II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Paprika
Paprika Capsicum annuum var grossum tergolong ke dalam keluarga tomat dan terung, yaitu famili Solanaceae karena mempunyai bentuk bunga
seperti terompet. Berbeda dengan tanaman cabai lainnya, tanaman paprika tumbuh lebih kompak dan rimbun. Daun umumnya berukuran lebih besar dan
berwarna hijau gelap. Bentuk buahnya unik karena mirip dengan lonceng sehingga dinamakan bell pepper. Meskipun aroma buah paprika pedas menusuk,
namun rasanya tidak pedas, bahkan cenderung manis, sehingga disebut sweet pepper.
Buah paprika mengandung sedikit protein, lemak dan gula, tetapi mengandung banyak karoten dan sebagai sumber vitamin C sampai 340 mg100
g buah segar. Jika dibandingkan dengan buah jeruk yang mengandung vitamin C sekitar 146 mg100 g, maka kandungan vitamin C pada paprika jauh lebih tinggi
daripada buah jeruk Morgan dan Lennard 2000 diacu dalam Gunadi et al 2006. Selain itu paprika juga mengandung zat antosianin yang dapat digunakan sebagai
zat pewarna alami. Paprika berasal dari Amerika tropis yaitu Amerika Tengah dan Amerika
Selatan. Dalam pertumbuhannya, paprika memerlukan kondisi tertentu yang mirip dengan daerah asalnya. Faktor lingkungan yang menjadi syarat tumbuh paprika
adalah ketinggian tempat 500-1.500 meter di atas permukaan laut; tanah dengan pH 5,5-6,5; suhu udara 16-25 C; cahaya matahari yang cukup sepanjang hari;
serta kelembapan udara 80-90. Tanaman paprika sangat responsif terhadap pemberian air. Kondisi air yang berlebihan dapat menyebabkan kelayuan pada
tanaman dan kerontokan bunga. Hal yang sama juga dapat terjadi bila tanaman kekurangan air pada saat pembungaan Prihmantoro dan Indriani 2003.
2.2. Tinjauan Empiris Paprika Hidroponik
Tanaman paprika mulai dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1990-an. Pada awal pengembangannya, para petani membudidayakan paprika secara
konvensional pada lahan terbuka. Akan tetapi, dengan adanya transfer teknologi
11 dari beberapa pihak, kini para petani paprika telah mengembangkan paprika
secara hidroponik di bawah naungan seperti rumah plastik atau greenhouse. Penelitian Adiyoga et al 2007 menunjukkan bahwa paprika merupakan
jenis sayuran utama yang diusahakan di rumah plastik di Kabupaten Bandung Barat. Dua varietas paprika yang paling sering dipilih petani adalah Edison dan
Spartacus. Kedua varietas ini banyak dibudidayakan karena pertumbuhan dan hasilnya yang baik, disamping itu bentuk dan ukuran buah dari kedua varietas
paprika tersebut mudah untuk dijual di pasar lokal maupun ekspor. Pada umumnya petani responden menggunakan populasi tiga tanaman per m
2
59, tetapi beberapa petani reponden mencoba menanam lebih tanaman per m
2
yaitu empat tanaman per m
2
41. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari keseluruhan total biaya
produksi tanaman paprika, ternyata alokasi biaya untuk nutrisi mendominasi biaya produksi secara keseluruhan. Biaya untuk nutrisi adalah 35,2 dari biaya total
produksi secara keseluruhan, diikuti oleh biaya untuk tenaga kerja yaitu sebesar 25 dari biaya total produksi secara keseluruhan. Biaya untuk pestisida, benih
atau bibit dan media tanam berturut-turut sebesar 20,5, 10,6, dan 8,6 dari biaya total produksi secara keseluruhan.
Para petani di Indonesia pada umumnya menggunakan naungan berupa konstruksi bangunan rumah plastik dari bambu yang sederhana. Alasan
penggunaan rumah plastik dari bambu dibanding dengan material lainnya seperti kayu dan besi, yaitu karena harganya relatif lebih murah dan mudah didapat di
semua daerah. Namun demikian, konstruksi rumah plastik bambu sebenarnya merupakan konstruksi bangunan yang umumnya relatif lebih berat dan berdampak
banyak mengurangi intersepsi sinar matahari yang sangat diperlukan untuk tanaman paprika Gunadi et al 2008.
Pada umumnya, produksi paprika di dalam rumah plastik atau greenhouse menggunakan sistem hidroponik. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai tempat menanam tanaman. Media tanam yang umumnya digunakan untuk paprika
hidroponik adalah arang sekam. Pada penanaman paprika secara hidroponik, penyiraman dan pemberian pupuk atau larutan hara merupakan hal yang paling
12 penting. Hal ini disebabkan dalam media yang digunakan tidak ada penunjang air
dan makanan lainnya, berbeda halnya dengan tanah Prihmantoro dan Indriani 2003.
