Bab 13 Hak Asasi dan Demokrasi
I. Hak Asasi
Hak Asasi berarti apa yang kita miliki, hak kita, kepunyaan kita. “Lalu kata Yesus kepada mereka: Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar
dan   kepada   Allah   apa   yang   wajib   kamu   berikan   kepada   Allah   Mereka   sangat   heran mendengar Dia.”Mark 12:17  Ajaran sosial Gereja menegaskan: “karena semua manusia
mempunyai jiwa berbudi dan diciptakan menurut citra Allah, karena mempunyai kodrat dan asal yang sama, serta – karena penebusan Kristus – mempunyai panggilan dan tujuan ilahi
yang sama, maka kesamaan asasi antara manusia harus senantiasa diakui” GS 29. Dari ajaran di atas tampak pandangan Gereja tentang hak asasi, yakni hak yang melekat
pada diri manusia sebagai insan, ciptaan Allah. Hak ini tidak diberikan kepada seseorang karena kedudukan, pangkat, atau situasi; hak ini dimiliki setiap orang sejak lahir, karena dia
seorang manusia. Hak ini bersifat asasi bagi manusia, karena kalau hak ini diambil, ia tidak dapat hidup sebagai manusia lagi. Oleh karena itu, hak asasi manusia merupakan tolak ukur
dan pedoman yang tidak dapat diganggu-gugat dan harus ditempatkan di atas segala aturan hukum. Gereja mendesak diatasinya dan dihapuskannya “setiap bentuk diskriminasi, entah
yang bersifat sosial atau kebudayaan, entah yang didasarkan pada jenis kelamin, warna kulit, suku,   keadaan   sosial,   bahasa   ataupun   agama   karena   berlawanan   dengan   maksud   dan
kehendak Allah” GS 29.
Perumusan Hak Asasi Manusia
Hak – hak asasi merupakan hak yang universal, artinya hak – hak itu menyangkut semua orang,   berlaku   dan   harus   diberlakukan   di   mana   –   mana.   Hak-hak   asasi   manusia   untuk
pertama kalinya dirumuskan di Barat, di dalam suasana liberal abad ke-18. Bahasa liberal itu masih sering terasa dalam perumusan-perumusan itu.
Rumus   pernyataan   oleh   Majelis   Umum   PBB   pada   10   Desember   1948   Universal Declaration   of   Human   Rights   pada   umumnya   dilihat   sebagai   titik   tolak   untuk   semua
pemikiran dan rumus lebih lanjut. Pernyataan PBB itu pada tahun 1966 dilengkapi dengan
69
dua pernyataan khusus supaya hak-hak asasi mendapat kekuatan yang mengikat: Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Perjanjian Internasional
tentang   Hak-hak   Sipil   dan   Politik.   Hak-hak   asasi   dirumuskan   lagi   secara   khusus   dalam Persetujuan Helsinki 1975; Piagam Afrika mengenai Hak-hah Manusia dan Bangsa-bangsa
1981; Deklarasi Kairo mengenai Hak-hak Manusia dalam Islam 1990. Dari   pihak   Gereja,   ensiklik   Yohanes   XXIII Mater   et   Magistra 15   Mei   1961   dan
terutama Pacem in Terris 11 April 1963 untuk pertama kali merumuskan hak-hak asasi. Kemudian Konsili Vatikan II 1962-1965 berulang kali berbicara mengenai hak-hak asasi
manusia,   terutama   di   dalam   konstitusi. Gaudium   et   Spes dan   deklarasi Dignitatis Humanae mengenai   kebebasan   beragama.   Paulus   VI   dalam   ensikliknya Populorum
Progressio 26 Maret 1967 meneruskan pandangan Paus Yohanes. Pada 10 Desember 1974 panitia kepausan “Justitia et Pax” menerbitkan sebuah kertas-kerja “Gereja dan Hak-hak
Asasi   Manusia”   sebagai   pedoman   untuk   komisi-komisi   nasional.   Komisi   Teologis Internasional juga mengeluarkan sejumlah “Tesis mengenai Martabat serta Hak-hak Pribadi
Manusia”   6   Oktober   1984.   Ensiklik   Paus  Yohanes   Paulus   II, Sollicitudo   Rei   Socialis, menjelaskan   usaha   perkembangan   pertama-tama   sebagai   penegakan   hak-hak   asasi,
dan Centesimus Annus menyebutnya sebagai dasar demokrasi. Keterbatasan perumusan hak-hak asasi manusia dalam konteks kebudayaan tertentu tidak
