Analisis Optimalisasi Parameter Kinerja Sistem CDMA Dengan Menggunakan Kanal Propagasi Gelombang Radio Empiris
ANALISIS OPTIMALISASI PARAMETER KINERJA SISTEM
CDMA DENGAN MENGGUNAKAN KANAL PROPAGASI
GELOMBANG RADIO EMPIRIS
DISERTASI
Oleh
MAKSUM PINEM
108108006
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 4
(2)
PERNYATAAN ORISINALITAS
DISERTASI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
dalam Program Studi Doktor Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana
Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara
Oleh
Maksum Pinem
108108006
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 4
(3)
Telah diuji pada
Tanggal
: 6 Januari 2014
PANITIA PENGUJI DISERTASI
Ketua : Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, PhD
Anggota : 1. Dr. Nasruddin MN. M. Eng.Sc 2. Dr. Fitri Arnia, ST., M. Eng.Sc 3. Prof. Dr. M. Zarlis, M.Sc 4. Prof. Dr. Tulus, M.Sc 5. Dr. Susilawati, M.Si
(4)
PERNYATAAN ORISINALITAS
ANALISIS OPTIMALISASI PARAMETER KINERJA SISTEM
CDMA DENGAN MENGGUNAKAN KANAL PROPAGASI
GELOMBANG RADIO EMPIRIS
DISERTASI
Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya disertasi ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.
Medan, 10 Februari 2014
Maksum Pinem 108108006
(5)
ANALISIS OPTIMALISASI PARAMETER KINERJA SISTEM
CDMA DENGAN MENGGUNAKAN KANAL PROPAGASI
GELOMBANG RADIO EMPIRIS
ABSTRAK
Suatu kajian telah dibuat tentang analisis optimalisasi parameter kinerja sistem cdma dengan menggunakan kanal propagasi gelombang radio Empiris. Untuk pengerjaan analisis ini telah dikembangkan model sistem pemancaran dari dua Base Station
(BTS) menjadi tiga dan empat BTS untuk melayani Mobile Station (MS).
Pengembangan model sistem pemancaran dari dua menjadi tiga dan empat BTS membutuhkan pengembangan algoritma soft handover yang asalnya hanya untuk menangani dua BTS menjadi algoritma soft handover yang dapat menangani tiga dan empat BTS. Dengan dipilihnya kanal propagasi radio empiris sebagai kanal pemancaran sinyal yang menghubungkan BTS dengan MS maka telah diperoleh perbaikan parameter kinerja sistem cdma terhadap perubahan ketinggian Antena BTS dan Antena MS maupun terhadap pertambahan nilai parameter Hysteresis Add. Parameter kinerja sistem yang ditentukan sebagai objek pengamatan pada kajian ini adalah Laju Drop Call, Laju Penurunan Link Radio, Ukuran Rata-rata Active Set dan Laju Handover. Selanjutnya dengan memanfaatkan algoritma Locally Optimal maka dua parameter kinerja sistem yaitu ukuran rata-rata Active Set dan Laju Handover
masih dapat dioptimalkan dengan kualitas link radio yang sama. Hasil analisis terhadap data simulasi menunjukkan bahwa perubahan ketinggian Antena BTS dan Antena MS berkontribusi pada perbaikan level penerimaan daya sinyal sehingga dapat mengurangi laju rata-rata Drop Call dan meningkatkan kualitas Link Radio
serta meningkatkan ukuran rata-rata Active Set. Dari sisi perubahan nilai Hysteresis Add berkontribusi pada peningkatan ukuran rata-rata Active Set. Sementara Laju
Handover lebih didominasi oleh fluktuasi ukuran Active Set dalam sistem. Penerapan algoritma locally optimal pada algoritma hysteresis threshold memberikan pengurangan pada ukuran rata-rata Active Set dan Laju Handover sehingga meningkatkan efisiensi pemakaian kanal radio dan menghemat biaya penyambungan. Berdasarkan perbandingan unjuk kerja model-model propagasi gelombang radio
emprik terhadap parameter kinerja soft handover maka model propagasi Hata memberi kontribusi yang lebih besar terhadap perbaikan parameter kinerja sistem dibandingkan dengan model propagasi Okumura dan model propagasi Lee, oleh karenanya model propagasi Hata dapat dipilih sebagai model propagasi yang lebih tepat berdasarkan parameter inputan sistem yang telah ditentukan.
Kata kunci:Sistem CDMA, soft handover, algoritma hysteresis threshold, locally optimal, model propagasi gelombang radio empiris.
(6)
OPTIMIZATION OF PARAMETERS PERFORMANCE OF CDMA
SYSTEM USING THE EMPIRICAL RADIO WAVE PROPAGATION
CHANNEL
ABSTRACT
A study has been made on the analysis of optimizing the performance parameters of the CDMA system using the empirical radio wave propagation channel. For the construction of this analysis have been developed modeling of the transmission system of two Base transceiver station (BTS) to three and four base transceiver stations to serve the Mobile Station (MS). Development of a model of the transmission system from two to three and four base transceiver stations require the development of soft handover algorithm that can be handle from two to four base transceiver stations. By choosing the empirical radio propagation channel as a transmitting channel that connects the base transceiver stations with MS, then has obtained improvement of performance parameters of cdma system against a change of height of BTS and MS antena and also against a change of the parameter value of hysteresis add. System performance parameters are defined as objects of observation in this study is a call drop rate, decrease rate of radio link, average size of active set and handover rate. Furthermore, by utilizing locally optimal algorithm, then both of the system performance parameters, namely the average size of the active set and handover rate, still can be optimized with the same of radio link quality. The results of the simulation data analysis showed that the change in height of BTS antennas and antenna MS contribute to the improvement of the reception of the signal power level, so as to reduce the average rate of drop call , improve the quality of radio links and increase the average size of the active set. In terms of changes in the value of hysteresis add contribute to the increase in the average size of the active set. While the handover rate is dominated by fluctuations in the size of the active set in the system. Application of locally optimal algorithms on the threshold hysteresis algorithm gives a reduction in the average size of the active set and handover rate, thus increasing the efficiency of the use of radio channels and save the connection costs. Based on the comparison of the performance of the models of the empirical radio wave propagation against the performance of the soft handover parameters, then the hata propagation model gives a greater contribution to the improvement of system performance parameters compared to the okumura propagation model and the lee propagation model. Therefore, hata propagation model can be chosen as a more appropriate of propagation model based on the input parameters of the system have been determined.
Keywords: CDMA system, soft handover, threshold hysteresis algorithm
, locally optimal, empirical models of radio wave propagation.
(7)
KATA PENGANTAR
` Pertama-tama puji syukur kehadirat Allah Subhana Wata’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.
Dengan selesainya disertasi ini maka perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Doktor.
Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Doktor pada program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.
Ketua Program Studi Doktor Ilmu Fisika, Dr. Nasruddin MN. M. Eng.Sc Sekretaris program Studi Doktor Ilmu Fisika, Dr. Anwar Darma Sembiring, M.S beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Doktor Ilmu Fisika program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi saya ucapkan kepada Prof. Eddy Marlianto, M.Sc, PhD selaku Promotor/Pembimbing Utama yang telah memberikan perhatian, dorongan dan bimbingan, demikian juga kepada Dr. Nasruddin MN. M. Eng.Sc dan Dr. Fitri Arnia, ST., M. Eng.Sc selaku Co. Promotor/Pembimbing Lapangan yang telah memberi arahan dan bimbingan hingga selesainya penelitian ini.
Kepada Ibu dan Saudara-saudara kandungku serta isteri dan anak-anakku, Terima kasih atas perhatian, bantuan dan doa kalian semua, semoga Allah Subhana Wata’ala membalas semua kebaikan ini dengan ganjaran yang berlipat ganda, amiin.
