ANALISIS USAHA AGROINDUSTRI KERIPIK KETELA UNGU DI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

(1)

commit to user

NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS USAHA

AGROINDUSTRI KERIPIK KETELA UNGU

DI KECAMATAN TAWANGMANGU

KABUPATEN KARANGANYAR

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Program Studi Agrobisnis

Oleh :

Rinda Saptianuri

H 1308508

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

1

PERNYATAAN

Dengan ini kami selaku Tim Pembimbing Skripsi Mahasiswa Program Sarjana :

Nama : Rinda Saptianuri NIM : H 1308508

Jurusan/Program Studi : Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis

Menyetujui Naskah Publikasi Ilmiah yang disusun oleh yang bersangkutan dan dipublikasikan dengan / tanpa*) mencantumkan nama tim pembimbing sebagai Co-Author.

*) Coret yang tidak perlu Pembimbing Utama

Prof. Dr. Ir. Darsono, Msi NIP. 19660611 199103 1 002

Pembimbing Pendamping

Nuning Setyowati, SP. MSc NIP. 19820325 200501 2 002


(3)

commit to user ANALISIS USAHA

AGROINDUSTRI KERIPIK KETELA UNGU

DI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR RINDA SAPTIANURI

H 1308508 ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, risiko usaha, dan efisiensi usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di Desa Karanglo dan Desa Bandardawung Kecamatan Tawangmangu, karena hanya wilayah tersebut yang memproduksi keripik ketela ungu di Kabupaten Karanganyar. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik sensus dan diperoleh responden yang berjumlah 19 produsen. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan pencatatan. Analisis data yang digunakan meliputi analisis biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas, analisis risiko serta analisis efisiensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya rata-rata yang dikeluarkan produsen keripik ketela ungu dalam satu bulan selama bulan Oktober 2010 sebesar Rp 28.092.681,90. Penerimaan rata-rata yang diperoleh pengusaha adalah sebesar Rp 36.340.580,36 dan keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen keripik ketela ungu adalah sebesar Rp 8.247.898,46 dengan profitabilitas sebesar 23,00%.

Nilai koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar 0,93 atau lebih besar dari 0,5 dan batas bawah keuntungan Rp -7.047.041,60 atau bernilai negatif (L < 0), maka dapat dinyatakan bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki peluang mengalami kerugian. Usaha industri keripik ketela ungu yang dijalankan selama ini sudah efisien yang ditunjukkan dengan R/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1,29.


(4)

commit to user

BUSSINESS ANALYSIS AT AGROINDUSTRY OF PURPLE CASSAVA CHIP IN TAWANGMANGU DISTRICT

KARANGANYAR REGENCY RINDA SAPTIANURI

H1308508 ABSTRACT

The aims of this research is to analyse how much the cost is, income, profit, profitability, business risk, and business efficiency at agroindustry of purple cassava chip in Tawangmangu district, Karanganyar regency.

Basic method of research used is analytic descriptive method. It was performed purposively, that is in Karanglo and Bandardawung village of Tawangmangu district, because only that village which produce of purple cassava chip in Karanganyar regency. The taking of responds was performed with census technic and it was gained respondents amounting 19 producers. Data used is primary data and secondary data. Technique of data collecting used consist of analyzis cost, income, profit and profitability, risk analyzis, and analyzis of efficiency.

The result of the research showed that average total cost which is issued by producers of purple cassava chip in a moth for October 2010 is 28.092.681,90 rupiah. Average income which gained by producers is 36.340 580,36 and average profit gained by producer of purple cassava chip is 8.247.898,46 with profitability amounting 23,00%.

Coeficient value of agrobusiness variation of purple cassava chip in Tawangmangu of Karanganyar regency amounting 0,93 or greater from 0,5 and ground limit of profit is – 7.047.041,60 or has negative value (L<0), so it can be stated that agro industry business of purple cassava chip in Tawangmangu of Karanganyar regency has chanche to be unprofitable. The business industry of purple cassava chip which is performed up to now has been efficient which is showed by ratio R/C is more than 1, that is 1,29.


(5)

commit to user

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri pangan merupakan salah satu bidang yang sangat penting peranannya dalam perekonomian Indonesia. Di samping mampu memenuhi kebutuhan pangan Indonesia, juga dapat menghasilkan devisa bagi negara. Keberadaan industri pangan di Indonesia dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup banyak serta mampu mendorong berdirinya industri penunjang seperti industri pengolahan makanan, industri mesin dan peralatan pengolahan pangan maupun industri agribisnis atau agroindustri.

Agroindustri mempunyai rentang pengertian yang amat lebar. Agroindustri adalah suatu kegiatan yang mengolah bahan yang dihasilkan dari usaha pertanian dalam arti luas, baik dari pertanian tanaman pangan, maupun non pangan, peternakan ataupun perikanan. Agroindustri merupakan industrialisasi di bidang pertanian dalam rangka peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian. Agroindustri merupakan solusi penting untuk menjembatani keinginan konsumen dan karakteristik produk pertanian yang variatif dan tidak tahan lama bila disimpan (Nopianto, 2010).

Agroindustri dapat menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Setidaknya ada lima alasan utama, yaitu : (1) industri pengolahan mampu mengubah keunggulan komparatif menjadi keunggulan kompetitif, yang akhirnya akan memperkuat daya saing produk; (2) produk agroindustri memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional; (3) agroindustri memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir, sehingga mampu menarik kemajuan sektor lain; (4) memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) sehingga terjamin keberlanjutannya; dan (5) berpeluang mengubah struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri (Supriyati dan Tarigan, 2008).

Salah satu cara yaitu mewujudkan penganekaragaman pangan sebagai usaha untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja. Misalnya dengan mengolah serealia dan umbi-umbian


(6)

commit to user

menjadi berbagai bentuk awetan yang mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan tersebut berupa tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Umbi-umbian merupakan tanaman yang banyak tumbuh di Indonesia. Umbian-umbian mempunyai kandungan gizi yang cukup memenuhi jika dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Jenis umbi-umbian yang sering ditemukan di pasaran antara lain jenis talas-talasan, ketela rambat, kentang, ketela pohon. Ketela rambat mempunyai kulit tipis dan berkadar air tinggi sehingga perlu penanganan yang baik selama proses panen, dan pengangkutan serta penyimpanan sebelum dimanfaatkan. Apabila kulit yang tipis tersebut rusak, maka akan mudah sekali mikroorganisme (bakteri, jamur, dan lain-lain) masuk ke dalam umbi, sehingga seluruh bagian umbi akan cepat rusak. Untuk memperpanjang masa simpan, ketela rambat dapat diolah dan dijadikan sebagai camilan dengan cara direbus, digoreng, atau dijadikan keripik (Anonim, 2008).

Ketela rambat (Ipomoea batatas) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi besar di Indonesia. Penghasil utama ketela rambat di Indonesia adalah Jawa dan Irian Jaya. Peluang perluasan areal panen masih sangat terbuka. Dan dengan perbaikan teknik budidaya dan penggunaan varietas unggul nasional, dapat meningkatkan produktivitas ketela rambat (Anonim, 2010).

Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Tengah, hampir semua di Kabupaten/Kota terdapat budidaya ketela rambat. Dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah, hanya 5 Kabupaten/Kota yang tidak terdapat budidaya ketela rambat. Luas panen, rata-rata produksi dan produksi ketela rambat di 30 Kabupaten/Kota yang ada di Jawa Tengah dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :


(7)

commit to user

Tabel 1. Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Produksi Ketela Rambat di Jawa Tengah Tahun 2008

No. Kabupaten/ Kota

Ketela Rambat Luas

Panen (Ha)

Rata-rata Produksi (Kw/Ha)

Produksi (Ton)

1. Kab. Cilacap 293 133,04 3.898 2. Kab. Banyumas 85 130,12 1.106 3. Kab. Purbalingga 327 122.69 4.012 4. Kab. Banjarnegara 291 129,42 3.766 5. Kab. Kebumen 66 125,76 830 6. Kab. Purworejo 58 124,48 722

7. Kab. Wonosobo 841 134,01 11.270

8. Kab. Magelang 1.298 144,53 18.760

9. Kab. Boyolali 35 126,29 442 10. Kab. Klaten 65 136,31 886 11. Kab. Wonogiri 245 140,53 3.443

12. Kab. Karanganyar 557 148,65 8.280

13. Kab. Sragen 5 74 37

14. Kab. Grobogan 118 129,07 1.523 15. Kab. Blora 422 130,09 5.490 16. Kab. Rembang 240 128,88 3.039 17. Kab. Pati 78 126,41 986 18. Kab. Kudus 138 115,22 1.590 19. Kab. Jepara 50 120 600 20. Kab. Demak 165 123,82 2.043

21. Kab. Semarang 692 131,73 9.116

22. Kab. Temanggung 356 125,08 4.453 23. Kab. Kendal 256 132,58 3.394

24. Kab Batang 669 126,25 8.446

25. Kab. Pekalongan 209 121,55 2.504 26. Kab. Pemalang 301 128,34 3.869 27. Kab. Tegal 229 128,54 2.939 28. Kab. Brebes 283 141,31 3.999 29. Kota Salatiga 36 121,67 438 30. Kota Semarang 61 125,08 763

Jumlah 8466 133,1 112.689

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah 2009

Berdasarkan Tabel 1, salah satu wilayah di Indonesia yang membudidayakan ketela rambat adalah Kabupaten Karanganyar. Meskipun pada tabel tersebut luas lahan dan produksi ketela rambat di Kabupaten Karanganyar tidak seluas dan sebesar di Kabupaten Magelang dan Wonosobo,


(8)

commit to user

akan tetapi produksi rata-rata per hektarnya memiliki urutan tertinggi. Dan hampir semua ketela rambat yang dibudidayakan di Kabupaten Karanganyar adalah jenis ketela rambat yang memiliki warna daging buah ungu.

