5.16 5.85 5.22 2.00 3.02 5.60 INDONESIA 4.72 5.69 6.32 15.24 14.54 13.83 STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA SECARA SPASIAL DAN SEKTORAL

241 Tabel 26. Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia, Tahun 2002-2008 No Provinsi 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rataan 1 N A Darussalam 22.71 11.8 -9.63 -10.12 1.56 -2.36 -5.27 1.24 2 Sumatera Utara 4.49 4.88 5.74 5.48 6.2 6.90 6.39 5.73 3 Sumatera Barat 4.69 5.26 5.47 5.73 6.14 6.34 6.36 5.71 4 Riau 3.37 1.21 3.88 5.73 5.6 4.42 5.94 4.31 5 Jambi 4.93 5.93 5.38 5.57 5.89 6.82 7.16 5.95 6 Sumsel 3.67 3.8 4.63 4.84 5.20 5.84 5.10 4.73 7 Kep. Babel 5.01 27.12 3.28 3.47 3.98 4.54 4.44 7.41 8 Bengkulu 4.73 5.37 5.38 5.82 5.95 6.03 4.93 5.46 9 Lampung 5.49 5.68 5.07 4.02 4.98 5.94 5.26 5.21 Sumatera 6.06

5.04 2.93

3.57 5.26

4.95 4.92 4.68

10 DKI Jakarta 4.89 5.3 5.65 6.01 5.95 6.44 6.18 5.77 11 Jawa Barat 3.94 3.85 4.77 5.60 6.02 6.48 5.83 5.21 12 Banten 4.87 5.51 5.63 5.88 5.57 6.04 5.82 5.62 13 Jawa Tengah 3.55 4.98 5.13 5.35 5.33 5.59 5.46 5.06 14 DI Yogyakarta 4.50 4.57 5.12 4.73 3.70 4.31 5.02 4.56 15 Jawa Timur 3.80 4.78 5.83 5.84 5.80 6.11 5.90 5.44 Jawa 4.19

4.77 5.4

5.75 5.78

6.19 5.88

5.42 16 Bali 3.04 3.57 4.62 5.56 5.28 5.92 5.97 4.85 Jawa Bali 4.16

4.74 5.38

5.74 5.77

6.18 5.89

5.41 17 Kalbar 4.55 3.44 4.79 4.69 5.23 6.02 5.42 4.88 18 Kalteng 5.30 5.47 5.56 5.90 5.84 6.06 6.16 5.76 19 Kalsel 3.48 14.21 5.03 5.06 4.98 6.01 6.23 6.43 20 Kaltim 1.74 1.86 1.75 3.17 2.85 1.23 5.49 2.58 Kalimantan 2.68

4.05 3.01

3.92 3.8

3.14 5.66

3.75 21 Sulawesi Utara 2.96 2.92 4.26 4.90 6.18 6.47 7.56 5.04 22 Gorontalo 6.42 6.97 6.93 7.19 7.30 7.51 7.76 7.15 23 Sulteng 5.62 6.21 7.15 7.57 7.82 7.99 7.94 7.19 24 Sulsel 4.10 5.13 5.32 6.07 6.73 6.43 7.85 5.95 25 Sultra 6.66 7.57 7.51 7.31 7.68 7.96 7.27 7.42 Sulawesi 4.44

5.19 5.69

6.26 6.93

6.88 7.75

6.16 26 N T Barat 3.34 4.16 6.07 1.71 2.76 4.91 2.63 3.65 27 N T Timur 4.88 5.00 5.34 3.46 5.08 5.15 4.81 4.82 28 Maluku 2.87 4.31 4.43 5.07 5.55 5.62 4.23 4.58 29 Maluku Utara 2.44 3.82 4.71 5.10 5.48 6.01 5.98 4.79 30 Papua 5.22 1.61 -17.14 29.48 -13.01 4.90 0.69 1.68 Lainnya 4.43

