Kepemimpinan Kepala Ruangan Pembahasan

Rata-rata rangking untuk telling adalah 26.07, selling adalah 34.54, participating adalah 50.95, dan delegating adalah 49.50. Rangking yang lebih kecil diduga mempunyai motivasi kerja yang rendah. Interpretase makna lainnya dilakukan dengan melihat nilai p, dari tabel 5.6 diperoleh nilai signifikansi p = 0,001. Oleh karena nilai p 0,05 yang menjelaskan bahwa Ho ditolak, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara perilaku kepemimpinan kepala ruangan terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di RS Islam Malahayati Medan.

5.2. Pembahasan

Pembahasan dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang kepemimpinan kepala ruangan dan pengaruhnya terhadap motivasi kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan.

5.2.1. Kepemimpinan Kepala Ruangan

Analisa data dari 88 responden penelitian diperoleh data bahwa kepemimpinan kepala ruangan telling adalah yang paling sedikit yakni sebesar 8 tabel 5.2, dimana 85,7 kepala ruangan sering memberikan instruksi kepada perawat pelaksana dalam menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa terlebih dahulu berdiskusi dengan perawat dan kepala ruangan sering mengumumkan perubahan peraturan tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu kepada perawat pelaksana lampiran 7. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mangkunegara 2007 yang menyatakan bahwa kepemimpinan telling biasanya mendikte tugas kerja, langkah- langkah kegiatan ataupun menentukan sendiri kebijakan yang dipilih. Meskipun memiliki frekuensi yang sedikit menunjukkan bahwa kepemimpinan jenis ini Universitas Sumatera Utara masih diperlukan bagi kepala ruangan untuk memberikan instruksi dalam setiap pemberian asuhan keperawatan, dan tepat diterapkan seperti halnya pada kondisi dimana perawat yang baru masuk kerja dan tidak mengetahui apa yang harus dikerjakan. Tabel 5.5. menjelaskan bahwa dari tujuh kepala ruangan yang memiliki kepemimpinan telling mampu membuat 28,6 perawat pelaksana menjadi tinggi motivasi kerjanya. Data tambahan yang diperoleh peneliti dari hasil wawancara yang dilakukan saat pengumpulan data dengan kepala administrasi RS Islam Malahayati Medan yang menyebutkan bahwa terdapat beberapa perawat baru masuk setiap tahunnya, sehingga kemampuan profesional keperawatan dan pengolahan sumber daya manusia terbatas. Oleh karena itu, perilaku telling masih lebih efisien diterapkan oleh seorang kepala ruangan jika menghadapi situasi tersebut. Sependapat dengan Daft 2003 yang menjelaskan bahwa situasi dimana rendahnya kesiapan bawahan dalam menerima tanggung jawab pekerjaan dibutuhkan kepemimpinan yang berorientasi pada pekerjaan lebih tinggi dibandingkan dengan berorientasi terhadap hubungan dengan bawahannya sehingga kepemimpinan cenderung bersifat otoriter. Secara keseluruhan perawat pelaksana memiliki motivasi kerja sedang yakni 71,4 dari kepemimpinan kepala ruangan telling tabel 5.5. Hal ini bisa disebabkan oleh kepala ruangan yang terlalu otoriter di ruangan, seperti yang diungkapkan salah seorang perawat pelaksana dari hasil wawancara yang menyatakan bahwa kepala ruangan terlalu mengawasi pekerjaan mereka dan terlalu banyak memberikan instruksi kepada perawat. Sependapat dengan Partomuan 2009 yang menjelaskan bahwa pemimpin yang cenderung memaksakan Universitas Sumatera Utara kehendak dimana semua keputusan harus dipatuhi sehingga akan menimbulkan kepatuhan yang semu dan alhasil bawahan dalam melaksanakan tugasnya secara terpaksa, kurang sungguh-sungguh, tidak produktif dan timbul rasa enggan untuk berprestasi yang akan menimbulkan pegawai yang tidak termotivasi untuk bekerja. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gibson 1997 menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan concoersive untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu. Proporsi kedua terbanyak yakni sebesar 26,1 perawat pelaksana mempersepsikan kepemimpinan kepala ruangan adalah selling tabel 5.2, dimana mayoritas kepala ruangan selalu menerima masukan positif, saran dan ide-ide dari perawat pelaksana dan mempertimbangkannya dalam upaya meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan menjadi lebih baik yakni sebesar 95,7 lampiran 7. Sejalan dengan Sunindhia 1993 yang menyatakan bahwa pemimpin harus peka terhadap iklim lingkungannya, harus mendengarkan saran-saran, nasehat- nasehat, dan pandangan dari orang-orang disekitarnya. Analisa data menunjukkan sebagian besar yakni sebesar 82,6 kepala ruangan selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan keluhan perawat pelaksana serta memberi masukan dan saran kepada pelaksana dalam menyelesaikan masalah lampiran 7. Sejalan dengan Nursalam 2002 yang menjelaskan bahwa pemimpin memfasilitasi bawahan dalam menyelesaikan konflik diantara individu ataupun kelompok yang terlibat melalui strategi penyelesasaian konflik. Adanya saran, gagasan ataupun ide dari atasan kepada bawahan dapat membantunya memahami suatu masalah atau cara penyelesaian masalah akan menjadi motivasi yang positif. Sebagai data tambahan saat penyebaran kuisioner peneliti melakukan wawancara Universitas Sumatera Utara dengan delapan orang perawat pelaksana dimana beberapa diantaranya mengatakan bahwa mereka terkadang berkonsultasi kepada kepala ruangan bila mereka