Ketela ungu merupakan salah satu umbi sumber karbohidrat yang banyak ditanam oleh masyarakat yang menyimpan potensi besar baik sebagai pangan alternatif maupun pengembangan potensi bisnis. Salah satu produk olahan ketela ungu yaitu keripik ketela ungu yang sudah populer dan sudah banyak diproduksi untuk memenuhi kebutuhan komersial (Rukmana, 2010).

Tanaman ketela ungu (Ipomoea batatas L. Sin. batatas edulis choisy) berasal dari Amerika bagian tengah. Kemudian tersebar ke berbagai negara di dunia yang memiliki sistem pertanian cukup maju, termasuk Indonesia. Pada sekitar tahun 1990, ketela ungu sudah tersebar dan ditanam hampir di seluruh wilayah Nusantara. Daerah yang cocok digunakan untuk membudidayakan ketela ungu adalah dataran rendah sampai ketinggian 500 m diatas permukaan laut., yang bersuhu 21-27oC, berkelembaban 50-60%, mendapat panas sinar matahari 11-12 jam/hari, dengan curah hujan 750-1.500 mm/tahun. Di dataran tinggi (pegunungan) dengan ketinggian mencapai 1.000 m di atas permukaan laut, ketela ungu masih mampu tumbuh dengan baik, namun pencapaian umurnya lebih lama. Tanaman ketela ungu akan tumbuh dengan baik dan berproduksi optimal bila ditanam pada tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, dan ber-pH 5,5-7,5 (Rukmana, 2010).

Kondisi geografis Kabupaten Karanganyar yang terletak pada ketinggian 511 m diatas permukaan laut dengan curah hujan 2.453 mm/tahun dan bersuhu antara 22-31oC serta dengan tanah yang subur dan mengandung humus yang cukup, cocok untuk membudidayakan ketela ungu (BPS Karanganyar, 2009). Seperti yang terlihat pada Tabel 1 bahwa Kabupaten Karanganyar memiliki rata-rata produksi tertinggi tiap hektarnya.

Dari 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar 14 kecamatan diantaranya membudidayakan ketela ungu, sedangkan 3 kecamatan lainnya tidak membudidayakan dikarenakan kondisi lahan kurang memungkinkan untuk budidaya ketela ungu tersebut. Berdasarkan data 5 tahun terakhir dari Dinas


(9)

commit to user

Pertanian Kabupaten Karanganyar (2005-2009) secara terinci luas lahan tanaman ketela ungu di Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Lahan Tanaman Ketela ungu di Kabupaten Karanganyar Tahun 2005-2009

No. Kecamatan Luas Lahan (Ha)

Rata-rata (Ha) 2005 2006 2007 2008 2009

1. Jatipuro - - 2 - 1 0,6 2. Jumapolo 6 5 7 7 - 5 3. Jumantono 12 5 45 16 - 15,6

4. Matesih 230 99 117 152 36 126,8

5. Tawangmangu 56 66 118 83 82 81

6. Ngargoyoso 196 168 68 290 105 165,4

7. Karangpandan 79 125 99 94 43 88 8. Karanganyar - - - - 1 0,2 9. Tasikmadu - - - - 4 0,8 10. Colomadu 3 3 - - - 1,2 11. Kebakkramat - - - - 16 3,2 12. Mojogedang 44 50 103 83 63 68,6

13. Jenawi 126 52 32 83 148 88,2

14. Kerjo 24 10 34 27 36 26,2

Jumlah 776 583 621 754 535 670,8

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar 2009

Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan yang mempunyai rata-rata lahan yang cukup luas dan setiap tahunnya membudidayakan ketela ungu terdapat di Kecamatan Ngargoyoso, Matesih dan Jenawi. Total lahan terluas yang digunakan untuka budidaya ketela ungu terdapat pada tahun 2005. Di setiap tahunnya luas lahan yang digunakan berubah, akan tetapi perubahannya tidak terlalu signifikan. Hal ini disebabkan karena kondisi cuaca sekarang ini yang tidak stabil, kadang juga beralih budidaya tanaman lain.


(10)

commit to user

Dari luas lahan yang digunakan untuk budidaya ketela ungu, maka dapat dilihat produksi ketela ungu pada Tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Produksi Tanaman Ketela Ungu di Kabupaten Karanganyar Tahun 2005-2009

No

. Kecamatan

Produksi (Ton) Rata-rata

(Ton) 2005 2006 2007 2008 2009

1. Jatipuro - - 45 - 20 13 2. Jumapolo 132 95 156 154 - 107,4 3. Jumantono 264 95 1.002 354 - 343

4. Matesih 5.064 1.878 2.607 3.405 688 2.728,4

5. Tawangmangu 1.233 1.252 2.629 1.859 1.578 1.710,2

6. Ngargoyoso 4.316 3.167 1.515 4.682 1.993 3.134,6 7. Karangpandan 1.740 2.372 2.117 2.106 816 1.830,2

8. Karanganyar - - - - 19 3,8 9. Tasikmadu - - - - 76 15,2 10. Colomadu 66 57 - - - 24,6 11. Kebakkramat - - - - 290 58 12. Mojogedang 969 969 2.295 1.851 1.147 1.446,2 13. Jenawi 2.774 986 712 1.843 2.702 1.803,4 14. Kerjo 528 190 756 595 683 550,4

Jumlah 17.086 11.061 13.836 16.849 10.012 13.768,4

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar 2009

Berdasarkan Tabel 3 diatas, dapat diketahui bahwa jumlah produksi tertinggi ketela ungu pada data 5 tahun terakhir terdapat pada tahun 2005. Dan Kecamatan yang memiliki rata-rata produksi tertinggi yaitu di Kecamatan Ngargoyoso, diikuti Kecamatan Matesih dan Karangpandan. Ketela ungu yang diproduksi di Kabupaten Karanganyar tidak hanya dipasarkan langsung, akan tetapi sebagian besar diolah untuk memberikan nilai tambah pada ketela ungu tersebut. Salah satu produk olahan ketela ungu yang diproduksi adalah keripik ketela ungu. Mekipun pada Tabel 2 menunjukan hasil produksi ketela ungu yang ada di Kabupaten Karanganyar cukup tinggi, akan tetapi untuk memenuhi permintaan para pengusaha keripik ketela ungu belum mencukupi. Sehingga membutuhkan ketela ungu dari luar Kabupaten Karanganyar, seperti dari Magetan, Ngawi dan Bandung.


(11)

commit to user

Berdasarkan data Tabel 2 dan 3 diatas, dapat dilihat bahwa Kecamatan Tawangmangu tidak mempunyai lahan yang cukup luas dan produksi ketela ungu yang tinggi, akan tetapi sentra industri pengolahan keripik ketela ungu justru terdapat di Kecamatan Tawangmangu. Pengusaha agroindustri keripik ketela ungu yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Pengusaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu

No. Nama Usaha Alamat

1. Gito Dukuh, Karanglo 2. Yamdi Dukuh, Karanglo 3. Parjo Dukuh, Karanglo 4. Wagyo Dukuh, Karanglo 5. Wagino Dukuh, Karanglo 6. Arjoyono Dukuh, Karanglo 7. Wirosuparno Dukuh, Karanglo 8. Nurhadi Dukuh, Karanglo 9. Parno Dukuh, Karanglo 10. Jumadi Sadakan Lor, Karanglo 11. Suyanto Sadakan Lor, Karanglo 12. Suyatno Sadakan Lor, Karanglo 13. Jumini Sadakan Lor, Karanglo 14. F. Wilarso Sadakan Lor, Karanglo 15. Supadi Sadakan Lor, Karanglo 16. Kamto Blimbing, Karanglo 17. Parno Blimbing, Karanglo 18. Karjo Bandar, Bandardawung 19. Sutrisno Jabalkanil, Bandardawung

Sumber : Dinas Perindustrian, Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar 2008

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat 19 pengusaha agroindustri keripik ketela ungu yang masih memproduksi keripik ketela ungu. Agroindustri tersebut hanya terdapat di dua desa di Kecamatan Tawangmangu, yaitu Desa Karanglo dan Bandardawung. Usaha agroindustri keripik ketela ungu tersebut dikelola secara perorangan dengan jumlah tenaga kerja antara 12-15 orang. Jadi agroindustri ini tergolong industri skala kecil (5-19 orang).


(12)

commit to user

Keripik ketela ungu merupakan makanan ringan yang mudah diproduksi. Selain itu agroindustri keripik ketela ungu juga mempunyai peranan penting dalam menambah pendapatan keluarga dan dapat juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Agroindustri keripik ketela ungu hingga saat ini masih terus berproduksi, bahkan sedang dikembangkan oleh pemerintah setempat, dengan harapan keripik ketela ungu ini dapat menjadi jajanan atau oleh-oleh khas dari Tawangmangu, di mana Tawangmangu itu sendiri merupakan tempat wisata yang sudah cukup dikenal masyarakat luas. Selain itu agroindustri keripik ketela ungu ini mempunyai prospek pasar yang baik. Karena selain sebagai oleh-oleh khas dari Tawangmangu, keripik ketela ungu ini juga dipasarkan ke kota-kota lain di Pulau Jawa, seperti Solo, Bandung dan Jakarta. Melihat pentingnya agroindustri ini maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

B. Perumusan Masalah

Pembangunan agroindustri masih dihadapkan pada berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan yang ada di dalam negeri atau di luar negeri. Beberapa permasalahan agroindustri ini khususnya permasalahan dalam negeri adalah kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu, kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri, kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan), keterbatasan pasar, lemahnya infrastuktur, kurangnya penelitian dan pengembangan, lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir, kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing serta lemahnya enterpreneurship (Soekartawi, 2001).