(8)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Batasan Masalah 4
1.5 Manfaat Penelitian 5
BAB II STUDI LITERATUR 6
2.1 Propagasi Sinyal 6
2.1.1 Propagasi Lintasan Bebas (free space loss) 7
2.1.2 Model Propagasi 8
2.1.2.1 Model Okumura 9
2.1.2.2 Model Hata 11 2.1.2.3 Model Lee 12 2.2 Soft Handover 13 2.2.1 Prosedur Handover 14 2.2.2 Konsep Soft handover 14 2.2.3 Inisiasi Soft handover 17
2.2.4 Parameter Algoritma Soft handover 18
2.2.5 Algoritma Soft handover 19 2.3 Locally Optimal 21
2.4 Kinerja Soft Handover 22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25
3.1 Tempat dan Bahan/Alat Penelitian 25
3.2 Langkah-Langkah Penelitian 25
3.3 Studi Literatur 25
3.4 Perancangan Model Sistem 26
3.6 Daya 3.5 Kuat Sinyal Terima (RSS) 27 3.7 Model Propagasi Sinyal 28
Sinyal Transmisi 28 3.8 Model Path Loss Propagasi Gelombang Radio 30
3.9 Model Perataan Sinyal 31 3.10 Pengembangan Model Algoritma Soft Handoff HysteresisThreshold 31
(9)
3.11 Model Algoritma Optimal (LO) 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 40
4.1 Rancangan Simulasi 40
4.2 Analisa Hasil Simulasi 44
4.2.1 Daya Sinyal Hasil Simulasi 44
4.2.1.1 Daya Sinyal Penerimaan Pancaran BTS
Model Propagasi Lee 45
4.2.1.2 Daya Sinyal Penerimaan Pancaran BTS
Model Propagasi Okumura 47
4.2.1.3 Daya Sinyal Penerimaan Pancaran BTS
Model Propagasi Hata 49
4.2.2 Analisa Perubahan Tinggi Antena BTS
dan Antena MS Terhadap Parameter
Kinerja Sistem 52 4.2.2.1 Hubungan Tinggi Antena BTS dan
Antena MS Dengan Laju Drop Call 53
4.2.2.2 Hubungan Tinggi Antena BTS dan
Antena MS Dengan Penurunan Link Radio 58 4.2.2.3 Hubungan Tinggi Antena BTS dan Antena
MS dengan Ukuran Active Set
Metode Algoritma Hysteresis Threshold
dan Locally Optimal 66
4.2.2.4 Hubungan Tinggi Antena BTS dan Antena MS dengan Laju Handover Metode Algoritma Hysteresis Threshold dan Locally Optimal 81 4.2.3 Analisa Perubahan Nilai Hysteresis Terhadap
Parameter Kinerja Sistem 93
4.2.3.1 Hubungan Perubahan Nilai Hysteresis
Terhadap Laju Drop Call dan Penurunan
Link Radio 93 4.2.3.2 Hubungan Perubahan Nilai Hysteresis
Terhadap Ukuran Active Set
Metode Algoritma Hysteresis Threshold
dan Locally Optimal 96
4.2.3.3 Hubungan Perubahan Nilai Hysteresis Terhadap Laju Handover Metode Algoritma Hysteresis Threshold
dan Locally Optimal 107 4.2.4 Perbandingan Parameter Kinerja Sistem Dari
Model-Model Propagasi 115
4.3 Validasi Parameter Active Set Terhadap Nilai
(10)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 121
5.1 Kesimpulan 121
5.2 Saran 125
DAFTAR PUSTAKA 126
LAMPIRAN : A L- 1
LAMPIRAN : B L- 20
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
Lampiran
A
Algoritma Soft Handover L -1 A.1 Algoritma Soft Handover Hysteresis Threshold Untuk 3 BTS L -1 A.2 Algoritma Soft Handover Hysteresis Threshold Untuk 4 BTS L -5A.3 Algoritma Soft Handover Locally Optimal L-19
B Data Keluaran Hasil Simulasi Untuk Masing-masing Model L-48 B.1 Data Keluaran Terhadap Perubahan Ketinggian Antena
Base Station (BTS) Untuk Model propagasi Lee L-48 B.2 Data Keluaran Terhadap Perubahan Ketinggian Antena
Base Station (BTS) Untuk Model propagasi Okumura L-49 B.3 Data Keluaran Terhadap Perubahan Ketinggian Antena
Base Station (BTS) Untuk Model propagasi Hata L-50 B.4 Data Keluaran Terhadap Perubahan Ketinggian Antena
Mobile Station (MS) Untuk Model propagasi Lee L-51
B.5 Data Keluaran Terhadap Perubahan Ketinggian Antena
Mobile Station (MS) Untuk Model propagasi Okumura L-52 B.6 Data Keluaran Terhadap Perubahan Ketinggian Antena
Mobile Station (MS) Untuk Model propagasi Hata L-53 B.7 Data Keluaran Terhadap Perubahan Nilai Hysteresis
(Hyst_Add) Untuk Model Lee L-54
B.8 Data Keluaran Terhadap Perubahan Nilai Hysteresis
(Hyst_Add) Untuk Model Lee L-54
B.9 Data Keluaran Terhadap Perubahan Nilai Hysteresis
(Hyst_Add) Untuk Model Lee L-55
C
Daftar (List) Program L-101C.1 Daftar Program Untuk 2 BTS L-101
C.2 Daftar Program Untuk 3 BTS L-107
(12)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
Tabel 2.1 Parameter Model Propagasi Lee 12
Tabel 4.1 Parameter Masukan 42
Tabel 4.2 Konfigurasi penelitian 43
Tabel 4.3 Daya Penerimaan Sinyal Maksimum dan Minimum
Dengan Model Propagasi Lee 45
Tabel 4.4 Daya Penerimaan Sinyal Maksimum dan Minimum
Dengan Model Propagasi Okumura 48
Tabel 4.5 Daya Penerimaan Sinyal Maksimum dan Minimum
Dengan Model Propagasi Hata 50
Tabel 4.6 Data Perbandingan Kinerja Sistem Antar Model Propagasi 118 Tabel 4.7 Perbandingan Ukuran Rata-rata Active Set dan Relative Error
(13)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1 Komponen Propagasi 7
2.2 Parameter dasar propagasi radio 7
2.3 Perbandingan frekuensi terhadap gain 10
2.4 Prosedur Handover 14
2.5 (a) Hard Handover, (b) Soft handover 15
2.6 Pengurangan interferensi dengan soft handover pada uplink 16
2.7 Algoritma Soft handover IS-95A 19
2.8 Skema algoritma soft handover 20
3.1 Rancangan Blok Diagram Model Sistem 27
3.2 Skrip program model Okumura 28
3.3 Skrip program model Hata 29
3.4 Skrip program model Lee 30
3.5 Model perubahan Aktive Set (AS) untuk 2 BTS 32
3.6 Algoritma soft handoff hysteresis-threshold 2 BTS 33 3.7 Ilustrasi algoritma soft handover hysteresis-threshold 35
3.8 Model perubahan Aktive Set (AS) untuk 3 BTS 38
3.9 Model perubahan Aktive Set (AS) untuk 4 BTS 38
3.10 Skrip Program Locally Optimal 39
4.1a. Model Rancangan 2 (dua) BTS 41
4.1b Model Rancangan 3 (tiga) BTS 41
4.1c Model Rancangan 4 (empat) BTS 41
4.2a Grafik 3 Dimensi Level Sinyal 4 BTS Model Propagasi Lee 46
4.2b Grafik Sebaran Sinyal 4 BTS Model Propagasi Lee 46
4.3 Level Sinyal Terima MS dari 4 BTS Dengan Model Lee 47 4.4a Grafik 3 Dimensi Level Sinyal 4 BTS Model Propagasi Okumura 48 4.4b Grafik Sebaran Sinyal 4 BTS Model Propagasi Okumura 48 4.5 Level Sinyal Terima MS dari 4 BTS Dengan Model Okumura 49 4.6a Grafik 3 Dimensi Level Sinyal 4 BTS Model Propagasi Hata 50
4.6b Grafik Sebaran Sinyal 4 BTS Model Propagasi Hata 50
4.7 Level Sinyal Terima MS dari 4 BTS Dengan Model Hata 51
4.8a Tinggi Antena BTS dengan Laju Drop Call Model Lee 52
4.8b Tinggi Antena MS dengan Laju Drop Call Model Lee 53
4.9a Tinggi Antena BTS dengan Laju Drop Call Model Okumura 55 4.9b Tinggi Antena MS dengan Laju Drop Call Model Okumura 55 4.10a Tinggi Antena BTS dengan Penurunan Link Radio Model Lee 57 4.10b Tinggi Antena MS dengan Penurunan Link Radio Model Lee 58 4.11 Perbaikan Link Radio terhadap Pertambahan Tinggi Antena
Model Lee 59
4.12a Tinggi Antena BTS dengan Penurunan Link Radio
(14)
4.12b Tinggi Antena MS dengan Penurunan Link Radio
Model Okumura 60
4.13 Perbaikan Link Radio terhadap Pertambahan Tinggi Antena
Model Okumura 61
4.14a Tinggi Antena BTS dengan Penurunan Link Radio Model Hata 63 4.14b Tinggi Antena MS dengan Penurunan Link Radio Model Hata 63 4.15 Perbaikan Link Radio terhadap Pertambahan Tinggi Antena
Model Hata 64
4.16a Tinggi Antena BTS dengan Ukuran Active Set
(Hysteresis Threshold) (Model Lee) 65 4.16b Tinggi Antena MS dengan Ukuran Active Set
( Hysteresis Threshold) (Model Lee) 66 4.17 Ukuran Active Set terhadap Tinggi BTS dan MS
(Hysteresis Threshold) (Model Lee) 67 4.18a Tinggi Antena BTS dengan Ukuran Active Set (Locally Optimal)
(Model Lee) 68
4.18b Tinggi Antena MS dengan Ukuran Active Set (Locally Optimal)
(Model Lee) 68
4.19 Ukuran Active Set terhadap Antena BTS dan MS
(Locally Optimal) (Model Lee) 69
4.20a Tinggi Antena BTS dengan Ukuran Active Set
(Hysteresis Threshold) (Model Okumura) 71 4.20b Tinggi Antena MS dengan Ukuran Active Set
( Hysteresis Threshold) (Model Okumura) 71 4.21 Ukuran Active Set terhadap Tinggi BTS dan MS
(Hysteresis Threshold) (Model Okumura) 72 4.22a Tinggi Antena BTS dengan Ukuran Active Set (Locally Optimal)
Model (Model Okumura) 73
4.22b Tinggi Antena MS dengan Ukuran Active Set (Locally Optimal)
Model (Model Okumura) 73
4.23 Ukuran Active Set terhadap Antena BTS dan MS(Locally Optimal)
(Model Okumura) 74
4.24a Tinggi Antena BTS dengan Ukuran Active Set
(Hysteresis Threshold) (Model Hata) 75 4.24b Tinggi Antena MS dengan Ukuran Active Set
( Hysteresis Threshold) (Model Hata) 76 4.25 Ukuran Active Set terhadap Tinggi BTS dan MS
(Hysteresis Threshold) (Model Hata) 77 4.26a Tinggi Antena BTS dengan Ukuran Active Set (Locally Optimal)
(Model Hata) 78
4.26b Tinggi Antena MS dengan Ukuran Active Set (Locally Optimal)
Model Hata 78
4.27 Ukuran Active Set terhadap Antena BTS dan MS(Locally Optimal)
(Model Hata) 79
4.28a Tinggi Antena BTS dengan Laju Handover (Hysteresis Threshold)
(15)
4.28b Tinggi Antena MS dengan Laju Handover ( Hysteresis Threshold)
(Model Lee) 81
4.29a Tinggi Antena BTS dengan Laju Handover (Locally Optimal)
(Model Lee) 82
4.29b Tinggi Antena MS dengan Laju Handover (Locally Optimal)
(Model Lee) 83
4.30a Tinggi Antena BTS dengan Laju Handover (Hysteresis Threshold)
(Model Okumura) 85
4.30b Tinggi Antena MS dengan Laju Handover ( Hysteresis Threshold)
(Model Okumura) 85
4.31a Tinggi Antena BTS dengan Laju Handover (Locally Optimal)
(Model Okumura) 86
4.31b Tinggi Antena MS dengan Laju Handover (Locally Optimal)
(Model Okumura) 87
4.32a Tinggi Antena BTS dengan Laju Handover (Hysteresis Threshold)
(Model Hata) 89
4.32b Tinggi Antena MS dengan Laju Handover ( Hysteresis Threshold)
(Model Hata) 89
4.33a Tinggi Antena BTS dengan Laju Handover (Locally Optimal)
(Model Hata) 90
4.33b Tinggi Antena MS dengan Laju Handover (Locally Optimal)
(Model Hata) 91
4.34 Penurunan Link Radio Terhadap Nilai Hysteresis dan Jumlah BTS
(Model Lee) 93
4.35 Penurunan Link Radio Terhadap Nilai Hysteresis dan Jumlah BTS
(Model Okumura) 94
4.36 Penurunan Link Radio Terhadap Nilai Hysteresis dan Jumlah BTS
(Model Hata) 95
4.37 Ukuran Active Set Terhadap Nilai Hysteresis dan Jumlah BTS
(Hysteresis Threshold) (Model Lee) 96 4.38 Ukuran Active Set terhadap Jarak dan Nilai Hysteresis
(Hysteresis Threshold) (Model Lee) 97 4.39 Ukuran Active Set Terhadap Nilai Hysteresis dan Jumlah BTS
(Locally Optimal) (Model Lee) 98
4.40 Ukuran Active Set terhadap Jarak dan Nilai Hysteresis
(Locally Optimal) (Model Lee) 99
4.41 Ukuran Active Set terhadap Jarak dan Nilai Hysteresis
(Hysteresis Threshold) (Model Okumura) 100 4.42 Ukuran Active Set terhadap Jarak dan Nilai Hysteresis
(Hysteresis Threshold) (Model Okumura) 101 4.43 Ukuran Active Set terhadap Nilai Hysteresis dan Jumlah BTS
(Locally Optimal) (Model Okumura) 102 4.44 Ukuran Active Set terhadap Jarak dan Nilai Hysteresis
(Locally Optimal) (Model Okumura) 103 4.45 Ukuran Active Set Terhadap Nilai Hysteresisdan Jumlah BTS
(16)
4.46 Ukuran Active Set terhadap Jarak dan Nilai Hysteresis
(Hysteresis Threshold) (Model Hata) 105 4.47 Ukuran Active Set Terhadap Nilai Hysteresis dan Jumlah BTS
(Locally Optimal) (Model Hata) 105
4.48 Ukuran Active Set terhadap Jarak dan nilai Hysteresis
(Locally Optimal) (Model Hata) 106
4.49 Laju Handover Terhadap Nilai Hysteresis (Hysteresis Threshold)
(Model Lee) 107
4.50 Laju Handover Optimal Terhadap Nilai Hysteresis
(Locally Optimal) (Model Lee) 109
4.51 Laju Handover Terhadap Nilai Hysteresis (Hysteresis Threshold)
(Model Okumura) 110
4.52 Laju Handover Optimal Terhadap Nilai Hysteresis
(Locally Optimal) (Model Okumura) 112 4.53 Laju Handover Terhadap Nilai Hysteresis (Hysteresis Threshold)
(Model Hata) 113
4.54 Laju Handover Optimal Terhadap Nilai Hysteresis
(Locally Optimal) (Model Hata) 114
4.55 Karakteristik Perbandingan Ukuran Active SetModel Emprik
(17)
ANALISIS OPTIMALISASI PARAMETER KINERJA SISTEM
CDMA DENGAN MENGGUNAKAN KANAL PROPAGASI
GELOMBANG RADIO EMPIRIS
ABSTRAK
Suatu kajian telah dibuat tentang analisis optimalisasi parameter kinerja sistem cdma dengan menggunakan kanal propagasi gelombang radio Empiris. Untuk pengerjaan analisis ini telah dikembangkan model sistem pemancaran dari dua Base Station
(BTS) menjadi tiga dan empat BTS untuk melayani Mobile Station (MS).
