Sejarah Singkat Kota Jakarta

Pada tahun 1942 Jepang masuk ke Indonesia dan merebut Batavia dari Belanda, dan mengubah kota Batavia menjadi Jakarta. Sejak saat itulah Jakarta dan kampung-kampung yang ada didalamnya berkembang dengan pesat. Perkembangan ini bukan hanya dengan kebetulan saja melainkan karena banyaknya orang-orang Belanda yang datang dan menguasai Jakarta. Banyak diantaranya yang mendirikan pemukiman, pemukiman ini terbentuk berdasarkan pengelompokan etnik yang terdapat di kampung kota dan kampung pinggiran. Sebaliknya kampung-kampung yang sudah masuk ke Jakarta jauh sebelum Belanda datang seperti kampung pedesaan yang keaslian Betawinya sangat tampak dominan dalam kehidupannya. Jakarta jika dilihat dari bangunan fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa periode; Periode pertama yaitu tahun 1619-1830 terbentuknya molenvleit sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan jalan Gajah Mada dan jalan Hayam Wuruk. Periode Kedua tahun 1830-1905 pada masa Weltervreder Lapangan Benteng sebagai pusat kota, periode selanjutnya yaitu pada 1905-1920 sebagai penataan kota yang lebih teratur melalui kotapraja, yang terakhir periode 1920-1940 sebagai penataan perbaikan sarana kota, perehabilitasian kampung, serta pengembangan kawasan baru. 4 Dengan berjalannya waktu terjadinya pertambahan penduduk dan terjadi perluasan daerah Jakarta dalam rangka perluasan dan pembangunan kota. Kaum Betawi yang bersatu bukan hanya karena proses penyesuaian saja, tetapi juga karena bahasa Melayu, kebudayaan Cina, Eropa, dan keseniannya, disamping itu juga karena perkawinan antar golongan yang 4 Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2004, h. 7. mempercepat terjadinya masyarakat dan kebudayaan baru yang disebut kebudayaan Betawi. Sifat campur aduk yang terdapat dalam dialek orang Betawi merupakan salah satu cerminan kebudayaan Betawi, yang mana semua itu merupakan hasil perkawinan dari berbagai macam kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun berasal dari kebudayaan asing. Suku bangsa yang mendiami daerah sekitar Batavia dapat dikelompokkan sebagai suku Betawi awal Proto Betawi. Adapun bahasa yang digunakan yaitu bahasa Melayu yang sekarang ini dijadikan bahasa Nasional. Menurut sejarah, kerajaan Sriwijaya dari Sumatera dapat menaklukkan kerajaan Tarumanagara, yang berpusat di Sundapura dan Sunda Kalapa. Oleh karena itulah bahasa yang digunakan adalah bahasa Melayu dan tidak diherankan jauh sebelum sumpah pemuda etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kalapa sudah menggunakan bahasa Melayu yang pada umumnya digunakan di Sumatera. 5 Masyarakat Betawi sangat terbuka akan segala sesuatu yang masuk ketengah kehidupan budayanya, tanpa mempermasalahkan dari mana asal- usul dan unsur-unsur yang telah membentuk kebudayaannya. Demikian pula dengan keseniannya yang merupakan salah satu unsur kebudayaan yang menggambarkan ke Betawi-annya, terutama pada seni pertunjukkannya. 5 Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi: Asal Muasal, Kebudayaan, dan Adat Istiadatnya Jakarta: PT. Gunara Kata, 1997, h. 3-4. Menurut garis besarnya, orang Betawi di bagi menjadi dua bagian, diantaranya 6 : 1. Betawi tengah atau Betawi-kota Kawasan wilayah Geemente Batavia kawasan wilayah pada zaman akhir pemerintah jajahan Belanda. 