Agroindustri keripik ketela ungu Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini dapat tergolong dalam usaha kecil yang masih berhadapan dengan berbagai kendala sehingga membutuhkan pembinaan dari pihak terkait, yakni dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar. Adanya keterbatasan bahan baku, dan lemahnya


(13)

commit to user

sarana produksi menjadikan produksi keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini kurang optimal.

Meskipun demikian, tujuan dari agroindustri keripik ketela ungu ini sama dengan tujuan dari usaha lainnya, yaitu mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Oleh karena itu besarnya biaya yang dikeluarkan harus diperhitungkan disesuaikan dengan penerimaan yang diperoleh.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diangkat beberapa permasalahan antara lain :

1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar?

2. Apakah usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan berisiko?

3. Apakah usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan efisien?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan profitabilitas dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

2. Menganalisis risiko usaha dari agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

3. Menganalisis efisiensi usaha agrondustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang agroindustri keripik ketela ungu dan merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.


(14)

commit to user 2. Bagi Pemerintah Daerah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan sebagai bahan penyusunan kebijakan pangan yang lebih baik di masa mendatang, terutama usaha agroindustri keripik ketela ungu.

3. Bagi Pengusaha Keripik Ketela Ungu

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan pertimbangan pengusaha keripik ketela ungu untuk meningkatkan penerimaan, keuntungan, profitabilitas dan efisiensi serta nilai tambah produk.

4. Bagi Akademisi dan Pemerhati Agroindustri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan sumber informasi bagi pemerhati mengenai permasalahan yang sama di masa mendatang.


(15)

commit to user

II. LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Alhuda (2004) yang berjudul “Analisis Usaha dan Efisiensi Agroindustri Kripik Ubi Jalar (Studi Kasus di Agroindustri Kripik Ubi

Jalar Sehati Desa Kemiri Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto)” yang telah

dilakukan, agroindustri kripik ubi jalar Sehati dalam satu kali proses produksi rata-rata mengeluarkan biaya tetap sebesar Rp 25.388,2 dan biaya variabel sebesar Rp 864.157,2. Dengan jumlah produksi sebanyak 3911 Kg dengan harga perkilogramnya Rp 7.000,00 maka agroindustri ini mendapatkan total penerimaan rata-rata satu kali produksi sebesar Rp 1.244.409,1. Dalam penelitian ini pada agroindustri kripik ubi jalar Sehati mendapatkan rata-rata keuntungannya adalah sebesar Rp 354.863,7. Nilai R/C dalam penelitian ini adalah sebesar 1,39 hal ini berarti jika agroindustri kripik ubi jalar Sehati mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000.000,00 maka agroindustri ini akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 13.900.000,00. Dalam penelitian ini diperoleh nilai BEPq rata-rata sebesar 127,07 Kg dan nilai BEPr rata-rata sebesar Rp 5003,5 / Kg.

Ningrum (2006), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai Tambah dan Kelayakan Usaha Agroindustri Bakpao Telo (Studi Kasus pada

Home Industri Lestari Malang)”, menyatakan bahwa dari penerimaan selama

1 bulan Rp 14.400.000,00 dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan selama 24x proses produksi Rp 5.783.083,00 maka akan didapatkan keuntungan usaha sebesar Rp 8.616.917,00. Dilihat dari skala industri yang tergolong industri rumah tangga (kecil), maka dapat dikatakan bahwa usaha bakpao telo Lestari sangat menguntungkan. Hasil perbandingan total revenue

dan total cost ( R/C Ratio ) sebesar 2,59 ( >1), yang berarti bahwa usaha

pembuatan bakpau telo Lestari efisien. Nilai tambah yang tercipta pada pengolahan ketela rambat menjadi bakapo telo adalah sebesar Rp 3.051,00 dengan imbalan tenaga kerja Rp 1.358,00 dan keuntungan sebesar Rp 1.693,00 dalam tiap satu kali proses produksi. Berdasarkan hasil analisis kelayakan usaha


(16)

commit to user

di home industri Lestari selama 23 triwulan menunjukkan bahwa usaha pengolahan bakpao telo layak untuk dikembangkan, ini dibuktikan dengan nilai NPV sebesar Rp 251.256.483,00 IRR 32,008%, dan Net B/C Ratio 5,6 pada suku tingkat bunga 17% dan waktu pengembalian biaya investasi pada triwulan ke-2.

Berdasarkan dari penelitian Alhuda (2004) dan Ningrum (2006) di atas, menunjukan bahwa agroindustri dengan bahan baku ketela rambat mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Demikian pula dengan agroindustri keripik ketela ungu yang ada di Kecamatan Tawangmangu, memiliki bahan baku yang sama dengan kedua penelitian diatas, yaitu ketela rambat. Ketela rambat dapat diolah dengan cara yang mudah dan sederhana. Dengan diolah menjadi berbagai macam produk olahan makanan, akan memberikan nilai tambah pada ketela rambat.

Dinarti (2009), dalam penelitian yang berjudul “Analisis Usaha

Agroindustri Keripik Pisang di Kabupaten Karanganyar” menyatakan bahwa

dalam produksi keripik pisang rata-rata per bulan mengeluarkan biaya total sebesar Rp 4.107.934,90 dan dengan penerimaan sebesar Rp 5.613.252,80 sehingga diperoleh keuntungan Rp 1.505.317,82 tiap bulannya dengan profitabilitas usaha sebesar 36,64%. Sehingga usaha agroindustri keripik pisang ini menguntungkan. Nilai koefisien variasi sebesar 3,46>0 dengan batas bawah keuntungan (-)Rp 8.923.829,98 setiap pengolahan buah pisang sebanyak 330,31 kg. Ini berarti bahwa ada peluang kerugian yang akan diterima oleh agroindustri keripik pisang sebesar Rp 8.923.829,98. Dengan demikian usaha ini memiliki risiko yang tinggi. Tingkat efisiensi sebesar 1.37, artinya usaha agroindustri ini sudah efisien untuk dijalankan meskipun memiliki risiko yang tinggi. Dan setiap satu kg bahan baku pisang memiliki nilai tambah produk senilai Rp 8.778,08.

Valentina (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Nilai Tambah Ubi Kayu Sebagai Bahan Baku Keripik Singkong di Kabupaten

Karanganyar (Kasus pada KUB Wanita Tani Makmur)”, menunjukkan bahwa


(17)

commit to user

singkong dalam satu kali proses produksi pada anggota KUB Wanita Tani Makmur dari ubi kayu mentah sampai keripik singkong ½ jadi sebesar Rp 10.375,61. Sedangkan pada KUB Wanita Tani Makmur keuntungan yang diterima dari keripik singkong ½ jadi sampai matang (keripik singkong) sebesar Rp 1.610.418,99. Efisiensi usaha pengolahan ubi kayu mentah sampai keripik singkong ½ jadi di Kabupaten Karanganyar pada anggota KUB Wanita Tani Makmur adalah sebesar 1,11. Sedangkan efisiensi usaha pengolahan keripik singkong ½ jadi sampai matang pada KUB Wanita Tani Makmur sebesar 1,68. Pengolahan ubi kayu mentah menjadi keripik singkong ½ jadi yang dilakukan pada anggota KUB Wanita Tani Makmur memberikan nilai tambah bruto sebesar Rp 52.043,74 nilai tambah netto sebesar Rp 50.558,25 nilai tambah per bahan baku sebesar Rp 979,55/kg dan nilai tambah per tenaga kerja sebesar Rp 3.097,84/JKO. Sedangkan pengolahan keripik singkong ½ jadi menjadi matang pada KUB Wanita Tani Makmur memberikan nilai tambah bruto sebesar Rp 1.690.750,00 nilai tambah netto sebesar Rp 1.686.461,45 nilai tambah per bahan baku sebesar Rp 7.773,56/kg dan nilai tambah per tenaga kerja sebesar Rp 37.572,22/JKO.

Berdasakan penelitian Dinarti (2009) dan Valentina (2009) tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa usaha agroindustri mampu memberikan keuntungan dan efisien untuk dijalankan meskipun terdapat peluang kerugian. Dan mengacu pada kedua penelitian diatas, usaha agroindusti keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu juga menggunakan analisis usaha yang sama. Analisis keuntungan dapat digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang diperoleh. Dalam setiap usaha agroindustri terdapat resiko usaha, oleh karena itu diperlukan analisis resiko untuk mengetahui tingkat resiko yang dihadapi. Dan juga diperlukan analisis efisiensi untuk mengetahui tingkat efisiensi usaha, sehingga dapat diketahui apakah usaha tersebut sudah efisien atau belum untuk dijalankan.


(18)

commit to user B. Tinjauan Pustaka

1. Ketela Rambat

Tumbuhan bergetah putih, umbi akarnya sangat bervariasi bentuk, ukuran, warna kulit (putih, kuning, coklat, merah dan ungu) dan warna didalamnya (putih, kuning, jingga, ungu). Batang menjalar, bercabang-cabang. Daun tunggal tersusun spiral, helaian daun membundar telur, rata, bersudut atau bercuping menjari. Bunga aksiler, tunggal atau perbungaan terbatas, mahkota bunga bentuk corong, putih atau lembayung muda, ungu dibagian dalam tabungnya. Buah kapsul dengan 1-4 biji.

