oksigen. Stress fisik terjadi ketika jaringan tubuh inadekuat terhadap suplai darah yang mengandung oksigen dan nutrisi sehingga akan meningkatkan potensi terjadinya gangguan muskuloskeletal. Bahaya yang spesifik akan terjadi pada saat suhu udara dingin dan menggunakan alat yang bergetar Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004. Berdasarkan rekomendasi NIOSH 1984 dalam Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004 tentang kriteria suhu nyaman, suhu udara dalam ruang yang dapat diterima adalah berkisar antara 20 - 24ºC untuk musim dingin dan 23 – 26 ºC untuk musim panas pada kelembapan 35 – 65. Rata-rata gerakan udara dalam ruang yang ditempati tidak melebihi 0,15 mdet untuk musim dingin dan 0,25 .det untuk musim panas. Kecepatan udara dibawah 0,07 mdet akan memberikan rasa tidak enak di badan dan rasa tidak nyaman. Sebagai bahan pertimbangan dimana Indonesia merupakan daerah tropis yang mempunyai suhu udara lebih panas dengan kelembapan yang jauh lebih tinggi, maka rekomendasi dari NIOSH 1984 tersebut perlu dikoreksi apabila diterapkan di daerah tropis. Temperatur yang normal untk orang indonesia adalah 22,5 – 26 ºC dengan kelembapan udara sebesar 40 – 75 Tarwaka dan Sudiadjeng, 2004. 60 c. Pencahayaan Pencahayaan sangat mempengaruhi manusia untuk melihat objek secara jelas dan tepat tanpa menimbulkan kesalahan. Jumlah cahaya yang jatuh pada permukaan benda tergantung pada sumber cahaya dan intensitas cahaya, jarak antar sumber cahaya dengan permukaan benda, sudut sumber cahaya ke permukaan benda dan jumlah cahaya dan permukaan lain yang memantulkan cahaya Atwood, dkk, 2004. Pencahayaan yang kurang mengakibatkan mata pekerja menjadi cepat lelah karena mata akan berusaha melihat secara jelas. Intensitas cahaya untuk membaca sekitar 300 – 700 lux, pekerjaan di kantor sekitar 400 – 600 lux, pekerjaan yang memerlukan ketelitian tinggi sekitar 800 – 1200 lux dan pekerjaan di gudang sekitar 80 – 170 lux NIOSH, 1997 dalam Zulfiqor, 2010. Berdasarkan hasil penelitian spinger 2007 dalam Zulfiqor, diperoleh bahwa mengurangi cahaya silau di tempat kerja dapat meningkatkan produktifitas 7 sehingga ketika seorang bekerja di depan komputer dapat bertahan 8 sampai 12 jam. d. Tekanan Adanya tekanan langsung atau akibat pemakaian APD atau faktor lain pada bagian tubuh dalam waktu yang lama akan meningkatkan tekanan pada otot yang dapat menimbulkan keluhan muskuloskeletal Humantech, 1995 dalam Suriatmini, 2011. 61 e. Area Kerja Area kerja merupakan kondisi fisik yang terkait dengan pekerjaan, misalnya desain kerja luas ruangan, jangkauan, clereance, alat kerja yang digunakan, dll Peter Vi, 2000 dalam Suriyatmini 2011.

C. Kerangka Teori

Kerangka teori pada penelitian ini dibagi atas faktor pekerjaan, faktor individu, dan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan pada muskuloskeletal. Faktor pekerjaan yaitu terdiri dari durasi paparan, postur tubuh, bebangaya dan frekuensi. Durasi paparan, postur tubuh, bebangaya dan frekuensi menjadi satu- kesatuan dalam perhitungan tingkat risiko ergonomi. Tingkat risiko ergonomi ini yang dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal pada individu. Semakin tinggi tingkat risiko maka akan semakin tinggi pula kemungkinan untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal. Untuk faktor individu terdiri dari usia, jenis kelamin, masa kerja, kebiasaan merokok, kesegaran jasmani, status gizi dan antropometri. Faktor-faktor individu inilah yang dapat menyebabkan timbulnya keluhan muskuloskeletal. Sedangkan untuk faktor lingkungan terdiri dari getaran, suhu, tekanan dan area kerja. Getaran, suhu, pencahayaan, tekanan dan area kerja ini dapat mempengaruhi untuk timbulnya keluhan muskuloskeletal.

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Makanan Cepat Saji Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

9 149 181

Perbedaan Derajat Depresi antara Mahasiswa Kedokteran Preklinik dengan Klinik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

2 11 60

Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Obesitas Sentral pada Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Angkatan 2012-2014

7 35 188

faktor-faktor yang berhubungan dengan pola makanan mahasiswa kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011

1 10 136

Gambaran Pemenuhan Standar Pencahayaan Perpustakaan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014

3 48 115

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja Cleaning Service di Kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012

13 89 171

Upaya perpustakaan fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam negeri (fkik-UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta memenuhi kebutuhan informasi mahasiswa jurusan kesehatan masyarakat

0 5 104

Respon Pengunjung Terhadap Layanan Perpustakaan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

0 5 72

Faktor – faktor yang mempengaruhi kecenderungan perilaku makan menyimpang pada mahasiswa di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012

0 10 135

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebugaran pada Mahasiswa Program StudiKesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2015

1 11 185