12
BAB II KAJIAN PUSAKA
A. Kajian Tentang Anak Tunanetra
1. Pengertian Anak Tunanetra
Terdapat berbagai pendapat yang dinyatakan oleh para ahli mengenai pengertian dan definisi tunanetra. Ditinjau dari segi etimologi
tunanetra Purwaka Hadi, 2007: 8 berasal dari dua kata, yaitu: a. Tuna tuno; jawa yang berarti rugi yang kemudian diidentikkan dengan
rusak, hilang, terlambat, terganggu, tidak memiliki dan b. Netra netro; jawa yang berarti mata. Dari pendapat tersebut kata tuna dan netra
dalam kehidupan sehari-hari merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan yaitu tunanetra yang berarti adanya kerusakan atau
terganggunya organ mata, baik anatomi maupun fisiologis.
Sari Rudiyati 2002: 25 mengemukakan bahwa anak tunanetra adalah seseorang anak yang karena sesuatu hal dria pengelihatannya
mengalami luka atau kerusakan, baik struktural dan atau fungsional, sehingga pengelihatannya mengalami kondisi tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa dria pengelihatan yang mengalami luka atau kerusakan akan menyebabkan
ketidakberfungsian atau terganggunya fungsi mata yang tidak sesuai dengan kondisi mata pada orang normal, hal ini akan dapat berpengaruh
pada semua aspek, tidak terkecuali pada pendidikan anak.
13
Ditinjau dari segi pendidikan, menurut Smith dan Tyler 2010: 372 “visual impairment including blindness means an impairment in visual
that, even with correction adversely affects a child’s educational performance”. Pendapat tersebut dapat dimaknai bahwa tunanetra
merupakan kondisi adanya kecacatan pengelihatan walau dengan koreksi termasuk yang berpengaruh pada performansi pendidikan anak.
Dari pendapat Smith dan Tyler tersebut dapat dimaknai bahwa kecacatan pengelihatan yang dialami oleh anak akan berdampak pada
penurunan fungsi menyerap informasi dalam proses pendidikan, sehingga antara kemampuan dan kebutuhan harus relevan, agar potensi
yang dimiliki anak tunanetra dapat berkembang secara maksimal. Pendapat tersebut sependapat dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Barrga Purwaka Hadi, 2007: 11 bahwa tunanetra diartikan sebagai suatu cacat pengelihatan sehingga mengganggu proses belajar dan
pencapaian belajar secara optimal sehingga diperlukan metode pengajaran, pembelajaran, penyesuaian bahan pelajaran dan lingkungan
belajar. Dari pendapat tersebut menyebutkan anak tunanetra tidak dapat menggunakan fungsi pengelihatan sebagai mana mestinya, sehingga
dalam proses pembelajaran diperlukan penyesuaian terhadap kemampuan dan kebutuhan anak.
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan anak tunanetra adalah seseorang anak yang
mengalami kondisi kerusakan struktur anatomi mata sehingga tidak
14
dapat berfungsi sebagai mana mestinya yang dapat berpengaruh pada proses pendidikan anak. Keterbatasan yang dialami anak tunanetra
tersebut menyebabkan anak membutuhkan pendidikan dan layanan khusus termasuk pada metode pembelajaran serta materi pembelajaran.
Penerapan metode dalam penelitian ini yaitu menerapkan metode jarimatika yang dapat mengakomodasikan kemampuan dan kebutuhan
anak tunanetra untuk memahami operasi hitung perkalian ke jenjang yang lebih tinggi. Anak tunanetra yang dimaksudkan dalam penelitian
ini adalah anak tunanetra kelas VI Akselerasi di SLB A Yaketunis Yogyakarta yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian operasi
hitung perkalian dua angka digit yaitu operasi hitung perkalian 11-30.
2. Karakteristik Anak Tunanetra