Pengembangan model sistem pemancaran dari dua menjadi tiga dan empat BTS membutuhkan pengembangan algoritma soft handover yang asalnya hanya untuk menangani dua BTS menjadi algoritma soft handover yang dapat menangani tiga dan empat BTS. Dengan dipilihnya kanal propagasi radio empiris sebagai kanal pemancaran sinyal yang menghubungkan BTS dengan MS maka telah diperoleh perbaikan parameter kinerja sistem cdma terhadap perubahan ketinggian Antena BTS dan Antena MS maupun terhadap pertambahan nilai parameter Hysteresis Add. Parameter kinerja sistem yang ditentukan sebagai objek pengamatan pada kajian ini adalah Laju Drop Call, Laju Penurunan Link Radio, Ukuran Rata-rata Active Set dan Laju Handover. Selanjutnya dengan memanfaatkan algoritma Locally Optimal maka dua parameter kinerja sistem yaitu ukuran rata-rata Active Set dan Laju Handover
masih dapat dioptimalkan dengan kualitas link radio yang sama. Hasil analisis terhadap data simulasi menunjukkan bahwa perubahan ketinggian Antena BTS dan Antena MS berkontribusi pada perbaikan level penerimaan daya sinyal sehingga dapat mengurangi laju rata-rata Drop Call dan meningkatkan kualitas Link Radio
serta meningkatkan ukuran rata-rata Active Set. Dari sisi perubahan nilai Hysteresis Add berkontribusi pada peningkatan ukuran rata-rata Active Set. Sementara Laju
Handover lebih didominasi oleh fluktuasi ukuran Active Set dalam sistem. Penerapan algoritma locally optimal pada algoritma hysteresis threshold memberikan pengurangan pada ukuran rata-rata Active Set dan Laju Handover sehingga meningkatkan efisiensi pemakaian kanal radio dan menghemat biaya penyambungan. Berdasarkan perbandingan unjuk kerja model-model propagasi gelombang radio
emprik terhadap parameter kinerja soft handover maka model propagasi Hata memberi kontribusi yang lebih besar terhadap perbaikan parameter kinerja sistem dibandingkan dengan model propagasi Okumura dan model propagasi Lee, oleh karenanya model propagasi Hata dapat dipilih sebagai model propagasi yang lebih tepat berdasarkan parameter inputan sistem yang telah ditentukan.
Kata kunci:Sistem CDMA, soft handover, algoritma hysteresis threshold, locally optimal, model propagasi gelombang radio empiris.
(18)
OPTIMIZATION OF PARAMETERS PERFORMANCE OF CDMA
SYSTEM USING THE EMPIRICAL RADIO WAVE PROPAGATION
CHANNEL
ABSTRACT
A study has been made on the analysis of optimizing the performance parameters of the CDMA system using the empirical radio wave propagation channel. For the construction of this analysis have been developed modeling of the transmission system of two Base transceiver station (BTS) to three and four base transceiver stations to serve the Mobile Station (MS). Development of a model of the transmission system from two to three and four base transceiver stations require the development of soft handover algorithm that can be handle from two to four base transceiver stations. By choosing the empirical radio propagation channel as a transmitting channel that connects the base transceiver stations with MS, then has obtained improvement of performance parameters of cdma system against a change of height of BTS and MS antena and also against a change of the parameter value of hysteresis add. System performance parameters are defined as objects of observation in this study is a call drop rate, decrease rate of radio link, average size of active set and handover rate. Furthermore, by utilizing locally optimal algorithm, then both of the system performance parameters, namely the average size of the active set and handover rate, still can be optimized with the same of radio link quality. The results of the simulation data analysis showed that the change in height of BTS antennas and antenna MS contribute to the improvement of the reception of the signal power level, so as to reduce the average rate of drop call , improve the quality of radio links and increase the average size of the active set. In terms of changes in the value of hysteresis add contribute to the increase in the average size of the active set. While the handover rate is dominated by fluctuations in the size of the active set in the system. Application of locally optimal algorithms on the threshold hysteresis algorithm gives a reduction in the average size of the active set and handover rate, thus increasing the efficiency of the use of radio channels and save the connection costs. Based on the comparison of the performance of the models of the empirical radio wave propagation against the performance of the soft handover parameters, then the hata propagation model gives a greater contribution to the improvement of system performance parameters compared to the okumura propagation model and the lee propagation model. Therefore, hata propagation model can be chosen as a more appropriate of propagation model based on the input parameters of the system have been determined.
Keywords: CDMA system, soft handover, threshold hysteresis algorithm
, locally optimal, empirical models of radio wave propagation.
(19)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknologi komunikasi untuk standar 3G didalam komunikasi bergerak. 3G adalah standar teknologi internasional yang mempunyai tujuan meningkatkan efisiensi dan memperbaiki kinerja jaringan seluler. 3G menawarkan peningkatan kualitas pelayanan (QoS) (Smith,C. et al.). Salah satu fasilitas dalam sistem seluler untuk menjamin adanya kontinuitas komunikasi apabila pelanggan bergerak dari satu sel ke sel yang lain adalah handover. Jaringan selular berbasis CDMA mampu mendukung
soft handover, yang mana membuat transisi yang lebih halus dan meningkatkan kualitas komunikasi. Dengan Soft handover, beberapa link radio dapat beroperasi secara paralel, sehingga koneksi MS (mobile station) dengan beberapa BTS (base transceiver station) dapat terlaksana secara simultan (Singh ,N.P., Singh, B., 2008).
Soft handover sering dikaitkan dengan active set dan ukurannya. Active set
merupakan himpunan semua BTS yang berkomunikasi dengan MS. Pemasukan/pengeluaran sebuah BTS ke/dari active set ditentukan oleh pemicu inisiasi yang telah ditentukan. Inisiasi dapat dilakukan dengan pengukuran kuat sinyal dari himpunan BTS yag ada. Salah satu metode pemicu inisiasi untuk memasukkan/mengeluarkan sebuah BTS ke/dari active set berdasarkan pengukuran kuat sinyal adalah metode Hysteresis-threshold (Rezaei, S.S.C., and Khalaj, B.H., 2005)( Singh ,N.P. and Singh, B., 2010).
Masalah soft handover muncul dalam sistem komunikasi selular ketika MS dapat berkomunikasi dengan beberapa BTS pada saat yang bersamaan. Jika posisi MS dan kondisi trafik sistem berubah, active set perlu diubah untuk menjaga kualitas sinyal yang diterima (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003). Perubahan dalam
active set merupakan bagian kejadian soft handover dan diatur oleh algoritma soft handover.
(20)
Adapun tujuan utama dari algoritma soft handover adalah untuk memberikan kualitas sinyal yang lebih baik. Kualitas sinyal dapat diperbaiki dengan memasukkan BTS lebih banyak pada active set, tetapi cara ini menyebabkan peningkatan pada penggunaan sumber daya sistem. Salah satu pilihan untuk menurunkan ukuran active set, yaitu dengan sering memperbarui active set sebagai pemeliharaan pada setiap waktu yaitu, active set terkecil dengan kualitas sinyal yang memadai. Namun, seringnya update atau handover menambah biaya penyambungan (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003).
Sebuah algoritma handover dikatakan optimal jika ia mencapai tradeoff yang terbaik diantara kelas dari semua algoritma handover. Desain algoritma handover
yang optimal membutuhkan model lintasan mobile berikutnya ke depan. Oleh karena informasi tentang lintasan mobile ke depan ini belum tersedia, maka penggunaaan algoritma optimal kurang praktis. Kelemahan lain dari algoritma optimal adalah desain komputasinya sulit dipecahkan. Oleh karenanya, model algoritma locally optimal dapat digunakan sebagai pendekatan sebagai pengganti algoritma yang optimal. Hal ini dikarenakan, locally optimal menggunakan lintasan mobile yang lurus dan desain komputasinya lebih sederhana
Dikarenakan mobilitas yang tinggi dari MS yang bergerak dari satu sel ke sel yang lain menimbulkan kesulitan dalam memprediksi propagasi sinyal dan berpengaruh pada level kuat sinyal penerimaan. Level kuat sinyal yang diterima oleh MS dipengaruhi oleh path loss, Shadow fading dan Fast fading, sebagai akibat dari redaman propagasi dan keadaan lingkungan yang tak beraturan
(Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003).
(Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997)
Pendekatan untuk menentukan keadaan perambatan sinyal yang kompleks dalam kaitannya terhadap kinerja Soft Handover dapat ditentukan dengan Model Stokastik dan Model Empiris (Shahajahan, M., and Hes-Shafi, A.Q.M.A., 2009). , (Singh ,N.P. and Singh, B., 2010). Akumulasi dari mobilitas MS, redaman propagasi dan kondisi lingkungan akan mempengaruhi kinerja soft handover pada sistem CDMA .
(21)
Disebut model stokastik karena ada peubah yang dianggap berubah-ubah dengan pola sebaran acak dengan distribusi tertentu. Model Empiris adalah suatu model propagasi yang dirancang untuk menjelaskan perambatan rata-rata sinyal pada suatu daerah yang ditetapkan berdasarkan obervasi dan pengukuran. Dengan model empiris prediksi rugi-rugi propagasi di sepanjang lintasan bergerak dari MS dapat ditentukan. Adapun beberapa model propagasi untuk daerah urban adalah model Okumura, model Hata, dan model Lee (Alim, M.A., et al., 2010et al. 2010) (Pinem,M.2012).
Kinerja soft handover merupakan ukuran penting yang menjadi acuan baik tidaknya suatu proses handover. Indikator kinerja soft handover dikategorikan pada dua jenis, yaitu, indikator kualitas link dan indikator alokasi sumber daya (Wong, D., and Lim, T. J., 2009). Adapun komponen indikator yang digunakan tergantung dari model sistem yang direncanakan. Mengacu pada (Singh, N.P. and Singh, B., 2010), (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003) dan (Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997)
Oleh karenanya, penelitian ini mengkaji tentang analisis optimasi parameter kinerja sistem cdma dengan menggunakan model propagasi gelombang radio
Empiris. Untuk pengerjaan analisis ini dikembangkan model sistem pemancaran dari dua BTS menjadi tiga dan empat BTS untuk melayani Mobile Station (MS). Pada pengembangan model sistem pemancaran dari dua menjadi tiga dan empat BTS dikembangkan algoritma soft handover hysteresis threshold yang asalnya hanya untuk menangani dua BTS menjadi algoritma soft handover hysteresis threshold yang dapat menangani tiga dan empat BTS. Kanal propagasi yang digunakan sebagai kanal pemancaran sinyal yang menghubungkan BTS dengan MS pada penelitian ini adalah kanal propagasi radio empiris sehingga diharapkan diperoleh keterkaitan parameter ketinggian Antena BTS dan Antena MS serta parameter Hysteresis Add dengan parameter kinerja sistem. Parameter kinerja sistem yang ditentukan sebagai objek pengamatan pada penelitian ini adalah Laju Drop Call, Laju Penurunan Link Radio,
indikator kinerja soft handover yang digunakan adalah laju penurunan link radio, rata-rata ukuran active set dan laju handover.
(22)
Ukuran Rata-rata Active Set dan Laju Handover. Selanjutnya dengan memanfaatkan algoritma Locally Optimal maka diharapkan kedua parameter kinerja sistem yaitu ukuran rata-rata Active Set dan Laju Handover dicoba untuk dioptimalkan dengan kualitas link radio yang sama.
1.2 Rumusan Masalah
Pada penelitian ini ditentukan beberapa rumusan masalah, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimana perbaikan parameter kinerja sistem cdma terhadap perubahan ketinggian Antena BTS dan Antena MS serta parameter Hysteresis Add dengan variasi jenis model propagasi empiris maupun dengan peningkatan jumlah BTS 2. Bagaimana tingkat perbaikan parameter yang optimal dari kinerja sistem cdma
keluaran algoritma soft handover hysteresis-threshold dengan algoritma soft handover locally optimal.
3. Bagaimana tingkat kebaikan diantara model propagasi gelombang radio empiris yang berkontribusi pada perbaikan kinerja sistem cdma yang lebih optimal.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis perbaikan parameter kinerja sistem cdma terhadap perubahan ketinggian Antena BTS dan Antena MS serta parameter Hysteresis Add dengan variasi jenis model propagasi empiris maupun dengan peningkatan jumlah BTS 2. Menganalisis tingkat perbaikan parameter yang optimal dari kinerja sistem cdma
keluaran algoritma soft handover hysteresis threshold dengan soft handover locally optimal
3. Mendapatkan tingkatan kebaikan diantara model-model propagasi gelombang radio empiris yang berkontribusi pada perbaikan kinerja sistem cdma yang lebih optimal.
(23)
1.4 Batasan Masalah
Sehubungan dengan pembahasan kinerja soft handover dan propagasi sinyal gelombang radio pada sistem komunikasi bergerak CDMA adalah cukup luas dan kompleks juga agar arah penelitian lebih fokus maka ditetapkan beberapa batasan sebagai berikut :
a. Untuk mengamati prilaku parameter propagasi sinyal terhadap kinerja soft handover pada sistem CDMAmaka dibangun model sistem simulasi berbantukan komputer atau Simulasi berbasis Komputer (Law, et al. 1991).
b. Algoritma soft handover yang digunakan adalah algoritma soft handover hysteresis threshold dan locally optimal dan parameter kinerja yang diamati adalah laju drop call, penurunan link radio, ukuran active set dan laju handover. c. Parameter yang ditentukan sebagai variabel adalah model propagasi gelombang
radio, Jumlah BTS, Tinggi Antena ( BTS dan MS ) serta parameter Hysteresis. d. Inisiasi untuk soft handover dilakukan berdasarkan kuat sinyal penerimaan. e. BTS yang dimodelkan memancar daya sama besar dan terpisah pada jarak
tertentu dan MS bergerak dalam arah lintasan lurus.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang bisa diambil dari hasil Penelitian ini adalah :
a. Dapat diketahui parameter-parameter yang berpengaruh dari propagasi gelombang radio terhadap kinerja soft handover dari sistem komunikasi bergerak, sehingga dapat dijadikan sebagai kajian dan umpan balik untuk mengoptimalkan resources pada perangkat sistem komunikasi bergerak untuk menghasilkan pelayanan komunikasi yang berkualitas dan efisien.
b. Diperolehnya suatu simulator yang dapat dijadikan sebagai instrumen pembelajaran bagi peneliti dan mahasiswa dalam menjelaskan hubungan parameter propagasi gelombang radio algoritma soft handover.
c. Menambah dan meningkatkan ilmu pengetahuan, khususnya bidang teknik
(24)
BAB II
STUDI LITERATUR
2.1 Propagasi Sinyal
Dikarenakan mobilitas yang tinggi dari MS yang bergerak dari satu sel ke sel yang lain, mengakibatkan kondisi propagasi sinyal pada komunikasi selular sangat sulit untuk diprediksi. Rugi propagasi (Propagation Loss) mencakup semua pelemahan yang diperkirakan akan dialami sinyal ketika berjalan dari base transceiver station ke mobile station. Secara umum terdapat 3 komponen propagasi yang menggambarkan kondisi dari komunikasi seluler yaitu pathloss, shadowing
(slow fading) dan multipath fading (fast fading) (Mahmood, M., Z.1996).
Adanya pemantulan dari beberapa objek dan pergerakan mobile station
menyebabkan kuat sinyal yang diterima oleh mobile station bervariasi dan sinyal yang diterima tersebut mengalami path loss. Pathloss adalah fenomena menurunnya daya yang diterima terhadap jarak karena refleksi dan difraksi disekitar lintasan. Path
loss akan membatasi kinerja dari sistem komunikasi bergerak sehingga
memprediksikan path loss merupakan bagian yang penting dalam perencanaan sistem komunikasi bergerak.
Shadowing disebabkan oleh halangan terhadap jalur garis pandang (LOS) antara pemancar dan penerima, seperti terhalang oleh bangunan perumahan, gedung-gedung, pohon dan sebagainya.
Multipath fading (fast fading) timbul karena pantulan multipath dari sebuah gelombang yang dipancarkan oleh benda-benda seperti rumah, bangunan, struktur-struktur lain buatan manusia, atau benda-benda alam seperti hutan yang berada di sekitar MS.
Perbedaan panjang saluran propagasi dari sinyal multipath memberikan peningkatan untuk waktu delay propagasi yang berbeda. Multipath fading atau fast fading dapat diabaikan untuk korelasi jarak yang pendek dan diasumsikan penerima
(25)
dapat mengatasinya dengan efektif. Kondisi propagasi dapat diilustrasikan seperti gambar 2.1 (Chen, Y., 2003).
Gambar 2.1 Komponen Propagasi
2.1.1 Propagasi Lintasan Bebas (free space loss)
Propagasi gelombang radio sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Gambar 2.2 menunjukkan parameter-parameter propagasi radio.
Gambar 2.2 Parameter dasar propagasi radio
Base transceiver station mentransmisikan daya sebesar Pt dari suatu antena
dengan gain Gt pada jarak d, receiver menerima daya sebesar Pr dari antena dengan gain Gr. Daya yang diterima diberikan oleh persamaan 2.1, dengan variable berupa
(26)
daya yang dipancarkan, jarak, gain antena, kecepatan cahaya dan frekuensi (Seybold, John S., 2005).
�� =�4����2� ����(4���22) (2.1) Dimana Pt/4πd2, menunjukkan daya yang dipancarkan oleh base transceiver station dengan daerah sebar seluas 4πd2. GtGr, menunjukkan gain dari antena
pemancar dan antena penerima. Semakin besar gain, semakin besar pula daya yang diterima dan c2/4πf2
�� = (������)/�0 (2.2) , menunjukkan bahwa daya yang diterima akan berkurang seiring dengan meningkatnya kuadrat frekuensi. Persamaan (2.1) dapat ditulis kembali dalam bentuk:
dengan:
Free space loss = L0 = (4πdf/c)2
dalam bentuk dB, persamaan (2.3) menjadi:
(2.3)
L0
dimana:
(dB)= 32 + 20 log f MHz + 20 log d Km (2.4)
L0
f = frekuensi (MHz)
= rugi-rugi lintasan bebas (dB)
d = panjang lintasan propagasi (Km)
2.1.2 Model Propagasi
Model propagasi menjelaskan perambatan rata-rata sinyal pada suatu daerah. Besarnya rugi-rugi propagasi tersebut bervariasi sesuai spektrum dan kondisi alam serta lingkungan sekitarnya. Memperkirakan rugi-rugi yang akan dilalui sinyal adalah hal yang sangat penting. Salah satunya adalah rugi-rugi yang dihasilkan oleh propagasi sinyal. Rugi propagasi adalah rugi-rugi yang cukup sulit untuk diperkirakan. Rugi ini dipengaruhi langsung oleh keadaan lingkungan sekitar yang dilalui oleh sinyal. Para ahli telah menghasilkan beberapa model matematis yang dapat memberikan nilai yang cukup baik untuk mendekati keadaan lingkungan nyata.