Klasifikasi :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Convolvulales Famili : Convolvulaceae Genus : Ipomoea

Spesies : I. batatas

Nama Inggris : Sweet potato

Nama Indonesia : Ubi jalar

Nama Lokal : ketela rambat (Jawa), huwi boled (Sunda)

Sinonim : Convolvulus batatas L. (1753), Convolvulus edulis

Thunb. (1784), Batatas edulis (Thunb.) Choisy (1833) Tanaman ketela rambat ada 3 varietas, yaitu ketela rambat kuning, merah dan ungu. Dibanding ketela rambat putih, tekstur ketela rambat merah atau ungu memang lebih berair dan kurang masir (sandy) tetapi lebih lembut. Rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ketela rambat putih mengandung 260 mkg (869 SI) betakaroten per 100 gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900 mkg (9675 SI) betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9900 mkg (32967 SI). Makin pekat warna jingganya, makin tinggi kadar betakarotennya yang


(19)

commit to user

merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh. Namun dari ketiganya, yang mengandung paling banyak antosian adalah varietas yang berwarna ungu. Dua varietas ketela rambat ungu introduksi (Ayamurasaki dan Yamagawa-murasaki) saat ini telah diusahakan secara komersial di beberapa daerah di Jawa Timur dengan potensi hasil 15-20 ton/ha. Beberapa varietas lokal sesungguhnya juga ada yang daging umbinya berwarna ungu, hanya intensitasnya masih jauh dibanding kedua varietas tersebut (Riata, 2010).

Ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ketela rambat menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ketela rambat juga dibuat sayuran. Terdapat pula ketela rambat yang dijadikan tanaman hias karena keindahan daun dan bunganya.

Ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi besar di Indonesia. Areal panen ketela rambat di Indonesia tiap tahun seluas 229.000 hektar, tersebar di seluruh propinsi, baik di lahan sawah maupun tegalan dengan produksi rata-rata nasional 10 ton per hektar. Penghasil utama ketela rambat di Indonesia adalah Jawa dan Irian Jaya yang menempati porsi sekitar 59 persen. Peluang perluasan areal panen masih sangat terbuka. Dengan perbaikan teknik budidaya dan penggunaan varietas unggul nasional, produktivitas bisa dinaikkan menjadi 30 ton per hektar. Ketela rambat bisa secara terus menerus, bergantian maupun secara tumpang sari. Ketela rambat bisa ditanam sepanjang tahun di jenis tanah apa saja dan di mana saja. Pada tanah Ultisol yang kurang subur di Kalimantan, produksinya juga cukup tinggi, 20 ton per hektar. Teknik budidaya ketela rambat mudah, tidak perlu penguasaan pengetahuan dan kultur teknis serta teknologi yang rumit, serta hama dsan penyakitnya juga sedikit. Keunggulan lain dari ketela rambat adalah umur panen ketela rambat yang singkat yaitu hanya empat bulan, sementara ubi kayu delapan bulan (Anonim, 2010). 2. Keripik Ketela Ungu


(20)

commit to user

Keripik ketela ungu adalah irisan ketela ungu yang telah digoreng sampai garing. Keripik ketela ungu dapat dengan mudah dibuat, sehingga keripik ketela ungu mulai cukup banyak diusahakan.

Berikut ini adalah tahapan pembuatan keripik ketela ungu : a. Pengupasan dan pengirisan

Umbi dicuci, kemudian dikupas. Umbi yang telah dikupas, tapi tidak langsung diproses lebih lanjut harus direndam di dalam air. Setelah itu umbi diiris tipis-tipis.

b. Perendaman di dalam larutan natrium bisulfit dan kapur

Irisan umbi direndam di dalam larutan natrium bisulfit 500 ppm selama 60 menit. Kemudian irisan umbi diangkat, dan direndamkan ke larutan kapur sirih 2% selama 30 menit. Setelah itu, irisan umbi ditiriskan.

c. Pemasakan ringan

Air dipanaskan sampai suhu 90°C. Ke dalam dimasukkan garam (10 gram garam untuk 1 liter air). Kemudian iris umbi yang telah ditiriskan dimasukkan ke dalam air tersebut, dan diaduk pelan-pelan. Tidak lama kemudian (1-2 menit), irisan umbi segera diangkat dan ditiriskan. d. Pengeringan

Irisan umbi dijemur, atau dikeringkan dengan alat pengering sampai cukup kering dengan tanda mudahnya umbi patah jika diremas.

e. Penggorengan

Irisan umbi digoreng di dalam minyak panas (170°C) sampai garing. f. Penggulaan

Untuk mendapatkan keripik manis, lakukan penggorengan diulang. Kedalam minyak agak panas (suhu 110°C) dimasukkan gula halus (50 gram gula untuk setiap 1 liter minyak), dan diaduk agar gula mencair. Setelah itu, keripik yang telah garing dimasukkan ke dalam minyak, diaduk dengan pelan, dan segera diangkat untuk ditiriskan dan didinginkan.


(21)

commit to user g. Pengemasan

Keripik matang harus disimpan pada wadah tertutup. Keripik dapat dikemas di dalam kantong plastik, atau kotak kaleng. Kemasan harus ditutup rapat sehingga tidak dapat dimasuki oleh uap air dan udara luar. (Anonim, 2010).

3. Agroindustri

Menurut BPS (1999), industri dapat digolongkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan jumlah investasi. Berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri dapat dikategorikan menjadi 4 kelompok, yaitu :

a. Jumlah tenaga kerja 1-4 orang untuk industri rumah tangga b. Jumlah tenaga kerja 5-19 orang untuk industri kecil

c. Jumlah tenaga kerja 20-99 orang untuk industri menengah

d. Jumlah tenaga kerja lebih atau sama dengan 100 untuk industri besar Agroindustri dapat diartikan dua hal, yang pertama, agroindustri adalah industri yang berbahan baku utama dari produk pertanian. Arti yang kedua adalah bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri. Permasalahan dalam pengembangan agribisnis (dan agroindustri) adalah lemahnya keterkaitan antar subsistem di dalam agribisnis, yaitu distribusi dan penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran (Soekartawi, 2001).

Kegiatan agroindustri dapat mempunyai peranan penting baik dalam pembangunan pertanian maupun pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan pertanian, agroindustri berperan dalam diversifikasi produk hasil pertanian. Sedangkan dalam pembangunan ekonomi, agroindustri berperan dalam pemerataan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan penyumbang devisa negara (Wulandari, 2006).

4. Biaya

Pengertian biaya bagi perusahaan yang kegiatannya memproduksi barang adalah nilai dari masukan yang digunakan untuk penghasilan


(22)

commit to user

keluarganya. Biaya atas penggunaan suatu barang dalam suatu usaha tertentu merupakan manfaat yang dikorbankan (atau kehilangan kesempatan) dengan tidak menggunakan barang itu pada alternatif penggunaan yang sebaiknya (Lipsey, et al, 1990).

Dilihat dari segi biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, maka biaya produksi bisa dibagi menjadi :

a. Total fixed Cost (TFC) atau biaya tetap total, adalah jumlah

biaya-biaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen) berapapun tingkat outputnya. Jumlah TFC adalah tetap untuk setiap tingkat output. Misalnya, penyusutan alat dan sewa gedung.

b. Total Variabel Cost (TVC) atau biaya variabel total, adalah jumlah

biaya-biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang diproduksi. Misalnya, biaya untuk bahan mentah, upah, biaya, angkutan.

c. Total Cost (TC) atau biaya total, adalah penjumlahan dari biaya tetap

dan biaya variabel. Secara matematis bisa dituliskan sebagai berikut : TC = TFC + TVC

(Boediono, 2002).

Menurut Djuwari (1994), biaya yang digunakan untuk produksi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Biaya eksplisit adalah biaya yang secara nyata dibayarkan selama proses produksi oleh produsen untuk masukan (input) yang berasal dari luar seperti penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi dari luar. b. Biaya implisit adalah biaya dari faktor produksi sendiri yang

diikutsertakan dalam proses produksi untuk menghasilkan produk (output). Termasuk dalam biaya ini ntara lain adalah biaya penyusutan, sewa tanah milik sendiri, upah tenaga kerja keluarga dan bunga modal sendiri.

5. Penerimaan

Menurut Boediono (2002), yang dimaksud dengan penerimaan


(23)

commit to user

mengetahui penerimaan total diperoleh dari output atau hasil produksi dikalikan dengan harga jual output. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

TR = Q x P Dimana :

TR = penerimaan total

Q = jumlah output/produk yang dihasilkan P = harga jual

Semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan semakin tinggi harga per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima produsen semakin kecil. Penerimaan total yang diterima oleh produsen dikurangi biaya total yang dikeluarkan akan memperoleh pendapatan bersih yang merupakn keuntungan yang diperoleh produsen (Soekartawi, 1995).

Bentuk penerimaan dapat digolongkan atas dua bagian, yaitu penerimaan yang berasal dari hasil penjualan barang-barang yang diproses dan penerimaan yang berasal dari luar barang-barang yang diproses. Penerimaan yang berasal dari luar kegiatan usaha tapi berhubungan dengan adanya kegiatan usaha, seperti penerimaan dalam bentuk bonus karena pembelian barang-barang kebutuhan kegiatan usaha, penerimaan bunga bank, nilai sisa aset (scrap value), sewa gedung, sewa kendaraan, dan lain sebagainya (Ibrahim, 2003).

6. Keuntungan

Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya produksi sesuai dengan tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi pada penggunaannya yang terbaik. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

p = TR - TC Dimana :


(24)

commit to user TR = penerimaan total

TC = biaya total

Keuntungan atau laba menunjukan niali tambah (hasil) yang diperoleh dari modal yang dijalankan. Setiap kegiatan yang dijalankan perusahaan tentu berdasar modal yang dijalankan. Dengan modal itulah keuntungan atau laba diperoleh. Hal inilah yang menjadi tujuan utama setiap perusahaan (Muhammad, 1995).