berarti menolak sifat universalnya. Bahwasanya rumus dan pengertian hak asasi ditentukan oleh lingkup kebudayaan, seharusnya membuat orang makin peka, agar jangan sampai ada
penderitaan   sesama   yang   tidak   diperhatikan   dan   jangan   sampai   ada   hak   seseorang   yang dilanggar.   Menolak   sifat   universal   hak-hak   asasi   manusia   berarti   menyangkal   unsur
manusiawi   yang   terdapat   dalam   setiap   kebudayaan,   dan   yang   dapat   dijembatani   melalui komunikasi lintas budaya. Apa yang termasuk hak -hak asasi dapat digolongkan dalam dua
kelompok: 1 hak-hak sipil dan politik dan 2 hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak sipil dan politik lebih menyangkut hubungan warga negara dan pemerintahan,
serta menjamin agar setiap warga memperoleh kemerdekaan. Hak-hak ini meliputi: hak atas hidup, hak kebebasan berpikir dan hak kebebasan menyatakan pendapat, hak kebebasan hati-
nurani dan agama, serta hak kebebasan berkumpul atau berserikat; hak atas kebebasan dan keamanan dirinya; hak atas kesamaan di depan hukum dan hak atas perlindungan hukum di
hadapan pengadilan dalam hal penangkapan, penggeledahan, penahanan, penganiayaan, dan sebagainya;   hak  atas  partisipasi   dalam   pemerintahan   berpolitik,  dan   lain-lain.  Hak-hak
ekonomi, sosial, dan budaya lebih menyangkut hidup kemasyarakatan dalam arti luas dan menjamin   agar   orang   dapat   mempertahankan   kemerdekaan.   Hak-hak   itu   meliputi:   hak
70
mendirikan keluarga serta hak atas kerja, hak atas pendidikan, hak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya sendiri dan keluarga, dan hak atas jaminan waktu sakit dan di hari
tua, Ada pula hak atas lingkungan hidup yang sehat serta hak para bangsa atas perdamaian dan perkembangan.
Hak Asasi Manusia dalam Terang Injil
Injil menerangi manusia, agar manusia dapat meraih tujuan hidupnya dan mengenal jalan yang membawanya kepada tujuan itu. Dilihat dari terang Injil, manusia terpanggil dan wajib
mengusahakan apa yang sedang bergerak di dunia sebagai gerakan hak-hak asasi manusia. Dalam terang Injil dilihat bahwa manusia, yang diakui dan dipanggil Tuhan sebagai sahabat-
Nya, hanya dapat menjawab panggilan Tuhan itu dalam solidaritas. Sebab “tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau
perempuan, tetapi semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” Gal 3:28. Sejarah keselamatan adalah sejarah pembebasan, di dalamnya terlihat perhatian khusus
Tuhan   akan   kaum   miskin   dan   yang   tertindas.  Apa   yang   dikatakan   Tuhan   kepada   Musa terulang  dalam  seluruh sejarah  keselamatan:  “Aku  telah  memperhatikan  dengan  sungguh
kesengsaraan   umat-Ku,   dan   Aku   telah   mendengar   seruan   mereka,   ya   Aku   mengetahui penderitaan   mereka.   Sebab   itu  Aku   telah   turun   untuk   melepaskan   mereka”   Kel   3:7-8.
Memang, “Tuhan mendengarkan orang-orang miskin, dan tidak memandang hina orang- orang-Nya dalam tahanan” Mzm 69:34.  Orang miskin dan yang tak berdaya mendapat
perhatian khusus dari Tuhan. Hak – hak asasi harus diperjuangkan untuk orang yang lemah, yang tidak berdaya dalam masyarakat. Dasar perjuangan itu adalah tindakan Tuhan sendiri
yang melindungi orang yang tidak mempunyai hak dan kekuatan, Maka “hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati” Luk 6:36. Dalam Yes 10:1-2 dibaca
ancaman ini: “Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan mengeluarkan   keputusan-keputusan   kelaliman,   untuk   menghalang-halangi   orang   lemah
mendapat   keadilan,   dan   untuk   merebut   hak   orang-orang   sengsara   di   antara   umat-Ku, supaya dapat merampas milik janda-janda dan dapat menjarah anak-anak yatim”.
