7
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana profil keterampilan proses sains peserta didik kelas X semester II di SMA Negeri 2 Banguntapan tahun ajaran 2016 2017 pada
pembelajaran larutan elektrolit dan redoks dengan pendekatan Somatis,
Auditori, Visual, Intelektual SAVI?
2. Bagaimana sebaran keterampilan proses sains peserta didik kelas X semester II di SMA Negeri 2 Banguntapan tahun ajaran 2016 2017 pada
pembelajaran larutan elektrolit dan redoks dengan pendekatan Somatis,
Auditori, Visual, Intelektual SAVI?
E. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis profil keterampilan proses sains peserta didik kelas X semester II di SMA Negeri 2 Banguntapan tahun ajaran 2016 2017 pada
pembelajaran larutan elektrolit dan redoks dengan pendekatan Somatis,
Auditori, Visual, Intelektual SAVI.
2. Menganalisis sebaran keterampilan proses sains peserta didik kelas X semester II di SMA Negeri 2 Banguntapan tahun ajaran 2016 2017 pada
pembelajaran larutan elektrolit dan redoks dengan pendekatan Somatis,
Auditori, Visual, Intelektual SAVI.
8
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak- pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, yaitu:
1. Bagi sekolah
Melalui hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah
menggunakan pendekatanpembelajaran yang tepat. 2. Bagi guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif metode yang dapat digunakan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran.
3. Bagi peserta didik Melalui pembelajaran menggunakan pendekatan Somatis, Auditori, Visual,
Intelektual SAVI diharapkan dapat meningkatkan pemahaman peserta didik dalam memahami konsep-konsep kimia, meningkatkan keterampilan
proses sains, serta meningkatkan partisipasi aktif peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
4. Bagi pembaca Sebagai masukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang analisis
variasi keterampilan proses sains lain.
9
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Belajar dan Pembelajaran
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik agar dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan
akan menimbulkan perubahan sikap dan tingkah laku dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat
Hamalik, 2009: 79. Istilah belajar dan pembelajaran merupakan suatu istilah yang memiliki
keterkaitan yang sangat erat dalam proses pendidikan. Proses pendidikan yang terencana itu di arahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar Suyanti, 2010: 71. Belajar lebih menekankan pada peserta didik dan
proses yang menyertai perubahan tingkah lakunya, sedangkan pembelajaran lebih menekankan pada guru dalam upayanya untuk membuat peserta didik
belajar. Belajar sebagai karakteristik yang membedakan manusia dengan
makhluk lain, merupakan aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau
pengalaman-pengalaman. Dengan demikian, belajar dapat membawa perubahan pada seseorang baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.
10
Dengan perubahan-perubahan tersebut, akan terbantu dalam memcahkan permasalahan hidup dan bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya
Baharuddin Wahyuni, 2007: 12. Belajar adalah proses yang terus-menerus, yang tidak pernah berhenti
dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasarkan pada asumsi bahwa sepanjang kehiduoannya manusia akan selalu dihadapkan pada masalah atau
tujuan yang ingin dicapainya.dalam proses mencapai tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan. Melalui kemampuan bagaimana cara
belajar, peserta didik akan dapat belajar memecahkan setiap rintangan yang dihadapi sampai akhir hayatnya.
Prinsip belajar sepanjang hayat seperti yang telah dikemukakan di atas sejalan dengan empat pilar pendidikan universal seperti yang dirumuskan
UNESCO 1996, yaitu: 1 learning to know yang berarti juga learning to learn mengandung pengertian bahwa belajar itu pada dasarnya tidak hanya
berorientasi pada produk atau hasil belajar tetapi juga harus berorientasi pada proses belajar. Dengan proses belajar, peserta didik bukan hanya sadar akan apa
yang harus dipelajari tetapi juga memiliki kesadara dan kemampuan bagaimna cara mempelajari yang harus dipelajari itu. 2 learning to do mengandung
pengertian bahwa belajar bukan hanya sekedar melihat dan mendengar dengan tujuan akumulasi pengetahuan, tetapi belajar untuk berbuat dengan tujuan akhir
penguasaan kompetensi yang sangat diperlukan dalam era persaingan global sehingga proses pembelajaran berorientasi pada pengalaman learning by
experience. 3 learning to be mengandung pengertian bahwa belajar adalah
11
membentuk manusia yang “menjadi diri sendiri” atau belajar untuk mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai individu dengan kepribadian yang
memiliki tanggung jawab sebagai manusia. 4 learning to live together adalah belajar untuk bekerja sama. Hal ini sangat diperlukan sesuai dengan tuntutan
kebutuhan dalam masyarakat global dimana manusia baik secara individu maupun kelompok tak mungkin bisa hidup sendiri atau mengasingkan diri
bersana kelompoknya Sanjaya, 2010: 110 – 111.
