5 Kemampuan mengidentifikasi informasi yang hilang dari masalah yang diberikan.
6 Kemampuan merinci masalah umum ke dalam sub-sub masalah yang spesifik.
Pada kemampuan berpikir kreatif terdapat beberapa aspek atau indikator berpikir kreatif. Menurut munandar indikator berpikir kreatif didefinisikan
sebagai berikut:
11
1 Lancar
a Mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah b Memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal
c Selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
2 Luwes fleksibel
a Menghasilkan gagasan atau jawaban yang bervariasi b Dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda
c Mencari banyak alternatifarah yang berbeda d Mampu mengubah cara pedekatan atau pemikiran.
3 Orisinal a Mampu melahirkan ungkapan baru dan unik
b Memikirkan cara-cara yang tak lazim c Mampu membuat kombinasi yang tak lazim dari bagian-bagian atau
unsur-unsur. 4 Memperinci mengelaborasi
a Mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk b Menambahkan atau memperinci detail-detail dari suatu obyek, gagasan,
atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Kemudian menurut Guilford indikator berpikir kreatif adalah sebagai
berikut:
12
1 Kelancaran fluency, yaitu kemampuan menghasilkan gagasan.
11
Utami Munandar, op. Cit., h. 88-91.
12
Anas Salahudin dan Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter pendidikan berbasis agama dan budaya bangsa, Bandung: Pustaka Setia, 2013 h. 297.
2 Keluwesan flexibility, yaitu kemampuan untuk mengemukakan berbagai pemecahan masalah.
3 Keaslian originality, yaitu kemampuan mencetuskan gagasan dengan cara asli dan tidak klise.
4 Perumusan kembali redefinition, yaitu kemampuan untuk meninjau suatu persoalan berdasarkan perspektif yang berbeda-beda dari yang telah
dikemukakan dan diketahui oleh orang banyak. Berdasarkan uraian di atas, dirumuskan definisi kemampuan berpikir
kreatif yang diterapkan untuk penelitian ini yaitu, kemampuan berpikir untuk megembangkan ide atau gagasan secara lancar, luwes, asli, dan terperinci.
Kelancaran fluency adalah kemampuan memberikan banyak gagasan dari masalah yang diberikan, keluwesan flexibility adalah kemampuan memberikan
cara yang berbeda untuk menyelesaikan masalah yang diberikan, keaslian originality adalah kemampuan memberikan gagasan yang unik berdasarkan
masalah yang diberikan, dan kerincian elaboration adalah kemampuan untuk merinci jawaban dari masalah yang diberikan.
2. Matematika dan Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan mata pelajaran yang tercakup dalam kurikulum lembaga pendidikan taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Matematika
merupakan mata pelajaran yang dipandang penting untuk dipelajari oleh semua tingkat pendidikan. Tidak ada keraguan bahwa setiap peserta didik harus
mendapatkan pelajaran matematika di sekolah, karena matematika dianggap sebagai mata pelajaran yang esensial seiring dengan perkembangan ilmu
matematika sebagai ilmu pengetahuan. Fungsi mata pelajaran matematika sekolah ada tiga yaitu:
13
1. Matematika sebagai alat, siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami atau menyampaikan suatu informasi misalnya
melalui persamaan-persamaan atau tabel-tabel dalam model-model
13
Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA- UPI, 2001. h.55.
matematika yang merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal- soal uraian matematika lainnya.
2. Matematika sebagai pola pikir, bagi para siswa belajar matematika juga merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian
maupun penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu. 3. Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, guru harus mampu menunjukkan
betapa matematika selalu mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang telah diterima bila ditemukan kesempatan untuk mencoba
mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.
Menurut Cobb, belajar matematika merupakan proses di mana siswa secara aktif mengkonstruksi pengetahuan matematika.
14
Berarti belajar matematika merupakan usaha siswa untuk membangun konsep-konsep
matematika dengan kemampuannya sendiri. Belajar matematika juga mengarah pada pengembangan berpikir dan pengembangan konsep atau ide-ide terdahulu
yang dipersiapkan untuk mempelajari dan menguasai konsep baru. Jadi belajar matematika adalah suatu proses belajar untuk memahami hubungan-hubungan
antar konsep dan simbol-simbol yang terkandung dalam matematika secara sistematis, cermat, dan tepat, kemudian menerapkan konsep-konsep tersebut
dalam pemecahan masalah baik dalam pelajaran matematika maupun kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika pada dasarnya menganut prinsip belajar sepanjang hayat, prinsip siswa belajar aktif yang merujuk pada pengertian belajar
sebagai sesuatu yang dilakukan oleh siswa, dan bukan sesuatu yang dilakukan terhadap siswa, dan prinsip “learning how to learn”.
