V. Agama Secara umum
A. Pengertian Agama
Agama   adalah   sebuah   koleksi   terorganisir   dari   kepercayaan,   sistem   budaya,   dan pandangan   dunia   yang   menghubungkan   manusia   dengan   tatananperintah   dari
kehidupan.Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan  atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta.
Dari keyakinan merekatentang kosmos dan sifat manusia, orang memperoleh moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup yang disukai. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200
agama di dunia. Para   pakar   memiliki   beragama   pengertian   tentang   agama.Secara   etimologi,   kata
“agama” bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan diambil dari istilah bahasa Sansekerta yang menunjuk pada sistem kepercayaan dalam Hinduisme dan Budhisme di India.Agama
terdiri dari kata “a” yang berarti “tidak”, dan “gama” berarti kacau.Dengan demikian, agama adalah sejenis peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan
menusia menuju keteraturan dan ketertiban.
Ada pula yang menyatakan bahwa agama terangkai dari dua kata, yaitu a yang berarti “tidak”, dan gam yang berarti “pergi”, tetap di tempat, kekal-eternal, terwariskan secara turun
temurun. Pemaknaan seperti itu memang tidak salah karena dala agama terkandung nilai-nilai universal yang abadi, tetap, dan berlaku sepanjang masa.Sementara akhiran a hanya memberi
sifat tentang kekekalan dankarena itu merupakan bentuk keadaan yang kekal. Ada juga   yang menyatakan bahwa agama terdiri dari tiga suku kata, yaitu: a-ga-
ma. A berarti awang-awang , kosong atau hampa. Ga berarti tempat yang dalam bahasa Bali disebut genah.  Sementara maberarti matahari, terang atau sinar. Dari situ lalu diambil satu
18
pengertian bahwa agama adalah pelajaran yang menguraikan teta cara yang semuanya penuh misteri kareana Tuhan dianggap bersifat rahasia.
Kata   tersebut   juga   kerap   berawalan i dan   atau u,  dengan   demikian   masing-masing berbunyi igama dan ugama.   Sebagian   ahli   menyatakan   bahwa agama-igama-ugama adalah
koda   kata   yang   telah   lama   dipraktikkan   masyarakat   Bali.   Orang   Bali memaknai agama  sebagai   peraturan,   tata   cara,   upacara   hubungan   manusia   denga   raja.
Sedangkan igama adalah   tata   cara   yang   mengatur   hubungan   manusia   denga   dewa-dewa. Sementara ugama dipahami sebagai tata cara yang mengatur hubungan antarmanusia.
Dalam bahasa Belanda, Jerman, dan Inggris, ada kata yang mirip sekaligus memilliki kesamaan   makna   dengan   kata   “gam”.Yaitu ga atau gaa dalam   bahasa   Belanda; gein dalam
bahasa Jerman, dan godalam bahasa Inggris. Kesemuanya memiliki makna yang sama atau mirip,   yaiut   pegi.   Setelah   mendapatkan   awalan   dan   akhiran a, ia   mengalami   perubahan
makna. Dari bermakna pergi  berubah menjadi jalan. Kemiripan seperti ini mudah dimaklumi karena   bahasa   Sansekerta,   Belanda,   Jerman,   dan   Inggris,   kesemuanya   termasuk   rumpun
bahasa Indo-Jerman. Selain   itu,   dikenal   pula   istilah religion bahasa   Inggris, religio atau religi  dalam
bahasa   Latin, al-dindalam   bahasa   Arab,   dan dien dalam   bahasa   Semit.   Kata-kata   itu ditengarai   memiliki   kemiripan   makna   dengan   kata   “agama”   yang   berasal   dari   bahasa
Sansekerta itu. Religious Inggris berarti kesalehan, ketakwaan, atau sesuatu yang  sangat mendalam dan berlebih-lebihan. Yang lain menyatakan bahwareligion adalah:keyakinan pada
Tuhan atau kekuatan supramanusia untuk disembah sebagai pencipta dean penguasa alam semesta; sistem kepercayaan dan peribadatan tertentu.
Menurut   Olaf   Scuhman,   baik religion maupun religio, keduanya   berasala   dari   akar kata yang sama, yaitu religare   yang berarti “mengikat kembal”, atau dari kata relegere yang
berarti “menjauhkan, menolak, melalui”. Arti yang kedua, relegere dipegang oleh pujangga ada   filosof   Romawi   Cicero   dan   Teolog   Protestan   Karl   Barth,   dan   sebab   itu   mereka
melihat religio sebagai   usaha   manusia   yang   hendak   memaksa   Tuhan   untuk   memberikan sesuatu, lalu manusia menjauhkan diri lagi.
Sedangkan   arti   yang   pertama, religare, dipegang   oleh   gereja   Latin   Roma Katolik.Erasmus   dari   Rotterdam   1469-1539   menyatakan   bahwa   paham   ini   dikaitkan
dengan sikap manusia yang benar terhadap Tuhan.Benar pula, karena ajara-ajaran agama memang mempunyai  sifat  mengikat bagi  manusia yang  mempercayainya.Agama  religio
dalam   arti religare juga   berfungsi   untuk   merekatkan   pelbagai   unsur   dalam   memelihara
19
keutuhan diri manusia, diri orang per orang atau diri sekelompok orang dalam hubungannya terhadap Tuhan, terhadap sesama manusia, dan terhadap alam sekitarnya.
Sementara   Sayyed   Hossein   Nasr   mengatakan   “religare”   yang   berarti   “mengikat” merupakan lawan dari “membebaskan”. Ajaran Sepuluh Perintah Ten Commandments ya
ng   membentuk   fondasi   moralitas   Yahudi   dan   Kristen   terdiri   dari   sejumlah   pernyataan “janganlah kamu”, yang menunjukkan suatu pembatasan dan bukan pembebasan .
Mukti Ali mengatakan, agama adalah percaya pada adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum-hukum   yang   diwahyukan   kepada   utusanNya   bagi   kebahagiaan   hidup   manusia   di
dunia   dan   akhirat.Mukti   Ali   membatasi   pengertian   agama   pada   kepercayaan   dan hokum.Mehdi Ha’iri Yazdi berpendapat, agama adalah kepercayaan kepada Yang Mulak atau
Kehendak Mutklak sebegai kepedulian tertinggi. Pengertian inimenjadikan Tuhan sebagai focus  perhatian  dan kepedulian  tertinggi  agama  sehingga  agama  cenderung  mengabaikan
persoalan   kemanusiaan.  Agama   akhirnya   bersifat   teosentris,   tanpa   perhatian   yang   cukup terhadap soal-soal kemiskinan dan keterbelakangan umat.
Harun   Nasution   mengemukakan   pelbagai   pengertian   tentang   agama   yang dikemukakan sejumlah ahli, yaitu:
1. Pengakuan   terhadap   adanya   hubungan   manusia   dengan   kekuatan   gaib   yang   harus dipatuhi;
2. Pengakuan   terhadap   adanya   hubungan   manusia   dengan   kekuatan   gaib   yang menguasai manusia;
3. Mengikatkan diri  pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan
manusia; 4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu;
5. Suatu sistem tingkah laku code of conduct yang berasal dari suatu kekuatan gaib; 6. Pengakuan   terhadap   adanya   kewajiban-kewajiban   yang   diyakini   bersumber   pada
kekuatan gaib; 7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari \perasaan takut terhadap kekuatan
misterius yang terdapat di alam sekitar manusia; 8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.
B. Ruang Lingkup Agama