(27)
Model dari rugi-rugi propagasi dapat dibagi dalam 3 jenis yaitu: Model Teoritis, Model Empiris dan Model Stokastik. Secara empiris telah ditentukan beberapa model propagasi, diantaranya adalah model propagasi Okumura, Hata dan W.C.Y. Lee (atau yang sering dikenal sebagai model Lee) (Mohammad, S., and Hes-Shafi, A. Q. M. A., 2009) (Sizun, H. 2005).
2.1.2.1 Model Okumura
Model Okumura adalah model yang cocok untuk range frekuensi antara 150-1920 MHz dan pada jarak antara 1-100 km dengan ketinggian antena base transceiver station (BTS) berkisar 30 sampai 100 m.
Untuk menentukan redaman lintasan dengan model Okumura, pertama kita harus menghitung dahulu rugi-rugi lintasan bebas (free space path loss), kemudian nilai Amu (f,d) dari kurva Okumura ditambahkan kedalam faktor koreksi untuk
menentukan tipe daerah. Model Okumura dapat ditulis dengan persamaan berikut (Rappaport, T. S.,1995) (Goldsmith, A. 2005) (Pinem,M.2012).
L (dB) = LF + Amu(f,d) – G(hte) – G(hre) - GAREA
dimana: (2.5)
LF
Amu = rata-rata redaman relatif terhadap rugi-rugi lintasan bebas (dB)
= Rugi-rugi lintasan bebas yang dapat dihitung dengan persamaan (2.4):
G(hte
G(h
) = gain antena BTS (dB)
re
G
) = gain antena MS (dB)
AREA = gain tipe daerah (dB)
Gain antena berkaitan dengan tinggi antena dan tidak ada hubungannya
dengan pola antena. Kurva Amu(f,d) untuk range frekuensi 100-3000 MHz
ditunjukkan oleh Gambar 2.3a, sedangkan nilai GAREA untuk berbagai tipe daerah dan
(28)
a Kurva Amu(f,d) b Nilai G
Gambar 2.3 Perbandingan frekuensi terhadap gain
AREA
G(hre) = 20log(hte/200) 100 m > hte
G(h
> 10 m (2.6)
re) = 20log(hre/3) 10 m > hre
G(h
> 3 m (2.7)
re) = 10 log(hre/3) hre
dimana: h
≤ 3 m (2.8)
te
h
= tinggi antena BTS (m)
re = tinggi antena MS (m)
Model Okumura merupakan model yang sederhana tetapi memberikan akurasi yang bagus untuk melakukan prediksi redaman lintasan pada sistem komunikasi radio bergerak untuk daerah yang tidak teratur. Kelemahan utama dari model ini adalah respon yang lambat terhadap perubahan permukaan tanah yang cepat. Karena itu model ini sangat cocok diterapkan pada daerah urban dan suburban, tetapi kurang bagus jika untuk daerah rural (pedesaan).
(29)
2.1.2.2 Model Hata
Model Hata merupakan bentuk persamaan empiris dari kurva redaman lintasan yang dibuat oleh Okumura, karena itu model ini lebih sering disebut sebagai model Okumura-Hata. Model ini cocok untuk daerah frekuensi antara 150-1500 MHz. Hata membuat persamaan standar untuk menghitung redaman lintasan di daerah urban, sedangkan untuk menghitung redaman lintasan di tipe daerah lain (suburban, open area, dll), Hata memberikan persamaan koreksinya. Persamaan prediksi Hata untuk daerah urban adalah (Parsons,J.D,.2000) (Goldsmith, A. 2005) ( William, C. Y. L,. 2006).
L(urban)(dB) = 69,55+26,16logfc–13,82loghte–a(hre)+(44,9–6,55loghre
(2.9) )log
Dimana:
fc
h
= frekuensi kerja antara 150-1500 MHz,
te
h
= tinggi efektif antena transmitter (BTS), 30-200 m ,
re
d = jarak antara Tx-Rx (km),
= tinggi efektif antena receiver (MS), 1-10 m,
a(hre) = faktor koreksi untuk tinggi efektif antena MS sebagai fungsi
dari luas daerah yang dilayani.
Untuk kota kecil sampai sedang, faktor koreksi a(hre) atau a(hms) diberikan oleh persamaan:
a(hre) = (1,1logfc – 0,7) hre – (1,56logfc
sedangkan untuk kota besar:
– 0,8) dB (2.10)
a(hre) = 8,29 (log1,54hre)2 – 1,1 db untuk fc
a(h
< 300 MHz (2.11a)
(30)
Walaupun model Hata tidak memiliki koreksi lintasan spesifik seperti yang disediakan model Okumura, tetapi persamaan-persamaan diatas sangat praktis untuk digunakan dan memiliki akurasi yang sangat baik. Hasil prediksi dengan model Hata hampir mendekati hasil dengan model Okumura, untuk jarak d lebih dari 1 km. Model ini sangat baik untuk sistem komunikasi bergerak dengan ukuran sel besar, tetapi kurang cocok untuk sistem dengan radius sel kurang dari 1 km.
2.1.2.3 Model Lee
Model propagasi Lee diturunkan dari data eksperimen di beberapa kota besar di dunia. Parameter referensi 900 MHz, pada tinggi antena 30.5 m, dengan daya transmisi 10 W. Persamaan matematika model Lee ini ditunjukkan persamaan berikut ini (Seybold, John S., 2005),( William, C. Y. L,. 2006).
�50= �0+�log� − �0 (2.13) Dengan: L50
L
= rugi-rugi propagasi model Lee (dB)
0
γ = slope dari path loss (dB/decade)
= rugi-rugi transmisi pada jarak 1 km (dB)
d = jarak dari base transceiver station (m) F0
Nilai L
= faktor penyesuaian
0
Tabel 2.1 Parameter Model Propagasi Lee
dan γ diperoleh dari data eksperimen, yaitu seperti ditunjukkan oleh Tabel
2.1(Seybold, John S., 2005).
Environment L0 (dB) Γ
Free space 93.3 20.0
Open (rural) 91.3 43.5
Suburban 104.0 38.0
Urban
Tokyo 128.0 30.0
(31)
Newark 106.3 43.1
Sedangkan nilai F0
F
diberikan oleh persamaan:
0 = F1F2F3F4F5
Dengan:
(2.14)
�1 = [������������������������ℎ���ℎ� (�)]2
(30.5�)2 (2.15)
�2 = [�����������������10� ����� (�)] (2.16) �3 = [�����������������������������]
4 (2.17)
�4 =[�������������������ℎ���ℎ� (�)]
2
(3�)2 (2.18)
�5 = [��]2
[�0]2 dimana f0 = 1800 MHz (2.19)
2.2 Soft Handover
Handover adalah komponen yang esensial dalam sistem komunikasi selular bergerak. Mobilitas menyebabkan variasi yang dinamis pada kualitas link dan tingkat interferensi pada sistem seluler, terkadang sebuah user (mobile station; MS) tertentu harus mengganti base transceiver station (BTS) yang melayaninya. Pergantian ini dikenal sebagai handover.
Disebut soft handover karena untuk membedakannya dari proses handoff
lainnya (hard handover). Pada hard handover beberapa keputusan dibuat apakah
handover perlu dilakukan atau tidak. Pada keputusan positif, handover diinisiasikan dan dieksekusi tanpa memerlukan pemakaian kanal secara simultan dengan dua base transceiver station. Pada soft handover, sebuah keputusan yang dikondisikan dibuat apakah handover perlu atau tidak. Dipengaruhi oleh perubahan dari kuat sinyal pilot dari dua atau lebih base transceiver station yang terlibat, dan akhirnya keputusan
(32)
handover dibuat untuk berkomunikasi hanya dengan satu BTS. Hal ini normal terjadi setelah diperoleh jelas bahwa sinyal dari satu BTS lebih kuat dari yang lainnya. Pada prosesnya MS menggunakan kanal secara simultan rerhadap setiap BTS yang terlibat.
2.2.1 Prosedur Handover
Prosedur handover dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu: pengukuran, pengambilan keputusan dan eksekusi seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.4 (Chen, Y., 2003).
Gambar 2.4 Prosedur Handover
2.2.2 Konsep Soft handover
Soft handover memungkinkan kedua sel, baik sel asal ataupun sel baru untuk melayani user (mobile station) secara bersama-sama selama transisi handover. Transisinya adalah ketika MS bergerak dari sel asal ke sel baru dan akhirnya berada di sel baru. Hal ini dimungkinkan karena semua sel memakai frekuensi kerja yang sama. Soft handover selain mengurangi kemungkinan putusnya pembicaraan juga
Mengukur informasi yang dibutuhkan untuk keputusan
handover (contoh: Ec/I0, dan RSS)
Kriteria
handoverterp enuhi?
• Selesaikan proses
handover
• Meng-update parameter
Fase Pengukuran
Fase Pengambilan Keputusan
Fase Eksekusi Ya
(33)
menyebabkan proses handover berjalan dengan halus sehingga tidak mengganggu pengguna. Dalam sistem analog dan digital TDMA dilakukan pemutusan hubungan sebelum fungsi switching berhasil dilakukan (break-before-make) sementara pada CDMA hubungan dengan sel lama tidak diputuskan sampai MS benar-benar mantap dilayani oleh sel baru (make-before-break).
Setelah sebuah panggilan dilakukan, MS selalu mencek sel-sel tetangga untuk menentukan apakah sinyal dari sel yang lain cukup besar jika dibandingkan dengan sinyal dari sel asal. Jika hal ini terjadi, ini merupakan indikasi bahwa MS (Mobile station) telah memasuki daerah cakupan sel yang baru dan handover dapat mulai dilakukan. Mobile station mengirim pesan kendali (control message) ke MTSO yang menunjukkan sinyal dari sel baru semakin menguat. MTSO melakukan handover
dengan menyediakan sebuah link kepada mobile station melalui sel baru tetapi link
yang lama tetap dipertahankan. Sementara mobile station berada pada daerah perbatasan antara kedua sel, panggilan dilayani oleh kedua sel site, hal ini menyebabkan berkurangnya efek ping-pong atau mengulang permohonan untuk menangani kembali panggilan diantara kedua sel site. Sel asal akan memutuskan hubungan jika mobile station sudah sungguh-sungguh mantap dilayani oleh sel yang baru. Gambar 2.5 memperlihatkan perbandingan proses dasar dari hard dan soft handover (Chen, Y., 2003).
