Latar Belakang Informan II
Sementara itu, informan II mengaku mengetahui bahwa suaminya sudah berhenti memakai narkoba. Suami informan II
bahkan sudah dapat bekerja di ladang. Namun, ternyata suami informan II masih sering mengalami sakaw. Informan II dan
anaknya kemudian sering mengalami kekerasan fisik maupun verbal dari suaminya. Setelah melakukan kekerasan, suami
informan II biasanya meminta maaf dan mengatakan bahwa perilakunya merupakan akibat dari upaya menahan diri untuk tidak
memakai narkoba. Hal tersebut berlangsung sepanjang pernikahan informan II dengan suaminya.
Menghadapi situasi rumah tangganya, informan I dan informan II memiliki strategi yang berbeda. Informan I mengaku
bahwa dirinya bersabar, pasrah, dan memohon jalan pada Tuhan. Namun, informan I juga pernah mengancam suaminya yang
berselingkuh, bahkan pulang ke rumah orangtuanya. Sikap informan I ternyata membuahkan perubahan dalam diri suaminya.
Hal ini tampak dalam kutipan wawancara sebagai berikut: “Ya aku pernah sampai dalam keadaaan tahap
yang sudah nggak sanggup, aku bilang ke dia. Dia kan kalau udah mau ma… udah maghrib gini udah wangi, udah
dandan, wangi, dan aku di rumah cuma ngasuh anak kayak gitu Kayaknya tuh ee… apa namanya, nggak adil banget
gitu. Dan aku kan, karena aku udah dah… tau kalau dia itu punya pacar, cewek gitu, aku bilang ke Almarhum, “Dad,
hamilin aja sekalian. Nanti kalau… kalau udah, biar aku bisa… ee… minta cerai dari kamu.”. Aku pernah ngancam
kayak gitu. Dan sepertinya itu cukup ampuh ya. Jadi dia kayak mikir gitu loh. Kayak… Jadi aku pernah ngancam
gitu. Jadi tahap sabar udah, tahap berdoa udah…” Informan I, Baris 392-413.
Pada tahun kedua pernikahan, suami informan I mulai mengurangi frekuensi pergi di malam hari, dan benar-benar berhenti pada tahun
ketiga pernikahan, termasuk berhenti mengonsumsi narkoba. Sementara itu, informan II cenderung hanya diam dan
menangis dalam menghadapi situasi rumah tangganya. Informan II mengaku bahwa dirinya tidak mampu melawan atau marah karena
memang sulit baginya untuk mengekspresikan amarahnya kepada orang lain. Informan II juga mengatakan bahwa dirinya tidak dapat
pergi dari rumah dan pulang ke rumah orangtuanya karena memang sejak awal kedua orangtua informan II menentang
pernikahannya dengan suami karena suami adalah seorang pecandu narkoba. Akhirnya, informan II menampung sendiri perasaannya
dan mencoba melupakan perasaan-perasaan negatif dalam dirinya. Pada awal pernikahan, baik informan I maupun informan II
berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Namun, informan I sempat memiliki warung makan pada tahun 2004, tetapi bangkrut karena
informan I belum mampu mengelola keuangan pada saat itu. Sementara itu, suami informan I memiliki usaha rental mobil,
sedangkan suami informan II bekerja sebagai petani.