3.06 -5.26

13.97 -4.06

5.06 2.4

2.80 KBI

4.68 4.82

4.72 5.16

5.64 5.85

5.64 5.22

KTI 3.47

4.13 2.00

6.43 3.02

4.50 5.60

4.16 INDONESIA

4.38 4.72

5.03 5.69

5.51 6.32

6.06 5.39

Sumber: BPS, 2009a. 242 Apabila dibandingkan pertumbuhan PDRB antar pulau, maka tampak bahwa provinsi-provinsi yang terdapat di Pulau Sulawesi memiliki pertumbuhan PDRB yang lebih tinggi, yaitu 6.16 persen. Sementara Jawa secara keseluruhan memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 5.42 persen dan pertumbuhan PDRB Jawa+Bali rata- rata 5.41 persen. Pemaparan pada Tabel 26 tersebut sekali lagi membuktikan terdapat ketimpangan atau kesenjangan pendapatan antata provinsi-provinsi yang terletak di KBI dan provinsi-provinsi yang terletak di KTI. Kontribusi PDRB provinsi-provinsi di KTI terhadap PDB nasional yang relatif konstan selama tahun 2002-2008 menunjukkan percepatan pembangunan di provinsi yang tertinggal belum memberikan hasil yang nyata. Masih diperlukan upaya yang serius dari pemerintah dan dunia usaha untuk melakukan percepatan pembangunan di provinsi-provinsi luar Pulau Jawa tersebut.