7. Profitabilitas

Menurut Asri (1987), profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, istilah rasio profitabilitas menggambarkan efisiensi usaha perusahaan. Sebuah perusahaan dikatakan lebih efisien menggunakan modalnya daripada perusahaan lain apabila mampu menunjukkan rasio profitabilitas yang tinggi, dan sebaliknya. Profitabilitas menunjukkan porsi keuntungan dari penjualan yang mampu dicapai perusahaan dalam suatu periode waktu tertentu. Rasio ini dihitung dengan membandingkan keuntungan dengan penerimaan. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut :

8. Risiko Usaha

Setiap aktivitas usaha di sektor pertanian atau agribisnis selalu dihadapkan dengan situasi ketidakpastian (uncertainly) dan risiko (risk). Faktor ketidakpastian dan risiko usaha merupakan faktor eksternalitas yaitu faktor yang sulit dikendalikan oleh produsen. Dikatakan risiko (risk) apabila diketahui berapa besarnya peluang terjadi risiko tersebut. Sebaliknya dikatakan ketidakpastian (uncertainly) apabila peluang terjadinya risiko tidak diketahui (Soekartawi, et al, 1993).

Hakim (2009), menyatakan bahwa terdapat berbagai fungsi dalam manajemen, yang meliputi fungsi pemasaran, keuangan, produksi dan personalia. Adapun risiko tersebut antara lain :

% 100

Pr = ´

Penerimaan Keuntungan as


(25)

commit to user 1. Risiko Fungsi Pemasaran

Fungsi pemasaran dikenal dengan rumus 4P yang dimaksud sebagai singkatan dari product, price, place dan promotion. 4P ialah

variabel-variabel pemasaran yang dapat dimanfaatkan agar mampu dicapai tingkat penjualan yang diinginkan, yaitu : produk (kualitas, karakteristik, jenis, ukuran, pelayanan purna jual, pengembalian); harga (daftar harga, jangka waktu pembayaran); tempat (saluran distribusi, lokasi penjualan, transportasi); dan promosi (penjualan langsung, promosi penjualan).

2. Risiko Fungsi Keuangan

Berbagai risiko keuangan yang terjadi meliputi : kas (penggunaan kas yang tidak efisien atau boros, sebagai akibat tidak memiliki anggaran kas yang baik dan benar); dan tingkat bunga (tingkat bunga yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi tinggi, pengaruhnya terhadap harga jual produkyang tidak mampu bersaing).

3. Risiko Fungsi Produksi

Risiko fungsi produksi tersebut meliputi : persediaan (perubahan harga persediaan, persediaan yang menumpuk sebagai akibat lesunya penjualan, persediaan yang rusak); mutu (perubahan mutu akan mempengaruhi tingkat penjualan); mesin (mesin rusak atau mogok); dankaryawan (karyawan mogok, bertindak di luar rencana).

Kegagalan dalam mencapai pendapatan yang diharapkan diantaranya disebabkan karena adanya berbagai risiko yang tidak dapat diselesaikan. Risiko-risiko tersebut dapat dibedakan antara risiko perusahaan dan risiko keuangan. Risiko perusahaan terjadi karena adanya berbagai alternatif penyaluran modal atau investasi yang mengakibatkan perbedaan tingkat pendapatan yang diterima oleh setiap arus investasi. Perbedaan tingkat pendapatan ini disebabkan karena setiap unit usaha memiliki sifat dan kegiatan produksi sendiri-sendiri. Risiko dalam bidang pertanian, misalnya, karena kegiatan di dalam unit usaha ini sangat dipengaruhi oleh cuaca, sifat alam lainnya, wabah penyakit dan perubahan


(26)

commit to user

harga yang tidak dapat dikuasai petani. Risiko keuangan terjadi karena hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan keputusan-keputusan dibidang keuangan dan pembiayaan. Risiko ini menyangkut ketidakmampuan perusahaan membayar utang dan membayar keuntungan kepada pemilik saham (Kadarsan, 1995).

Risiko pasar (market risk) adalah suatu risiko yang timbul karena menurunnya nilai suatu investasi karena pergerakan pada faktor-faktor pasar. Empat faktor standar risiko pasar adalah risiko modal, risiko suku bunga, risiko mata uang, dan risiko komoditas. Risiko suku bunga adalah risiko yang timbul karena nilai relatif aktiva berbunga, seperti pinjaman atau obligasi, akan memburuk karena peningkatan suku bunga. Risiko nilai tukar atau risiko mata uang adalah suatu bentuk risiko yang muncul karena perubahan nilai tukar suatu mata uang terhadap mata uang yang lain. Risiko nilai tukar yang terkait dengan instrumen mata uang asing penting diperhatikan dalam investasi asing. Risiko ini muncul karena perbedaan kebijakan moneter dan pertumbuhan produktivitas nyata, yang akan mengakibatkan perbedaan laju inflasi (Wikipedia, 2010).

9. Efisiensi Usaha

Pengertian efisiensi tidak cukup hanya dikaitkan dengan jumlah barang tanpa memperhatikan mutu atau nilai barang yang dihasilkan. Seseorang dapat saja menghasilkan jumlah yang lebih banyak per satuan waktu, atau tenaga, atau biaya, namun mungkin mutu dan nilai barang yang dihasilkan relatif lebih rendah daripada yang dihasilkan orang lain pada jumlah yang lebih sedikit. Pada akhirnya tingkat efisiensi dalam suatu usaha umumnya diukur dengan nilai uang atau sesuatu yang dapat memajukan usaha atau perusahaannya (Wijandi, 1988).

Pendapatan yang tinggi tidak selalu memajukan efisiensi yang tinggi, karena kemungkinan pendapatan yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang besar. Efisiensi mempunyai tujuan memperkecil biaya produksi per satuan produk yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang optimal. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan


(27)

commit to user

tersebut adalah memperkecil biaya keseluruhan dengan mempertahankan produksi yang telah dicapai untuk memperbesar produksi tanpa meningkatkan biaya keseluruhan (Rahardi, 1999).

Menurut Soekartawi (1995), perhitungan efisiensi usaha yang sering digunakan adalah Return Cost Ratio (R/C Ratio). R/C Ratio adalah perbandingan nisbah antara penerimaan dan biaya.

R/C Ratio = R/C

Keterangan :

R = penerimaan total (Rupiah) C = biaya total (Rupiah)

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu merupakan industri yang mengolah ketela ungu menjadi produk olahan berupa keripik ketela ungu beserta pemasarannya. Dari usaha tersebut akan dikaji mengenai biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi dan risiko usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

1. Biaya

Biaya adalah nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi. Biaya pengeluaran usaha agroindustri keripik ketela ungu dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung pada tingkat output. Biaya tetap pada keseluruhan usaha agroindustri keripik ketela ungu skala rumah tangga berupa biaya penyusutan alat dan biaya bunga modal investasi. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi oleh kuantitas produksi. Biaya variabel pada keseluruhan usaha agroindustri keripik ketela ungu berupa biaya bahan baku, biaya bahan penolong (minyak goring, zat pemanis makanan, bahan bakar dan bahan pengemas), biaya tenaga kerja, biaya transportasi dan pemasaran produk.


(28)

commit to user

Dari perhitungan biaya tetap dan biaya variabel maka dapat diketahui besarnya biaya total. Biaya Total/Total Cost (TC) adalah penjumlahan antara biaya variabel total/Total Variable Cost (TVC) dan biaya tetap total/Total Fixed Cost (TFC).

2. Penerimaan

Proses produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang atau jasa yang disebut input diubah menjadi barang lain atau output. Proses produksi pada usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah mengolah ketela ungu menjadi keripik beserta pemasarannya.

Dalam kegiatan produksi tersebut akan diperoleh penerimaan yaitu dengan mengalikan total produksi keripik ketela ungu yang terjual (Q) dengan harga produk (P).

3. Keuntungan

Dari perhitungan data akan diperoleh keuntungan dan profitabilitas. Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan.

Semakin besar penerimaan total atau semakin kecil biaya maka keuntungan yang diterima akan semakin besar, sebaliknya jika penerimaan total semakin kecil atau biaya semakin besar maka keuntungan yang diperoleh semakin kecil.

4. Profitabilitas

Profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan dari penjualan dengan penerimaan yang dinyatakan dalam persen (%).

5. Efisiensi usaha

Perhitungan fisiensi usaha yang sering digunakan adalah Return Cost

Ratio (R/C Ratio). R/C Ratio adalah merupakan perbandingan antara

penerimaan dan biaya. Semakin besar nilai R/C Ratio maka semakin besar pula keuntungan yang diperoleh.

Menurut Mubyarto (1989), apabila hasil bersih usaha besar maka ini mencerminkan rasio yang lebih baik dari nilai hasil dan biaya. Makin tinggi rasio ini berarti usaha yang dijalankan semakin efisien.


(29)

commit to user 6. Risiko usaha

Dalam menjalankan usaha untuk mencapai keuntungan, pengusaha akan menghadapi risiko atas kegiatan usaha tersebut. Misalkan risiko harga, risiko selama proses produksi, dan risiko pasar.

Usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah dengan menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan. Koefisien merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung oleh pengusaha agroindustri keripik ketela ungu dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : CV = V

E Dimana :

CV = koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu V = simpangan baku agroindustri keripik ketela ungu

E = keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari pendapatan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu dan simpangan bakunya dirumuskan :

n

å Ei E = i=1 k n

Dimana :

E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)

n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit)

Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu :


(30)

commit to user

Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai berikut :

n

å (Ei-E)2 V2 = i=1

n – 1 Dimana :

V2 = Ragam keuntungan

n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit)

E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)

Untuk mengetahui batas bawah pendapatan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar digunakan rumus :

L = E – 2 V Dimana :

L = Batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) V = Simpangan baku keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu

(Rp)

Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung pengusaha semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik ketela ungu akan selalu terhindar dari kerugian. Dan apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha keripik ketela ungu (Hernanto, 1993).


