Pengaruh Metode Bermain Peran (Role Playing) Terhadap Hasil Belajar IPA Pada Konsep Penggolongan Hewan
(Kuasi Eksperimen Pada Kelas III Madrasah Ibtidaiyah Nur-Attaqwa Kelapa Gading Jakarta)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
AGUS TRIYANTO M.809018300742
PRODI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
Oleh :
AGUS TRIYANTO NIM. 809018300742
(2)
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
(3)
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
(4)
Scanned by CamScanner
Scanned by CamScanner
(5)
i
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode bermain peran (role playing) terhadap hasil belajar IPA siswa pada konsep Penggolongan Hewan. Penelitian ini dilaksanakan di kelas III (tiga) MI. Nur-Attaqwa Jakarta dimulai tanggal 15 April sampai tanggal 18 April 2013. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi eksperimen dengan pretest-posttest control group design. Sampel yang digunakan 26 orang untuk kelas eksperimen dan 26 orang untuk kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes objektif tipe pilihan ganda dengan empat pilihan (option), lembar observasi, dan pedoman wawancara. Penelitian menunjukkan penggunaan metode bermain peran (role playing) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar siswa pada konsep penggolongan hewan.(thitung < ttabel atau 0,92 < 1,68).
(6)
ii
Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.
This study aims to determine the effect of method of role playing on student learning outcomes on the concept of animal classification. The research was carried out in class III (three) MI. Nur-Attaqwa in Jakarta starting on April 15 until April 18, 2013. The method used in this research was quasy-experimental pretest-posttest control group design 26 samples used for the experimental class and 26 people for classroom control. Instrument used in the study was objective type multiple-coice test with four options (option), observation sheets, and interviews guide. Research shows the use of role playing methods do not significantly affect student learning outcomes on the concept of animal classification. (thitung < ttabel or 0,92 < 1,68).
(7)
iii
“ Jangan Sepelekan Sesuatu Yang Kecil Jika Kau Ingin Menjadi Orang Besar, Karena Dari Sesuatu Yang Kecil Itu Kau Akan Menjadi Orang Besar! ”
“Bacalah, atas nama Tuhanmu yang menciptakan
Yang mengajar dengan kalam Mengajarkan kepada manusia
Apa yang tidak diketahuinya”
(8)
iv
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Robbi, yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya berupa kekuatan dan keteguhan hati dalam mengungkapkan rahasia Ilmu Pengetahuan yang mampu merubah zaman kegelapan menjadi zaman keemasan. Karena rahmat, nikmat, dan karunia itu penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada Rasulullah Muhammad SAW, pada keluarganya, para sahabatnya, serta pelanjut risalahnya yang telah berjuang semata-mata untuk mensyi’arkan ajaran-ajaran dan nilai-nilai islam kepada kita.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan PGMI, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat penulis selesaikan sendiri tanpa adanya bantuan yang berupa kritik dan saran serta motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dra. Nurlena Rifa’i, MA., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Bapak Drs. Rusydy Zakaria, M.Ed., M.Phil., selaku Ketua dan bapak
Fauzan, M.A., selaku Sekretaris Jurusan Kependidikan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si, selaku Dosen Pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan arahan yang berharga kepada penulis sampai skripsi ini selesai.
(9)
v
5. Bapak Drs. H. Amir Mahmud, M.PdI., selaku Kepala Madrasah Nur-Attaqwa Kelapa Gading Jakarta, yang telah memberikan izin dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.
6. Ibu Marwati selaku Guru bidang study IPA di MI. Nur-Attaqwa, serta Ibu Zaenab dan Ibu Eti Suhaeti yang bersedia meminjamkan koleksi bukunya dan telah membantu penulis dalam mengumpulkan data penelitian.
7. Dewan Guru dan Staff Tata Usaha, serta Siswa dan Siswi MI. Nur-Attaqwa Kelapa Gading Jakarta, yang telah membantu penulis selama penelitian.
8. Teristimewa untuk ayahanda Sumardi dan Ibunda Ponimah tercinta, yang telah membimbing penulis dan mengasuh penulis sejak kecil, serta yang tidak henti-hentinya mendo’akan dan melimpahkan kasih sayangnya, memberikan dukungan moril maupun materil. Hanya Allah SWT yang dapat membalasnya, semoga penulis memberikan yang terbaik untuk kalian.
9. Ibu Mertua, Djaimah yang senantiasa memberikan dukungan dan selalu memotivasi penulis selama penulis melakukan penelitian.
10.Teman-teman kuliahku, yang telah memberikan motivasi dan kebersamaan untuk menyelesaikan studi S1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
11.Kakak-kakakku tercinta Eko Suhardiyanto dan Dwi Puji Hariyanto, serta adik-adikku tersayang Catur Supriyanto dan Sari Puspitaningrum yang senantiasa memberikan dukungan dan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini.
12.Istriku tercinta Kusrini yang senantiasa memberikan dukungan, yang selalu menjaga anak-anak serta dengan penuh sabar dan ikhlas menantikan sekembalinya penulis setelah selesai bertugas.
(10)
vi selalu menyertai kalian.
Berbagai kesulitan dan hambatan penulis jumpai dalam penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan semua pihak, kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mungkin masih jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran yang bermanfaat dan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan, dan penulis berharap semoga skripsi ini dapat memperluas cakrawala Ilmu Pengetahuan bagi kita terutama dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Wassalaamu’alaikum warahmatullaahi Wabarakaatuh
Jakarta, Juli 2013
(11)
vii
MOTTO ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis 1. Hakikat Pembelajaran Metode Bermain Peran (Role Playing) ... 7
2. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar ... 18
3. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) ... 32
B. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 38
C. Kerangka Berpikir ... 39
(12)
viii
D. Teknik Pengumpulan Data ... 43
E. Variabel Penelitian ... 43
F. Instrumen Pengumpul Data ... 44
G. Kalibrasi Instrumen Tes ... 45
H. Teknik Analisis Data ... 52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 55
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
(13)
ix
Tabel 2.1 Ranah Kognitif ... 22
Tabel 2.2 Ranah Afektif ... 25
Tabel 2.3 Ranah Psikomotor ... 27
Tabel 2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 32
Tabel 3.1 Skema Desain Pretest-Posttest Control Group Design ... 42
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Tes ... 44
Tabel 3.3 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 46
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Instrumen ... 47
Tabel 3.5 Interprestasi Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 48
Tabel 3.6 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 48
Tabel 3.7 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 49
Tabel 3.8 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Instrumen ... 49
Tabel 3.9 Interprestasi Daya Pembeda ... 50
Tabel 3.10 Hasil Uji Daya Pembeda Instrumen ... 50
Tabel 4.1 Perbandingan Nilai Pretest Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 55
Tabel 4.2 Data Statistik Nilai Pretest Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 56
Tabel 4.3 Perbandingan Nilai Posttest Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57
Tabel 4.4 Data Statistik Nilai Posttest Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57
(14)
x
Tabel 4.7 Perbandingan Uji Analisis Data Nilai Pretest dan Posttest Pada Kelas Eksperimen
(15)
xi
Gambar 2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Proses dan
(16)
xii
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 69
Lampiran 2. Uraian Materi Penggolongan Hewan ... 90
Lampiran 3. Bahan-bahan dan Alat-alat Pembelajaran Metode Role Playing (Bermain Peran) dan Cara Penggunaannya ... 102
Lampiran 4. Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 107
Lampiran 5. Lembar Observasi Uji Validitas Kegiatan Kegiatan Bermain Peran (Role Playing) ... 116
Lampiran 6. Kisi-Kisi Instrumen Soal ... 117
Lampiran 7. Rekap Analisis Butir ... 125
Lampiran 8. Instrumen Soal Penelitian ... 127
Lampiran 9. Kunci Jawaban Instrumen Soal Penelitian ... 130
Lampiran 10. Hasil Pretest, Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 131
Lampiran 11. Uji Normalitas Data Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 132
Lampiran 12. Uji Normalitas Data Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 140
Lampiran 13. Uji Homogenitas Data hasil Pretest dan Posttest ... 148
(17)
xiii
Dengan Metode Bermain Peran (Role Playing) dan
Gambar Kegiatan Pembelajaran Kelas Kontrol
Dengan Metode Konvensional ... 156
Lampiran 17. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 18. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Dari
Sekolah
Lampiran 19. Lembar Uji Referensi
(18)
1 A. Latar Belakang Masalah
Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan pada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated).1
Pendidikan IPA adalah suatu upaya atau proses untuk membelajarkan siswa untuk memahami hakikat IPA : produk, proses, dan mengembangkan sikap ilmiah serta sadar akan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat untuk pengembangan sikap dan tindakan berupa aplikasi IPA yang positif.2
Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) memiliki peranan yang sangat penting bagi siswa dalam kehidupan. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu penemuan. Oleh karena itu Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.3
Mata pelajaran ini juga merupakan salah satu wahana yang ampuh untuk membudayakan Iptek. Dalam hal ini, penguasaan siswa terhadap IPA teramat penting, karena materi tersebut merupakan salah satu bekal dasar bagi pengembangan Iptek, selain Matematika dan Bahasa Indonesia atau Bahasa Asing
1 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2010), cet. Ketiga, h. 219 2 I Made Alit Mariana danWandy Praginda, Hakikat IPA dan pendidikan IPA, (Jakarta: PPPPTK IPA, 2009), h. 27-28
3 Gelar Dwirahayu dan Munasprianto Ramli ( eds ), Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, (Jakarta : PIC UIN Jakarta, 2007), cet. pertama, h. 5
(19)
(Bahasa Inggris). Kelemahan dalam bidang ilmu tersebut harus segera dapat diatasi, dengan cara menumbuhkan minat dan gairah untuk mempelajari bidang ilmu tersebut, di antaranya dengan mempelajari materi penggolongan hewan, karena materi tersebut tidak lepas dari kehidupan sehari-harinya. IPA menjadi pusat pengembangan untuk membentuk Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, itu harus dimiliki peserta didik dewasa ini dan kajian pembelajaran kemampuan siswa dalam berinteraksi lebih ditekankan dibandingkan dengan kemampuan menghafal kaidah-kaidah atau teori-teori semata.
