Tahapan PembelajaranModel-Eliciting Activities MEAs

23 or actions related to the original problem solving situation, c translation or prediction carrying relevant result back into the real or imagined world, and d verification concerning the usefulness of actions and predictions. 19 Menurut Lesh dan Doerr, description adalah di mana siswa membangun sebuah pemetaan dari situasi kehidupan dunia nyata menjadi suatu model, yaitu mengubah situasi nyata menjadi sebuah model matematis yang dapat digeneralisasikan. Sedangkan manipulation adalah siswa memanipulasi model matematis yang tadi telah didapat untuk menghasilkan solusi yang berkaitan dengan situasi pemecahan masalah yang asli, dengan kata lain mencari solusi dari masalah yang ada melalui model matematis. Translation adalah terjemahan atau prediksi yaitu siswa membawa hasil yang relevan kembali ke dunia nyata, mengubah solusi yang didapat menjadi penyelesaian untuk situasi masalah sebelumnya. Siswa menyimpulkan dan menginterpretasikan solusi pemecahan masalah yang telah didapat. Sedangkan verification adalah pembuktian tentang kegunaan dari solusi tadi, mengaitkan hasil yang didapat dengan kehidupan nyata dan melihat adanya kemungkinan solusi tersebut dapat berguna untuk situasi yang sejenis. Model-Eliciting Activities MEAs di dalamnya terdapat proses permodelan matematis. Proses permodelan matematis adalah proses non linear yang meliputi tahap-tahap yang saling berhubungan. Tahap-tahap dasar dalam proses permodelan matematis adalah sebagai berikut: 20 1. Mengidentifikasi dan menyederhanakan simplifikasi situasi masalah dunia nyata. Pada tahap pertama, siswa mengidentifikasi masalah yang akan dipecahkan dalam situasi dunia nyata, dan menyatakannya dalam bentuk yang setepat mungkin. Dengan observasi, bertanya, dan diskusi, mereka berpikir tentang informasi apa yang penting atau tidak dalam situasi yang 19 Richard Lesh dan Helen M. Doerr, Beyond Constructivism: Model and Modeling Perspectives on Mathematics Problem Solving, Learning, and Teaching, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 2003, p. 17 20 Yanto Permana, Mengembangkan Kemampuan Pemahaman dan Disposisi Matematis Siswa SMA Melalui Model-Eliciting Activities, Pasundan Journal of Mathematics Educations Tahun 1 Nomor 1, 2011, h. 77-78. 24 diberikan. Kemudian mereka menyederhanakan situsi dengan mengabaikan informasi yang kurang penting. 2. Membangun model matematis. Pada tahap kedua, siswa mendefinisikan variabel, membuat notasi, dan secara eksplisit mengidentifikasi beberapa bentuk dari hubungan dan sturktur matematis, membuat grafik, atau menuliskan persamaan. Melalui matematisasi, siswa didorong untuk membangun model matematis. Lesh dan Doerr menggabungkan kedua tahap ini, simplifikasi dan matematisasi, dan menamakannya sebagai description, seperti yang telah dijelaskan di atas. 3. Mentrasformasi dan memecahkan model. Pada tahap ketiga yaitu transformasi, siswa menganalisa dan memanipulasi model untuk menemukan solusi yang secara matematika signifikan terhadap masalah yang terindentifikasi. Tahap ini biasanya familier bagi siswa. Model dari tahap kedua dipecahkan, dan jawaban dipahami dalam konteks maslah yang orisinil. Siswa mungkin perlu menyederhanakan model lebih lanjut jika model tersebut tidak dapat dipecahkan. 4. Menginterpretasi model. Pada tahap ke empat yaitu interpretasi, siswa membawa solusi matematis mereka yang dicapai dalam konteks dari model matematis kembali ke situasi masalah yang spesifik atau terformulasi. Jika model yang sudah dikonstruk telah melewati pengujian yang diberikan dalam proses validasi, model tersebut dapat dipertimbangkan sebagai model yang kuat. Seperti yang diungkapkan Lesh dan Doerr, suatu model yang bersifat sharable yang dapat dipakai bersama dan reusable yang dapat digunakan kembali. Keunggulan dari pendekatan Model-Eliciting Activities MEAs di kelas diantaranya saat siswa belajar mendapatkan model matematika melalui pemikiran yang mendalam, kegiatan ini dapat membantu siswa mengeluarkan ide-ide untuk digunakan dalam memecahkan sebuah masalah. Selain itu, kegiatan saling mengeluarkan pendapat dalam kelompok saat berdiskusi dapat mengembangkan sikap tanggung jawab dalam memecahkan suatu persoalan. Keunggulan 25 pendekatan MEAs juga dapat membuat siswa membiasakan masalah matematika dengan masalah kehidupan sehari-hari yang terjadi di sekitar mereka.