2. Betawi Pinggiran atau Betawi Ora di luar kawasan Geemente Batavia. Dari pemakaian bahasa menurut Muhajir wilayah Betawi terbagi atas dua kelompok, yaitu Betawi Tengahan dan Betawi Pinggiran. Betawi Ora termasuk Betawi asli karena masih menjalankan adat-istiadat dari nenek moyangnya. Daerah Betawi tengahan memiliki ciri-ciri sebagai berikut 7 : 1. Banyak prasarana pendidikan formal 2. Daerah Betawi tengah meliputi: Gambir, Menteng, Senen, Kemayoran, Sawah Besar dan Taman Sari. 3. Menurut sejarahnya, Betawi tengah ini merupakan Batavia bagian dari afdeling stand en voorsteden, yang sekarang ini merupakan pusat kota Jakarta. 6 Raras Miranti, “ Strategi Adaptasi Kelompok Musik Tanjidor Dalam Menghadapi Perubahan,” Tesis Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, 2003, h. 20 7 Raras Miranti, “ Strategi Adaptasi Kelompok Musik Tanjidor Dalam Menghadapi Perubahan, h. 21. Sedangkan yang menjadi ciri Betawi pinggiran adalah 8 : 1. Belum terdapat prasarana pendidikan formal 2. Lokasinya bertempat disekitar Pasar Rebo, Pasar Minggu, Pulo Gadung, Jatinegara, Kemayoran, Mampang Prapatan dan sekitarnya. 3. Betawi pinggiran lebih mementingkan pendidikan agama dari pada pendidikan umum. 4. Mata Pencaharian Betawi pinggiran pada umumnya pedagang buah-buahan, dan petani. Orang Betawi dianggap sebagai penduduk asli Jakarta dan sebagai pendukung kebudayaan Betawi yang saat ini dalam keadaan terdesak di Ibukota Jakarta. banyak diantara mereka yang tinggal diluar wilayah DKI Jakarta atau yang lebih dikenal dengan sebutan Jabotabek. Selain orang Jawa dan Betawi, orang Tionghoa yang telah hadir sejak abad ke-17, juga menjadi salah satu etnis besar di Jakarta. Mereka biasa tinggal mengelompok di daerah-daerah pemukiman mereka sendiri, yang biasa dikenal dengan istilah Pecinan. Pecinan atau kampung Cina dapat dijumpai di Glodok, Pinangsia, dan Jatinegara. Namun kini banyak perumahan-perumahan baru yang mayoritas dihuni oleh orang Tionghoa, seperti perumahan di wilayah Kelapa Gading, Pluit, dan Sunter. Orang Tionghoa umumnya berprofesi sebagai pengusaha. Banyak di antara mereka yang menjadi pengusaha terkemuka, menjadi pemilik perusahaan manufaktur, perbankan, dan perdagangan ekspor-impor. 8 Raras Miranti, “ Strategi Adaptasi Kelompok Musik Tanjidor Dalam Menghadapi Perubaha ,h. 22. Disamping etnis Tionghoa, etnis Minangkabau juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang. Di pasar-pasar tradisional kota Jakarta, perdagangan grosir dan eceran banyak dikuasai oleh orang Minang. Disamping itu pula, banyak orang Minang yang sukses sebagai profesional, dokter, wartawan, dosen, bankir, dan ahli hokum. Tabel Hasil Sensus Penduduk 2010 Provinsi DKI JAKARTA 9 . No KotaKabupaten Jumlah Penduduk Jumlah Total Laki-laki Perempuan 1 Kepulauan Seribu 10,711 10,371 21,082 2 Jakarta Selatan 1,043,675 1,018,557 2,062,232 3 Jakarta Timur 1,372,300 1,321,596 2,693,896 4 Jakarta Pusat 455,326 447,647 902,973 5 Jakarta Barat 1,164,446 1,117,499 2,281,945 6 Jakarta Utara 824,480 821,179 1,645,659 JumlahTotal 4,870,938 4,736,849 9,607,787 9 Data Penduduk 2010 Provinsi DKI JAKARTA, diakses dari http:dds.bps.go.idengaboutus.php?sp=0kota=31 pada 4 Juni 2012

