Soedjadi mengungkapkan, dalam pembelajaran matematika realistik diharapkan terjadi urutan “situasi nyata” → “model dari situasi itu” → “
model ke arah formal” → “pengetahuan formal”. Menurutnya, inilah yang disebut “button up” dan merupakan prinsip PMRI yang disebut “Self-
developed Models”.
21
d. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI di SD
Pada Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007 Bab 1 tentang Standar Proses mengamanatkan bahwa proses pembelajaran sebaiknya dilakukan
melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.
22
Jika ditinjau dari sudut pandang PMRI, ketiga macam proses tersebut merupakan
karakteristik dari PMR. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa penerapan PMR dalam proses pembelajaran matematika di sekolah sejalan dengan
kurikulum, terlebih lagi pada jenjang sekolah dasar dimana usia siswa yang masih berada pada tahap operasional konkret.
Kegiatan eksplorasi merupakan fokus dari karakteristik PMRI yang pertama, yaitu penggunaan masalah kontekstual. Kegiatan elaborasi
merupakan fokus dari karakteristik PMRI yaitu, penggunaan model. Pada tahap ini siswa juga diarahkan dalam produksi dan konstruksi model yang
dilakukan oleh siswa sendiri. Kegiatan konfirmasi merupakan fokus pada karakteristik PMRI yaitu, Interaksi. Pada tahap ini gagasan siswa tidak
hanya dikomunikasikan ke siswa lain tetapi juga dapat dikembangkan berdasarkan tanggapan dari siswa lain. Karakter interaktivisme pada tahap
elaborasi ini memberikan kesempatan untuk berkomunikasi dalam mengembangkan strategi dan membangun konsep matematika.
21
Ibid., h. 74.
22
Ariyadi Wijaya, Pendidikan Matematika Realistik, Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, h. 28.
Kesamaan karakteristik antara kurikulum Indonesia dengan model PMRI memiliki potensi yang besar dalam usaha pengembangan
kemampuan matematika pada siswa SD.
e. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia PMRI
Langkah-langkah pembelajaran dengan model PMRI adalah sebagai berikut:
23
1 Mengkondisikan siswa untuk belajar. Guru mengkondisikan siswa
untuk belajar dengan menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai, memotivasi siswa, mengingatkan materi prasyarat yang harus
dimiliki siswa, dan mempersiapkan kelengkapan belajaralat peraga yang diperlukan dalam pembelajaran.
2 Mengajukan masalah kontekstual. Guru mengawali pembelajaran
dengan pengajuan masalah kontekstual yang dimasksudkan untuk memicu terjadinya penemuan kembali re-invention matematika oleh
siswa. Masalah kontekstual yang diajukan guru hendaknya masalah yang memberi peluang untuk memunculkan berbagai strategi
pemecahan masalah oleh siswa. Pada tahap ini terjadi proses matematisasi horizontal.
3 Membimbing siswa untuk menyelesaikan masalah kontekstual. Dalam
memahami masalah, mungkin masih ada siswa yang mengalami kesulitan. Guru sebagai fasilitator hanya memberikan petunjuk
seperlunya terhadap bagian-bagian situasi dan kondisi masalah soal yang belum dipahami siswa. Dengan demikiann terdapat kesatuan
pemahaman terhadap masalah kontekstual. Guru juga meminta siswa untuk menjelaskan atau mendeskripsikan masalah kontekstual dengan
bahasa mereka sendiri. Pada tahap ini terjadi proses matematisasi horizontal.
4 Meminta siswa menyajikan penyelesaian masalah. Siswa secara
individu atau kelompok menyelesaikan masalah kontekstual yang diajukan guru dengan cara mereka sendiri, sehingga sangat mungkin
terjadi perbedaan dalam penyelesaian masalah antara siswa satu dengan siswa lainnya. Dalam proses ini guru mengamti dan memotivasi siswa
dalam memperoleh penyelesaian soal. Pada tahap ini siswa dibimbing untuk
melakukan “re-invention” atau menemukan kemabali
23
Warli, Pembelajaran Matematika Realistik Materi Geometri Kelas IV, 2008. h. 6
idekonsepdefinisi matematika. pada tahap ini juga siswa diarahkan untul menggunakan model-model, gambar, simbol, skema, atau
diagram yang dikembangkan sendiri oleh siswa sesuai dengan pengetahuan
yang dimiliknya
untuk memudahkan
mereka menyelesaikan masalah. Pada tahap ini terjadi proses matematisasi
horizontal. 5
Membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah. Guru memberikan
waktu dan
kesempatan kepada
siswa untuk
membandingkan dan mendiskusikan jawaban soal secara berkelompok, selanjutnya dibandingkan dan didiskusikan di depan kelas. Guru
sebagai fasilitator dan moderator mengarahkan siswa berdiskusi dan membimbing siswa sehingga diperoleh jawaban yang benar. Pada tahap
ini akan tampak penggunaan ide atau kontribusi siswa sebagai upaya untuk mengaktifkan siswa melalui optimalisasi interaksi antara siswa
dengan siswa, siswa dengan guru , dan siswa dengan sarana prasarana. Pada tahap ini terjadi proses matematisasi vertikal.
6 Bernegosiasi. Berdasarkan hasil diskusi kelompok atau diskusi kelas
yang telah dilakukan, guru mengarahkan siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsepteoremaprinsip matematika yang
terkait dengan masalah kontekstual yang baru diselesaikan. Pada tahap ini terjadi proses matematisasi vertikal.
f. Kelebihan dan Kelemahan Pendidikan Matematika Realistik