Farmer’s Share Rasio Keuntungan dan Biaya

6.7. Farmer’s Share

Farmer’s share digunakan untuk membandingkan harga yang dibayarkan konsumen akhir dan dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share berhubungan negatif dengan margin tataniaga, artinya semakin tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diterima petani semakin rendah. Farmer’s share yang diterima pada saluran tataniaga kelapa kopyor dapat dilihat pada Tabel 12 berikut: Tabel 12. Farmer’s share pada Saluran Pemasaran Kelapa Kopyor Saluran Pemasaran Harga di Tingkat Petani RpButir Harga di Tingkat Konsumen RpButir Farmer’s share Saluran Pemasaran 1 4.019,23 12.993,05 30,93 Saluran Pemasaran 2 3.876,84 13.852,63 27,98 Saluran Pemasaran 3 5.996,91 13.182,88 45,49 Sumber: Data Primer diolah,2004 Besarnya bagian yang diterima petani pada saluran pemasaran 1 adalah 30,93 persen. Bagian yang diterima petani pada saluran pemasaran 2 yang merupakan saluran pemasaran kelapa kopyor terpanjang adalah 27,98 persen. Sedangkan bagian terbesar yang diterima petani kelapa kopyor terdapat pada saluran pemasaran 3 yaitu sebesar 45,49 persen. Dari ketiga saluran pemasaran diatas dapat diketahui saluran pemasaran 3 merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan bagi petani. Bagi petani informasi ini dapat digunakan sebagai alternatif saluran pemasaran jika ingin mendapatkan keuntungan yang lebih besar.