Dalam proses pembelajaran yang berpusat pada guru, siswa tidak dirangsang rasa ingin tahunya, sehingga siswa tidak termotivasi daya berpikirnya untuk mengajukan pertanyaan dan melakukan penyelidikan untuk menemukan konsep. Padahal pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa diberi kesempatan untuk tahu dan terlibat secara aktif dalam menemukan konsep dari fakta-fakta yang terlihat dari lingkungan dengan bimbingan guru.4 Ini menyebabkan pembelajaran hanya berjalan satu arah, kurang dapat dipahami oleh siswa secara mendalam, sehingga menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman selama ini, kemampuan siswa dalam memahami materi penggolongan hewan sangat kurang, sehingga hasil belajar pada materi penggolongan hewan juga kurang. Anak-anak cenderung tidak tertarik dengan penyampaian teori yang disampaikan oleh guru yang monoton dalam memberikan pembelajaran dan terkadang materi yang disampaikan masih bersifat abstrak, karena siswa pada tingkatan MI/SD kelas III masih kurang memahami teori yang bersifat abstrak, mereka lebih cenderung cepat memahami penyampaian guru yang bersifat konkrit atau praktek, terutama pada pelajaran IPA. Sehingga minat dan kepercayaan diri siswa dalam mengembangkan pemahaman dan hasil belajar akan semakin meningkat.
Banyak faktor yang menyebabkan kemampuan hasil belajar mereka sangat rendah, yaitu faktor internal dan eksternal peserta didik. Faktor internal, antara
4 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. ke-3, h. 171
(20)
lain motivasi belajar, minat, intelegensia dan kepercayaan diri. Sedangkan factor eksterna lyaitu faktor dari luar peserta didik yaitu kemampuan guru dalam menyajikan pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan lingkungan.
Dari masalah-masalah yang teridentifikasi di atas, perlu dicari metode baru dalam pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada siswa (student centered), memberi pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dalam kehidupan sehari-hari dan nyata sehingga pembelajaran akan menjadi bermakna.
Di sini guru dituntut untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan pemahaman dan meningkatkan hasil belajar siswa. Darling-Hammond menekankan bahwa guru sebagai pemimpin membuka cara baru dalam melakukan sesuatu dan pandangan model pembelajaran meningkatkan pengalaman pendidikan siswa.5Oleh karenanya, selain sebagai pengajar guru juga merupakan seorang pembimbing. Sehingga fungsi-fungsi guru menurut Dewa Ketut Sukardi adalah: 6
a. Guru sebagai perancang pengajaran (Designer of instruction). Guru dituntut memiliki kemampuan untuk merencanakan atau merangsang kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien. Untuk itu seorang guru harus memiliki suatu landasan dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar.
b. Guru sebagai pengelola pengajaran (Manager of instruction). Guru dituntut memiliki kemampuan untuk mengelola seluruh proses kegiatan belajar mengajar dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar sedemikian rupa sehingga setiap siswa dapat belajar dengan efektif dan efesien.
c. Guru sebagai penilai belajar siswa (Evaluator of student leaning). Guru dituntut untuk secara terus-menerus mengikuti hasil-hasil (prestasi) belajar yang telah dicapai siswa-siswanya dari waktu ke waktu.
d. Guru sebagai motivator dan pembimbing, dituntut untuk mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan instruksional akan tetapi dengan pendekatan yang bersifat pribadi (personal approach) dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung.
5 James S. Pounder, Transformational Classroom Leadership, (London: SAGE Publications, vol. 34 No 4 Oktober 2006), BELMAS (Journal of the british Educational Leadhership, Management & Administration Society), h, 534
6 Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan dan Penyuluhan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), h. 21
(21)
Metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan penciptaan suasana belajar yang menyenangkan dan relevan sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami materi penggolongan hewan pada mata pelajaran IPA, sehingga hasil belajarnya akan meningkat. Dalam hal ini penulis memilih metode bermain peran (role playing) dalam meningkatkan kemampuan pemahaman dan meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi penggolongan hewan pada mata pelajaran IPA kelas III MI/SD.
Bermain peran (role playing) sebagai model pembelajaran bukan saja mengakar (roots) secara pribadi, tetapi juga pendidikan yang berdimensi sosial.7 Model bermain peran sangat cakap dalam berbagai bidang dan dapat dipakai untuk beberapa pendidikan objektif yang penting. 8Metode bermain peran (role playing) adalah suatu proses belajar mengajar yang dirancang agar siswa mengalami sendiri dan dapat mengkonstruksi serta menggali sendiri pengetahuan dan pemahaman yang diperolehnya. Di sini peran guru adalah sebagai fasilitator bagi peserta didik agar peserta didik dapat belajar dengan mengalami (learning by doing). Guru memberikan langkah-langkah kerja secara sistematis yang harus dikerjakan oleh siswa dengan tujuan siswa mengalaminya sendiri, sehingga pemahaman mereka akan tergali.
Dari uraian tersebut maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji penerapan metode bermain peran (role playing) untuk meningkatkan hasil belajar siswa terhadap materi penggolongan hewan pada mata pelajaran IPA kelas III MI/SD.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis mengangkat penelitian dengan judul:
”PENGARUH METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING)
TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA KONSEP PENGGOLONGAN
HEWAN”
7 Bruce Joyce, dkk, Models of Teaching, (USA: Allyn and Bacon, 2000),Sixth Edition, h. 59. 8 Ibid, h. 70
(22)
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam hal ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran selama ini hanya berpusat pada guru, sehingga siswa menjadi pasif, tidak termotivasi untuk berpikir dan tidak memiliki pengalaman menemukan sendiri konsep yang menjadi tujuan pembelajaran.
2. Keterampilan guru masih kurang dalam menggunakan berbagai metode pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang hendak dicapai. 3. Guru kurang mengajak siswa untuk melakukan pembelajaran yang
membuat siswa untuk lebih aktif yang dapat menggali konsep pemahamannya sendiri.
4. Hasil belajar siswa pada konsep penggolongan hewan masih rendah.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, dan untuk menghindari terlalu luasnya pembahasan penelitian, maka penelitian ini dibatasi hanya pada masalah hasil belajar. Hasil belajar dibatasi pada ranah kognitif dengan tingkatan C1 sampai C3. Untuk mengatasi masalah hasil belajar siswa digunakan metode bermain peran (role playing).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian yaitu ; “Apakah metode bermain peran (role playing) dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas III pada konsep penggolongan hewan?”
(23)
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan metode bermain peran (role playing) terhadap hasil belajar IPA siswa.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, yaitu :
Menambah khasanah keilmuan dalam pembelajaran IPA di MI/ SD 1. Bagi Sekolah
a. Sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan sekolah untuk meningkatkan hasil belajar siswa khususnya matapelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
2. Bagi Guru
a. Memberikan pengetahuan kepada guru tentang metode bermain peran (role playing).
b. Sebagai bahan pertimbangan guru untuk menggunakan metode bermain peran (role playing) dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar.
3. Bagi Peneliti
a. Sebagai bahan kajian, evaluasi diri dan bahan pertimbangan dalam pola mengajar dan mendidik para peserta didik di institusi peneliti, sehingga menjadikan anak didiknya berhasil dalam studinya.
(24)
7
Dalam deskripsi teoritis ini akan dibahas beberapa hal, yang meliputi: hakikat pembelajaran metode bermain peran (role playing), hakikat belajar dan hasil belajar, hakikat pembelajaran IPA.
1. Hakikat Pembelajaran Metode Bermain Peran (Role Playing) a. Pengertian Pembelajaran Metode Bermain Peran (Role Playing)
Menurut Seels and Richey metode pembelajaran adalah spesifikasi untuk menyeleksi dan mengurutkan peristiwa atau langkah-langkah dalam sebuah pembelajaran. Snelbecker mengemukakan metode pembelajaran adalah suatu cara yang dilakukan oleh guru untuk melaksanakan suatu proses pembelajaran dengan memahami perbedaan karakteristik kemampuan siswa.
Menurut Muhibin Syah metode pembelajaran adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Semakin baik metode pembelajaran maka semakin efektif pula pencapaian tujuan
Sedangkan bermain peran, James Sully di dalam bukunya Essay on Laughter mengemukakan bahwa tertawa adalah tanda dari kegiatan bermain dan tertawa ada di dalam aktivitas sosial yang dilakukan bersama sekelompok teman.1
Di dalam Johnson et al, dikemukakan bahwa istilah bermain merupakan konsep yang tidak mudah untuk dijabarkan, bahkan di dalam Oxford English Dictionary, tercantum 116 definisi tentang bermain. Salah satu contoh, ada ahli yang mengatakan bermain sebagai kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan. Tetapi ahli lain membantah pendapat tersebut karena adakalanya bermain bukan dilakukan semata-mata demi kesenangan, melainkan ada sasaran yang ingin dicapai yaitu prestasi tertentu.2Berdasarkan penelitian yang dilakukan
1Tedjasaputra, Mayke S, Bermain, Mainan, dan Permainan: Untuk Pendidikan Usia Dini, (Jakarta: PT. Grasindo. 2005), Cet. ketiga, h. 15
2
(25)
oleh Smith et al; Garvey; Rubin, Fein dan Vanderberg (dalam Johnson et al) diungkapkan adanya beberapa ciri kegiatan bermain, yaitu sebagai berikut:
1) Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya muncul atas dasar keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri.
2) Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi yang positif. Kalaupun emosi positif tidak tampil, setidaknya kegiatan bermain mempunyai nilai (value) bagi anak. Kadang-kadang kegiatan bermain dibarengi oleh perasaan takut, misalnya saat harus meluncur dari tempat tinggi, namun anak mengulang-ngulang kegiatan itu karena ada rasa nikmat yang diperolehnya.
3) Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke aktivitas lain.
4) Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir. Saat bermain, perhatian anak-anak lebih berpusat pada kegiatan yang berlangsung dibandingkan tujuan yang ingin dicapai. Tidak adanya tekanan untuk mencapai prestasi membebaskan anak untuk mencoba berbagi variasi kegiatan. Karena itu bermain cenderung lebih fleksibel, karena tidak semata-mata ditentukan oleh sasaran yang ingin dicapai.
5) Bebas memilih dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep bermain pada anak-anak kecil. Sebagai contoh pada anak T.K., menyusun balok disebut bermain bila dilakukan atas kehendak anak. Tetapi dikategorikan dalam bekerja, bila ditugaskan oleh guru. Kebebasan memilih menjadi tidak begitu penting bila anak beranjak besar. Menurut hasil penelitian King pada anak kelas 5 S.D, kesenangan yang didapat (pleasure) lebih penting dibandingkan kebebasan untuk memilih sehingga pada usia di atas pra sekolah, pleasure menjadi parameter untuk membedakan bermain dengan bekerja.
6) Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka tertentu yang memisahkannya dari kehidupan nyata sehari-hari. Kerangka ini berlaku terhadap semua bentuk kegiatan bermain seperti bermain peran, menyusun balok-balok, menyusun kepingan gambar dan lain-lain. Realitas
(26)
internal lebih diutamakan dari pada realitas eksternal, karena anak memberi ’makna’ baru terhadap objek yang dimainkan dan mengabaikan keadaan objek yang sesungguhnya. Keadaan ini bisa kita simak saat anak bermain, tindakan-tindakan anak akan berbeda dengan perilakunya saat tidak sedang bermain. Misalnya anak pura-pura minum dari ’cangkir’ yang sebenarnya berwujud
balok, atau menganggap kepingan gambar sebagai kue keju. Kualitas ’pura
-pura’ memungkinkan anak bereksperimen dengan kemungkinan-kemungkinan
baru.3
Kegiatan bermain pura-pura mulai banyak dilakukan anak berusia 3-7 tahun. Dalam bermain pura-pura anak menirukan kegiatan orang yang pernah dijumpainya dalam kehidupan sehari-hari. Dapat juga anak melakukan peran imajinatif memainkan peran tokoh yang dikenalnya melalui film kartun atau dongeng. Misalnya main rumah-rumahan, polisi dan penjahat, jadi batman atau ksatria baja hitam.4 Kegiatan ini disebut dramatic play (bermain peran atau khayal). Bermain dramatik semacam ini membantu anak mencobakan berbagai peran sosial yang diamatinya, memantapkan peran sesuai jenis kelaminnya, melepaskan ketakutan atau kegembiraannya, mewujudkan khayalannya, selain bekerja sama dan bergaul dengan anak-anak lainnya.5
Metode sosiodrama dan bermain peran dapat dikatakan sama artinya dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan. Metode sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku seseorang dalam hubungan sosial antar manusia, dan metode bermain peran pada dasarnya juga sama yakni siswa dapat berperan atau memainkan peranan dalam mendramatisasikan masalah sosial /psikologis. Pengertian bermain peran adalah salah satu bentuk pembelajaran, dimana peserta didik ikut terlibat aktif memainkan peran-peran tertentu. 6 Metode bermain peran adalah proses belajar mengajar yang tergolong dalam metode simulasi.
3Ibid., h. 16-17
4Ibid., h. 29 5Ibid., h. 33
6Pengertian Bermain Peran (Role Play). http://psikologibebas.blogspot.com./2012/06/ pengertian-bermain-peran-role-play.html. Diakses (13 Juli 2013)
(27)
Menurut Dawson yang dikutip oleh Moedjiono & Dimyati mengemukakan bahwa simulasi merupakan suatu istilah umum berhubungan dengan menyusun dan mengoperasikan suatu model yang mereplikasi proses-proses perilaku.7
Menurut Nana Sudjana bermain peran adalah suatu teknik kegiatan belajar yang menekankan pada kemampuan penampilan warga belajar untuk memerankan suatu status atau fungsi suatu pihak-pihak lain yang terdapat pada dunia kehidupan.
Sejalan dengan pendapat tersebut Syaiful Sagala, mendefinisikan metode bermain peran adalah metode mengajar yang dalam pelaksanannya peserta didik mendapat tugas dari guru untuk mendramatisasikan suatu situasi sosial yang mengandung suatu problem agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang muncul dari situasi sosial. Metode bermain peran atau role playing sudah sangat populer dalam dunia pembelajaran/pelatihan. Secara harfiah bermain peran berarti memainkan satu peran tertentu sehingga yang bermain tersebut harus mampu berbuat (berbicara dan bertindak) seperti peran yang dimainkannya.8
Situasi suatu masalah diperagakan secara singkat, dengan tekanan utama pada karakter/sifat orang-orang, kemudian diikuti oleh diskusi tentang masalah yang baru diperagakan tersebut.9 Dalam bermain peran peserta meniru dan bertingkah laku menurut karakter, atau bagian-bagian yang dimiliki oleh pribadi, motivasi dan latar belakang yang berbeda dari diri mereka sendiri.10
Sedangkan menurut Surachmad, “Bermain peran menekankan kenyataan dimana siswa diikutsertakan dalam memainkan peranan di dalam mendramatisasikan masalah hubungan sosial”.
Adam Blatner, M.D, menyebutkan:
“Role playing, a derivative of a sociodrama, is a methode for exploring the issues involved in complex social situations”. Sosiodrama pada dasarnya medramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial. Role play rules are basically simple: role plays must be focused; the objectives must be clear and understood; instruction must be
7Hafiz Muthoharoh, Metode Bermain Peran (Role Playing).http://alhafizh84.wordpress. com/2009/12/21/metode-bermain-peran-role-playing/. Diakses (13 Juli 2013).
8Atwi Suparman, Model-model Pembelajaran Interaktif, (Jakarta: STIA-LAN Press, 1997), h. 91
9A. Suryadi, Membuat Siswa Aktif Belajar, (Jakarta: Binacipta, 1997), h. 73 10Role Playing, http://en.wikipedia.org/wiki/Role-Playing, Diakses (24 Juli 2013)
(28)
clear and understood; feedback needs to be spesific, relevant, achievable and given immediately.11
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa metode bermain peranatau Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan ini dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup baik manusia atau hewan, atau benda mati. Atau dengan kata lain bermain peran merupakan suatu cara yang digunakan guru atau pendidik dalam melakukan kegiatan belajar mengajar yang berusaha mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dengan memainkan suatu peran yang menuntut siswa agar menghayati dan memahami peran yang dimainkannya. Sejalan dengan itu, Roestiyah mengemukakan kebaikan-kebaikan atau keunggulan metode bermain peran, yakni, dimana dengan metode ini, siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran. Bagi siswa dengan berperan seperti orang lain, hewan, atau benda mati maka siswa dapat menempatkan diri seperti yang sedang diperankannya. Siswa dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa, toleransi dan cinta kasih, akhirnya siswa dapat berperan dan menimbulkan diskusi yang hidup. Disamping itu penontonpun tidak pasif tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran dan kritik.
Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Syaiful Sagala kebaikan-kebaikan metode bermain peran (role playing) antara lain:
1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh. Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami , menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.
11Kiromin Baroroh, Upaya Meningkatkan Nilai-Nilai Karakter Peserta Didik Melalui Penerapan Metode Role Playing, httpwww.google.comurlsa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web &cd=4&ved=0CEsQFjAD&url=http%3A%2F%2Fjournal.uny.ac.id%2Findex.php%2Fjep%2Far ticle%2Fdownload%2F793%2F617&ei=0ZffUd-_G8XIrQeIm4GQDA&usg=AFQjCNG49Mw NCfmnnrp0LVed6kg0w0hIdQ&bvm=bv, h, 150. Diakses (12 Juli 2013)
(29)
2) Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
3) Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni peran di sekolah. Jika seni peran mereka dibina dengan baik, kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik kelak.
4) Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.
5) Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak. Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.
6) Bahasa lisan siswa dibina dengan baik agar mudah dipahami orang. 7) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam
situasi dan waktu yang berbeda. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
Sebagai salah satu metode pembelajaran dalam IPA, menurut pendapat yang dikemukakan oleh Fannie R. Shaffel & George Shaffel dalam Abdul Aziz Wahab, metode bermain peran mempunyai berbagai fungsi namun fungsi utamanya adalah
“education for citizen” dan “group counseling” yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Pengalaman belajar yang didapat dengan bermain peran (role playing) ini adalah siswa mampu bekerjasama dan berkomunikasi dengan baik dimana siswa dapat mengeksplorasi perasaan, sikap dan nilai-nilai dengan cara memperagakan dan mendiskusikan berbagai peristiwa psikologis mengenai hubungan-hubungan antar sesama manusia dan alam sekitarnya.
Perasaan atau emosi dari mereka yang terlibat dalam suatu permasalahan dalam lingkungan dapat diekspresikan oleh siswa yang bermain peran.12 Bermain peran (role playing) juga adalah penerapan pengajaran berdasarkan pengalaman.
(30)
Esensi dari bermain peran (role playing) adalah keterlibatan pemain dan pengamat dalam situasi masalah yang nyata dan mendinginkan solusi yang diterima apa adanya ditimbulkan keterlibatannya.13
Metode pembelajaran bermain peranmerupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan yang akan dibangun sendiri oleh peserta didik melalui pengalamannya sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya.
Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimiliki siswa dengan fenomena baru yang tidak dapat diintegrasikan begitu saja, sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan, peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru.
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran bermain peran dalam pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran. Titik tekannya adalah memfasilitasi siswa agar mampu mengorganisasi pengalaman mereka.
b. Tujuan Metode Bermain Peran (Role Playing)
Bermain peran (role playing) digunakan dalam pembelajaran dengan tujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih menumbuhkan kesadaran dan kepekaan sosial serta sikap positif, disamping menemukan alternatif pemecahan masalah. Dengan perkataan lain, melalui bermain peran, siswa diharapkan mampu memahami dan menghayati berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.14
Bermain peran (role playing) adalah teknik yang berguna untuk berpikir tentang situasi yang sulit sebelum situasi itu terjadi. Oleh karena itu pelajar
13 Bruce Joyce, dkk, Op.cit., h. 60 14 Atwi Suparman, Op.cit., h. 92
(31)
mempunyai persiapan respon yang bagus untuk setiap peristiwa berbeda yang dapat muncul.15
Pengalaman belajar yang diperoleh dari metode ini meliputi, kemampuan kerjasama, komunikatif dan menginterprestasikan suatu kejadian.16 Latihan bermain peran (role playing) memotivasi pelajar, mengembangkan kurikulum tradisional dan mengajarkan kemampuan kecakapan (real-world).17 Untuk memecahkan suatu masalah agar memperoleh kesempatan untuk merasakan perasaan orang lain.
Dalam permainan bermain peran, konsep “menang” dan “kalah” tidak ada. Hal inilah yang menjadikan perbedaan mendasar bermain peran dari permainan pentas (board games), main kartu (card games), olahraga dan tipe permainan lainnya. Yang paling penting adalah bagaimana peserta didik bermain peran dalam permainan.
Tujuan pelajar sebagai pemain membantu membuat cerita dan menjadikannya menyenangkan. Simulasi bermain peran (role playing) merupakan eksperimen yang sangat kuat sebagai tantangan bagi pelajar, tidak hanya secara logika tapi juga emosional.
Tujuan bermain peran (role playing) adalah membuat menyenangkan, kreatif dan bersama-sama.18 Bermain peran (role playing) juga membantu pelajar mengumpulkan dan mengorganisasi informasi. Inilah yang merupakan tekanan utama dalam bermain peran yang membedakannya dari simulasi. Simulasi lebih menekankan pada pembentukan keterampilan, sedangkan pembentukan sikap dan nilai merupakan tujuan tambahan.19
15Role Playing Preparing For Dificult Situations, http://www.mindtools.com/CommmSkll /RolePlaying.htm, h. 1. Diakses (24 Juli 2013)
16Ahmad Sudrajat, Model Pembelajaran, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/bahan-ajar/model-pembelajaran-01/, h. 2. Diakses (25 Juli 2013)
17Rebecca Teed, Role-Playing Exercises, http://serc.carleton.edu/introgeo/roleplaying/, h. 1. Diakses (21 Juli 2013)
18Role Playing, http://www.hoboes.com/pub/Role-Playing/RPG.html, h. 2. Diakses (25 Juli 2013)
(32)
c. Kelebihan Metode Bermain Peran (Role Playing)
Kelebihan metode pembelajaran bermain peran (role playing) adalah membentuk kesadaran, kepekaan sosial dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi terutama bahasa lisan. Dengan metode ini siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran. Karena mereka bermain peranan sendiri, maka mudah memahami, menghayati masalah-masalah yang diangkat. Penonton juga tidak pasif tetapi aktif mengamati dan mengajukan saran dan kritik.20
Keuntungan bermain peran (role playing) tergantung pada kualitas permainan khususnya analisis yang mengikutinya. Bermain peran (role playing) bergantung juga pada pandangan pelajar pada permainan seperti situasi pada kenyataannya.21 Kelebihan metode bermain peran (role playing) melibatkan seluruh siswa berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama. Siswa juga dapat belajar menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan metode ini adalah, sebagai berikut:
1) Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
2) Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
3) Guru dapat mengevaluasi pengalaman siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
4) Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang sulit untuk dilupakan.
5) Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias.
6) Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi. 7) Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat
memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri.
20Roestiyah N. K., Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), cet. ke-6, h. 92-93
(33)
8) Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan/ membuka kesempatan bagi lapangan kerja.
d. Kelemahan Metode Bermain Peran (Role Playing)
Hakekatnya sebuah ilmu yang tercipta oleh manusia tidak ada yang sempurna, semua ilmu ada kelebihan dan kekurangan.Jika kita melihat metode bermain peran (role playing) dalam cakupan cara proses mengajar dan belajar di lingkup pendidikan tentunya selain terdapat kelebihan juga terdapat kelemahan. Kelemahan metode bermain peran (role palying) antara lain:
1) Metode bermain peran (role playing) memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak.
2) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya.
3) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk memerankan suatu adegan tertentu.
4) Apabila pelaksanaan sosiodrama dan bermain peran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajaran tidak tercapai.
5) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.
e. Langkah-Langkah Bermain Peran (Role Playing)
Dalam pelaksanaanya peneliti merangkum materi tersebut sehingga menjadi materi yang lebih singkat, padat dan lebih fokus yang kemudian dibuat ke dalam suatu naskah yang akan diperankan oleh siswa. Adapun langkah-langkah metode bermain peran yang dikemukakan oleh beberapa para ahli dapat dilihat dibawah ini.
Langkah-langkah pelaksanaan metode bermain peran (role playing) agar berhasil dengan baik menurut Roestiyah, yaitu: 22
22 Roestiyah N.K, Op.Cit., h. 95
(34)
1) Guru harus menerangkan dan memperkenalkan kepada siswa tentang teknik pelaksanaan metode bermain peran (role playing), bahwa dengan metode ini siswa dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual di masyarakat. 2) Guru menunjuk beberapa siswa yang akan bermain peran dimana
masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya, sementara siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula (jika ada penonton).
3) Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat siswa. 4) Guru harus dapat menceritakan peristiwa yang akan diperankan sambil
mengatur adegan yang pertama agar siswa memahami peristiwanya.
5) Bila ada kesediaan sukarela dari siswa untuk berperan, guru harus memberikan tanggapan dan harus mempertimbangkan apakah siswa tersebut tepat untuk perannya. Bila tidak, guru menunjuk siswa yang memiliki kemampuan dan pengetahuan serta pengalaman sesuai dengan peran yang akan dimainkan.
6) Guru memberikan penjelasan kepada pemeran dengan sebaik-baiknya, agar mengetahui tugas peranannya, menguasai masalahnya dan pandai berekspresi maupun berdialog.
7) Siswa yang tidak bermain peran menjadi penonton yang aktif, disamping mendengar dan melihat, siswa harus memberikan saran dan kritik kepada siswa yang telah bermain peran.
8) Bila siswa belum terbiasa, perlu dibantu guru dalam menimbulkan kalimat pertama dalam dialog.
9) Setelah bermain peran (role playing) mencapai situasi klimaks, maka harus dihentikan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum. Sehingga para penonton ada kesempatan untuk berpendapat, menilai permainan dan sebagainya. Bermain peran (role playing) juga dapat dihentikan bila sedang menemui jalan buntu. Sebagai tindak lanjut dari hasil diskusi, dilakukan tanya jawab, diskusi atau membuat karangan yang berbentuk sandiwara.
(35)
Sejalan dengan pendapat diatas, proses pelaksanan metode bermain peran (role playing) menurut Dzamarah dan Zain adalah sebagai berikut:
1) Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang akan dibahas dalam bermain peran (role playing) dan mengarahkan siswa pada masalah yang akan dihadapi.
2) Pemilihan peran, memilih peran sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan pemain. 3) Menyusun tahap-tahap bermain peran (role playing).
4) Pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi sesuai dengan peran masing-masing.
5) Pengambilan keputusan dari bermain peran (role playing) yang telah dilakukan.
Berdasarkan pendapat diatas secara garis besar, langkah-langkah pelaksanaan dalam metode pembelajaran bermain peran (role playing) adalah sebagai berikut:
1) Menentukan topik dan tujuan bermain peran (role playing).
2) Guru memberikan gambaran secara garis besar masalah atau situasi yang akan dimainkan.
3) Guru memimpin pengorganisasian siswa, pemilihan peran, pengaturan ruangan, pengaturan alat dan sebagainya.
4) Guru memberikan kesempatan untuk mempersiapkan diri kepada siswa dan pemegang peranan.
5) Menyiapkan pengamat.
6) Pelaksanaan bermain peran (role playing).
7) Evaluasi dan pemberian balikan, baik berupa diskusi atau tanya jawab.
2. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar a. Pengertian Belajar
Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan demikian biasanya
(36)
akansegera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu menyebutkan kembali secara lisan sebagian besar informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang diajarkan oleh guru.
Banyak ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsiran tentang belajar, namun masih belum sepenuhnya sesuai, karena belajar adalah kegiatan yang sulit diamati secara langsung. Yang dapat terlihat pada siswa yang belajar adalah perubahan tingkah laku. Dimana belajar adalah sebuah proses perubahan perilaku atau pribadi berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu.23
Belajar merupakan proses yang ditandai oleh adanya perubahan pada diri seseorang. Antara proses belajar dan perubahan adalah dua gejala saling terkait yakni belajar sebagai proses dan perubahan sebagai bukti dari hasil yang diproses. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat pengetahuan, keterampilan, maupun yang menyangkut nilai sikap.24
Skinner, seperti yang dikutip Barlow dalam bukunya Educational Psychology : The teaching- Learning Process, berpendapat bahwa “belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung
secara progresif”. Chapli dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar
dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi : “ ... acquisition of
any relatively permanent change in behaviour as a result of practice and
experience” (Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah process of acquiring responses as a resul of special practice (Belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus). Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory
berpendapat bahwa “Learning is a change in organism due to experience
which can affect the organism’s behavior” (Belajar adalah suatu perubahan
23Akyas Azhari, Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: PT Mizan Republika, 2004), h. 122
24Tengku Zahara Djaafar, Kontribusi Strategi Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar, (Padang: FIP Universitas Negeri Padang, 2004), h. 82
(37)
yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut). Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.
Witting dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai :any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experiene (Belajar ialah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/ keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman).
Bigs dalam pendahuluan Teaching for Learning : The view from cognitive psychology mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu : rumusan kuantitatif, rumusan institusional, rumusan kualitatif. Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atas materi-materi yang telah ia pelajari. Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling siswa. Jadi, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.25
b. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima pengalaman belajar dengan alat ukur berupa alat evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk huruf, kata atau simbol dengan istilah lain yakni prestasi.26 Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam bukunya
25Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), Cet. Keempat, h.64-68
26Nana Sudjana, Penilaian Hasil Prestasi Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001, h. 3
(38)
Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan, (3). Sikap dan cita-cita. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengkonstruksikan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil belajar adalah indikasi yang menunjukkan upaya penguasaan pengetahuan (kognitif) siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan guru melalui kegiatan pekerjaan rumah dan tes ulangan.
Hasil belajar merupakan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang setelah mengikuti pendidikan.Hasil belajar siswa yang merupakan tujuan pengajaran terdiri dari tiga aspek, yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.Ketiga aspek tersebut saling terkait dan bahkan tidak boleh diabaikan dalam kegiatan pembelajaran.Hal ini disebabkan karena muara ketiga aspek kompetensi tersebut mengarah kepada kecakapan hidup siswa atau life skill.27Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.28
Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru.Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran.Hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang menjadi indikator kompetensi dasar dan
27Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Press, 2006), h. 13
(39)
derajat perubahan perilaku yang bersangkutan.29Sedangkan menurut Sudijarto hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan.30
Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dalam rangka studi dicapai melalui tiga kategori ranah antara lain kognitif, afektif, psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1) Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian.
Tabel 2.1. Ranah Kognitif
Jenjang Kemampuan
Intelektual Kata Kerja Operasional
(C1) Menghafal Mengetahui : istilah-istilah, hal-hal terperinci, metode dan prosedur, konsep-konsep dasar prinsip-prinsip
Mendefinisikan
Memberikan/menerangkan Mengidentifikasikan Memberi nama Menyusun daftar Mencocokkan Menamakan
Membuat garis besar Menyatakan kembali Memilih
Menyatakan (C2) Memahami Memahami fakta dan prinsip Mengubah
29E. Mulyasa,Implementasi KTSP, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), Cet. Ketiga, h.212
30Herman Soemantri, Hasil Belajar dan Beberapa Faktor Psikologis Yang Mempengaruhinya, Majalah Ilmiah Sketsa Pendidikan. Vol.1, no.1, Nopember 2000, h. 4
(40)
Menginterpretasikan gambar dan grafik
Menginterpretasikan secara lisan
Mengubah bahan tulisan kata-kata menjadi rumus matematika Memperkirakan akibat-akibat yang akan terjadi dari yang tercantum dalam data Membenarkan metoda dan prosedur
Mempertahankan Membedakan Memperkirakan Menjelaskan
Menyatakan secara luas Menarik kesimpulan umum Memberi contoh
Melukiskan dengan kata-kata sendiri
Meramalkan
Menuliskan kembali Meringkas
(C3) Menerapkan Menerapkan konsep dan prinsip pada situasi baru
Memecahkan soal-soal matematika
Mengkonstruksikan bagan dan grafik
Mendemonstrasikan penggunaan metode atau prosedur dengan benar
Mengubah Menghitung Mendemontrasikan Mengungkap
Mengerjakan dengan benar Memodifikasi Menjalankan Membuat ramalan Menghubungkan Menunjukkan Memecahkan Menggunakan (C4) Menganalisis Mengenali anggapan yang tidak
dinyatakan
Mengenali kesalahan logika dalam memberi alasan Membedakan antara fakta dengan kesimpulan
Mengevaluasi hubungan antar data
Menganalisis struktur organisasi
Memecahkan/menguraikan Membuat diagram Membeda-bedakan Memisah-misahkan Membedakan Mengidentifikasi Menggambarkan Menarik kesimpulan Membuat garis besar
(41)
suatu karya Menunjukkan Menghubungkan Memilih
Memisahkan Merinci (C5) Menilai Menimbang konsistensi yang
logis dari bahan tertulis
Menimbang seberapa jauh suatu kesimpulan disokong oleh data Menimbang nilai suatu karya dengan menggunakan tetapan luar yang baik
Menilai
Membandingkan Menyimpulkan Mempertentangkan\ Mengkritik
Mempertimbangkan kebenaran
Menginterpretasikan Menghubungkan Menyimpulkan Menyokong (C6) Membuat Menulis suatu tema yang
tersusun baik
Memberi ceramah yang tersusun baik
Menulis suatu naskah pendek yang kreatif
Mengintegrasikan pelajaran dari berbagai bidang kedalam suatu rencana untuk memecahkan suatu masalah
Menggabungkan Menghimpun Menyusun Mencipta
Mencipta rencana Merancang Membangkitkan Membuat modifikasi Mengorganisasikan Menyusun kembali Mengkonstruksi kembali Menghubungkan
Mengorganisasikan kembali Merevisi
Menulis kembali Menceritakan Menulis
(42)
2) Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
Tabel 2.2. Ranah Afektif
Jenjang Kemampuan Intelektual Kata Kerja Operasional
(A1) Menerima Mendengarkan dengan penuh perhatian
Menunjukkan kesadaran akan pentingnya belajar
Menunjukkan sensitifitas akan keperluan manusia dan persoalan-persoalan masyarakat
Menerima berbagai macam kebiasaan Menerima dengan baik segala aktivitas kelas
Bertanya Memilih Memberikan Mengikuti Memberi
Berpegang teguh Mengidentifikasi Melokalisir Memberi nama Menunjukkan point Memilih
Menjawab Menggunakan (A2) Menanggapi Melengkapkan pekerjaan rumah yang
ditentukan
Mentaati aturan-aturan sekolah
Ikut serta dalam diskusi-diskusi sekolah
Melengkapkan karya laboratorik Sukarela melaksanakan tugas-tugas khusus
Menyukai menolong orang lain
Menjawab Menghimpun Memperbincangkan Menolong
Memberi label Mempertunjukkan Mempraktekkan Mengemukakan Membaca Melaporkan Memilih Memberitakan Menuliskan
(43)
(A3) Keyakinan Menunjukkan kepercayaan akan proses demokrasi
Menghargai kepustakaan yang baik Menghargai peranan pengetahuan (disiplin lain) dalam kehidupan sehari-hari
Menunjukkan perhatian akan kesejahteraan orang lain/seseorang Menunjukkan sikap mau memecahkan masalah
Menunjukkan rasa wajib terhadap perbaikan masyarakat Melengkapi Menggambarkan Membeda-bedakan Menjelaskan Mengikuti Membentuk Memprakarsai Mengajak Mempelajari Bekerjasama Mempertimbangkan kebenaran Mengusulkan Membaca Melaporkan Memilih Ikut serta Berkarya (A4) Mengorganisasi
Mengenal perlunya keseimbangan antara kebebasan dan bertanggung jawab dalam demonstrasi
Mengenal peranan perencanaan yang sistematik dalam pemecahan persoalan Menerima tanggung jawab bagi perilakunya sendiri
Memahami dan menerima kekuatan dan keterbatasannya
Merumuskan rencana kehidupan yang selaras dengan kemampuannya, perhatiannya dan keyakinannya
Terikat Mengubah Menyusun Mengkombinasikan Membandingkan Melengkapi Mempertahankan Menjelaskan Menarikkesimpulan umum Mengidentifikasi Mengintegrasi Memodifikasi Mengurutkan Mengorganisasikan
(44)
Mempersiapkan Menghubungkan Mensintesa (A5) Menyatakan Menunjukkan keinsyafan yang benar
Menunjukkan kepercayaan diri untuk kerja sendiri
Mempraktekkan kerjasama dalam aktivitas golongan
Menggunakan langkah-langkah objektif dalam memecahkan persoalan dengan ketekunan, ketelitian, dan disiplin pribadi
Mempertahankan kebiasaan yang sehat
Bertindak
Membeda-bedakan Memperagakan Mempengaruhi Mendengarkan Mempertunjukkan Mempraktekkan Mengusulkan Mencapai keahlian Mempersoalkan Merevisi Melayani Memecahkan Menggunakan
Memeriksa kebenaran
3) Ranah Psikomotor
Meliputi lima aspek yaitu peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan.
Tabel 2.3. Ranah Psikomotor31
Jenjang Kemampuan Intelektual Kata Kerja Operasional
(P1) Peniruan Menirukan suatu gerak dengan tepat Menirukan sesuatu yang sudah jadi
Menarik Mengubah Membetulkan Menirukan Mengencangkan Memasang (P2) Memanipulasi Mempersiapkan alat-alat percobaan Menyusun
31 Nuryani Y.Rustaman.dkk, Strategi Belajar Mengajar Biologi,(Malang: UM Press, 2005), cet.1, h.37-43
(45)
dengan tepat
Memperbaiki kembali alat-alat laboratorium
Mengoperasikan alat-alat laboratorium dengan tepat
Membangun Menggunakan alat Memperbaiki Mengoperasikan Mencampur Mengidentifikasi (P3) Ketepatan Mendemonstrasikan suatu keahlian
Merakit alat dengan tepat dan cepat Melakukan pengukuran dengan teliti
Menyusun dengan tepat Membangun dengan teliti Menggunakan alat dengan benar Mencampur Menggunakan Mengaduk Membuat bagan Memperbaiki kembali Mengopersikan dengan benar
Mengkalibrasi (P4) Artikulasi Merakit beberapa alat untuk suatu
percobaan
Mengkombinasikan beberapa alat untuk suatu percobaan
Menciptakan cara baru dari suatu eksperimen Mencocokkan Mengidentifikasi Merakit Mengkombianasikan Menciptakan Mencampur Menghubungkan Menyusun Mewujudkan Menukar (P5) Pengalamiahan
Mengerjakan dengan teliti Melakukan sesuatu pekerjaan dengan terampil
Keterbiasaan dalam melakukan suatu pekerjaan Kebiasaan Terlatih Mahir Terampil Membina
(46)
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikian dimungkinkan karena pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan.32
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Berhasil tidaknya suatu proses belajar tergantung kepada berbagai faktor yang mempengaruhinya. Hasil belajar siswa dapat terlihat setelah siswa mengikuti suatu pembelajaran sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam mempelajari suatu pelajaran. Namun hasil belajar siswa ini sangat dipengaruhi oleh individu siswa tersebut maupun diluar siswa itu sendiri. Berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa digambarkan dengan ikhtisar berikut ini:33
Gambar 2.1. Faktor Yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar Siswa
32Rini Susanti, Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes, Jurnal Teknodik, No.17 Desember 2005, h. 178
33
httpeprints.uny.ac.id77903BAB%202%20-%2008108241136. h, 15. Diakses (12 Juli 2013) Dalam
Luar
Psikologis Fisiologis Lingkungan
Instrumental
Bakat, minat, Sikap, kecerdasan, motivasi Kondisi Panca Indera Kondisi fisik Kurikulum, Guru, Sarana dan fasilitas, manajemen Sosial Alam
(47)
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni :
1) Faktor Internal (faktor dari dalam siswa)
Faktor internal disebut juga faktor individu yaitu faktor yang terdapat pada organisme (siswa itu sendiri). Muhibin Syah menyebutkan bahwa termasuk faktor internal adalah aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisiologis mencakup kondisi tubuh siswa termasuk organ tubuh dan kondisi alat indera. Sedangkan aspek psikologis banyak sekali macamnya tetapi yang esensial antara lain kecerdasan (intelegensi), sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa.34
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa meliputi dua aspek, yaitu aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).
(a) Aspek Fisiologis
Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi jika disertai pusing kepala yang berat misalnya, dapat menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas.
Untuk dapat mempertahankan jasmani agar tetap bugar, siswa sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi.Selain itu, siswa juga dianjurkan untuk memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan.Hal ini penting, sebab kesalahan pola makan dan minum serta istirahat dapat menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.
(b) Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis, yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah : tingkat kecerdasan/ intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, serta motivasi dalam diri siswa itu sendiri.35
34 Muhibin Syah, Op.cit., h. 132. 35Ibid.,h. 144-147
(48)
Hilgard mendefinisikan minat sebagai “interest is persisting tendency to pay
attention to and enjoy some activity or content”. Minat besar pengaruhnya dalam belajar karena bila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa maka siswa tidak akan belajar dengan baik karena tidak ada daya tarik baginya. Minat dapat memusatkan perhatian yang intensif pada belajar yang dilakukan sehingga itulah yang memungkinkan siswa untuk belajar lebih giat.36 Motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorong untuk berbuat sesuatu.37 Menurut Hutabarat motivasi belajar adalah jantung kegiatan belajar, sesuatu yang membuat seseorang belajar, suatu pendorong yang membuat seseorang belajar. Keras atau tidaknya belajar yang dilakukan oleh siswa tergantung pada besar kecilnya motivasi belajar.38
2) Faktor Eksternal (faktor dari luar siswa)
Seperti faktor internal siswa, faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua aspek, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.
(a) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial mencakup lingkungan sosial sekolah, seperti halnya guru, para staff administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa.Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
(b) Lingkungan Nonsosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.
36 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), h. 58.
37 Muhibin Syah, Op.cit., h. 36
(49)
3) Faktor pendekatan belajar (metode belajar)
Yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Disamping faktor-faktor internal dan eksternal, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses pembelajaran siswa tersebut.
Tabel 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar39
Ragam Faktor dan Unsur-unsurnya
Internal Siswa Eksternal Siswa Pendekatan
1.Aspek Fisiologis : - tonus jasmani - mata dan telinga
1.Lingkungan Sosial : - keluarga
- guru dan staf - masyarakat - teman
1.Pendekatan Tinggi : - speculative
- achieving
2.Aspek Psikologis : - inteligensi
- sikap - minat - bakat - motivasi
2.Lingkungan nonsosial : - rumah
- sekolah - peralatan - alam
2.Pendekatan Menengah : - analitical
- deep
3.Pendekatan Rendah : - reproductive
- surface
3. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris ’science’. Kata ’science’ sendiri berasal dari bahasa latin ’scientia’ yang berarti saya tahu. ’Science’ terdiri dari social sciences (ilmu pengetahuan sosial) dan natural science (ilmu pengetahuan
39
(50)
alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja. 40
Menurut Abruscato, Joseph dan Derosa, Donald A, Sains adalah:41
“Sciences is the name we give to group of process throughwhich we can
sistematically gather information about the natural world. Sciences is also the knowledge gathered through the use of such process. Finally, sciences is characterized by those values and attitudes processed by people who use
scientific process to gather knowledge”
Pengertian Sains menurut uraian di atas adalah (1) Sains adalah sejumlah proses kegiatan mengumpulkan informasi secara sistematik tentang dunia sekitar, (2) Sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan tertentu, (3) Sains dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap para ilmuwan menggunakan proses ilmiah dalam memperoleh pengetahuan. Dengan kata lain, Sains adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut (sikap ilmiah).
Menurut H.W. Fowler, IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.42
Adapun Kardi dan Nur, IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati.43
Sedangkan menurut Wahyana, mengatakan, bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya
40Trianto. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2010), Cet. kedua, h. 136
41httpeprints.uny.ac.id77903BAB%202%20-%2008108241136.pdf. Diakses (13 Juli 2013) 42Trianto, Op.Cit
(51)
ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.44
Dari uraian penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah suatu kumpulan teori yang sistematik, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.
b. Fungsi dan Tujuan Ilmu Pengetahuan Alam
Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum sebagaimana termaktub dalam Taksonomi Bloom bahwa:
”Diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan
utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Disamping hal itu, pembelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan, dan apresiasi. Di dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya”. 45
Tujuan pembelajaran IPA adalah agar siswa kelak menjadi sumber daya manusia (SDM) yang handal.Menurut visi kita, sumber daya manusia yang perlu diwujudkan adalah sumber daya yang berkualitas paripurna, mencakup kualitas fisik-jasmaniah, dan mental-rohaniah, dengan ciri-ciri antara lain sebagai berikut: 1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa antara lain dengan
kejujuran dan akhlak mulia.
2) Berbudaya Iptek sehingga mampu menerapkan, mengembangkan, dan menguasai Iptek yang berakar pada nilai-nilai budaya bangsa.
44Ibid.
(52)
3) Menghargai waktu dan mempunyai etos kerja dan disiplin yang tinggi. 4) Kreatif, produktif, efisien, dan berwawasan keunggulan.
5) Mempunyai wawasan kewiraswastaan dan kemampuan manajemen yang handal.
6) Mempunyai daya juang yang tinggi.
7) Mempunyai wawasan kebangsaan yang mengutamakan kesatuan dan persatuan bangsa
8) Mempunyai tanggung jawab dan solidaritas yang tinggi.
9) Mempunyai ketangguhan moral yang kuat sehingga tidak tergusur oleh arus negatif globalisasi.
10)Mempunyai kesehatan fisik yangprima sehingga dapat berfikir dan bekerja secara produktif.
Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi adalah sebagai berikut.
1) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
3) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi. 4) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.46
Dari fungsi dan tujuan tersebut kiranya dapat dipahami bahwa hakikat IPA semata-mata tidaklah pada dimensi pengetahuan (keilmuan), tetapi lebih dari itu, IPA lebih menekankan pada dimensi nilai ukhrawi, dimana dengan memerhatikan kekuatan yang Maha dasyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Allah swt. Dengan dimensi ini IPA hakikatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang selama ini dianggap cakrawala kosong, karena suatu anggapan antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak
46Ibid., h. 138
(53)
mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Padahal senyatanya terdapat benang merah ketertautan di antara keduanya.47
Karakteristik tersebut di atas, telah dirumuskan dengan baik sebagai Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Rumusan itu ialah, manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa, cerdas, kreatif, terampil, sehat jasmani dan rohani, maju, mandiri dan berkepribadian Indonesia.Namun pada perkembembangannya Sistem Pendidikan ini direvisi dan disempurnakan kembali dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,48 bahwa Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu, bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.49
Dapat memahami fenomena serta gejala-gejala alam yang ingin, sedang dan akan terjadi. Kompetensi IPA siswa mencakup keterampilan: mengidentifikasi, meramalkan dan mengeskploitasi. Mengidentifikasi berarti mencari bukti, menetapkan dan atau menentukan, membayangkan hal-hal yang sedang, telah atau yang akan terjadi (dalam hal ini dari fenomena atau kenampakan alam). Mengeksploitasi berarti penguasaan dan pendayagunaan atau pemanfaatan lingkungan atau alam sekitar untuk keuntungan sendiri atau orang banyak. Keterampilan IPA harus dimiliki oleh siswa setelah belajar IPA.
47Ibid.
48Abdul Razak, dkk, Kompilasi Undang-undang dan Peraturan Bidang Pendidikan,(Jakarta, FITK Press Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010), hal. 3 49Op.Cit, hal. 6
(54)
c. Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Hasil belajar IPA adalah segenap perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa dalam bidang IPA sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran IPA.50 Hasil belajar biasanya dinyatakan dengan skor yang diperoleh dari satu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai mengikuti suatu program pembelajaran. Hal ini sesuai dengan dimensi hasil belajar yang terdiri atas dimensi tipe isi (produk), dimensi tipe kinerja (proses), dan dimensi tipe sikap (sikap ilmiah). Penguasaan produk ilmiah mengacu pada seberapa besar siswa mengalami perubahan dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang IPA baik berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, maupun teori. Aspek produk IPA dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan dalam pokok-pokok bahasan yang menjadi target program pembelajaran yang harus dikuasai. Aspek produk seperti fakta, konsep, dan prinsip, hukum, maupun teori sering disajikan dalam bentuk pengetahuan yang sudah jadi.
Penguasaan proses ilmiah mengacu pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam kemampuan proses keilmuan yang terdisi atas keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses terintregasi. Untuk tingkat pendidikan dasar di SD maka penguasaan proses sains difokuskan pada keterampilan proses sains dasar (basic science process skils) yang meliputi keterampilan mengamati (observasi), menggolongkan (klasifikasi), menghitung , meramalkan (prediksi), menyimpulkan (inferensi), dan mengkomunikasikan (komunikasi).
Penguasaan sikap ilmiah atau sikap sains merujuk pada sejauh mana siswa mengalami perubahan dalam proses keilmuan. Sikap ilmiah sangat penting dimiliki pada semua tingkatan pendidikan. Sains adalah hasrat ingin tahu, menghargai kenyataan (fakta dan data), ingin menerima ketidakpastian, refleksi kritis dan hati-hati, tekun, ulet, tabah, kreatif untuk penemuan baru, berpikiran terbuka, sensitif terhadap lingkungan sekitar, bekerja sama dengan orang lain.
50 httpeprints.uny.ac.id77903BAB%202%20-%2008108241136.pdf. h, 16. Diakses (12 Juli 2013)
(55)
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yaitu;
1. Maftuhah, NIM. 102016023905, Pengaruh Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XII SMA Dalam Konsep Substansi Genetika. Diperoleh hasil penelitian bahwa perbedaan penggunaan model pembelajaran bermain peran (role playing) dan metode konvensional (ceramah) dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.51
2. Hasil penelitian Tien Kartinidalam Jurnal Pendidikan Dasar Nomor:8-Oktober 2007, dengan judulPenggunaan Metode Role Playing untuk Meningkatkan Minat Siswa Dalam Pembelajaran Pengetahuan sosial di Kelas V SDN Cileunyi I Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung. Diperoleh kesimpulan penggunaan metode bermain peran(role playing) efektif digunakan dalam pembelajaran IPS. Siswa tampak lebih berminat dan antusias untuk melaksanakan belajar. Tingkat partisipasi siswa lebih baik serta kemampuan menggunakan pendapat dan saran juga menjadi lebih baik.52
3. Hasil penelitian Yulia Siska, Mahasiswa S2 Program Studi Pendidikan Dasar Sekolah Pascasarjana, dalam jurnal edisi khusus No.2, Agustus 2011 dengan judul Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) Dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial Dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Diperoleh hasil penelitian penerapan metode bermain peran (role playing) memberikan kontribusi yang sangat besar pada keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak di TK.53
51Maftuhah, Pengaruh Model Pembelajaran Bermain Peran (Role Playing) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas XII SMA Dalam Konsep Substansi Genetika, (Jakarta: Skrips Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008), hal.60-61
52Tien Kartini, Penggunaan Metode Role Playing Untuk Meningkatkan Minat SiswaDalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Kelas V SDN Cileunyi I Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung,Penggunaan_Metode_Role_Playing_untuk_Meningkatkan_Minat_Siswa_dalam_ Pembelajaranhttpebookdig.comsearchebookpdfpembelajaran-role-playing.html. Diakses (12 Juli 2013)
53Yulia Siska, Penerapan Metode Bermain Peran (Role Playing) dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini, httpejournal.upi.edufile4-yulia_siska-edit.pdf. Diakses (06 Juli 2013)
(56)
C. Kerangka Berpikir
Proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Selama ini proses belajar mengajar IPA hanya menghafalkan fakta, prinsip, atau teori saja. Untuk itu perlu dikembangkan suatu metode pembelajaran IPA yang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-idenya.Hal ini dapat dibantu melalui penggunaan metode bermian peran (role playing).
Materi penggolongan hewan merupakan salah satu materi yang pembelajarannya tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal teori-teori tetapi juga menuntut siswa untuk mengerti konsep yang terkandung di dalamnya serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari melalui pengalaman nyata. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk menghubungkan antara materi yang diajarkan di sekolah dengan situasi dunia nyata siswa, sehingga siswa akan termotivasi untuk membuat hubungan antar pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan mereka sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa dalam mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru ketika ia belajar. Salah satu metode konsep pembelajaran yang menerapkan pendekatan kontekstual adalah metode bermain peran (role playing).
Metode bermain peran (role playing) merupakan suatu strategi yang berpusat pada siswa, dimana siswa dibawa kepada pengalaman yang berkaitan dalam kehidupannya sehari-hari, dalam suatu persoalan untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu prosedur dan struktur kelompok atau individu yang digariskan secara jelas. Dengan metode bermain peran (role playing) inilah siswa akan memiliki keterampilan konseptual, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan yang sangat bermanfaat dalam mengahadapi masalah yang rumit dalam kehidupannya, terlebih lagi dalam mata pelajaran IPA.
(57)
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “terdapat peningkatan hasil belajar konsep penggolongan hewan dengan menggunakan metode pembelajaran bermain peran (role playing)”
Ho : Tidak ada pengaruh hasil belajar antara siswa yang diberikan metode Pembelajaran bermain peran (role playing) dengan siswa yang tidak diberikan metode pembelajaran bermain peran (role playing).
Ha : Ada pengaruh hasil belajar antara siswa yang diberikan metode Pembelajaran bermain peran (role playing) dengan siswa yang tidak diberikan metode pembelajaran bermain peran (role playing).
(1)
4x6
3x4
2x3
Scanned by CamScanner
(2)
4x6
3x4
2x3
Scanned by CamScanner
(3)
4x6
3x4
2x3
(4)
4x6
3x4
2x3
(5)
(6)
RIWAYAT PENULIS
Agus Triyanto. Anak ke-tiga dari pasangan Bapak Sumardi dengan Ibu Ponimah. Lahir di Jakarta tanggal 14 Oktober 1981. Alamat di Jl. Kebon Baru Gang VII Blok R No. 16 C RT.011, RW.008, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing. Jakarta Utara. 14130.
Riwayat Pendidikan
Penulis sekolah dasar di SDN Tugu Utara 18 Petang Jakarta lulus tahun 1994, melanjutkan sekolah ke SMP Swasta Hang Tuah I Jakarta lulus tahun 1998, kemudian melanjutkan sekolah ke SMKN 36 Jakarta (STM 9) Jurusan Automotif lulus tahun 2001. Pendidikan terakhir penulis tempuh di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI). Selain sebagai mahasiswa penulis juga berprofesi sebagai guru di Madrasah Ibtidaiyah Nur-Attaqwa Kelapa Gading Jakarta dari tahun 2003 sampai dengan sekarang di bawah naungan Kementerian Agama.