(31)

commit to user

Kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian pada Analisis Usaha Keripik Ketela Ungu

Agroindustri Keripik Ketela Ungu

di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

Proses Produksi

Input Output

Biaya Tetap : a. Penyusutan Alat b. Bunga Modal

Investasi

c. Cicilan pinjaman modal

d. Ijin Departemen Kesehatan

Biaya Variabel : a. Bahan Baku

- Ketela ungu b. Bahan Penolong

- Gula - Garam

- Pemanis buatan - Vanili

- Minyak goreng c. Bahan bakar d. Pengemas e. Tenaga Kerja f. Transportasi g. Listrik

Biaya Total

Penerimaan Total

Analisis Usaha a. Keuntungan b. Profitabilitas c. Risiko d. Efisiensi e.

Risiko Harga Risiko Produksi

Risiko Pasar


(32)

commit to user

D. Definisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel

1. Agroindustri adalah kegiatan yang mengolah hasil pertanian menjadi barang jadi atau setengah jadi.

2. Keripik ketela ungu adalah makanan ringan berupa irisan tipis yang dibuat dari ketela ungu yang digoreng.

3. Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan untuk pembuatan keripik ketela ungu yaitu ketela ungu.

4. Bahan penolong adalah bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan keripik selain bahan utama (ketela ungu), seperti gula, garam, pemanis buatan, dan minyak goreng.

5. Responden adalah pengusaha agroindustri keripik ketela ungu yang memproduksi keripik ketela ungu.

6. Biaya total adalah semua biaya yang digunakan dalam usaha pembuatan keripik ketela ungu yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

7. Biaya tetap adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh kuantitas output yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

8. Biaya tetap berupa :

a. Biaya penyusutan peralatan dinyatakan dalam rupiah, dihitung dengan menggunakan metode garis lurus :

Penyusutan :

(bulan) ekonomis

umur

akhir nilai -awal nilai

(Hernanto, 1993)

b. Biaya bunga modal investasi, yaitu perkalian dari nilai investasi dengan suku bunga riil yang dinyatakan dalam satuan rupiah. Besarnya bunga modal investasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

B = Biaya Modal Sendiri x r (Suratiyah, 2006) Dimana :


(33)

commit to user Keterangan :

B = Bunga modal investasi (Rp)

r = Suku bunga riil bulan Oktober 2010 (1,830%)

i = Suku bunga kredit investasi Bank BRI bulan Oktober 2010 (2%) f = Inflasi bulan Oktober 2010 (0,06%)

9. Biaya variabel (biaya tidak tetap) adalah biaya yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap kuantitas output yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Yang termasuk dalam biaya variabel dalam penelitian ini adalah biaya bahan baku, biaya bahan penolong, bahan bakar (kayu dan serbuk gergaji), pengemas (plastik), biaya tenaga kerja dan transportasi.

10.Biaya bahan baku merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku pembuatan keripik ketela ungu yaitu ketela ungu yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

11.Biaya bahan penolong adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan-bahan penolong, seperti gula pasir, garam, pemanis buatan, dan minyak goreng yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

12.Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar tenaga kerja yang dinyatakan dalam rupiah (Rp), dimana tenaga kerja tersebut berasal dari dalam dan luar keluarga.

13.Biaya transportasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk transportasi selama proses produksi mulai dari pengadaan input hingga pemasaran yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).

14.Penerimaan total agroindustri keripik ketela ungu adalah penerimaan dari usaha agroindustri keripik ketela ungu yang diperoleh dengan cara mengalikan produksi total yang terjual dengan harga per satuan produk yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) per bulan.

15.Keuntungan agroindustri keripik ketela ungu adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).


(34)

commit to user

16.Profitabilitas agroindustri keripik ketela ungu adalah perbandingan antara keuntungan agroindustri keripik ketela ungu dengan penerimaan yang dinyatakan dalam persen (%).

17.Efisiensi usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan yang dinyatakan dalam angka.

18.Risiko adalah kemungkinan merugi yang dihadapi pengusaha, yang diperhitungkan terlebih dahulu. Risiko usaha agroindustri keripik ketela ungu ditunjukkan dari nilai koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.

E. Pembatasan Masalah

1. Analisis usaha yang dimaksud dalam penelitian ini didasari pada biaya, penerimaan, keuntungan, profitabilitas, efisiensi, dan risiko usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

2. Agroindustri keripik ketela ungu merupakan industri yang memproduksi keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar berskala kecil yang sampai periode penelitian masih berproduksi.

3. Penelitian ini menggunakan data produksi dan biaya selama 1 bulan (Oktober 2010).

F. Hipotesis

1. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan menguntungkan.

2. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan berisiko.

3. Diduga agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang diusahakan sudah efisien.


(35)

commit to user G. Asumsi

1. Harga input dan output menggunakan harga yang berlaku di daerah penelitian.

2. Jumlah keripik ketela ungu yang diproduksi diasumsikan terjual seluruhnya.

3. Faktor-faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga diasumsikan menerima upah yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar yang berlaku di daerah penelitian.

4. Aset rumah dan bangunan tidak diikutsertakan dalam perhitungan biaya tetap karena mempunyai fungsi ganda.


(36)

commit to user

1

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Menurut Surakhmad (1994), metode ini mempunyai ciri-ciri, memusatkan diri pada pemecahan masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dianalisis dan kemudian dijelaskan.

Teknik pelaksanaan dari penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat bantu untuk mengumpulkan data (Singarimbun dan Effendi, 1995).

B. Metode Penentuan Sampel

1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di Desa Karanglo dan Desa Bandardawung Kecamatan Tawangmangu, karena hanya wilayah tersebut yang memproduksi keripik ketela ungu di Kabupaten Karanganyar.

2. Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah pengusaha keripik ketela ungu yang mengolah ketela ungu menjadi keripik. Data mengenai jumlah pengrajin tersebut dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Jumlah Unit Usaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

No. Desa Jumlah Unit Usaha

1. 2.

Karanglo Bandardawung

16 3

Jumlah 19

Sumber : Data Dinas Perindustrian, Perdagangan Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar 2008


(37)

commit to user

Dari data pada Tabel 5, pengambilan responden dilakukan dengan cara sensus, yakni dengan cara mencatat semua responden yang diselidiki tersebut (Marzuki, 2002). Metode sensus dipilih karena jumlah responden terbatas yaitu 19 unit usaha.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (quisioner) yang sudah dipersiapkan. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pengusaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data mengenai karateristik responden, proses produksi, alat dan bahan yang digunakan, biaya-biaya (tetap dan variabel) yang dikeluarkan selama proses produksi, penerimaan, kendala dan risiko usaha.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari referensi, buku, jurnal, dan instansi-instansi yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Instansi-instansi-instansi tersebut meliputi : Badan Pusat Statistik Karanganyar, Dinas Perindustrian Perdagangan, Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar, dan Kantor Kecamatan Tawangmangu. Data tersebut adalah data mengenai keadaan umum daerah penelitian, keadaan perekonomian, dan keadaan penduduk.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Teknik observasi dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung terhadap obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang jelas mengenai obyek yang akan diteliti.


(38)

commit to user 2. Wawancara

Teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan melakukan wawancara secara indepth (luas dan mendalam) kepada responden berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.

3. Pencatatan

Teknik pencatatan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder dari instansi atau lembaga yang ada hubungannya dalam penelitian ini.

E. Metode Analisis Data

1. Biaya, Penerimaan, Keuntungan dan Profitabilitas Usaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

a. Biaya

Menurut Boediono (2002), untuk menghitung biaya dalam proses produksi diperhitungkan dari penjumlahan biaya tetap total dan biaya variabel total dengan rumus :

TC = TFC + TVC Dimana :

TC = Biaya total (Rp) TFC = Biaya tetap total (Rp) TVC = Biaya variabel total (Rp) b. Penerimaan

Menurut Boediono (2002), penerimaan merupakan keseluruhan produk yang dihasilkan dikalikan harga. Untuk menghitung besarnya penerimaan yang diterima, digunakan rumus :

TR = Q x P Dimana :

TR = Penerimaan total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Q = Jumlah keripik ketela ungu yang dihasilkan (kg)


(39)

commit to user c. Keuntungan

Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara penerimaan total yang diterima dengan biaya (biaya tetap ditambah biaya tidak tetap/variabel) yang dikeluarkan dalan usaha agroindustri keripik ketela ungu. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

π = TR – TC Dimana :

π = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) TR = Penerimaan total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) TC = Biaya total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) d. Profitabilitas

Menurut Asri (1987), profitabilitas merupakan perbandingan antara keuntungan penjualan dengan penerimaan. Secara sistematis dirumuskan sebagai berikut :

2. Risiko Usaha

Usaha agroindustri keripik ketela ungu adalah dengan menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan. Koefisien merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung oleh pengusaha agroindustri keripik ketela ungu dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut : CV= V

E Dimana :

CV = koefisien variasi usaha agroindustri keripik ketela ungu V = simpangan baku agroindustri keripik ketela ungu

E = keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari pendapatan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu dan simpangan bakunya. Simpangan baku merupakan besarnya risiko yang harus ditanggung produsen.

