tetapi, apabila investasi tersebut memerlukan waktu 10 tahun untuk mencapai 60 keuntungan sementara tingkat inflasi selama jangka waktu
tersebut telah naik melebihi 100, maka investor jelas akan menerima keuntungan return yang daya belinya jauh lebih kecil dibandingkan
dengan keuntungan yang dapat diperoleh semula. Oleh karena itu, risiko daya beli ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya inflasi yang
menyebabkan nilai riil pendapatan akan lebih kecil. b. Risiko bisnis business risk. Risiko bisnis adalah suatu risiko menurunnya
kemampuan memperoleh laba yang pada gilirannya akan mengurangi pula kemampuan perusahaan emiten membayar bunga atau deviden.
c. Risiko tingkat bunga interest rate risk. Naiknya tingkat bunga biasanya menekan harga jenis surat-surat berharga yang berpendapatan tetap
termasuk harga-harga saham. Biasanya, kenaikan tingkat bunga berjalan tidak searah dengan harga-harga instrumen pasar modal. Risiko naiknya
tingkat suku bunga misalnya jelas akan menurunkan harga-harga di pasar modal.
d. Risiko pasar market risk. Apabila pasar bergairah bullish umumnya hampir semua harga saham di Bursa Efek mengalami kenaikan.
Sebaliknya apabila lesu bearish, saham-saham akan ikut pula mengalami penurunan. Perubahan psikologi pasar dapat menyebabkan harga-harga
surat berharga anjlok terlepas dari adanya perubahan fundamental atas kemampuan perolehan laba perusahaan.
e. Risiko likuiditas liquidity risk. Risiko ini berkaitan dengan kemampuan suatu surat berharga untuk dapat segera diperjualbelikan dengan tanpa
mengalami kerugian yang berarti.
2.14. Beta
Koefisien beta adalah mengukur tingkat pergerakan pengembalian saham yang telah ada terhadap saham pasar. Rata-rata risiko saham didefinisikan sebagai
saham yang cenderung bergerak naik dan turun sejalan dengan pasar umum yang diukur oleh beberapa indeks. Jika sebuah saham mempunyai beta yang positif,
maka kita akan mengharapkan pengembalian yang meningkat apabila pasar saham secara keseluruhan naik. Akan tetapi, faktor perusahaan dapat menyebabkan
pengembalian saham menurun, meskipun pengembalian pasar adalah positif Brigham, 2004. Beta portofolio adalah rata-rata tertimbang sederhana pada
modal dari saham individu, di mana tertimbang adalah presentase dari dana yang diinvestasikan pada tiap saham. Beta portofolio mengukur rata-rata daya reaksi
dari pengembalian portofolio pada pergerakannya di pasar umum Keown, 2004.
2.15. Penelitian Terdahulu
Wicaksono, D.T. 2005 dalam penelitiannya tentang Analisis Portofolio Optimal dari Saham Sektor Industri Keuangan di Bursa Efek Jakarta,
mengemukakan bahwa 1 saham-saham sektor keuangan berdasarkan tingkat pengembalian dan risikonya yang memiliki kinerja terbaik adalah saham ABDA
sub sektor asuransi, saham BGIN sub sektor bank, saham MITI sub sektor perusahaan efek dan saham MTFN sub sektor lembaga pembiayaan; 2 saham-
saham sektor keuangan yang termasuk kedalam saham unggulan pada sub sektor bank memiliki jumlah saham unggulan terbanyak dan dinilai sebagai sub sektor
yang paling baik, yaitu saham INPC, MAYA, BGIN, BVIC, NISP, BBIA, BABP, BNGA, BDMN,BNII, BBRI, BEKS, BMRI, BBNI, LPBN, PNBN; 3 portofolio
optimal pada sub sektor keuangan asuransi, bank, perusahaan efek dan lembaga pembiayaan memiliki tingkat pengembalian dan risiko rendah; 4 membentuk
portofolio optimal saham sektor industri keuangan yang terdiri dari portofolio optimal yang dihasilkan pada masing-masing sub sektor asuransi, bank,
perusahaan efek dan lembaga pembiayaan; 5 melalui pembandingan antara investasi portofolio saham-saham sektor keuangan dengan deposito, maka dapat
ditentukan tercapainya suatu bentuk investasi portofolio yang aman dengan tingkat risiko minimum dan tingkat pengembalian maksimal.
Hasil penelitian Dewoprojo, W.K. 2005 tentang Analisis Investasi Saham Industri Barang Konsumsi di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004 menyatakan
bahwa 1 tingkat suku bunga deposito mempengaruhi saham GGRM dan HMSP, sedangkan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berpengaruh
terhadap saham MLBI, GGRM dan HMSP, sedangkan IHSG tidak terpengaruh oleh kedua faktor makro ekonomi tersebut; 2 harga saham antar perusahaan
industri barang konsumsi di BEJ tidak saling mempengaruhi; 3 investasi dalam