Berdasarkan penelitian Gunadi et al 2008 diketahui bahwa media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Tanaman paprika yang ditanam pada
media arang sekam selalu lebih tinggi dan berbeda nyata dengan tanaman paprika yang ditanam pada media perlite. Keadaan pH yang lebih tinggi pada media
tanam arang sekam daripada pH media tanam perlite menyebabkan kondisi lingkungan sekitar perakaran lebih baik untuk menyerap unsur hara sehingga
tanaman paprika yang ditanam pada media arang sekam lebih tinggi. Selain itu, media tanam juga berpengaruh terhadap bobot buah dan jumlah buah per tanaman
paprika. Media tanam arang sekam memberikan bobot buah dan jumlah buah per tanaman paprika lebih tinggi daripada media tanam perlite.
Penelitian mengenai komoditi paprika juga dilakukan oleh Kartikasari 2006. Penelitian yang berlangsung di Kecamatan Parongpong Kabupaten
Bandung sekarang Kabupaten Bandung Barat ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani paprika hidroponik dengan
menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Selain itu Kartikasari juga menganalisis efisiensi pengunaan faktor-faktor produksi berdasarkan nilai
perbandingan Nilai Produk Marjinal NPM dan Biaya Korbanan Marjinal BKM.
Berdasarkan analisis fungsi produksi, hasil uji F sebesar 130,97 menunjukkan secara bersama-sama faktor produksi berpengaruh nyata terhadap
produksi paprika hidroponik. Nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 96,5 persen artinya 96,5 persen keragaman atau variasi produksi paprika dapat dijelaskan oleh
luas greenhouse, benih, tenaga kerja, obat-obatan, dan dummy pendidikan serta sisanya 3,5 persen dijelaskan oleh peubah bebas lain di luar model. Nilai uji t
menunjukkan variabel luas greenhouse, benih, dan tenaga kerja berpengaruh secara signifikan terhadap produksi paprika hidroponik, sedangkan variabel
tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara nyata pada tingkat kepercayaan α=
5. Berdasarkan analisis efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi kegiatan usahatani paprika memiliki rasio NPMBKM lebih dari satu yang artinya
13 penggunaan input belum efisien, agar penggunaan input efisien maka
penggunaannya perlu ditambah. Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor produksi paprika dapat
dijadikan acuan dalam penelitian yang dilakukan penulis. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu bahwa untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis
usahatani paprika hidroponik, penulis menggunakan alat analisis fungsi produksi stochastic frontier karena selain dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
berpengaruh juga dapat melihat tingkat efisiensi teknis serta faktor-faktor penyebab inefisiensi yang berkaitan.
Penelitian mengenai pendapatan usahatani paprika hidroponik di Desa Pasirlangu sebelumnya pernah dilakukan oleh Kusnanto 2000. Perhitungan
usahatani paprika hidroponik dalam penelitian tersebut dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan kategori luas lahan rumah plastik yang dimiliki yaitu
petani golongan I dan petani golongan II. Petani golongan I adalah petani yang memiliki luas lahan rumah plastik lebih kecil dari rata-rata luas lahan rumah
plastik seluruh petani contoh. Petani golongan II adalah petani yang memiliki luas lahan rumah plastik lebih besar dari rata-rata luas lahan rumah plastik seluruh
petani contoh. Analisis pendapatan usahatani golongan II berdasarkan analisis RC atas biaya total lebih besar daripada pendapatan usahatani golongan I. RC
atas biaya total golongan II mencapai 1,36 sedangkan golongan I sebesar 1,13. Terdapat persamaan pada penelitian yang dilakukan penulis dan penelitian
Kusnanto 2000, yaitu dalam topik dan lokasi. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu maka terjadi pula perubahan dalam usahatani paprika yang
dilakukan petani di lokasi penelitian sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan hasil antara penelitian saat ini dan penelitian terdahulu. Perbedaan
biaya usahatani, harga jual paprika, dan tingkat produktivitas paprika saat ini diduga akan menghasilkan tingkat pendapatan usahatani yang berbeda pula. Oleh
karena itu, dengan melakukan penelitian di lokasi yang sama, secara tidak langsung penulis dapat membandingkan tingkat pendapatan usahatani yang
dihasilkan saat penelitian terdahulu berlangsung dengan hasil penelitian yang dilakukan penulis.
14
2.3. Tinjauan Empiris Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani