Nabur Rudang menaburkan bunga

97 ditiriskan kedalam mangkuk. Setelah semua perlengkapan selesai, mangkuk yang berisi sesajen dimandikan dari kepala hingga membasahi kaki, sambil membaca doa - doa permohonan. Dilakukannya kegiatan erpangir ku lau, merupakan sebagai wujud pengungkapan rasa syukur terhadap Tuhan dan roh leluhur, dengan harapan setelah dilakukannya upacara erpangir, maka akan terjadi suatu perubahan nasib kearah yang lebih baik dari yang sebelumnya yang ada pada setiap orang yang telah melakukannya.

4.3.5 Nabur Rudang menaburkan bunga

Nabur Rudang berarti menaburkan bunga pada makam kerabat, saudara, dan nini nenek , Bulang kakek , sebagai leluhur yang telah meninggal dunia. Upacara nabur rudang, pertama kalinya dilakukan pada saat sehari atau tiga hari setelah orang yang meninggal dimakamkan. Upacara tersebut dihadiri oleh sangkep geluh yaitu kalimbubu, anak beru, senina dan sembuyak. Pada upacara nabur rudang, sesajen yang dipersiapkan adalah berupa berbagai macam jenis bunga yang beraneka warna yang memiliki makna rasa cinta, hormat dan ketulusan terhadap saudara yang telah meninggal. Minyak wangi sebagai lambang ketenangan jiwa dan menambah keharuman pada bunga. Air sebagai sarana penyucian yang digunakan untuk menyiramnya pada makam dan sebagai pembasuh muka, kepala bagi orang yang hadir. Serta buah - buahan jeruk, Apel, dll, sebagai lambang dari jerih payah dan hasil manusia dalam Universitas Sumatera Utara 98 mencari nafkah yang dipersembahkan kepada saudara dan leluhur yang telah meninggal. Sebelum bunga - bunga tersebut ditaburkan, terlebih dahulu bunga - bunga tersebut dipercikkan minyak wangi, hal tersebut bertujuan agar tendi dari yang meninggal dapat tenang dan menerima sajian persembahan. Bunga - bunga ditaburkan pada makam dan buah - buahan diletakkan pada bagian kepala. Setelah itu, satu persatu orang yang hadir melakukan kegiatan mebilas muka serta kepala, sambil membacakan doa - doa agar saudara yang telah meninggal dapat berengkarnasi kembali ataupun dapat mencapai moksa. Setelah 100 hari dari penguburan, dilakukan upacara nabur bunga yang sama dengan acara yang sebelumnya. Dilakukannya pada 100 hari, dikarenakan pada hari yang ke 100 tubuh manusia tersebut telah membusuh dan bersatu dengan alam semesta, dan tendi jiwa roh yang meninggal, telah sampai ke surga atau neraka kemudian akan berengkarnasi kembali ataupun mencapai moksa. Upacara menyajikan sesajen juga dilakukan oleh penganut Hindu etnis Karo, pada makam nini nenek dan bulang kakek sebagai begu jabu roh leluhur. Sesajen yang digunakan adalah berupa bunga yang ditaburkan pada makam, buah diletakkan pada makam, minyak wangi, air sebagai pembasuh muka dan kepala, serta makanan yang disukai oleh nini serta bulang semasa hidup, misalnya : pada saat hidup nini suku makan belo sirih, maka yang disajikan adalah belo. Jika pada saat hidup bulang suka merokok, maka pada makam dipasang rokok. Menyajikan bunga, buah, dan sesuatu yang sisukai oleh leluhur, sipelaku percaya Universitas Sumatera Utara 99 bahwa roh leluhur begu jabu akan senang, karena telah diberikan barang kesukaannya, sehingga roh leluhur dapat melindungi dan mengabulkan atau mewujudkan segala permohonan sipelaku pemberi sesajen. Selain pada makam leluhur, pemberian sesajen juga dapat dilakukan pada bangunan penglurah yang terdapat pada pura persadanta. Penganut agama Hindu etnis Karo yang ada di Desa Lau Rakit menyakini bahwa penglurah merupakan tempat bersemayamnya tendi jiwa roh leluhur mereka yang telah meninggal. Sesajen yang digunakan sama yang digunakan pada makan leluhur. Sesajen tersebut diletakkan pada bangunan pengelurah.

4.4 Tujuan Pemberian Sesajen