1
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I ini, peneliti menguraikan latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Peraturan pemerintah republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar, mewajibkan masyarakat Indonesia untuk mengikuti pendidikan
wajib belajar 9 tahun yang dimulai dari jenjang Sekolah Dasar SD sampai jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama SMP. Pada jenjang
pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Mengah Pertama bahkan sampai jenjang pendidikan Sekolah Menengah Akhir ada lima mata pelajaran inti
yang harus dipelajari oleh para peserta didik yaitu Bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS dan Matematika. Dari kelima mata pelajaran inti yang dipelajari
tersebut, salah satu mata pelajaran yang memegang peranan penting dalam pendidikan adalah mata pelajaran matematika.
Matematika merupakan disiplin ilmu yang memiliki peranan penting untuk meningkatkan kemampuan berpikir manusia, serta memberikan
dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hans Freudental dalam Susanto 2013:189 menyatakan bahwa matematika
merupakan cara berpikir logis yang dipresentasikan dalam bilangan, ruang, dan bentuk dengan aturan-aturan yang telah ada yang tak lepas dari aktivitas
insani human activities. Tujuan mata pelajaran matematika yaitu untuk mengembangkan keterampilan dalam berhitung, memebentuk pola pikir yang
kritis dan kreatif untuk membantu siswa memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan matematika Susanto 2013:189-
190. Mata pelajaran matematika sering dianggap sebagai mata pelajaran yang
membosankan dan menakutkan oleh kebanyakan siswa, karena anggapan tersebut banyak siswa yang tidak menyukai matematika, anggapan seperti itu
dapat berimbas pada pemahaman dan hasil belajar matematika siswa. Agar siswa tidak lagi beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang
sulit maka guru hendaknya harus memikirkan model pembelajaran yang menyenangkan seperti menghadirkan permasalahan matematis dalam
kehidupan sehari-hari siswa, model pembelajaran seperti ini secara tidak langsung melatih kemampuan berpikir siswa untuk mengatasi permasalahan
matematis dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran yang ideal adalah model pembelajaran yang berpusat
kepada siswa dan menghadapkan permasalahan matematis yang pernah dialami dalam kehidupan sehari-hari siswa, dengan demikian para siswa akan
terbantu dalam mempelajari materi mata pelajaran matematika salain itu juga model pembelajaran seperti ini membantu mengembangkan kemampuan
berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif yang dapat membantu siswa menuju jenjang pendidikan selanjutnya.
Melalui kegiatan observasi pembelajaran di kelas V SD Negeri Sarikarya, peneliti mengamati model pembelajaran yang digunakan oleh guru selama
proses mengajar mata pelajaran matematika, ternyata guru masih PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menggunakan model pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru Teacher Center dan siswa hanya sebagai pendengar. Akibat dari model
pembelajaran seperti itu siswa tidak bisa menerima materi yang diberikan guru dengan optimal sehingga mengakibatkan hasil belajar siswa kurang
memuaskan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap wali kelas
V SD Negeri Sarikarya mengenai mata pelajaran matematika, diperoleh informasi bahwa hasil belajar matematika siswa paling rendah terdapat pada
materi satuan jarak dan kecepatan. Hal tersebut diketahui dari hasil nilai ulangan matematika siswa pada tahun ajaran 20132014 dan tahun pelajaran
20122013 ketika masih menggunakan kurikulum KTSP dengan Kriteria Ketuntasan Minimal KKM 65. Siswa dikatakan tuntas dalam mata pelajaran
matematika, jika nilai ulangannya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM 65 atau lebih. Pada tahun pelajaran 20132014 presentase siswa yang
mencapai KKM sebesar 53,33 atau sebanyak 16 orang dari 30 orang siswa dan presentase siswa yang belum mencapai KKM pada mata pelajaran
matematika sebesar 46,67 atau sebanyak 14 orang dengan nilai rata-rata kelas 63,3. Sedangkan pada tahun pelajaran 20122013 presentase siswa yang
mencapai KKM sebesar 46,43 atau sebanyak 13 orang siswa dari 28 orang siswa dan presentase siswa yang belum mencapai KKM pada mata pelajaran
matematika sebesar 53,57 atau sebanyak 15 orang siswa dari 30 orang siswa dengan nilai rata-rata kelas 62,8. Hal ini sangat memprihatinkan sekali
bagi sekolah. Kemungkinan rendahnya hasil belajar siswa dikarenakan model PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar masih menggunakan model tradisional yang berpusat pada guru Teacher Center yang
menyebabkan siswa tidak bisa menerima materi yang disampaikan guru dengan optimal. Seharusnya guru menghadirkan model pembelajaran yang
menyenangkan dengan memberikan permasalah matamatis yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa sehingga siswa merasa tertarik dan dapat
berperan aktif dalam proses pembelajan. Pada kenyataannya siswa tidak dilatih untuk menghadapi masalah
matematis dalam kehidupan nyata. Padahal pembelajaran matematika yang ideal bertujuan untuk menghadapkan siswa dengan realita kehidupan sehari-
hari yang memuat permasalahan matematika. Akibat dari tidak dilatihnya kemampuan berpikir siswa untuk menyelesaikan permasalahan dalam
kehidupan yang berkaitan dengan matematika maka kemampuan berpikir kritis siswa untuk menyelesaikan suatu permasalahan menjadi tidak
berkembang. Jhonson 2010:183 mengemukakan bahwa berfikir kritis adalah sebuah
proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, menganalisis asumsi, dan
melakukan penelitian ilmiah. Sedangkan, menurut Jhon Chaffe dalam Jhonson 2010:187 bahwa berpikir kritis adalah berpikir untuk menyelidiki
secara sistematis proses berpikir itu sendiri dengan menggunakan logika. Berdasarkan permasalahan yang ada di SD Negeri Sarikarya. Maka
dibutuhkan model pembelajaran baru yang dapat meningkatkan hasil belajar PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan kemampuan berpikir kritis siswa yang dapat mengaitkan materi pelajaran dengan situasi kehidupan di dunia nyata. Maka dari itu peneliti mencoba
menerapkan model pembelajaran kontekstual. US Depertement of Education the National School-to-Work Office dalam Al-Tabany, 2014:138-139
menjelaskan bahwa model pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL merupakan suatu model pembelajaran yang membantu guru
mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi di dunia nyata, dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja.
Agar siswa dapat mencapai hasil belajar dan kemampuan berpikir kritis yang sesuai dengan yang diharapkan maka peneliti tergerak untuk melakukan
penelitian yang berjudul
“Peningkatan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V SD Negeri Sarikarya Pada Materi Satuan
Jarak dan Kecepatan Melalui Model Pembelajaran Kontekstual”.
B. Batasan Masalah