Latar Belakang Informan I

berkuliah di Universitas Terbuka jurusan Komunikasi, karena senang bicara. Akhirnya, setelah berkuliah selama satu semester, informan I merasa tidak mampu harus belajar sendiri dan merasa berat dengan peran ibu rumah tangga sekaligus wanita karir, informan I memutuskan untuk berhenti berkuliah.

2. Latar Belakang Informan II

Informan II lahir di Gunung Kidul dalam sebuah keluarga yang berprofesi sebagai petani, sekaligus berdagang di rumah. Informan II bersekolah di Gunung Kidul hingga SLTP dan baru saja mengambil ijazah Paket C untuk persiapan melamar kerja di Gunung Kidul jika capek ke Yogya kelak. Informan II sempat mendaftar SLTA, tetapi tidak jadi bersekolah karena dilamar. Informan II kemudian menikah dengan suami pertamanya pada tahun 2002. Terkait pengetahuan mengenai HIV dan AIDS, informan II mengaku dirinya sama sekali tidak paham mengenai hal tersebut sebelum suami positif. Informan II merupakan bungsu dari tiga bersaudara. Kakak informan II perempuan dan laki-laki. Saudara informan II sudah berkeluarga semua dan informan II masih berhubungan baik dengan mereka melalui jalinan silahturami. Kedua orangtua informan II masih hidup. Saat ini, kedua orangtua informan II berjualan dan tinggal di Yogyakarta. Informan II juga selalu mengunjungi mereka saat datang ke Yogyakarta. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Informan II saat ini berdomisili di Wonosari, Gunung Kidul. Informan II berprofesi sebagai ibu rumah tangga, sekaligus Pendukung Sebaya di V+. Biasanya, informan II berangkat kerja setelah pekerjaan di rumah beres dan baru pulang kerja sore hari. Informan II mendapatkan tugas piket di RSUD W pukul 9 pagi hingga 2 sore, kemudian berkunjung ke rumah klien hingga pukul 5 sore untuk melihat perkembangan kondisi klien dan memotivasi mereka. Informan II memiliki seorang anak laki-laki yang saat ini duduk di kelas 6 SD. Anak laki-laki informan II tidak terinfeksi HIV. Setelah suaminya meninggal karena AIDS pada 2009, pada tahun 2012, informan II menikah lagi dengan seorang pria yang berprofesi sebagai seniman. Suami kedua informan II merupakan seorang duda yang telah bercerai dengan istri pertamanya dan memiliki seorang anak perempuan yang saat ini duduk di bangku kelas 2 SMP. Meskipun suami keduanya bukan seorang ODHA, tetapi suami keduanya memperlakukan informan II dengan baik sehingga rumah tangga mereka harmonis, humoris, dan romantis. Relasi antara informan II dan anaknya serta suami kedua dan anak kandung suaminya juga rukun dan baik. Sebenarnya, informan II awalnya tidak berniat untuk menikah lagi setelah suami pertamanya meninggal karena takut menulari pasangan dan khawatir tidak mampu memberikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI keturunan. Hal tersebut terjadi karena pengetahuan informan II terkait HIV dan AIDS pada saat itu masih kurang. Namun, setelah bertemu dengan suami keduanya dan mendapatkan informasi yang benar, informan II menjadi berani untuk menikah. Sebelum menikah kembali, sebagai janda, informan II bekerja untuk menghidupi anaknya. Setelah suaminya meninggal, informan sempat berdagang, bekerja di ladang, dan lain sebagainya hingga akhirnya ikut pertemuan KDS melalui V+ dan mengenal LSM K. Pada tahun 2010, informan II mulai merintis KDS K bersama dengan seorang temannya di Gunung Kidul. KDS K tersebut masih berlangsung hingga saat ini dan informan II masih terlibat di dalamnya. Tahun 2011 hingga 2014, informan II bekerja di LSM K yang bertujuan menjangkau populasi kunci dan mengajak mereka untuk VCT, serta merujuk orang dengan status positif HIV ke V+. Setelah LSM K berhenti beroperasi karena masalah biaya, informan II fokus bekerja di V+ sebagai Pendukung Sebaya dengan tetap mengoperasikan KDS K.

D. HASIL PENELITIAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari kedua informan melalui prosedur wawancara mendalam in-depth interview, secara garis besar dapat diketahui bahwa kedua informan merupakan ibu rumah tangga yang tertular HIV melalui suami. Kedua informan tersebut kemudian mengalami emosi negatif terkait dengan penyakit yang mereka dapatkan serta kenyataan bahwa suami mereka meninggal. Mereka lalu berproses menghadapi emosi-emosi negatif tersebut hingga masuk ke dalam fase pengampunan.

1. Relasi Informan dengan Suami Sebelum Informan Terkena

HIV Informan I menikah pada tahun 2003, setelah dirinya dinyatakan hamil. Sementara itu, informan II memutuskan untuk menikah pada 2002, selepas dirinya lulus SLTP, karena sudah dilamar dan mengikuti budaya pernikahan dini di kampungnya. Suami dari kedua informan sama-sama merupakan pecandu narkoba dan rumah tangga keduanya diwarnai oleh kekerasan dalam rumah tangga KDRT. Sebelum menikah, suami informan I mengaku bahwa dirinya sudah bebas narkoba. Namun, ternyata pada tahun pertama pernikahan, suami informan I tersebut kerap pergi di malam hari untuk mabuk, berselingkuh, dan juga masih mengonsumi narkoba, bahkan hingga mencuri uang dan HP informan I untuk modal. Pernikahan informan I bernuansa budaya patriarki yang terwujud dalam kekangan dari suami terhadap dirinya. Selain itu, informan I juga mengaku mengalami kekeraan psikis dan seksual dalam rumah tangganya. Sementara itu, informan II mengaku mengetahui bahwa suaminya sudah berhenti memakai narkoba. Suami informan II bahkan sudah dapat bekerja di ladang. Namun, ternyata suami informan II masih sering mengalami sakaw. Informan II dan anaknya kemudian sering mengalami kekerasan fisik maupun verbal dari suaminya. Setelah melakukan kekerasan, suami informan II biasanya meminta maaf dan mengatakan bahwa perilakunya merupakan akibat dari upaya menahan diri untuk tidak memakai narkoba. Hal tersebut berlangsung sepanjang pernikahan informan II dengan suaminya. Menghadapi situasi rumah tangganya, informan I dan informan II memiliki strategi yang berbeda. Informan I mengaku bahwa dirinya bersabar, pasrah, dan memohon jalan pada Tuhan. Namun, informan I juga pernah mengancam suaminya yang berselingkuh, bahkan pulang ke rumah orangtuanya. Sikap informan I ternyata membuahkan perubahan dalam diri suaminya. Hal ini tampak dalam kutipan wawancara sebagai berikut: “Ya aku pernah sampai dalam keadaaan tahap yang sudah nggak sanggup, aku bilang ke dia. Dia kan kalau udah mau ma… udah maghrib gini udah wangi, udah dandan, wangi, dan aku di rumah cuma ngasuh anak kayak gitu Kayaknya tuh ee… apa namanya, nggak adil banget gitu. Dan aku kan, karena aku udah dah… tau kalau dia itu punya pacar, cewek gitu, aku bilang ke Almarhum, “Dad, hamilin aja sekalian. Nanti kalau… kalau udah, biar aku bisa… ee… minta cerai dari kamu.”. Aku pernah ngancam kayak gitu. Dan sepertinya itu cukup ampuh ya. Jadi dia kayak mikir gitu loh. Kayak… Jadi aku pernah ngancam