Menurut Budiningsih 2012: 58, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh peserta didik.
Peserta didik harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal- hal yang sedang dipelajari. Menurut Suyanti
2010, 71, belajar itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, sehingga harus berorientasi kepada peserta didik student active
learning. Pembelajaran aktif adalah proses pembelajaran terpusat pada peserta
didik yang memungkinkan peserta didik untuk berpartisipasi secara efektif di kelas Mulongo, 2013: 157. Keberhasilan belajar peserta didik berhubungan
dengan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran yang efektif adalah salah satu strategi pembelajaran yang diterapkan guru dengan maksud untuk menghasilkan
tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran yang efektif ini menghendaki agar peserta didik yang belajar telah membawa sejumlah potensi lalu dikembangkan
melalui kompetensi yang telah ditetapkan, dan dalam waktu tertentu kompetensi belajar dapat dicapai peserta didik dengan baik atau tuntas. Keefektifan lebih
12
mengarah pada besarnya persentase penguasaan yang dicapai peserta didik setelah proses pembelajaran dalam limit waktu tertentu sehingga dapat
ditingkatkan efektivitasnya melalui upaya kerjasama sinergis guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran Uno dan Mohamad, 2013: 13-15.
Pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang melibatkan informasi dan lingkungan yang disusun secara terencana untuk memudahkan peserta didik
dalam belajar. Lingkungan yang dimaksud tidak hanya berupa tempat ketika pembelajaran itu berlangsung, tetapi juga metode, media, dan peralatan yang
diperlukan untuk menyampaikan informasi. Proses pembelajaran di kelas yang dirancang oleh guru tidak terlepas dari jenis kurikulum yang digunakan. Oleh
karena itu, pendidik mudah untuk mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan Suprihatiningrum, 2013: 75.
Pembelajaran dapat dikatakan efektif jika mampu mendorong ke arah perubahan, pengembangan, meningkatkan hasrat peserta didik untuk aktif dalam
belajar serta menghantarkan ke tujuan yang ingin dicapai secara optimal. Pembelajaran tidak hanya menghasilkan atau membuat sesuatu, tetapi juga
menyesuaikan, memperluas, dan memperdalam pengetahuan Suprihatiningrum, 2013: 76.
2. Pendekatan Somatis, Auditori, Visual dan Intelektual SAVI
Pendekatan pembelajaran merupakan suatu himpunan asumsi yang saling berhubungan dan terkait dengan sifat pembelajaran. Suatu pendekatan bersifat
aksiomatik dan menggambarkan sifat-sifat dan ciri khas suatu pokok bahasan
13
yang diajarkan. Pendekatan pembelajaran tergambarkan latar psikologis dan latar pedagogis dari pilihan metode pembelajaran yang akan digunakan dan diterapkan
guru bersama peserta didik Suyono Hariyanto, 2012: 18. Pergeseran
paradigma pendidikan
dari behaviorisme
menuju konstruktivisme melahirkan model, metode, pendekatan dan strategi-strategi baru
dalam sistem pembelajaran. Prinsip pembelajaran dengan teori konstruktivisme melahirkan beberapa model pembelajaran, dimana model tersebut memiliki
pandangan yang sama, yaitu peserta didik akan belajar dengan cara terlibat aktif dalam kegiatan belajar, sehingga pengetahuannya akan dibangun berdasarkan
pengalaman yang dimiliki. Salah satu model pembelajaran yang didasarkan pada
konstruktivisme adalah accelerated learning Mayliana Sofyan, 2013: 23. Menurut Meier 2004: 37, accelerated learning memiliki tujuan yaitu
mengunggah sepenuhnya kemampuan belajar peserta didik, membuat belajar menjadi menyenangkan dan memuaskan bagi peserta didik , dam memberikan
sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi, dan keberhasilan peserta didik .
Accelerated learning merupakan pembelajaran yang dipercepat. Yang menjadikan belajar terasa manusiawi karena menempatkan peserta didik sebagai
pusat sasaran. Konsep dasar dari pembelajaran ini adalah pembelajaran berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan Baharuddin
Wahyuni, 2007: 134. Accelerated Learning merupakan pembelajaran yang dapat meningkatkan kinerja peserta didik dalam proses pembelajaran Tomas, 2013:
27.