(34)
Jika dibandingkan dengan hard handover tradisional, soft handover
memperlihatkan banyak keuntungan, contohnya menghilangkan efek ping-pong dan menghaluskan transmisi (tidak ada break point pada soft handover). Tidak ada efek
ping-pong berarti beban signaling diakibatkan oleh pemutusan transmisi yang mana terjadi pada hard handover.
Terpisah dari masalah mobilitas, ada alasan lain kenapa soft handover
diimplementasikan pada CDMA. Alasannya adalah soft handover bersama dengan kendali daya (power control) juga menggunakan mekanisme pengurangan interfensi. Gambar 2.6 memperlihatkan dua skenario (Chen, Y., 2003). Pada bagian (a) hanya
power control yang diaplikasikan. Pada bagian (b) power control dan soft handover
diaplikasikan. Misalkan mobile station (MS) bergerak dari BTS1 menuju BTS2. Pada posisinya seperti pada gambar, sinyal pilot yang diterima dari BTS2 sudah lebih kuat dari pada dari BTS1. Ini berarti BTS2 lebih baik dari BTS1.
(a) Tanpa SHO
(35)
Gambar 2.6 Pengurangan interferensi dengan soft handover pada uplink
Pada (a), power control meningkatkan kuat sinyal kirim mobile station untuk menjamin QoS pada uplink ketika mobile station bergerak menjauhi BTS yang melayaninya, yaitu BTS1. Pada (b) mobile station ada dalam status soft handover, yaitu BTS1 dan BTS2 terhubung dengan mobile station secara simultan. Sinyal yang diterima dikirimkan ke RNC. Pada arah uplink, pemilihan dilakukan pada soft handover. Yang paling kuat akan dipilih dan yang lebih lemah akan diputuskan. Karena BTS2 lebih baik dari BTS1 dan untuk mencapai QoS yang diharapkan maka kuat sinyal kirim lebih rendah dibandingkan dengan skenario (a). Melalui hal diatas diperoleh bahwa interferensi yang dihasilkan oleh mobile station pada arah uplink
lebih rendah pada soft handover karena soft handover selalu menjaga agar mobile station terhubung dengan BTS yang terbaik. Pada arah downlink, situasinya jauh lebih rumit. Meskipun kombinasi rasio maksimum memberikan penguatan makrodiversitas, dibutuhkan kanal downlink tambahan untuk mendukung soft handover .
2.2.3 Inisiasi Soft handover
Inisiasi soft handover yang digunakan akan menentukan penentuan handover
dan nilai dari active set. Ada beberapa inisiasi handover yang digunakan ( William, C. Y. L,. 2006). Berikut ini adalah penjelasannya.
1. MCHO (Mobile Control Handover): Mobile station (MS) melakukan pengukuran kualitas, memilih BTS (Base transceiver station) yang terbaik, dan melakukan switch melalui koordinasi dengan jaringan (network). Handover jenis ini biasanya dipicu oleh kualitas link yang rendah yang diukur oleh MS.
2. NCHO (Network Control Handover): BTS melakukan pengukuran dan memberi laporan kepada RNC, yang mana akan membuat keputusan untuk handover atau tidak. Handover jenis ini dilakukan bukan hanya untuk kendali link radio tetapi juga untuk mengatur distribusi trafik diantara sel-sel. Contohnya adalah TRHO
(36)
(Traffic Reason Handover). TRHO adalah algoritma berbasis beban yang mengubah nilai ambang (threshold) dari handover untuk satu atau lebih sel yang berdampingan bergantung pada beban sel itu. Jika beban dari suatu sel melebihi level yang ditentukan dan beban sel tetangga dibawah level yang telah ditentukan, maka sel tersebut akan mengecilkan area cakupannya (coverage) kemudian menyerahkan sebagian trafik (handover) kepada sel tetangga. Oleh karenanya, blocking rate dapat dikurangi dan meningkatkan utilisasi sel.
3. NCHO/ MAHO (Network Control Handover/ Mobile Assist Handover): Jaringan dan MS melakukan pengukuran. MS memberikan laporan pengukuran terkait BTS disekitarnya dan kemudian jaringan yang mengambil keputusan apakah
handover diperlukan atau tidak.
Pada penelitian ini, parameter yang digunakan untuk menginisiasi handover
adalah kuat sinyal pilot itu sendiri (RSS, Received Signal Strength).
2.2.4 Parameter Algoritma Soft handover
Soft handover lebih sulit dan kompleks untuk diimplementasikan dibandingkan dengan hard handover. Salah satu alasannya adalah sulitnya menentukan nilai yang optimal untuk masing-masing parameter soft handover. Beberapa parameter yang mempengaruhi kinerja dari soft handover yang berkaitan juga dengan algoritmanya adalah sebagai berikut (Wong, D., et al, 1997)
1. Add threshold (Hyst_add): batas selisih level sinyal yang digunakan untuk penambahan active set.
2. Drop threshold (Hyst_drop): batas selisih level sinyalyang digunakan untuk pengurangan active set.
3. Tdrop: untuk keluar dari active set, maka kuat sinyal harus dibawah drop threshold untuk jangka waktu selama Tdrop
4. Soft handoff Window (SHW): adalah perbedaan antara add dan
dropthreshold.
(37)
5. Rasio a (rasio SHR) didefeninsikan sebagai perbandingan antara area
soft handoff dengan area sel. 2.2.5 Algoritma Soft handover
Algoritma handover yang berbasis pada kuat sinyal pilot, biasanya akan membandingkan kuat sinyal pilot yang diterima dengan batas (threshold) yang telah ditentukan. Kinerja dari soft handover sangat berhubungan dengan algoritmanya. Gambar 2.7 memperlihatkan algoritma soft handover berdasarkan IS-95A (sering disebut algoritma dasar cdma one) (Chen, Y., 2003).
Gambar 2.7 Algoritma Soft handover IS-95A
Active set adalah daftar dari sel-sel (BTS) yang terhubung dengan Mobile station; Candidate set adalah daftar dari sel-sel (BTS) yang awalnya tidak memiliki hubungan, namun memiliki pilot Ec/Io yang cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam
(5) (6)
(1) Pilot Ec/Io Melewati T_ADD, mobile mengirim sebuah Pilot Strength Measurement Message (PSMM) dan mentransfer menjadi candidate set.
(2) BTS mengirim pesan Handover Direction (Handover Direction Message, HDM)
(3) Mobile mentransfer pilot ke active set dan mengirim pesan Handover
Completion (Handover Completion Message, HCM)
(4) Pilot Eb/Io dibawah T_DROP, mobile memulai handover drop timer. (5) Handover drop timer selesai, mobile mengirim sebuah PSMM. (6) BTS mengirim sebuah HDM
(7) Mobile mentransfer pilot dari active set ke neighbor set dan mengirim sebuah Neighbor set Candidate set Active set Neighbor set
(1) (2) (3) (4) (7) Waktu
Pilot Ec/Io T Add T_Drop
(38)
active set; Neighbouring set adalah daftar dari sel-sel (BTS) dimana pilot diukur secara kontinu tetapi nilainya tidak cukup kuat untuk dimasukkan ke dalam active set.
Pada IS-95A, nilai ambang (threshold) adalah nilai yang tetap (fixed) dari kuat sinyal pilot Ec/I0
Pada penelitian ini, parameter acuan yang digunakan dalam menginisiasi
handover adalah kuat sinyal terima rata-rata RSS (Received Signal Strength) dari sinyal pilot. Jenis inisiasi yang digunakan adalah NCHO/MAHO dengan parameter algoritma yang digunakan adalah Threshold, Hyst_ADD, dan Hyst_DROP.
yang diterima. Sistem ini mudah untuk diimplementasikan, tetapi memiliki kesulitan jika berhadapan dengan perubahan beban yang dinamis. Berdasarkan pada algoritma IS-95A, beberapa algoritma cdma One yang telah dimodifikasi telah diajukan untuk IS-95B dan sistem cdma2000 dengan nilai
threshold yang dinamis.
Sebagai ilustrasi, konsep soft handover untuk 2 BTS dapat dijelaskan melalui gambar 2.8 ( Singh ,N.P. and Singh, B., 2010).
Gambar 2.8 Skema algoritma soft handover.
Algoritma tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
�̂1(�) �̂2(�)
HYST_ADD HYST_DROP
BTS1 BTS1+BTS2 BTS2 Jarak
KuatSinyal Pilot (dB)
(39)
a. Jika active set berisi BTS1 dan �̂1(�) >�̂��� dan selisih absolut dari �̂1(�) dan �̂2(�) lebih besar dari HYST_ADD maka active set tetap berisi BTS1
b. Jika �̂1(�) dan �̂2(�) >�̂���dan selisih absolut dari �̂1(�) dan �̂2(�) lebih kecil dari HYST_ADD maka active set berisi BTS
.
1 dan BTS2
c. Jika �̂1(�) dan �̂2(�) >�̂���dan selisih absolut dari �̂1(�) dan �̂2(�) lebih besar dari HYST_DROP maka active set berisi BTS
.
2
d. Jika �̂1(�) dan �̂2(�) <�̂��� maka active set tidak berisi BTS
(Terjadi soft handover).
1 maupun BTS2.
MS tidak akan memiliki koneksi dengan BTS1 dan BTS2. Kondisi ini disebut
sebagai outage (kegagalan).
