Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

ekonomi antar wilayah sebagai dampak dari adanya perubahan produktivitas sektoral yang dsimulir investasi. Disparitas ekonomi antar wilayah ini diukur dengan indikator CVw dan hanya mencakup kesenjangan ekonomi antar wilayah provinsi. Dari sisi sektoral, ruang lingkup analisis mencakup seluruh sektor perekonomian yang didisagregasi menjadi 30 sektor yakni: tanaman pangan; perkebunan; peternakan; kehutanan; dan perikanan; pertambangan minyak, gas dan panas bumi; pertambangan batu bara, biji logam dan penggalian lainnya; pengilangan minyak bumi; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri Barang kayu dan hasil hutan lainnya; industri pulp dan kertas; industri pupuk dan pestisida; industri kimia, karet dan barang dari karet; industri semen; industri logam dasar besi dan baja; industri barang dari logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatannya; industri iainnya; listrik, gas dan air bersih; bangunan; perdagangan; hotel dan restoran; angkutan darat; angkutan air; angkutan udara; komunikasi; lembaga keuangan; jasa pemerintah; dan jasa lainnya. Penentuan jumlah sektor yang dianalisis didasarkan pada pertimbangan ketersediaan data investasi secara sektoral dan mencakup sektor-sektor prioritas dalam rencana pembangunan. Dengan ruang lingkup tersebut, maka penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Pembangunan termasuk pembangunan wilayah seperti yang diungkapkan oleh Todaro 2000 merupakan multidimensional dan menurut Murty 2000 terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah, namun dalam studi hanya menekankan pada variabel investasi sebagai penentu kesenjangan wilayah. Disamping itu efektifitas dan efisiensi dari investasi akan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tinggi rendahnya transaction cost, sistem birokrasi dan adanya eksternalitas negatif dari adanya suatu investasi, namun dalam studi ini faktor-faktor tersebut tidak diakomodasi dalam model. Penggunaan model multiregonal CGE top-down, menyebabkan shock tidak dapat dilakukan dari sisi suplai spesifik wilayah. Pemetaan dimensi wilayah muncul tanpa adanya feedback dari wilayah yang didisagregasi; dalam hal ini efek dari kebijakan yang berasal dari dalam wilayah tidak dapat terlihat. Keterbatasan lain dari studi ini adalah bahwa disagregasi wilayah hanya mencakup 30 wilayah provinsi, padahal saat ini jumlah wilayah provinsi di Indonesia sudah mencapai 33 proinsi sehingga sedikitnya akan mempengaruhi kerelevanan penelitian ini. Dalam studi ini investasi sektoral yang dimaksud belum dibedakan menurut bentuk atau jenis investasinya sehingga rekomendasi kebijakan dari studi ini belum sampai pada tahap tersebut. Sementara investasi infrastruktur hanya mencakup infrastruktur jalan dan irigasi infratruktur pedesaan. Nilai investasi sektoral hanya tersedia menurut sembilan sektor perekonomian, sementara disagregasi sektoral dibedakan kedalam 30 sektor. Dengan demikian, untuk masing-masing subsektor yang termasuk dalam kelompok sektor yang sama diasumsikan mempunyai nilai produktivitas yang sama. Nilai produktivitas diduga berdasarkan model ekonometrik dan kemudian nilai produktivitas tersebut dijadikan shock dalam proses simulasi dengan menggunakan model CGE.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Wilayah

transaction cost, sistem birokrasi dan adanya eksternalitas negatif dari adanya suatu investasi, namun dalam studi ini faktor-faktor tersebut tidak diakomodasi dalam model. Penggunaan model multiregonal CGE top-down, menyebabkan shock tidak dapat dilakukan dari sisi suplai spesifik wilayah. Pemetaan dimensi wilayah muncul tanpa adanya feedback dari wilayah yang didisagregasi; dalam hal ini efek dari kebijakan yang berasal dari dalam wilayah tidak dapat terlihat. Keterbatasan lain dari studi ini adalah bahwa disagregasi wilayah hanya mencakup 30 wilayah provinsi, padahal saat ini jumlah wilayah provinsi di Indonesia sudah mencapai 33 proinsi sehingga sedikitnya akan mempengaruhi kerelevanan penelitian ini. Dalam studi ini investasi sektoral yang dimaksud belum dibedakan menurut bentuk atau jenis investasinya sehingga rekomendasi kebijakan dari studi ini belum sampai pada tahap tersebut. Sementara investasi infrastruktur hanya mencakup infrastruktur jalan dan irigasi infratruktur pedesaan. Nilai investasi sektoral hanya tersedia menurut sembilan sektor perekonomian, sementara disagregasi sektoral dibedakan kedalam 30 sektor. Dengan demikian, untuk masing-masing subsektor yang termasuk dalam kelompok sektor yang sama diasumsikan mempunyai nilai produktivitas yang sama. Nilai produktivitas diduga berdasarkan model ekonometrik dan kemudian nilai produktivitas tersebut dijadikan shock dalam proses simulasi dengan menggunakan model CGE.

II. TINJAUAN PUSTAKA