14
Menurut Mayliana Sofyan 2013: 23, mengungkapkan bahwa accelerated learning menawarkan jembatan yang diperlukan untuk mencapai dan
mempertahankan prestasi aksdemis yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kemampuan belajar. Selain itu, juga tepat diterapkan pada pendidikan tinggi
karena menggunakan seluruh otak dalam proses pembelajaran. Hal tersebut ditunjukkan bahwa belajar melibatkan tubuh dan pikiran secara bersama-sama.
Pendekatan SAVI Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual atau
belajar dengan memanfaatkan alat indra merupakan inti dari accelerated
learning. Menurut Meier 2004: 54-55, beberapa prinsip pembelajaran SAVI
adalah sebagai berikut:
a. Belajar melibatkan seluruh pikiran dan tubuh. Belajar tidak hanya melibatkan otak tetapi juga melibatkan seluruh tubuh atau pikiran dengan segala emosi,
indra, dan sarafnya.
b. Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang diserap oleh pembelajar, melainkan sesuatu yang diciptakan
pembelajar. c. Kerjasama membantu proses belajar. Semua usaha belajar yang baik
mempunyai landasan sosial. Peserta didik biasanya belajar lebih banyak dengan berinteraksi dengan teman-teman daripada yang peserta didik pelajari
dengan cara lain manapun. d. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan. Belajar
bukan hanya menyerap satu hal kecil pada satu waktu linear melainkan menyerap hal banyak sekaligus.
15
e. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik. Belajar paling baik adalah belajar dengan konteks.
f. Emosi positif sangat membantu pelajaran. Perasaan menentukan kualitas dan kuantitas seseorang.
g. Otak citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis. Sistem saraf manusia lebih merupakan prosesor citra daripada prosesor kata.
Pendekatan SAVI menekankan belajar berdasarkan aktivitas, yaitu bergerak aktif secara fisik ketika sedang belajar dengan memanfaatkan indra
sebanyak mungkin dan membuat seluruh tubuhpikiran terlibat dalam proses belajar Meier, 2004: 90. Oleh karena itu, pendekatan tersebut akan membuat
peserta didik akan lebih mudah menerima materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru Gikakjani, 2012: 104.
Pendekatan SAVI melibatkan kelima indra dan emosi dalam proses belajar. Istilah SAVI kependekan dari Somatik S yang bermakna gerakan tubuh
hands-on, aktivitas fisik, yaitu belajar dengan mengalami dan melakukan. Auditori A bermakna bahwa belajar dengan mendengarkan, menyimak,
berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan pendapat, dan menanggapi. Visual V bermakna belajar menggunakan indra mata melalui mengamati,
menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunakan media dan alat peraga. Intelektual I bermakna bahwa belajar menggunakan kemampuan
berpikir minds-on belajar dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan,
mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.
16
Menurut Meier 2004: 100, belajar dapat optimal jika keempat unsur SAVI ada dalam satu peristiwa pembelajaran. Seorang peserta didik dapat belajar
sedikit dengan menyaksikan presentasi, tetapi ia dapat belajar jauh lebih banyak jika dapat melakukan sesuatu ketika presentasi sedang berlangsung,
membicarakan apa yang peserta didik pelajari, dan memikirkan cara menerapkan informasi dalam presentasi tersebut untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
ada. Ada tiga modalitas belajar yang dimiliki seseorang. Ketiga modalitas
tersebut adalah modalitas visual, modalitas auditori, dan modalitas kinestetik somatis. Pelajar visual belajar melalui apa yang peserta didik lihat, pelajar
auditori belajar melalui apa yang peserta didik dengar dan pelajar kinestetik belajar melalui aktivitas yang peserta didik lakukan Russel, 2011: 41-44.
Menurut Rose 2012: 130-131, adalah sebagai berikut:
a. Pelajar visual senang melihat diagram, gambar, dan grafik, serta menonton film. Peserta didik juga suka membaca kata tertulis, buku, poster berslogan,
dan bahan belajar berupa teks tertulis yang jelas. b. Pelajar auditori dengan mendengar informasi baru melalui penjelasan lisan,
diskusi, debat, instruksi perintah verbal, komentar, dan kaset audio. Peserta didik senang mendengar radio, musik, anak- anak auditori menyukai cerita
yang dibacakan dengan berbagai ekspresi. c. Pelajar fisik kinestetik senang pembelajaran praktik supaya dapat langsung
mencoba sendiri. Peserta didik suka berbuat saat belajar, misalnya: menggaris bawahi, mencorat-coret, dan menggambarkan.