6.1.2. Tingkat Ketimpangan Antar Wilayah di Indonesia

Kondisi perekonomian penduduk Indonesia di masing-masing provinsi dapat juga dilihat dari pendapatan perkapita tingkat provinsi di Indonesia yang ditunjukkan pada Tabel 27. Dalam tabel tersebut terlihat bahwa terdapat enam provinsi yang memiliki rata-rata pendapatan per kapita tinggi di atas rata-rata pendapatan per kapita Indonesia, sedangkan beberapa provinsi lainya 24 provinsi memiliki rata-rata pendapatan per kapita yang rendah dibawah rata-rata pendapatan per kapita Indonesia. Jadi berdasarkan data pada Tabel 27, dalam delapan tahun terakhir 2000-2007 pendapatan perkapita yang tertinggi adalah di Provinsi Kalimantan Timur Rp.33 195 000, kemudian di Provinsi DKI Jakarta Rp.33 041 000 dan yang terendah di Provinsi Gorontalo Rp.2 176 000. Tingkat pendapatn perkapita terendah ini lebih dari 13 kali pendapatan yang tertinggi, 243 sehingga hal ini turut menjadi penyebab kenapa tingkat disparitas wilayah itu tidak begitu berubah. Tabel 27. Pendapatan Perkapita Provinsi-Provinsi di Indonesia, Tahun 2004- 2007 Ribu Rupiah No PROVINSI TAHUN Rataan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2005 2007 1 NAD 8 172 9 889 10 537 9 874 9 001 9 049 8 532 7 938 9 124 2 Sumatera Utara 6 098 6 296 6 609 6 873 7 060 7 383 7 775 8 141 7 030 3 Sumatera Barat 5 553 5 780 5 841 6 081 6 386 6 682 7 006 7 350 6 335 4 Riau 18 493 18 328 19 714 20 279 20 573 18 984 18 708 21 516 19 574 5 Jambi 4 165 4 294 4 392 4 553 4 788 4 980 5 206 5 486 4 733 6 Sematera Selatan 5 955 6 033 6 938 7 143 7 318 7 557 7 872 8 155 7 121 7 Bengkulu 3 150 3 206 3 668 3 806 3 945 4 130 4 335 4 479 3 840 8 Lampung 3 543 3 695 3 863 4 001 4 131 4 279 4 485 4 656 4 082 9 Kep. Babel 6 719 6 992 8 247 8 219 8 345 8 424 8 553 8 806 8 038 10 DKI Jakarta 28 508 29 866 30 511 31 832 33 325 34 901 36 733 38 654 33 041 11 Jawa Barat 5 582 5 689 5 756 5 957 6 233 6 495 6 794 7 091 6 200 12 Jawa Tengah 3 771 3 871 4 014 4 173 4 473 4 683 4 914 5 143 4 380 13 DI Yogyakarta 4 473 4 644 4 783 5 509 5 058 5 175 5 326 5 538 5 063 14 Jawa Timur 6 014 6 202 6 311 6 640 7 064 7 413 7 801 8 217 6 957 15 Banten 5 621 5 714 5 773 6 012 6 436 6 650 6 903 7 168 6 285 16 Bali 5 605 5 703 5 674 5 876 6 228 6 465 6 752 7 082 6 173 17 Kalimantan Barat 4 831 4 941 5 406 5 574 5 809 6 014 6 285 6 515 5 671 18 Kalteng 5 919 6 055 6 832 7 085 7 329 7 665 7 767 8 130 7 098 19 Kalsel 5 903 6 024 6 622 6 871 7 097 7 308 7 632 7 990 6 931 20 Kalimantan Timur 34 267 33 925 32 898 32 922 32 975 32 902 32 334 33 337 33 195 21 Sulawesi Utara 5 426 5 517 5 457 5 628 5 987 6 263 6 588 6 988 5 982 22 Sulawesi Tengah 4 075 4 198 4 592 4 850 5 121 5 394 5 711 6 057 4 999 23 Sulawesi Selatan 3 959 4 063 4 288 4 453 4 027 4 893 5 151 5 708 4 568 24 Sultra 3 231 3 343 3 686 3 890 4 089 4 318 4 593 4 824 3 997 25 Gorontalo 1 836 1 924 1 999 2 108 2 199 2 311 2 436 2 593 2 176 26 NTB 3 205 3 254 3 497 3 656 3 629 3 665 3 813 3 850 3 571 27 NTT 2 117 2 185 2 212 2 295 2 316 2 381 2 451 2 520 2 309 28 Maluku 2 378 2 444 2 427 2 494 2 604 2 707 2 791 2 867 2 589 29 Maluku Utara 2 598 2 650 2 369 2 438 2 530 2 567 2 649 2 762 2 570 30 Papua 10 503 10 712 9 758 8 212 10 048 8 993 9 502 8 962 9 586 KBI 6 830 7 051 7 256 7 518 7 887 8 220 8 574 8 985 7 790 KTI 6 314 6 411 6 665 6 679 7 001 7 059 7 245 7 612 6 873 INDONESIA 6 923 7 136 7 385 7 656 7 999 8 314 8 314 8 681 7 801 Sumber: BPS, 2005 dan 2009a. Seperti yang telah disebutkan dalam bagian pendahuluan, bahwa dalam periode tahun 2001-2005, nilai investasi baik PMDN maupun PMA mengalami peningkatan. Adapun besaran peningkatan tersebut rata-rata 37.69 persen per 244 tahun untuk PMDN dan 21.07 persen per tahun untuk PMA. Dipandang dari segi pertumbuhan, maka investasi PMDN lebih tinggi dari PMA, namun dari segi nominal PMA jauh lebih besar dari PMDN. Ini menunjukkan bahwa kondisi Indonesia dengan segala kekurangannya dalam masalah aturan investasi, namun masih sangat menarik dan menguntungkan untuk menanam modal. Selanjutnya secara sektoral, dalam kurun waktu tersebut sasaran investasi tampaknya bias ke sektor industri. Sektor tersebut rata-rata menyerap 65.51 persen dari total PMDN dan 49.52 persen dari total PMA. Kecenderungan yang sama terjadi untuk kegiatan investasi oleh pemerintah. Disamping sektor industri, maka yang tergabung dalam sektor lainnya menjadi sasaran kedua. Sementara sektor pertanian kurang diminati oleh investor PMDN maupun PMA. Dengan demikian, alokasi investasi yang bias ke sektor industri juga menyebabkan alokasi investasi yang bias ke wilayah Jawa atau KBI yang pada akhirnya memperparah ketimpangan ekonomi antar wilayah. Dalam periode yang sama, dari total investasi PMDN, rata-rata alokasi investasi tersebut per tahun ke wilayah Jawa adalah sekitar 64.3 persen; sementara untuk investasi PMA sekitar 78.8 persen. Tidak dapat dipungkiri, bahwa wilayah investasi yang masih didominasi oleh Pulau Jawa selain merupakan wilayah industri juga dukungan fasilitas infrastruktur yang lebih memadai. Bila ditinjau dari ketimpangan ekonomi antara wilayah dalam kurun waktu 2000-2008, tampak bahwa kondisinya masih bertahan pada disparitas yang cukup tinggi yang dapat dilihat di Gambar 17. Di tahun 2000 kondisi ketimpangan ekonomi Indonesia cukup baik karena koefisiennya relatif kecil 0.84. Namun pada tahun berikutnya tingkat disparitas tersebut meningkat cukup tajam. Setelah tahun 2001 tingkat ketimpangan ekonomi semakin melandai yang menunjukkan 245 beberapa perbaikan. Tahun 2005 dan 2007 kondisi ekonomi Indonesia semakin timpang kembali yang ditunjukkan dengan peningkatan pada koefisien variasinya. Gambar 17. Tingkat Disparitas Ekonomi Antar Wilayah di Indonesia Berdasarkan Coefficient of Variation, Tahun 2000-2008 Sumber: BPS, 2005 dan 2009a diolah. Gambaran kesenjangan antar wilayah ini menunjukkan kondisi yang masih timpang, sehingga akan tetap menjadi isu yang strategis dan menonjol dalam pembangunan wilayah beberapa tahun ke depan. Walaupun laju pertumbuhan ekonomi nasional pada periode 2002-2008 cukup signifikan, yaitu 4.38 persen di tahun 2002 meningkat menjadi 6.52 persen di tahun 2008, kesenjangan antar wilayah masih terlihat dari intensitas kegiatan ekonomi yang masih terpusat di Jawa dan Bali. Hal ini diperkuat oleh data bahwa kontribusi provinsi-provinsi di Jawa dan Bali terhadap total perekonomian nasional yang rata-rata mencapai 61.13 persen. Sedangkan provinsi-provinsi di Kawasan Timur Indonesia keseluruhan hanya berperan sebesar 16.82 persen terhadap perekonomian nasional. Kesenjangan ini juga menunjukkan lemahnya daya saing ekonomi daerah yang sekaligus mencerminkan daya saing perekonomian nasional. Tahun CVw 246