15
Cobb dkk menguraikan bahwa belajar sebagai proses aktif dan konstruktif di mana siswa mencoba
menyelesaikan masalah matematika yang muncul sebagaimana mereka
14
Ibid, h.71.
15
Utari Sumarmo, Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik, Bandung: FPMIPA UPI, Dalam makalah matematika, 2010,
h. 14.
berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas.
16
Berdasarkan proses belajar yang diuraikan Cobb dkk tersebut, guru sedemikian rupa berupaya
merancang proses pembelajaran secara aktif, sehingga dalam pembelajaran guru berperan sebagai fasiltator, motivator, dan manajer bagi siswanya. Jadi
pembelajaran matematika merupakan pembelajaran yang prinsipnya terpusat pada siswa.
3. Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share SSCS
Model pembelajaran SSCS ini pertama kali dikembangkan oleh Pizzini pada mata pelajaran sains IPA saja, selanjutnya model ini disempurnakan oleh
Pizzini, Abel dan Shepardson sehingga model ini tidak hanya berlaku untuk pendidikan sains saja tetapi juga cocok untuk pendidikan matematika dan
Regional Education Laboratories juga mengeluarkan laporan, bahwa model SSCS termasuk model pembelajaran yang memperoleh grand untuk dikembangkan dan
dipakai pada mata pelajaran Matematika dan IPA.
17
Menurut laporan Laboratory Network Program, standar NCTM yang dapat dicapai oleh model pembelajaran SSCS adalah sebagai berikut:
18
1 Mengajukan pose soalmasalah matematika, 2 Membangun pengalaman dan pengetahuan siswa,
3 Mengembangkan keterampilan berfikir matematika yang meyakinkan tentang keabsahan suatu representasi tertentu, membuat dugaan, memecahkan
masalah atau membuat jawaban, 4 Melibatkan intelektual siswa yang berbentuk pengajuan pertanyaan dan
tugas-tugas yang melibatkan siswa, dan menantang setiap siswa, 5 Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan matematika siswa,
6 Merangsang siswa untuk membuat koneksi dan mengembangkan kerangka kerja yang koheren untuk ide-ide matematika,
16
Erman, op. Cit., h.72.
17
Irwan, Pengaruh Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share SSCS dalam Upaya Meningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Mahasiswa. Jurnal
Penelitian Pendidikan Vol. 12 No.1, Universitas Negeri Padang, 2011, h. 4.
18
Ibid, h. 4.
7 Berguna untuk pemecahan masalah dan penalaran matematika dan 8 Mempromosikan pengembangan semua kemampuan siswa untuk melakukan
pekerjaan matematika. Kegiatan belajar dengan model pembelajaran SSCS dimulai dengan
pemberian masalah atau kondisi berkaitan dengan materi yang akan dipelajari, kemudian siswa mencari search informasi untuk mengidentifikasi situasi atau
masalah yang disajikan, setelah mengetahui permasalahan yang dihadapi kemudian siswa membuat hipotesis dan merencanakan cara menyelesaikan solve
masalah tersebut, dengan informasi dan rencana yang telah disiapkan, siswa membuat create solusi penyelesaian kemudian menyajikannya untuk di dibahas
bersama-sama dengan teman dan guru, siswa membagi share pengetahuan satu sama lain.
19
Pizzini secara lebih rinci menjelaskan kegiatan pada setiap tahapan SSCS sebagai berikut :
20
Search
1 Menggali pengetahuan awal dengan menuliskan informasi yang diketahui dan
berhubungan dengan situasi yang diberikan. 2 Mengamati dan menganalisa informasi yang diketahui.
3 Menyimpulkan masalah dengan membuat pertanyaan-pertanyaan.
4 Menggeneralisasikan informasi sehingga timbul ide-ide yang mungkin
digunakan untuk menyelesaikan masalah. Solve
1 Menentukan kriteria yang akan digunakan dalam memilih beberapa alternatif. 2 Membuat dugaan mengenai beberapa solusi yang dapat digunakan.
3 Memikirkan segala kemungkinan yang terjadi saat menggunakan solusi
tersebut.
4 Membuat perencanaan penyelesaian masalah didalamnya temasuk
menentukan solusi yang akan digunakan.
19
Edward Pizzini, SSCS Implementation Handbook, Iowa: The University of Iowa, 1991, h. 5.
20
Ibid, h. 7-9.