2.3 Locally Optimal
Locally optimal merupakan solusi praktis sebagai pendekatan dari algoritma
handover yang optimal. Strategi global yang optimal di lokasi tertentu tergantung pada lintasan pada waktu berikutnya. Persyaratan tersebut menunjukkan bahwa masalah harus ditata ulang secara khusus untuk mengabaikan lintasan pada waktu berikutnya. Sebuah solusi lokal optimal dapat diperoleh dengan membatasi lintasan di bawah pertimbangan pada titik k dan k+1. Artinya, kita mengabaikan konsekuensi dari keputusan handover pada waktu k+2 dan seterusnya, dan dasar keputusan pada semua informasi yang tersedia sampai dengan waktu k. Membatasi (2.20 dan 2.21) untuk n = 2 menghasilkan aturan keputusan �� yang memilih tradeoff terbaik diantara biaya handover dan probabilitas bahwa ��+1 turun di bawah Δ2T, memberikan informasi Ik. Oleh karena itu fungsi keputusan locally optimal �klo pada waktu k
� ���{��−1� }< ∆���−1{��−1� }�+� ��−1=0><
��−1=1� ���
{��}
< ∆���−1{��−1}� (2.20) memiliki struktur dan (Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997)
Dimana k=1,2,...,n-2
� ���+1�������
�+1(1) ,��+1(2) �|��(1),��(2)�+�
��=0 > < ��=1
(40)
(2.21) n=2, maka
� ���+1����� <∆����+� ��=0><
��=1� ���+1
{��}
< ∆���� (2.22) Fungsi biaya untuk soft handover memiliki dua parameter biaya (relatif) ��3T dan ��3T. Parameter ��3T adalah biaya pemeliharaan satu anggota ekstra di active set, sedangkan ��3Tadalah biaya handover (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003). Biaya-biaya tersebut relatif terhadap biaya dari satu unit kejadian penurunan link. Biaya Bayes berdasarkan parameter kebijakan Φ 3Tdan sistem S diberikan oleh
Algoritma optimal soft handover adalah salah satu yang meminimalkan fungsi biaya Bayes dan dapat diperoleh dengan menggunakan Dinamic Programming (DP). Untuk mengatasi masalah DP, active set pada waktu k harus dipilih untuk meminimalkan biaya yang dikeluarkan beberapa langkah waktu ke depan berikutnya. Karena fungsi biaya tergantung pada lintasan perhitungan mobile, dari solusi DP memerlukan model (stokastik atau deterministik) untuk lintasan mobile waktu ke depan berikutnya
�(Φ ,�) =���(Φ ,�) +����(Φ ,�) +����(Φ ,�) (2.23)
(Veeravalli, V.V., and Kelly,E.K., 1997).
Model seperti itu mungkin tidak tersedia di sistem. Selanjutnya, solusi numerik dari masalah DP sulit karena ukuran vektor keadaan yang besar (sama dengan jumlah entri dalam set kandidat). Untuk alasan ini, algoritma optimal tidak praktis, sehingga digunakanlah metode locally optimal.
2.4 Kinerja Soft Handover
Kinerja soft handover merupakan ukuran penting yang menjadi acuan baik tidaknya suatu proses handover. Indikator kinerja soft handover terdiri atas dua jenis yaitu (Wong, D., and Lim, T. J.,1997):
1. Indikator Kualitas Link
a.Rata-rata level Ec/I0
b.Rata-rata level E
downlink untuk beban sistem yang diberikan.
(41)
2. Idikator Alokasi Sumber daya
a. Trafik sel; jumlah kanal yang digunakan pada masing-masing sel. b. Probabilitas blocking panggilan baru.
c. Probabilitas semua kanal sedang penuh pada sel baru pada sebuah handover. d. Jumlah BTS yang diharapkan pada active set.
e. Trunking resource efficiency; efisiensi sistem dimana efisiensinya adalah 1/(ukuran active set).
f. Nilai pergantian yang diharapkan pada active set.
Namun tidak semua indikator kinerja tersebut dapat digunakan dalam model analisa pendekatan. Hal ini bergantung kepada model sistem yang digunakan. Mengacu pada (Singh, N.P. and Singh, B., 2010), (Prakash,.R., and Veeravalli,. V.V., 2003), diantara indikator kinerja soft handover adalah:
1. Laju Handover(λH
��(Φ,�) =� �1
�∑��=1�{��≠��−1}� (2.24)
)
dimana Ak adalah ukuran active set pada waktu k, � adalah fungsi indikator, bernilai 1 atau 0 tergantung apakah argumennya benar atau salah. Soft handover
dikatakan telah terjadi pada waktu k jika ��+1 ≠ ��. Ukuran λH
2. Rata-rata ukuran active set(λ
menunjukkan pemindahan beban berhubungan dengan perubahan pada active set.
A
��(Φ,�) =� �1
�∑��=1|��|� (2.26)
)
�� menunjukkan kanal tambahan dan jaringan backbone yang dibutuhkan oleh MS pada soft handover. Selama soft handover, sinyal ditansmisikan oleh BTS dalam active set, menyebabkan trafik tambahan pada jaringan backbone.
3. Laju penurunan link (λLD
���(Φ,�) =� �1
�∑��=1�{�����������������������}� (2.27) )
(42)
��� mengukur kualitas sinyal saat waktu k pada link yang berada dalam suatu keadaan terpenurunan. Keadaan penurunan link (LD) terjadi jika RSS ��,� berada di bawah ambang batas ∆.
max�∈�����,�� <∆ (2.28) Karena sinyal yang diterima pada jarak d adalah variabel acak, fungsi analitis Q atau error function (erf) dapat digunakan untuk menentukan probabilitas outage. Dimana Probabilitas outage ini sesuai dengan definisi dari probabilitas link degradation (LD). Probabilitas outage pada jarak d diberikan oleh ( Singh ,N.P. and Singh, B., 2010).
����,� < ∆�=� �������−∆
� � dimana ������ adalah kekuatan sinyal terbesar di antara yang tersedia rata-rata sinyal dari BTS pada jarak d, Δ
(2.29)
(43)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Bahan/Alat Penelitian
Pengerjaan penelitian “Analisis Optimalisasi Parameter Kinerja Sistem CDMA dengan Menggunakan Kanal Propagasi Gelombang Radio Empiris”
dilaksanakan di Departemen Teknik Elektro FT USU. Adapun bahan yang
digunakan dalam penelitian adalah berupa Jurnal dan Karya Ilmiah, Texbook,
Software Matlab (sebagai Tool Pemrograman) dan Komputer.
3.2 Langkah-Langkah Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dillakukan dengan; Studi literatur, Perancangan Model Sistem, Pengembangan algoritma soft handoff hysteresis threshold untuk tiga dan empat BTS, Optimalisasi parameter kinerja, Menentukan Data Parameter Simulasi, Perancangan Pengkodean (pemrograman) Simulasi, Pengujian Simulasi dengan memvariasikan variabel pengamatan dan model propagasi gelombang radio dan menganalisa hasil simulasi.
3.3 Studi Literatur
Di bagian ini dikumpulkan dan dipelajari berbagai referensi berupa jurnal dan buku teks yang mendasari ide dan rancangan yang uptodate sekaligus sebagai bahan materi yang dipakai dalam pengerjaan penelitian. Adapun Jurnal yang dikumpulkan merupakan jurnal-jurnal yang pokok pembahasanannya berkaitan dengan; Sistem Komunikasi Bergerak CDMA, Propagasi sinyal dan Model-model propagasi gelombang radio, Algoritma Soft Handoff, Optimalisasi Handoff, Inisiasi soft handoff
(44)
3.4 Perancangan Model Sistem
Model sistem yang dirancang dijelaskan sebagai berikut:
1. BTS yang dimodelkan jumlahnya divariasikan yaitu, dari dua sampai empat BTS. Tiap-tiap BTS mempunyai daya pancar yang sama dan terpisah pada jarak tertentu serta MS bergerak pada lintasan lurus dengan kecepatan yang diatur. Selama pergerakan, sinyal penerimaan MS mengalami penurunan. Penurunan ini sebagai akibat dari pertambahan jarak dan rintangan dari alam sekitar yang tersebar antara pemancar BTS dengan MS. Perhitungan besar penurunan sinyal dalam penelitian ini dimodelkan dengan model propagasi gelombang radio Okumura, Hata dan Lee. Selanjutnya MS akan mensampling pengukuran kuat sinyal terima pada interval jarak yang tetap kemudian merata-ratakannya.
2. Untuk merata-ratakan sinyal yang diterima dilakukan dengan metode
windowing. Merata-ratakan sinyal ini dimaksudkan untuk memfilter atau menghindarkan fluaktuasi sinyal yang begitu bervariasi yang disebut dengan variasi cepat (fast variation).
3. Perolehan kuat sinyal yang telah dirata-ratakan merupakan nilai Received Signal Strenght (RSS), yaitu kuat sinyal pilot yang diterima oleh MS untuk setiap pengukuran.
4. Nilai pengukuran RSS dari keseluruhan BTS dijadikan sebagai besaran untuk menghitung besar peluang Penurunan Link Radio dan sebagai pemicu inisiasi untuk Soft Handoff.
5. Oleh karena kuat sinyal pilot pengukuran yang diterima dari seluruh BTS merupakan variabel acak (random variabel) untuk setiap jarak, maka untuk menghitung besar peluang penurunan link komunikasi digunakan model fungsi Q atau error function (erf).
6. Kuat sinyal pilot pengukuran yang diterima dari seluruh BTS dimanfaatkan sebagai besaran pemicu inisiasi Soft handover. Dalam penelitian ini, model
(45)
algoritma soft handover yang digunakan adalah hysteresis-threshold dan
locally optimal.
7. Hasil perolehan laju drop call, peluang penurunan link radio dan hasil perhitungan proses Algoritma soft handover hysteresis-threshold dan locally optimal, dijadikan sebagai perhitungan kinerja soft handover.
8. Unjuk kerja soft handover diamati terhadap perubahan parameter propagasi gelombang radio yaitu variabel Tinggi Antena BTS dan Antena MS serta perubahan parameter soft handover yaituvariabel Hysteresis Add.
Adapun blok diagram model sistem yang dirancang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Rancangan Blok Diagram Model Sistem
MS mengukur nilai RSS dari masing-masing BTS. Nilai RSS (dBm) yang terukur merupakan besar selisih antara daya yang ditransmisikan oleh BTS dengan redaman dari model propagasi gelombang radio (Singh, N.P., et al. 2010).
