geneerasi penerus umat Islam yang dinamis, militan, dan dapat diandalkan dalam membangun masyarakat ibukota yang religius.
24
b. Jenis-Jenis Pendidikan yang Diselenggarakan
1 Mendirikan TK – Madrasah Tsanawiyyah
Perguruan al ‘Asyirotus Syafi’iyyah menyelenggarakan pendidikan dari tingkat TK hingga Aliyah. Sejak berdiri perkembangannya cukup pesat
bahkan muridnya pernah mencapai 500 murid. Tetapi berangsur-angsur sampai sekarang mengalami penurunan. Faktor utamanya karena
penggusuran rumah di sekitar yayasan, dengan adanya penggusuran otomatis murid-murid berkurang. Di samping juga karena persaingan antar perguruan
pun makin meningkat. Sampai saat ini hanya dari TK-Tsanawiyyah sedangkan Madrasah Aliyahnya sudah ditiadakan.
2 Proyek Pesantren Arba’in
Keberhasilan menelurkan sejumlah besar ulama yang berkualitas tinggi adalah berkat metode pendidikan sistem pesantren yang dikembangkan oleh
para kiai. Tujuan pendidikan tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid-murid dengan berbagai pengetahuan, tetapi juga untuk meninggikan
moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan
bermoral, serta menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati.
Dalam rangka menyiapkan kader-kader ulama yang memiliki bekal yang dapat diandalkan itulah, maka Muallim merencakan membuat sebuah
pesantren khusus. Pesantren tersebut direncakan menampung santri sebanyak 40 orang. Nama yang diberikan untuk pesantrennya adalah
Ma’had al- ‘Arba’in atau lengkapnya Ma’had al-‘Arba’in al-Islami as-Salafi as-Sunni
24
Ibid., hal. 129-133
asy- Syafi’i. Pesantren bermodel pesantren tradisional yang mempelajari ilmu-
ilmu agama dengan membaca kitab-kitab kuning. Inisiatif dan gagasan mendirikan pesantren datang dari Muallim sendiri.
Pembatasan santri sebanyak 40 orang hanya karena pertimbangan lokasi, bukan karena ada maksud apa-apa. Arealnya tidak terlalu besar, sehingga
akan kurang memadai bila santrinya banyak. Jika dibatasi 40 orang maka tempat para santri cukup luas. Tempat tidur, tempat belajar dan makan serta
ruang-ruang lainnya akan cukup layak. Seandainya nanti yang ingin masuk lebih dari 40 orang, akan diadakan seleksi.
Seleksi terhadap para santri yang ingin masuk benar-benar objektif dengan tes membaca kitab-kitab kuning, dan berbagai pertanyaan keagamaan. Tidak
melihat latar belakang akademis atau anak dari seorang yang terkenal, jika calon santri tidak lulus tes maka tidak diterima dalam pesantren Arba’in.
Banyak lulusan S-1 IAIN Jakarta yang mengikuti tes pada waktu itu namun hanya beberapa yang lulus dan diterima. Sebagian besar yang diterima
lulusan Madrasah Aliyah atau sudah nyantri di pesantren sebelumnya.
25
Tradisi-tradisi ulama dalam mengajar ilmu-ilmu agama akan tetap dipertahankan. Kitab-kitab yang dipelajari, metode mengajar, dan nilai-nilai
akhlak yang dikembangkan akan tetap mengacu kepada tradisi yang selama ini berlaku di dunia pesantren. Sedangkan pembaharuan juga diterapkan
sesuai dengan tuntutan zaman, sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip yang dianut. Bagaimanapun kehidupan di masa kini dan mendatang
semakin kompleks dan tantangan-tantangan semakin banyak. Misalnya para santri akan dididik untu menguasai beberapa keterampilan seperti
menggunakan bahasa Arab dan Inggris secara aktif. Nantinya mereka diharapkan tidak hanya menguasai tata bahasa serta memahami kitab-kitab
berbahasa Arab dan buku-buku berbahasa Inggris saja, tetapi juga mampu
25
Wawancara dengan KH. Bahruddin Pimpinan Ponpes Mahasiswa Darul Hikam, Ciputat, murid Muallim Syafi’i Hadzami. Beliau termasuk salah satu santri angkatan pertama Ma’had
Arba’in yang merupakan santri terbaik yang mendapat hadiah umroh pada waktu itu. Sabtu, 17 September 2016, pukul 15.30 WIB
berkomunikasi dalam kedua bahasa itu. Hal ini sejalan denga prinsip yang sejak lama terus dipertahankan dalam kehidupan pesantren yaitu al-
muhafazhoh ‘alal-qodimish-sholih wal-akhdzu bil jadidil-ashlah atau melestarikan barang lama yang baik dan mengambil barang baru yang lebih
baik. Untuk mendidik santri-santri, Muallim dibantu oleh beberapa orang guru.
Tetapi yang menangani keseluruhannya tetap beliau. Adapaun guru-guru bantu yang sudah dipertimbangkan oleh Muallim diantaranya adalah murid-
murid Muallim yang memenuhi syarat menjadi pengajar, antara lain KH Muhammad Sholeh Zawawi, KH. Sabilar Rosyad, KH. Syaifudin Amsir, dan
lain-lain. Juga pengajar-pengajar lain yang merupakan mutakharrijin dari luar negeri diantaranya KH. Syarifuddin Abdul Ghani keluaran Mekkah dan
terkenal sebagai ahli hadits, KH. Luthfi Fathullah pakar hadits, dan lain- lain.
Ada yang unik dari pesantren Arba’in ini. Jika yang masyhur di pesantren- pesantren lain menggunakan kitab Nahwu Alfiyyah ibnu Malik, tapi di kitab
Nahwu yang diajarkan di pesantren tersebut justru Syarah al-Kafrawi. Hal ini membuat terkejut para santri dan mendorong rasa ingin tahu mereka akan hal
tersebut, karena menurut mereka kitab Kafrawi merupakan kitab Nahwu kelas rendah jika dibanding kitab-kitab Nahwu yang lain seperti Alfiyyah ibn Malik,
Syarh Ibn ‘Aqil, dll. Namun ternyata justru yang memilih Kitab Kafrawi sebagai kitab Nahwu yang diajarkan adalah Muallim sendiri. Muallim
mengatakan, “Bahwa kita jangan memandang kecil besarnya kitab tapi kita
menandang bahwa semuanya ilmu, mudah-mudahan dari justru dari belajar yang kecil itu Allah berikan pemahaman. Kita jangan suka menghina kitab
yang kecil, karena ketika kita nisbahkan atau muqobalahkan dengan kitab- kitab yang besar, karena bisa jadi masalah-masalah, hal-hal yang tidak ada
pada kitab yang besar tapi ada pada kitab yang kecil ”. Hal ini sesuai dengan
kaidah: