Uji Rasio Pengembangan Analisis Fisik
28
jewawut tidak sosoh adalah 3.54 kgf untuk perlakuan kecepatan ulir 22 Hz dan 3.30 kgf untuk perlakuan kecepatan ulir 25 Hz. Hasil analisa menunjukkan bahwa produk yang
memiliki tingkat kekerasan tertinggi, yaitu produk ekstrudat yang berasal dari jewawut tidak sosoh dengan kecepatan ulir 22 Hz. Produk yang memiliki tingkat kekerasan
terendah, yaitu produk yang berasal dari jewawut sosoh dengan kecepatan ulir 25 Hz. Semua nilai di atas menunjukkan bahwa kekerasan dari produk ekstrusi jewawut sama
seperti produk ekstrusi yang umumnya dibuat dari jagung. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Apriyani 2009 yang menguji kekerasan produk ekstrusi yang dibuatnya
berkisar antara 2.17 hingga 5.89 kgf.
Hasil dari ANOVA Lampiran 7 menunjukkan bahwa penyosohan dan kecepatan
ulir ekstruder memberikan pengaruh terhadap kekerasan dilihat dari nilai signifikansinya 0.004 yang lebih kecil dari taraf
α=0.05. Berdasarkan uji lanjut Duncan, pada selang kepercayaan 95, tingkat kekerasan pada ekstrudat jewawut sosoh dengan kecepatan ulir
25 Hz berbeda nyata dengan ekstrudat sosoh 22 Hz, ekstrudat tidak sosoh 22 Hz dan ekstrudat tidak sosoh 25 Hz. Ekstrudat yang berasal dari jewawut sosoh dengan kecepatan
ulir 22 Hz tidak berbeda nyata dengan ekstrudat tidak sosoh 25 Hz, namun berbeda nyata dengan ekstrudat sosoh 22 Hz dan tidak sosoh 22 Hz. Sementara ekstrudat tidak sosoh 22
Hz berbeda nyata dengan ekstrudat sosoh 22 Hz, ekstrudat sosoh 25 Hz dan ekstrudat tidak sosoh 25 Hz.
Produk dengan kecepatan ulir lebih rendah akan memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Produk yang berasal dari jewawut yang tidak disosoh memiliki nilai
kekerasan lebih tinggi dibandingkan produk yang berasal dari jewawut yang disosoh. Hal ini sejalan dengan yang pernyataan Tripalo et al., 2006 yang menyebutkan bahwa
kecepatan ulir dan temperatur memiliki efek negatif terhadap kekerasan. Sehingga menaikkan kecepatan ulir ekstruder akan menurunkan nilai kekerasan produk.
Jewawut yang mengalami penyosohan akan mengalami pengurangan bagian kulit ari dan embrio. Bagian kulit ari adalah bagian jewawut yang kaya serat, sedangkan bagian
embrio kaya akan protein dan asam lemak FAO, 1995. Menurut Huber 2001, serat akan mengurangi pengembangan produk ekstrusi dan dapat bertindak sebagai bulking
agent. Produk yang kurang mengembang cenderung lebih padat sehingga memberikan tekstur produk yang lebih keras. Lemak dapat berikatan dengan pati membentuk struktur
baru Mercier dan Feillet, 1975. Struktur baru terbentuk dengan adanya ikatan antar amilosa dan asam oleat yang mampu menurunkan swelling power dari pati Radley,
1976. Karena itu, penggunaan bahan baku jewawut tidak sosoh akan menghasilkan tekstur produk yang lebih keras jika dibandingkan produk yang berbahan dasar jewawut
tidak sosoh pada kondisi yang sama. Semakin tinggi nilai kekerasan maka produk tersebut mempunyai tekstur relatif keras dan bersifat kurang renyah dibandingkan produk yang
memiliki nilai kekerasan lebih rendah Melianawati, 1998.