menghadapi kendala dan masalah dengan teman seprofesi ataupun antar profesi kesehatan. Sependapat dengan Rivai 2004 yang menjelaskan bahwa pemimpin akan berhasil jika mampu membesarkan hati bawahan untuk berjalan terus, menunjukkan kepada anak buah bahwa mereka bisa menghadapi segala masalah dan rintangan serta memberikan pengakuan terhadap keberhasilan individual dan kelompok. Dari 23 kepala ruangan yang memiliki kepemimpinan selling mampu membuat hampir setengah yaitu sebesar 47,8 perawat pelaksana menjadi tinggi motivasi kerjanya tabel 5.5. Kepala ruangan sudah mempertimbangkan saran ataupun masukan dari perawat pelaksana, tetapi keputusan masih dipegang oleh kepala ruangan. Perawat telah memiliki ketrampilan dari pengalaman dalam bekerja sebelumnya sehingga kepala perawat tinggal mengasah kemampuan perawat pelaksana tersebut hingga siap untuk diberikan pendelegasian tugas. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi perawat pelaksana yang memiliki motivasi untuk berprestasi dalam pekerjaan cukup tinggi tetapi masih membutuhkan arahan dan bimbingan dari kepala ruangan Monica, 1998. Hasil proporsi yang lebih sedikit dibandingkan kepemimpinan selling tetapi lebih banyak dari kepemimpinan telling yakni sebesar 12,5 perawat pelaksana mempersepsikan kepemimpinan kepala ruangan sebagai delegating tabel 5.2, dimana sebagian besar yaitu sebanyak 81,8 kepala ruangan sering mendelegasikan tugas kepemimpinan kepada perawat pelaksana yang berkompeten, dan lebih dari setengah yakni sebesar 63,6 kepala ruangan sering Universitas Sumatera Utara memberikan bimbingan, pelatihan, otoritas dan memberikan kepercayaan kepada perawat pelaksana dalam mengambil keputusan secara mandiri lampiran 7. Kepala ruangan mendelegasikan tugas dan tanggung jawab kepada perawat pelaksana yang dianggap mampu dan siap melaksanakan tugas tersebut, terkadang perawat pelaksana mengambil keputusan secara mandiri dalam memberikan asuhan keperawatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rivai 2004 yang mengatakan bahwa pemimpin berkomitmen untuk mendorong bawahan mencari gagasan dan menugaskan bawahan untuk memanfaatkan dan meraih kesempatan. Sejalan dengan Nursalam 2002 yang menjelaskan bahwa motivasi akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk mencoba dan mendapat umpan balik dari hasil yang diberikan. Dari 11 kepala ruangan yang memiliki kepemimpinan delegating mampu membuat 81,8 perawat pelaksana menjadi tinggi motivasi kerjanya tabel 5.5. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nursalam 2002 yang menjelaskan bahwa pemimpin yang memberikan wewenang atau otoritas kepada bawahan dalam mengambil keputusan atas pekerjaan yang dilakukannya akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi termotivasi untuk bekerja. Namun masih terdapat sekitar 18,2 perawat pelaksana memiliki motivasi kerja yang sedang tabel 5.5 dari kepemimpinan kepala ruangan delegating. Hal ini disebabkan kepala ruangan tidak memilih perawat yang berkompeten yang memiliki kemampuan dan kesiapan dalam menerima tugas, sehingga tugas yang diemban jauh di atas kemampuannya Rivai, 2003. Berdasarkan pengumpulan data dan analisa data penelitian, diperoleh data yang menunjukkan dari 88 perawat pelaksana yang menjadi responden penelitian Universitas Sumatera Utara memperlihatkan bahwa mayoritas jenis kepemimpinan kepala ruangan cenderung lebih banyak participating yang dinyatakan oleh 53,4 perawat pelaksana tabel 5.2. Menurut Nursalam 2002 kepemimpinan participating merupakan kepemimpinan yang mengajak anggotanya untuk memberi saran dan gagasan dalam setiap pengambilan keputusan. Hasil analisa data diperoleh lebih dari setengah yaitu sebanyak 68,1 kepala ruangan selalu mendiskusikan masalah yang ada di ruangan bersama anggotanya dan sebesar 51,1 kepala ruangan sering memotivasi perawat pelaksana untuk bekerja sama sebagai tim lampiran 7. Sependapat dengan Nursalam 2002 yang menjelaskan bahwa dalam upaya memotivasi kerja, bawahan perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. Kecenderungan perawat pelaksana mempersepsikan kepemimpinan kepala ruangan yakni kepemimpinan participating terlaksana karena kondisi dan situasi di ruangan dimana pengetahuan maupun ketrampilan perawat pelaksana di ruangan sudah cukup baik. Hasil analisa data menunjukkan bahwa lebih dari setengah yakni sebesar 59,6 kepala ruangan selalu mengajak perawat pelaksana untuk berdiskusi dan meminta pendapat perawat pelaksana tentang penerapan metode baru dalam pemberian asuhan keperawatan lampiran 7. Sejalan dengan House dalam Thoha 2000 yang menjelaskan bahwa kepemimpinan participating berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari para bawahannya, namun pengambilan keputusan masih tetap berada pada pemimpin. Sebanyak 47 kepala ruangan yang memiliki kepemimpinan participating mampu membuat 85,1 perawat pelaksana menjadi tinggi motivasi kerjanya tabel 5.5. Hal ini memberikan penjelasan bahwa kepemimpinan kepala ruangan participating lebih berpengaruh terhadap motivasi Universitas Sumatera Utara kerja perawat pelaksana. Hal ini senada dengan Mangkunegara 2000 yang menjelaskan bahwa dalam upaya memotivasi kerja bawahan perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan keputusan dan tujuan yang akan ditetapkan.

5.2.2. Motivasi Kerja Perawat Pelaksana