% 100

Pr = ´

Penerimaan Keuntungan as


(40)

commit to user n

å Ei E = i = 1 k

n Dimana :

E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)

n = Jumlah pengusaha agroindustri keripik ketela ungu (unit)

Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu selanjutnya mencari simpangan baku menggunakan metode analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu : V = ÖV2

Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai berikut :

n

å (Ei-E)2 V2 = i = 1 n – 1

Dimana :

V2 = Ragam keuntungan

n = Jumlah agroindustri keripik ketela ungu (unit)

E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) Ei = Keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)

Untuk mengetahui batas bawah pendapatan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan tawangmangu Kabupaten Karanganyar digunakan rumus :

L = E – 2 V Dimana :

L = Batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) E = Keuntungan rata-rata usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) V = Simpangan baku keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)

Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung pengusaha semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik ketela ungu akan selalu terhindar dari kerugian. Dan apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0


(41)

commit to user

berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha keripik ketela ungu (Hernanto, 1993).

3. Efisiensi Usaha

Menurut Soekartawi (1995), untuk mengetahi efisiensi usaha agroindustri keripik ketela ungu yang telah dijalankan selama ini dengan menggunakan perhitungan R/C rasio. R/C rasio adalah singkatan dari

Return Cost Ratio atau dikenal dengan nisbah antara penrimaan dan biaya.

R/C ratio =

Biaya Penerimaan

Dimana :

R = Penerimaan usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp) C = Biaya total usaha agroindustri keripik ketela ungu (Rp)

Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi adalah :

a. R/C ratio < 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu tidak efisien (merugi) b. R/C ratio = 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu break even point atau

baru mencapai kondisi impas (belum efisien)

c. R/C ratio > 1 : Usaha agroindustri keripik ketela ungu efisien (menguntungkan)

F. Pengujian Hipotesis

1. Untuk menjawab tujuan penelitian yang pertama dan membuktikan hipotesis yang pertama, dapat diuji dengan menggunakan rumus :

a. Biaya

TC = TFC + TVC b. Penerimaan

TR = Q x P c. Keuntungan

π = TR – TC e. Profitabilitas

Hipotesis diterima jika keuntungan hasilnya positif dan profitabilitas lebih dari nol.

% 100

Pr = ´

Penerimaan Keuntungan as


(42)

commit to user

2. Untuk menjawab tujuan penelitian yang kedua dan membuktikan hipotesis yang kedua, dapat diuji dengan menggunakan rumus :

a. Koefisien Variasi CV= V

E

Keuntungan Rata-rata n

å Ei E = i = 1 k

n

Simpangan Baku V = ÖV2

Ragam Keuntungan

n

å (Ei-E)2 V2 = i = 1 n – 1 b. Batas Bawah

L = E – 2 V

Kriteria yang digunakan dalam penilaian risiko adalah:

Nilai CV ≤ 0,5 atau L ³ 0 menyatakan bahwa pengusaha keripik ketela ungu akan selalu terhindar dari kerugian.

Nilai CV > 0,5 atau L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha keripik ketela ungu.

3. Untuk menjawab tujuan penelitian yang ketiga dan membuktikan hipotesis yang ketiga, dapat diuji dengan menggunakan rumus :

R/C ratio =

Biaya Penerimaan

Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi adalah :

R/C ratio < 1 Usaha agroindustri keripik ketela ungu tidak efisien (merugi) R/C ratio = 1 Usaha agroindustri keripik ketela ungu break even point atau

baru mencapai kondisi impas (belum efisien)

R/C ratio > 1 Usaha agroindustri keripik ketela ungu efisien (menguntungkan)


(43)

commit to user IV. KONDISI UMUM

A. Kabupaten Karanganyar 1. Keadaan Alam

a. Letak Geografis

Kabupaten Karanganyar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak pada 110°40’-110°70’ BT dan 7°28’-7°46’ LS, mempunyai ketinggian rata-rata 511 meter di atas

permukaan laut serta beriklim tropis dengan temperatur 22o–31oC. Kabupaten Karanganyar mempunyai batas-batas wilayah

adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kabupaten Sragen

Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo dan Wonogiri Sebelah Timur : Provinsi Jawa Timur

Sebalah Barat : Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali.

Kabupaten Karanganyar memiliki 17 kecamatan yaitu Jatipuro, Jatiyoso, Jumapolo, Jumantono, Matesih, Tawangmangu, Ngargoyoso, Karangpandan, Karanganyar, Tasikmadu, Jaten, Colomadu, Gondangrejo, Kebakkramat, Mojogedang, Kerjo, dan Jenawi.

Letak geografis Kabupaten Karanganyar ini sesuai dengan syarat tumbuh ketela ungu yaitu dataran rendah sampai ketinggian 500 m diatas permukaan laut, yang bersuhu 21-27oC.

b. Curah Hujan

Berdasarkan data dari 6 stasiun pengukur yang ada di Kabupaten Karanganyar yaitu di Kecamatan Colomadu, Kecamatan

Tasikmadu, Kecamatan Mojogedang, Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Karangpandan, dan Kecamatan Tawangmangu maka banyaknya hari hujan selama tahun 2009 adalah 95 hari dengan rata-rata curah hujan 2.453 mm, dimana curah hujan tertinggi terjadi pada Bulan Maret serta curah hujan terendah terjadi pada Bulan Juli, Agustus, dan September.


(44)

commit to user c. Keadaan Tanah

Kabupaten Karanganyar sebagian besar mempunyai jenis tanah yang terdiri dari tanah litosol yang berwarna cokelat (dibagian tengah) dan dibagian timur terdiri dari tanah pegunungan yang berwarna cokelat tua sampai kehitam-hitaman. Dibagian barat terdiri dari tanah mediteran andosal yang berwarna hitam, dengan dasar tanah debu andesit sampai pasir bergeluh. Berikut ini rincian jenis tanah di 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Karanganyar :

Tabel 6. Jenis Tanah Menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar

No. Kecamatan Jenis Tanah

1. Jatipuro Litosol Cokelat Kemerahan 2. Jatiyoso

Litosol Cokelat Kemerahan, Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan Dan Litosol

3. Jumapolo Litosol Cokelat Kemerahan 4. Jumantono Litosol Cokelat Kemerahan

5. Matesih Mediteran Cokelat, Litosol Cokelat

6. Tawangmangu Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol

7. Ngargoyoso Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol

8. Karangpandan Mediteran Cokelat Tua 9. Karanganyar Mediteran Cokelat 10. Tasikmadu Mediteran Cokelat

11. Jaten Aluvial Kelabu dan Grumosal Cokelat 12. Colomadu Regosol Kelabu

13. Gondangrejo Asosiasi Gumosol Kelabu Tua dan Mediteran Cokelat Kemerahan

14. Kebakkramat

Aluvial Kelabu, Asosiasi Aluvial Kelabu dan Aluvial Kelabu, Mediteran Cokelat, Asosiasi Grumosol Kelabu Tua, dan Mediteran Cokelat Kemerahan

15. Mojogedang Litosol Cokelat, Mediteran Cokelat 16. Kerjo Litosol Cokelat

17. Jenawi

Litosol Cokelat, Mediteran Cokelat Kemerahan, Kompleks Andosol Cokelat, Andosol Cokelat, Andosol Cokelat Kekuningan dan Litosol


(45)

commit to user d. Luas Wilayah

Kabupaten Karanganyar memiliki luas wilayah sebesar 77.377,64 Ha. Jenis tanah berpengaruh terhadap kesuburan tanah sehingga akan berpengaruh juga pada keputusan dalam penggunaan wilayah. Penggunaan wilayah di Kabupaten Karanganyar bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian dari kemampuan wilayah tersebut. Berikut ini adalah rincian penggunaan wilayah Kabupaten Karanganyar :

Tabel 7. Penggunaan Wilayah di Kabupaten Karanganyar Tahun 2009 No. Macam Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)

1.

2.

Luas Tanah Sawah

a. Sawah Irigasi Teknis b. Sawah Non Teknis

c. Sawah Tidak Berpengairan

Luas Tanah Kering

a. Pekarangan/Bangunan b. Tegalan/Kebun c. Perkebunan d. Hutan negara e. Lain-lain 22.474,91 12.929,62 7.587,62 1.957,67 54.902,73 21.171,97 17.863,40 3.251,50 9.729,50 2.886,36 29,05 16,71 9,81 2,53 70,95 27,36 23,09 4,20 12,57 3,73

Total 77.377,64 100,00

Sumber: Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009

Berdasarkan Tabel 7 di atas dapat diketahui bahwa secara umum penggunaan wilayah di Kabupaten Karanganyar meliputi 22.474,91 Ha luas tanah sawah dengan persentase 29,05% dan 54.902,73 Ha luas tanah kering dengan persentase 70,95%. Penggunaan wilayah untuk tanah sawah yang memiliki luas terbesar adalah sawah irigasi teknis dengan luas 12.929,62 Ha dan persentase 16,71% terhadap luas total, luas terbesar kedua adalah sawah non teknis dengan luas 7.587,62 Ha dan persentase 9,81% terhadap luas total, sedangkan luas penggunaan wilayah tanah sawah yang nilainya terkecil adalah sawah tidak berpengairan dengan luas 1.957,67 Ha dan persentase 2,53% terhadap luas total.


(46)

commit to user

Penggunaan wilayah pada tanah kering terdiri dari pekarangan/bangunan, tegalan/kebun, perkebunan, hutan negara, dan lain-lain. Penggunaan luas tanah kering yang terbesar adalah pekarangan/bangunan dengan luas 21.171,97 Ha dengan persentase 27,36% terhadap luas total. Hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan jumlah rumah tangga baru yang menetap di Kabupaten Karanganyar. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan penggunaan lahan pertanian sawah atau tegal menjadi pekarangan/ bangunan. Sedangkan untuk penggunaan tanah kering yang memiliki luas terkecil adalah lain-lain dengan luas 2.886,36 Ha dan persentase 3,73% terhadap luas total. Pembagian luas tanah kering yang lain adalah meliputi tegalan/kebun dengan luas 17.863,40 Ha dan persentase 23,09% terhadap luas total, hutan negara dengan luas 9.729,50 Ha dan persentase 12,57% terhadap luas total, dan perkebunan dengan luas 3.251,50 Ha dan persentase 4,20% terhadap luas total.