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk yang berdaulat, dan semua hak manusia adalah hak mengembangkan diri sebagai citra Allah. Hak manusia dilindungi Tuhan, terutama
bila ia sendiri tidak mampu membela diri. Bahkan di tempat manusia kehilangan haknya, karena kesalahan dan dosanya sendiri, di sana Tuhan tetap membela dan melindunginya:
“apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat; dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah; bahkan apa yang tidak berarti,
71
dipilih Allah untuk meniadakan yang berarti, supaya jangan ada orang yang memegahkan diri di hadapan Allah” 1Kor 1:27-29. Kasih Tuhan senantiasa menjadi dasar terdalam hak
asasi manusia. Hak-hak asasi itu diperjuangkan dalam pembelaan kaum tertindas dan oleh bangsa-bangsa   yang   mencari   kemerdekaan.   Semua   perjuangan   itu   merupakan   langkah-
langkah dalam sejarah Allah bersama manusia yang malang dan miskin.
Perjuangan Menegakkan Hak Asasi Manusia
Adalah “tugas – kewajiban semua orang beriman melibatkan diri dalam pembelaan hak-hak asasi manusia” Sinode Para Uskup, 1987, khususnya dalam pelaksanaannya yang
konkret.   “Gereja   menerima   dari   Kristus   tugas-perutusan   untuk   mewartakan   amanat   Injil. Itulah sebabnya mengapa Gereja mempunyai hak, bahkan kewajiban, untuk memaklumkan
keadilan pada tingkat lokal, nasional, dan internasional, serta mencela ketidakadilan, apabila itu dituntut oleh hak-hak asasi manusia serta pelestariannya. Sebagai persekutuan keagamaan
yang hierarkis, Gereja memang tidak mempunyai tugas menyumbangkan pemecahan konkret dalam bidang sosial, ekonomi, dan politik untuk keadilan di dunia.
Tetapi Gereja tetap bertugas membela dan memajukan martabat dan hak-hak asasi pribadi manusia” Sinode Para Uskup, 1971; lih. KHK kan, 747 § 2. Dan itu berarti bahwa
Gereja berhak “memberi pertimbangan moral, juga dalam hal-hal yang menyangkut bidang politik, apabila hal itu dituntut oleh hak-hak asasi manusia atau keselamatan jiwa-jiwa” GS
76.   Untuk   itu   perlu   refleksi   atas   situasi   kehidupan   yang   konkret   berdasarkan   pedoman- pedoman yang diberikan oleh Gereja. Di sana terjadi perjumpaan iman dan rasio, Perjumpaan
itu   merupakan   upaya   menciptakan   situasi   hidup,   yang   memungkinkan   pribadi   manusia berkembang sesuai dengan panggilannya tanpa pemaksaan pendapat Gereja terhadapnya.
Gereja seluruhnya harus berjuang, tetapi semua anggota, imam dan awam, mengambil bagian menurut tempat dan panggilannya masing-masing. Di dalam semua kegiatan konkret
itu,   perhatian   Gereja   seharusnya   menjadi   “tanda   dan   pelindung   martabat   luhur   pribadi manusia” GS 76. Hak-hak asasi dan semua tata hukum lainnya hanya akan terlaksana, kalau
dalam   masyarakat   ada   kesadaran   etis   yang   mengikat.   Gereja   masih   harus   berusaha membangun   keterpaduan   antar-warga-masyarakat   dalam   semangat   cinta-kasih   dan
perdamaian.   Menegakkan   keterpaduan   dalam   masyarakat   merupakan   sumbangan   khas kelompok-kelompok   agama.   Bersama   dengan   orang   beragama   lain,   umat   Kristen   harus
memperjuangkan keadilan dalam persaudaraan dengan semua orang.
72
II. Demokrasi