B. Musik-musik Khas Betawi

Beragam seni Betawi diantaranya gambang kromong, keroncong tugu, rebana qasidah, ondel-ondel, dan tanjidor. Musik Betawi lebih menunjukkan cikal-bakal masyarakatnya. Pada orkes samrah unsur melayu lebih dominan. Sedangkan unsur Cina lebih dominan terlihat pada orkes gambang kromong. Pengaruh Eropa pun tampak pada tanjidor baik peralatan maupun pada lagu- lagu yang dibawakan. Dan terdapat bermacam-macam rebana dengan lagu- lagu yang khas yaitu lagu-lagu yang bernafaskan Islam. Beberapa orkes Betawi juga biasa dijadikan musik penggiring teater tertentu Gambang Kromong sebagai pengiring lenong. Sedangkan tanjidor biasanya dijadikan pengiring teater jipeng, dan jinong. Dan rebana biang biasanya untuk mengiringi pertunjukan belantek. Dan termasuk topeng Betawi yang memiliki pengiring yang khas. 10

1. Tanjidor

Musik tanjidor diduga berasal dari bangsa Portugis yang datang ke Betawi pada abad ke-14 sampai ke-16. Seorang ahli musik dari Belanda bernama Ernest Heinz berpendapat bahwa tanjidor asalnya dari para budak yang ditugaskan main musik untuk tuannya. Alat musik yang mereka mainkan antara lain: klarinet, piston, trombon, tenor, bas trompet, bas drum, tambul, simbal, dan lain-lain. Sedangkan lagu-lagu yang dibawakan adalah Batalion, Kramton, Bananas, Delsi, Was Tak-tak, Welmes, dan Cakranegara. Judul lagu itu sendiri meski 10 Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2004, h. 42. diucapkan dengan ucapan Betawi tetapi tetap berbau Belanda. Lagu- lagu tanjidor juga diperkaya dengan lagu-lagu gambang kromong,karena itu instrumennya bisa ditambah dengan tehyan, rebana, beduk, gendang, kecrek, kempul, dan gong. 11

2. Keroncong Tugu

Musik Betawi yang juga mendapat pengaruh dari Barat adalah Keroncong Tugu. Musik Keroncong Tugu ini konon berasal dari Eropa Selatan. Sejak abad ke-17 musik ini berkembang di masyarakat tugu, yaitu sekelompok masyarakat golongan keturunan yang disebut Mardijkers, bekas anggota tentara Portugis yang dibebaskan dari tawanan Belanda. Pada masa lalu keroncong sering dibawakan sambil berbiduk-biduk di sungai di bawah sinar bulan. Selain itu keroncong ini juga dipergunakan untuk mengiringi lagu-lagu gerejani. Alat-alat musiknya adalah, biola, ukulele, banyo, gitar, rebana, kempul dan selo. 12

3. Musik Gambang Rancag

Gambang rancag bisa disebut juga sebagai pertunjukkan musik sekaligus teater, bahkan sastra. Gambang rancag terdiri dari dua unsur yaitu gambang dan rancag. Gambang berarti musik pengiringnya dan rancag adalah cerita yang dibawakannya dalam bentuk pantun berkait. Umumnya membawakan lakon-lakon jagoan, seperti si Pitung, si 11 Yahya Andi Saputra dan Nurzain, Profil Seni Budaya Betawi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2004, h. 16. 12 Seni Budaya Betawi Menggiring Zaman Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2004, h. 57. Jampang, dan si Angkri. Pantun berkait ini dinyanyikan oleh dua orang bergantian. Sama dengan berbalas pantun. 13

4. Orkes Samrah

Orkes samrah adalah ansambel musik Betawi. Instrument musiknya antara lain harmoni, biola, gitar, string bas, tamburin, marakas, banyo dan bas betot. Musik samrah telah berkembang di Jakarta sejak abad ke-17. Asalnya dari Melayu karena cikal-bakal orang Betawi adalah Melayu. Samrah sendiri berasal dari kata bahasa Arab “samarokh” yang memiliki arti berkumpul atau pesta dan santai. Kata “samarokh” oleh orang Betawi diucapkan menjadi “samrah” atau “sambrah”. 14

5. Gamelan Ajeng

Gamelan ajeng merupakan musik folkloric Betawi yang mendapat pengaruh dari musik Sunda. Alat musik gamelan ajeng terdiri dari kromong sepuluh pencin, terompet, gendang dua gendang besar, dua kulanter, dua saron, bende, cemes semacam cecempres, kecrek dan terkadang ada juga yang menggunakan dua gong gong laki dan gong perempuan. Gamelan ajeng biasanya digunakan untuk memeriahkan hajatan, seperti khitanan atau perkawinan. 15 13 Yahya, Profil Seni Budaya Betawi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Propinsi DKI Jakarta, 2004, h. 8. 14 Yahya, Profil Seni Budaya Betawi, h. 18. 15 Yahya, Profil Seni Budaya Betawi, h. 10.