6.2. Distribusi Sektoral Perekonomian Wilayah dan Nasional

6.2.1. Distribusi Sektoral Perekonomian Nasional

Pada bagian ini akan dijelaskan pertumbuhan output masing-masing sektor secara nasional. Pada Tabel 28 menunjukkan nilai PDRB pada masing-masing sektor usaha yang menunjukkan perkembangan kinerja ekonomi Indonesia dari sisi penawaran. Dari tabel terlihat bahwa pada periode tahun 2002-2008, sektor industri pengolahan menempati urutan teratas dalam menyumbang PDB nasional, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian. Sementara itu sektor pengangkutan dan komunikasi menempati urutan terakhir. Namun demikian, apabila ditinjau dari pertumbuhan masing-masing sektor tampak bahwa pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor-sektor nontradable, seperti sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor bangunan dan sektor listrik, gas dan air bersih. Sektor pengangkutan dan komunikasi selama periode 2002-2008 tumbuh sebesar 13,10 persen. Tingginya pertumbuhan sektor ini lebih banyak disumbang oleh meningkatnya pertumbuhan subsektor komunikasi yang mencapai rata-rata 25,21 persen sebagai dampak dari maraknya penggunaan telepon seluler. Sedangkan subsektor pengangkutan mengalami perlambatan pertumbuhan terutama pada subsektor angkutan laut dan udara akibat terjadinya beberapa kecelakaan kapal laut dan pesawat udara. Peranan sektor pengangkutan dan komunikasi dalam PDB nasional sebesar 6.37 persen. Pada periode yang sama, sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 4.93 persen. Rendahnya pertumbuhan ini mulai tampak sejak tahun 2005 yang terus menurun sampai tahun 2007. Penurunan ini diduga 247 Tabel 28. Produk Domestik Bruto Indonesia Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Sub Sektor Ekonomi, Tahun 2002-2008 No Lapangan Usaha 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Pertanian

15.47 15.24

14.98 14.54

14.21 13.83

13.66 - Tanaman bahan makanan 7.70 7.56 7.40 7.19 7.01 6.82 6.81 - Tanaman perkebunan 2.43 2.45 2.39 2.31 2.24 2.20 2.15 - Peternakan dan hasil-hasilnya 1.95 1.94 1.91 1.86 1.81 1.74 1.71 - Kehutanan 1.19 1.09 1.05 0.97 0.90 0.84 0.79 - Perikanan 2.20 2.20 2.24 2.21 2.24 2.22 2.20 2 Pertambangan dan Penggalian

11.28 10.63