2. Pembelajaran Konvensional

Konvensional adalah sebuah pendekatan secara klasikal yang biasa digunakan oleh setiap pendidik dalam mendidik siswanya. Pendekatan pembelajaran ini menempatkan guru sebgai inti dalam keberlangsungan proses belajar mengajar. Guru memiliki peran penting dalam menjaga keberlangsungan proses belajat mengajar karena guru harus menjelaskan materi secara panjang lebar untuk menjamin materi tersebut dapat dipahami oleh semua peserta didik. Dengan demikian proses pembelajran lebih terpusat pada guru. Pembelajaran konvensional jarang melibatkan pengaktifan pengetahuan awal dan jarang memotivasi siswa untuk proses pengetahuannya. Pembelajaran konvensional masih didasarkan atas asumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Dalam pembelajaran konvensional, cenderung pada belajar hafalan yang mentolerir respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep, latihan soal dalam teks, serta penilaian masih bersifat tradisional dengan paper dan pinsil, tes yang hanya menuntut pada satu jawaban benar. Beberapa ciri-ciri pada pembelajaran konvensional, yaitu:: a. Siswa adalah penerima informasi secara pasif b. Belajar secara individual c. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis d. Perilaku dibangun atas kebiasaan e. Kebenaran bersifat absolute dan pengetahuan bersifat final f. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran g. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik Dalam pembelajaran konvensional, peran siswa adalah sebagai penerima informasi pasif, yaitu siswa lebih banyak belajar sendiri secara individual. Siswa tidak diberi kesempatan banyak untuk mengemukakan pendapat dan berinteraksi dengan siswa lain. Siswa hanya dijadikan objek didik dan pembelajarannya pun terfokus pada tiga kegiatan, yaitu dengan, catat, dan hafal. Keadaan seperti ini 26 membuat proses belajar menjadi tidak efektif, karena waktu para siswa hanya dihabiskam untuk mengisi buku tugas, mendengarkan pengajaran, dan menyelesaikan latihan-latihan 3. Pemecahan Masalah Matematika a. Hakikat Pemecahan Masalah Matematika Dalam kehidupan sehari-hari akan muncul banyak permasalahan, tetapi justru dari permasalahan inilah nantinya yang dapat menjadikan seseorang lebih dewasa. Pendewasaan dapat dicapai dari proses belajar, yaitu belajar dari masalah, sehingga ia mempunyai banyak pengalaman dalam menyelesaikannya. Pengalaman dapat memberikan sumbangan terhadap apa yang sedang dipelajari seseorang, sehingga dapat memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi. Masalah setiap orang akan berbeda, begitu pula cara mengatasinya. Menurut Bell dalam Is rok’atun, suatu situasi dikatakan masalah bagi seseorang jika ia menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan dan tidak dengan segera dapat menemukan pemecahannya. 21 Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan challenge yang tidak dapat dipecahkan oleh suatu prosedur rutin routine procedure yang sudah diketahui si pelaku, maka untuk menyelesaikan suatu masalah diperlukan waktu yang relatif lebih lama dari proses pemecahan soal rutin biasa. 22 Dengan demikian masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan yang harus dijawab pada saat itu, dan kita harus mempunyai rencana solusi yang jelas. Masalah merupakan hal yang relatif karena kemampuan setiap siswa berbeda. Jadi suatu soal dapat dianggap masalah bagi seorang siswa, tetapi mungkin saja soal tersebut merupakan soal yang rutin bagi siswa yang lain. Seperti yang ditegaskan oleh Ruseffendi, bahwa masalah dalam matematika sebagai suatu persoalan yang siswa sendiri mampu menyelesaikannya tanpa 21 Isrok’atun, Konsep Pembelajaran pada Materi Peluang Guna Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah. 2006, file.upi.eduDirektoriJURNALPENDIDIKAN_ DASARNomor_14Oktober_2010KONSEP_PEMBELAJARAN_PADA_MATERI_PELUANG_ GUNA_MENINGKATKAN_KEMAMPUAN_PEMECAHAN_MASALAH.pdf 22 Fajar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran, dan Komunikasi, Yogyakarta: PPPG Matematika, 2004, h. 11. 