6.8. Rasio Keuntungan dan Biaya

Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam menyalurkan kelapa kopyor dari petani ke konsumen akhir yang dinyatakan dalam rupiah per butir. Sedangkan keuntungan lembaga pemasaran merupakan selisih antara margin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran. Pada saluran pemasaran 1, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 4.130,54 per butir. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang besar yaitu sebesar Rp 1.792,01 per butir dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengecer sebesar Rp 1.027,77 per butir. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang besar sebesar Rp 1.992,71 per butir dan keuntungan terendah diperoleh pedagang pengumpul I sebesar Rp 1.235,98 per butir. Pada pemasaran kelapa kopyor, untuk saluran pemasaran 2 total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 4.877,03 per butir. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh pedagang pengecer yaitu sebesar Rp 1.381,58 per butir dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang besar sebesar Rp 1.064,77 per butir. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang besar sebesar Rp 1.525,01 per butir dan keuntungan terendah diperoleh pedagang pengumpul II sebesar Rp 1.032,95 per butir. Saluran pemasaran 3, total biaya yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 3.766,12 per butir. Biaya pemasaran terbesar ditanggung oleh petani yaitu sebesar Rp 1.108,32 per butir dan biaya pemasaran terendah ditanggung oleh pedagang pengecer sebesar Rp 725,27 per butir. Sedangkan keuntungan terbesar diperoleh pedagang besar sebesar Rp 1.888,89 per butir dan keuntungan terendah diperoleh pedagang pengumpul II sebesar Rp 914 per butir. Untuk mengetahui lembaga manakah yang paling besar meraih keuntungan dapat dilihat melalui rasio keuntungan terhadap biaya. Rasio ini menunjukkan besarnya keuntungan yang diperoleh terhadap biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing- masing lembaga pemasaran. Nilai rasio dapat dilihat pada Tabel 13 dibawah ini, dimana semakin tinggi nilai rasio semakin besar keuntungan yang diperoleh. Jika ditinjau rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, suatu saluran pemasaran dikatakan efisien apabila penyebaran nilai rasio keuntungan terhadap biaya pada masing- masing lembaga pemasaran merata. Artinya setiap Rp 100 biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda jauh antara satu lembaga dengan lembaga lainnya yang terdapat pada saluran pemasaran tersebut. Tabel 13. Rasio keuntungan dan Biaya Lembaga Pemasaran Kelapa Kopyor di Kecamatan Dukuhseti Lembaga Saluran Pemasaran Pemasaran 1 2 3 Pedagang pengumpul 1 Li 1.235,98 1.254,98 - 9,51 9,05 Ci 1.310,76 1.243,18 - 10,08 8,97 Rasio LiCi 0,94 1,00 - Pedagang pengumpul 2 Li - 1.032,95 914 7,45 6,93 Ci - 1.187,50 1.019,23 8,57 7,73 Rasio LiCi - 0,86 0,89 Pedagang besar Li 1.992,71 1.525,01 1.888,89 15,33 11,00 14,32 Ci 1.792,01 1.064,77 913,30 13,79 7,68 6,92 Rasio LiCi 1,11 1,43 2,06 Pengecer Li 1.614,58 1.285,82 1.725,28 12,42 9,28 13,08 Ci 1.027,77 1.381,58 725,27 7,91 9,97 5,50 Rasio LiCi 1,57 0,93 2,37 Total Li 4.843,27 5.098,76 4.528,17 37,27 36,80 34,34 Ci 4.130,54 4.877,03 3.766,12 31,79 35,20 28,56 Rasio LiCi 1,17 1,04 1,20 Keterangan : Li: keuntungan lembaga pemasaran Ci: biaya pemasaran Pada tabel 12, terlihat bahwa nilai total rasio keuntungan dan biaya pemasaran kelapa kopyor terbesar terdapat pada saluran 3 yaitu sebesar 1,20. Rasio 1,20 berarti untuk setiap Rp 100 per butir biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut akan diperoleh keuntungan sebesar Rp 120 per butir kelapa kopyor. Rasio keuntungan dan biaya terbesar pada masing- masing saluran pemasaran kelapa kopyor yaitu saluran pemasaran 1 rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran terbesar diperoleh pedagang pengecer yaitu sebesar 1,57, saluran pemasaran 2 rasio keuntungan dan biaya pemasaran terbesar diperoleh pedagang besar yaitu sebesar 1,43 dan saluran pemasaran 3 rasio keuntungan dan biaya pemasaran terbesar dip eroleh pedagang pengecer yaitu sebesar 2,37. Berdasarkan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran dapat disimpulkan bahwa pola saluran pemasaran tersebut tidak memberikan keuntungan yang merata pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Petani di Desa Ngagel sebagian besar menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul I atau pedagang pentotok. Harga yang diterima petani sesuai dengan harga yang berlaku di pasar. Petani tidak memiliki kekuasaan untuk menetapkan harga sehingga sulit bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraannya. Untuk dapat mempengaruhi harga, petani harus memiliki suatu lembaga yang dapat mengumpulkan hasil panennya secara bersama-sama dengan petani lainnya di satu wilayah tertentu agar memiliki kedudukan yang kuat dalam penawaran harga. Para petani di Desa Ngagel ini belum memiliki lembaga koperasi yang dapat menampung hasil panen mereka, sehingga setiap hasil panen masing- masing petani menjual sendiri ke pedagang pengumpul I maupun pedagang pengumpul II. Pembentukan lembaga semacam koperasi tersebut dapat menjadi salah satu cara untuk membantu petani dalam menjual kelapa kopyor. Petani di Desa Ngagel belum sepenuhnya melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan efisiensi dari pemasaran komoditi kelapa kopyor ini. Salah satu contohnya adalah pengembangan efisiensi dari pemasaran dengan melakukan pengolahan kelapa kopyor agar memiliki nilai tambah pada penjualannya. Selain itu perlu diperhatikan pula cara pengemasan, penyimpanan, dan pengangkutan yang lebih baik agar tidak mengalami penurunan kualitas rusak, pecah, busuk dalam jumlah yang besar dalam penjualannya. Untuk meningkatkan efisiensi harga dengan lebih memperhatikan jumlah pesaing yang ada di pasar, sortasi dan grading, serta informasi pasar yang berlaku pada saat panen.

6.9. Alternatif Saluran Pemasaran