3.5 Kuat Sinyal Terima
Misalkan di menunjukkan jarak antara MS dengan BTSi. Jika daya yang
ditransmisikan oleh BTS adalah Pt maka kuat sinyal dari BTSi dinotasikan dengan
Xi
X (d) dan ditulis dengan Persamaan3.1
i(r) (d) = Pt
Dimana: X
– PL (3.1)
i(r)(d = kuat sinyal dari BTS ke-i yang diterima MS pada jarak d
P
(dBm).
t
PL = path loss model propagasi gelombang radio (dB) = daya yang ditransmisikan BTS (dBm)
(46)
3.6 Daya Sinyal Transmisi
Kuat sinyal yang ditransmisikan adalah daya yang ditansmisikan oleh masing-masing BTS dengan kekuatan daya yang sama. Besar daya pancar ditentukan berdasarkan data standar. Besar daya pancar tiap-tiap BTS pada penelitian ini ditentukan sebesar 23 dBm (Parsons, J.D. 2000)
3.7 Model Propagasi Sinyal
Model propagasi sinyal ditentukan berdasarkan model-model propagasi empiris, yakni model propagasi gelombang radio “larger scale” untuk daerah urban. Model propagasi gelombang radio empiris ditentukan berdasarkan model propagasi gelombang radio Model Lee, Okumura dan Hata, yaitu :
i. Propagasi gelombang radio model Okumura ditunjukan pada Persamaan 2.5 sampai dengan 2.8 pada bab 2. Adapun skrip program dalam bahasa matlab untuk 2 BTS ditunjukkan pada Gambar 3.2
(1)
B.8 Data Keluaran Terhadap Ketinggian Antena Mobile Station (MS) Untuk Model Propagasi Hata
2 BTS 3 BTS 4 BTS 2 BTS 3 BTS 4 BTS
1.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0598 0.0458 0.0448 23.4114 2.1834 25.0836 1.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0468 0.0349 0.0339 25.4274 2.8653 27.5641 2.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0384 0.0278 0.0271 27.6042 2.5180 29.4271 2.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0318 0.0230 0.0223 27.6730 3.0435 29.8742 3.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0273 0.0192 0.0188 29.6703 2.0833 31.1355 3.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0236 0.0163 0.0159 30.9322 2.4540 32.6271 4.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0208 0.0140 0.0136 32.6923 2.8571 34.6154 4.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0183 0.0122 0.0119 33.3333 2.4590 34.9727 5.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0161 0.0108 0.0104 32.9193 3.7037 35.4037 5.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0146 0.0095 0.0092 34.9315 3.1579 36.9863 6.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0130 0.0084 0.0082 35.3846 2.3810 36.9231 6.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0116 0.0076 0.0073 34.4828 3.9474 37.0690 7.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0108 0.0068 0.0067 37.0370 1.4706 37.9630 7.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0098 0.0062 0.0060 36.7347 3.2258 38.7755 8.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0089 0.0056 0.0054 37.0787 3.5714 39.3258 8.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0083 0.0051 0.0049 38.5542 3.9216 40.9639 9.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0076 0.0047 0.0045 38.1579 4.2553 40.7895 9.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0070 0.0042 0.0041 40.0000 2.3810 41.4286 10.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0064 0.0039 0.0038 39.0625 2.5641 40.6250 10.5 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0059 0.0036 0.0035 38.9831 2.7778 40.6780 11.0 0.0000 0.0000 0.0000 NDC NDC NDC 0.0056 0.0033 0.0032 41.0714 3.0303 42.8571
Rataan 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0187 0.0130 0.0126 30.4536 2.7116 32.3394
Laju Drop Call Laju Pe ningkatan Link Radio
Pe nurunan Drop Call (%)
MODEL PROPAGASI HATA
2 BTS ke 3 BTS
3 BTS ke 4 BTS
2 BTS ke 4 BTS
2 BTS ke 3 BTS
3 BTS ke 4 BTS
2 BTS ke 4 BTS
Pe ningkatan Link Radio Tinggi
Ante na MS (mtr)
(2)
2 BTS 3 BTS 4 BTS 2 BTS 3 BTS 4 BTS 2 BTS 3 BTS 4 BTS 1.0 1.3553 1.9291 2.4964 1.0000 1.5446 1.5397 26.2156 19.9316 38.3232 1.5 1.3664 1.9368 2.5029 1.0000 1.5433 1.5561 26.8150 20.3170 37.8281 2.0 1.3665 1.9385 2.5044 1.0000 1.4897 1.5179 26.8203 23.1519 39.3907 2.5 1.3654 1.9389 2.5073 1.0000 1.4490 1.5408 26.7614 25.2669 38.5474 3.0 1.3669 1.9347 2.5075 1.0000 1.2573 1.5403 26.8418 35.0132 38.5723 3.5 1.3664 1.9353 2.5084 1.0000 1.1992 1.5595 26.8150 38.0354 37.8289 4.0 1.3651 1.9346 2.5061 1.0000 1.1191 1.5083 26.7453 42.1534 39.8149 4.5 1.3658 1.9386 2.5059 1.0000 1.1018 1.5463 26.7828 43.1652 38.2936 5.0 1.3655 1.9381 2.5079 1.0000 1.0884 1.5581 26.7668 43.8419 37.8723 5.5 1.3657 1.9371 2.5072 1.0000 1.0359 1.5303 26.7775 46.5232 38.9638 6.0 1.3655 1.9364 2.5093 1.0000 1.0237 1.5467 26.7668 47.1339 38.3613 6.5 1.3678 1.9374 2.5072 1.0000 1.0471 1.5626 26.8899 45.9533 37.6755 7.0 1.3664 1.9391 2.5101 1.0000 1.0117 1.5354 26.8150 47.8263 38.8311 7.5 1.3676 1.9351 2.5066 1.0000 1.0000 1.5578 26.8792 48.3231 37.8521 8.0 1.3654 1.9366 2.5080 1.0000 1.0118 1.5623 26.7614 47.7538 37.7073 8.5 1.3644 1.9364 2.5088 1.0000 1.0058 1.5475 26.7077 48.0583 38.3171 9.0 1.3665 1.9376 2.5097 1.0000 1.0000 1.5311 26.8203 48.3898 38.9927 9.5 1.3675 1.9384 2.5067 1.0000 1.0059 1.5564 26.8739 48.1067 37.9104 10.0 1.3655 1.9362 2.5090 1.0000 1.0000 1.5373 26.7668 48.3524 38.7286 10.5 1.3665 1.9356 2.5086 1.0000 1.0059 1.5248 26.8203 48.0316 39.2171 11.0 1.3650 1.9381 2.5084 1.0000 1.0060 1.5411 26.7399 48.0935 38.5624
Ukuran Active Se t
Thre shold Hyste re sis Locally Optimal Tinggi
Ante na MS (mtr)
MODEL PROPAGASI HATA
Optimasi Ukuran Active Se t (%)
(3)
2 BTS 3 BTS 4 BTS 2 BTS 3 BTS 4 BTS 2 BTS 3 BTS 4 BTS 1.0 0.0063 0.0099 0.0127 0.0000 0.0034 0.0031 100.0000 65.6566 75.5906 1.5 0.0048 0.0087 0.0117 0.0000 0.0034 0.0031 100.0000 60.9195 73.5043 2.0 0.0048 0.0085 0.0117 0.0000 0.0032 0.0030 100.0000 62.3529 74.3590 2.5 0.0045 0.0081 0.0119 0.0000 0.0026 0.0031 100.0000 67.9012 73.9496 3.0 0.0046 0.0081 0.0114 0.0000 0.0019 0.0030 100.0000 76.5432 73.6842 3.5 0.0049 0.0086 0.0114 0.0000 0.0016 0.0031 100.0000 81.3953 72.8070 4.0 0.0045 0.0087 0.0108 0.0000 0.0010 0.0030 100.0000 88.5057 72.2222 4.5 0.0049 0.0083 0.0113 0.0000 0.0008 0.0030 100.0000 90.3614 73.4513 5.0 0.0049 0.0082 0.0109 0.0000 0.0006 0.0029 100.0000 92.6829 73.3945 5.5 0.0046 0.0079 0.0113 0.0000 0.0002 0.0031 100.0000 97.4684 72.5664 6.0 0.0047 0.0082 0.0110 0.0000 0.0001 0.0027 100.0000 98.7805 75.4545 6.5 0.0044 0.0078 0.0110 0.0000 0.0003 0.0029 100.0000 96.1538 73.6364 7.0 0.0046 0.0083 0.0113 0.0000 0.0001 0.0033 100.0000 98.7952 70.7965 7.5 0.0046 0.0080 0.0116 0.0000 0.0000 0.0030 100.0000 100.0000 74.1379 8.0 0.0042 0.0079 0.0111 0.0000 0.0001 0.0029 100.0000 98.7342 73.8739 8.5 0.0044 0.0084 0.0109 0.0000 0.0000 0.0029 100.0000 100.0000 73.3945 9.0 0.0044 0.0078 0.0108 0.0000 0.0000 0.0027 100.0000 100.0000 75.0000 9.5 0.0048 0.0076 0.0107 0.0000 0.0001 0.0029 100.0000 98.6842 72.8972 10.0 0.0047 0.0077 0.0110 0.0000 0.0000 0.0028 100.0000 100.0000 74.5455 10.5 0.0047 0.0080 0.0106 0.0000 0.0001 0.0030 100.0000 98.7500 71.6981 11.0 0.0042 0.0075 0.0110 0.0000 0.0000 0.0028 100.0000 100.0000 74.5455 Rataan 0.0047 0.0082 0.0112 0.0000 0.0009 0.0030 100.0000 88.6760 73.6129
Laju Handove r
Thre shold Hyste re sis Locally Optimal Tinggi
Ante na MS (mtr)
MODEL PROPAGASI HATA
(4)
B.9 Data Keluaran Terhadap Perubahan Nilai Hysteresis Add (Hyst_Add) Untuk Model Propagasi Hata
2 BTS
3 BTS
4 BTS
2 BTS
3 BTS
4 BTS
2
0.0000
0.0000
0.0000
0.0028
0.0016
0.0016
3
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0014
4
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0014
5
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0014
6
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0014
7
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0014
8
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0013
9
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0013
10
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0014
Rataan
0.0000
0.0000
0.0000
0.0025
0.0014
0.0014
MODEL PROPAGASI HATA
Hyst
Add
(dBm)
(5)
2 BTS
3 BTS
4 BTS
2 BTS
3 BTS
4 BTS
2 BTS 3 BTS 4 BTS2
1.0782
1.1862
1.4625
1.0000
1.0000
1.0000
7.2528
15.6972
31.6239
3
1.1152
1.2899
1.6086
1.0000
1.0000
1.0000
10.3300
22.4746
37.8341
4
1.1524
1.3933
1.7470
1.0000
1.0000
1.0000
13.2246
28.2279
42.7590
5
1.1876
1.5114
1.8985
1.0000
1.0000
1.0000
15.7966
33.8362
47.3268
6
1.2256
1.6225
2.0510
1.0000
1.0000
1.4363
18.4073
38.3667
29.9707
7
1.2642
1.7291
2.2019
1.0000
1.0000
1.4744
20.8986
42.1664
33.0396
8
1.2976
1.8084
2.3205
1.0000
1.0000
1.5163
22.9346
44.7025
34.6563
9
1.3322
1.8757
2.4200
1.0000
1.0000
1.5231
24.9362
46.6866
37.0620
10
1.3664
1.9339
2.5043
1.0000
1.0000
1.5301
26.8150
48.2910
38.9011
Rataan
1.2244
1.5945
2.0238
1.0000
1.0000
1.2756
18.3259
37.2840
36.9715
Optimasi Ukuran Active Se t(%)
Hyst
Add
(dBm)
MODEL PROPAGASI HATA
Ukuran Active Set
(6)