27 menggunakan cara atau algoritma yang rutin. 23 Artinya siswa dituntut untuk memiliki ide dan kemampuan dalam mendapatkan solusi masalah baik dengan cara yang biasa maupun dengan cara yang tidak biasa. Suherman dkk. menyatakan bahwa suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. 24 Hal serupa juga diungkapkan oleh Ruseffendi bahwa suatu persoalan merupakan suatu masalah bagi seseorang: pertama, bila persoalan itu tidak dikenalnya; kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya; ketiga, bila ia ada niat untuk menyelesaikannya. 25 Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa situasi persoalan merupakan masalah bagi seseorang jika dia menyadari adanya situasi persoalan tersebut. Menyadari bahwa situasi persoalan tersebut menghendaki tindakan penyelesaian, dan ia pun mau atau perlu bertindak dan melakukan tindakan dan segera menyelesaikan masalah tersebut. Suatu persoalan mungkin menjadi masalah bagi seseorang, tetapi bukan masalah bagi orang lain. Dan suatu persoalan menjadi masalah pada saat ini tetapi belum tentu menjadi masalah pada saat berikutnya. Menurut Hudojo dalam Hanny, syarat suatu masalah bagi seorang siswa sebagai berikut: 1 Pertanyaan yang dihadapkan kepada seorang siswa haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut, namun pertanyaan itu harus merupakan tantangan baginya untuk menjawabnya; 2 Pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui siswa. Karena itu, faktor waktu untuk menyelesaikan masalah janganlah dipandang sebagai hal yang esensial. Dengan demikian, masalah dapat diartikan sebagai pertanyaan yang harus dijawab pada saat itu, sedangkan kita tidak mempunyai rencana solusi yang jelas. Suatu persoalan dikatakan masalah bagi seorang siswa apabila ia tidak bisa 23 Ruseffendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalan Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarisito, 2006, h. 216. 24 Erman Suherman, dkk., Common Text Book Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICS UPI, 2003, h. 86. 25 Ruseffendi, loc. cit., h. 217-218.

Dokumen yang terkait

Pendekatan Pembelajaran Model Eliciting Activities (Meas) Terhadap Kemampuan Representasi Matematis Siswa (Studi Eksperimen Di Smp Negeri 178 Jakarta)

2 25 225

Pengaruh Pendekatan Model Eliciting Activities (MEA;) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematis Siswa

10 55 273

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN ABSTRAKSI MATEMATIS SISWA SMP.

3 12 15

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA: Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa SMP Negeri 9 Cimahi Kelas VII.

0 1 49

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP : Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandung.

0 2 39

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP.

1 1 50

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP : Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandung.

1 3 44

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAs) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP.

3 9 38

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN MODEL-ELICITING ACTIVITIES (MEAs) : Penelitian terhadap siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Pamarican Ciamis.

1 3 57

Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Melalui Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs)

0 1 9