Berdasarkan luas areal di Kabupaten Karanganayar, sebagian besar dimanfaatkan untuk bangunan, perkebunan, dan hutan Negara, sedangkan untuk lahan sawah hanya sedikit, seperti lahan untuk produksi ketela ungu yang rata-rata hanya 670,8 Ha.

2. Keadaan Penduduk

a. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Laju pertumbuhan penduduk dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, jumlah kematian, dan migrasi yang terjadi di daerah tersebut. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 8.


(47)

commit to user

Tabel 8. Perkembangan Penduduk Kabupaten Karanganyar Tahun 2004–2008 Tahun Jumlah Penduduk (Jiwa) Pertumbuhan Penduduk (Jiwa) Persentase (%) 2004 2005 2006 2007 2008 830.640 838.182 844.634 851.366 865.580 7.437 7.542 6.452 6.732 14.214 0,90 0,91 0,75 0,85 1,67 Rata-rata 846.080 8.475,4 1,016

Sumber : Kabupaten Karanganyar dalam Angka 2009

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah penduduk Kabupaten Karanganyar tahun 2004–2008 adalah 846.080 jiwa. Penduduk Kabupaten Karanganyar dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dengan rata-rata persentase pertumbuhan penduduk sebesar 1,016%. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada tahun 2008 yaitu 865.580 jiwa. Hal ini dikarenakan pada tahun 2008 terjadi peningkatan jumlah kelahiran sebesar 14.214 jiwa atau sebesar 1,67%,.

b. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat digunakan untuk mengetahui jumlah penduduk serta besarnya sex ratio di suatu daerah, yaitu angka yang menunjukkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan, yang dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan : S = Sex ratio

M = Jumlah penduduk laki-laki F = Jumlah penduduk perempuan

k = Konstanta, yang besarnya adalah 100 (Mantra, 2003).

Komposisi penduduk di Kabupaten Karanganyar menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini :

k M

F


(1)

commit to user

c. Risiko Pasar

Banyaknya produsen keripik ketela ungu yang terdapat di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, mengakibatkan persaingan harga keripik ketela ungu di pasaran. Untuk mengatasi risiko tersebut, produsen harus pintar-pintar mencari lokasi pemasaran yang belum dijamah produsen lain. Dengan memasarkan ke luar kota hingga ke luar pulau seperti Kalimantan, akan memperkecil risiko persaingan harga yang dihadapi produsen.

3. Efisiensi Usaha

Efisiensi usaha pada usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dihitung dengan menggunakan R/C ratio, yaitu perbandingan antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan. Besar efisiensi usaha usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar dapat dilihat pada Tabel 36 berikut ini :

Tabel 36. Efisiensi Usaha Agroindustri Keripik Ketela Ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

No. Uraian Rata-rata per Bulan (Rp)

1. Penerimaan 36.340.580,36

2. Biaya total 28.092.681,90

R/C ratio 1,29

Sumber : Diolah dari Data Primer (Lampiran 8)

Tabel 36 menunjukkan bahwa agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar ini telah efisien, yang ditunjukkan dengan rata-rata nilai efisiensi yang lebih dari satu, yaitu 1,29, ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam suatu kegiatan usaha memberikan penerimaan sebesar 1,29 kali dari biaya yang telah dikeluarkan. Sebagai contoh, dalam industri keripik ketela ungu, produsen mengeluarkan biaya sebesar Rp 10.000,00 maka produsen akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 12.900,00. Dari sini terlihat bahwa rata-rata penerimaan yang diperoleh produsen keripik ketela ungu ternyata


(2)

commit to user

telah mampu menutup biaya total yang dikeluarkan dalam industri keripik ketela ungu.

H. Peran Pemerintah

Pemerintah memiliki peran terhadap kemajuan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Pada tahun 2000 lalu, pemerintah Kabupaten Karanganyar melalui Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Karanganyar memberikan bantuan peralatan berupa mesin pemotong ketela, akan tetapi hanya beberapa produsen keripik ketela ungu yang menerimanya. Pemberian mesin penggiling tersebut tidak secara cuma-cuma, akan tetapi produsen harus membayar dengan cara diangsur selama 5 tahun tanpa bunga.

I. Prospek Usaha

Industri pembuatan produk keripik ketela ungu dianggap sebagai usaha yang cukup potensial untuk dikembangkan lebih lanjut, mengingat usaha ini mudah untuk dijalankan, hanya membutuhkan keterampilan dalam proses produksi dan secara teknis tidak membutuhkan keahlian yang tinggi. Industri keripik ketela ungu di Kabupaten Karanganyar hanya dapat ditemui di Kecamatan Tawangmangu. Menghadapi peluang pasar keripik ketela ungu yang makin baik dan meluas maka harus didukung dengan sistem pemasaran yang baik agar produk keripik ketela ungu dapat lebih dikenal oleh masyarakat umum. Pemasaran melalui pedagang besar diharapkan dapat lebih meningkatkan volume penjualan keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar.

Persaingan antar produsen keripik ketela ungu dalam memperoleh pangsa pasar yang luas memaksa produsen untuk mengeluarkan strategi khusus mengenai produknya, baik dari segi harga maupun kualitasnya. Dari sisi harga, produsen harus berani bersaing dengan menetapkan harga yang rendah sebagai akibat dari tingginya tingkat persaingan untuk memperoleh pangsa pasar yang luas. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap besarnya


(3)

commit to user

keuntungan yang diterima oleh masing-masing produsen keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Selain itu produsen juga harus mempertahankan kualitas keripik ketela ungu yang dihasilkan, salah satunya dengan cara memilih bahan baku ketela ungu yang berkualitas baik, seperti berkulit mulus dan tidak terdapat bercak-bercak hitam.

J. PengujianHipotesis

1. Hipotesis yang pertama terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu

di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menguntungkan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keuntungan yang diperoleh usaha keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar Rp 8.247.898,46 per bulan dan profitabilitas 23,00%. Nilai profitabilitas yang lebih dari nol berarti usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menguntungkan.

2. Hipotesis yang kedua terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu

di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menanggung risiko. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa nilai koefisien variasi sebesar 0,93 atau (CV > 0,5) dan batas bawah keuntungan usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar sebesar Rp -7.047.041,60 atau bernilai negatif (L < 0), maka dapat dinyatakan bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki peluang untuk mengalami kerugian. Hal ini berarti usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten

Karanganyarmenanggung risiko.

3. Hipotesis yang ketiga terbukti yaitu usaha agroindustri keripik ketela ungu

di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar telah efisien. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa efisiensi usaha pada agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yaitu sebesar 1,29. Angka ini menunjukkan bahwa


(4)

commit to user

usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang dijalankan telah efisien yang ditunjukkan dengan besarnya nilai R/C rasio yang lebih dari satu.


(5)

commit to user

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar yang telah dilakukan, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Biaya total rata-rata agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan

Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah sebesar Rp 28.092.681,90 per bulan. Penerimaan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 36.340.580,36 per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh produsen keripik ketela ungu adalah sebesar Rp 8.247.898,46 per bulan. Sedangkan

profitabilitas agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan

Tawangmangu Kabupaten Karanganyar adalah sebesar 23,00%, yang berarti industri keripik ketela ungu menguntungkan.

2. Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten

Karanganyar memiliki nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0,93 dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp -7.047.041,60. Nilai koefisien variasi yang lebih dari 0,5 dan nilai batas bawah keuntungan bernilai negatif (kurang dari 0) menunjukkan bahwa usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar memiliki peluang untuk mengalami kerugian. Hal ini berarti usaha agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar menanggung risiko.

3. Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten

Karanganyar mempunyai nilai efisiensi lebih dari satu, yaitu sebesar 1,29 sehingga dapat dikatakan bahwa usaha industri keripik ketela ungu ini telah efisien. Setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha industri keripik ketela ungu memberikan penerimaan sebesar 1,29 kali dari biaya yang telah dikeluarkan.


(6)

commit to user

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan demi kemajuan agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar antara lain sebagai berikut :

1. Untuk produsen Agroindustri keripik ketela ungu di Kecamatan

Tawangmangu Kabupaten Karanganyar

a. Dalam persaingan harga, sebaiknya produsen memakai harga yang telah

disepakati semua produsen keripik ketela ungu yang ada di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, sehingga terhindar dari persaingan pasar yang tidak sehat.

b. Untuk perluasan pasar, produsen dapat memasarkan keripik ketela ungu

ke pasar modern (swalayan).

c. Produsen hendaknya berhati-hati dalam penggunaan pemanis buatan

(sakarin) agar tetap sesuai dengan standar pemakaian, sehingga keripik ketela ungu yang dihasilkan tetap aman dikonsumsi.

2. Untuk Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar

Untuk meningkatkan keuntungan usaha industri keripik ketela ungu, Pemerintah Daerah Kabupaten Karanganyar sebaiknya memberikan penyuluhan atau pembinaan kepada para produsen keripik ketela ungu tentang diversifikasi produk keripik ketela ungu dalam kemasan (lebih menarik), bentuk (kotak atau segi tiga) atau rasa yang lain, seperti pedas atau asin sehingga dapat meningkatkan nilai tambah produk.