17
Menurut Meier 2004: 99, menambahkan satu lagi gaya belajar
intelektual. Gaya belajar intelektual bercirikan sebagai pemikir. Pembelajar menggunakan kecerdasan untuk merenungkan suatu pengalaman dan
menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. “Intelektual” adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah,
dan membangun makna. Itulah sarana yang digunakan pikiran untuk mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan menjadi pemahaman, dan
pemahaman menjadi kearifan. a. Belajar Somatis
”Somatis” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma. Belajar somatis berarti belajar dengan indra peraba, kinestetik, praktis-melibatkan
fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Namun, dalam pembelajaran di sekolah pada umumnya terdapat pemisahan antara
tubuh dan pikiran, sehingga yang berlaku adalah ”duduk manis, jangan bergerak, dan tutup mu
lut”, karena beberapa guru di sekolah masih menggunakan paradigma lama yaitu belajar hanya melibatkan otak saja. Kini,
pemisahan tubuh dan pikiran dalam belajar mengalami tantangan serius, karena penelitian neurologi menemukan bahwa
”Pikiran tersebar di seluruh tubuh” atau pada intinya, tubuh adalah pikiran, dan pikiran adalah tubuh Meier, 2004: 92-93. Jadi, dengan menghalangi
pembelajar somatis menggunakan tubuh peserta didik sepenuhnya dalam belajar, berarti menghalangi fungsi pikiran peserta didik sepenuhnya.
18
b. Belajar Auditori Menurut Meier 2004: 95, pikiran auditori lebih kuat daripada yang kita
sadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, bahkan tanpa disadari. Ketika membuat suara sendiri dengan berbicara,
beberapa area penting di otak menjadi aktif. Perancangan pembelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam pikiran pembelajar dapat
dilakukan dengan cara mengajak peserta didik membicarakan apa yang sedang peserta didik pelajari. Guru dapat menyuruh peserta didik
menterjemahkan pengalaman peserta didik dengan suara, membaca dengan keras atau secara dramatis, ajak peserta didik berbicara saat peserta didik
memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai ketrampilan, membuat tinjauan pengalaman belajar,
atau menciptakan makna- makna pribadi bagi diri peserta didik sendiri. c. Belajar Visual
Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang, sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasannya adalah bahwa di dalam otak terdapat lebih
banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain Meier, 2004: 97. Setiap orang terutama pembelajar visual lebih
mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan. Pembelajar visual belajar paling baik jika peserta didik dapat melihat contoh dari dunia
nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran dari segala macam hal ketika sedang belajar. Kadang-kadang peserta didik dapat belajar lebih
baik lagi jika peserta didik menciptakan peta gagasan, diagram, ikon, dan
19
citra peserta didik sendiri dari hal yang sedang dipelajari. Teknik lain yang bisa dilakukansemua orang, terutama orang-orang dengan keterampilan visual
yang kuat, adalah meminta peserta didik mengamati situasi dunia nyata lalu memikirkan serta membicarakan situasi itu, menggambarkan proses, prinsip,
atau makna yang dicontohkan. d. Belajar Intelektual
Intelektual menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran peserta didik secara internal ketika peserta didik menggunakan kecerdasan
untuk merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna, rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian dari
yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran; sarana yang digunakan
manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan saraf baru, dan belajar Meier, 2004: 99.
Pembelajaran SAVI akan tercapai dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan baik jika empat tahap berikut dilaksanakan dengan baik Meier, 2004:
106-108. Empat tahapan tersebut adalah sebagai berikut. a. Tahap Persiapan Kegiatan Pendahuluan
Pada tahap ini guru membangkitkan minat peserta didik, memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan
menempatkan peserta didik dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal sebagai berikut:
1 Memberikan sugesti positif
20
2 Memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepadaserta didik 3 Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna
4 Membangkitkan rasa ingin tahu 5 Menciptakan lingkungan fisik yang positif
6 Menciptakan lingkungan emosional yang positif 7 Menciptakan lingkungan sosial yang positif
8 Menenangkan rasa takut 9 Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar
10 Banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah 11 Merangsang rasa ingin tahu peserta didik
12 Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal. b. Tahap Penyampaian Kegiatan Inti
Pada tahap ini guru membantu peserta didik menemukan materi belajar yang dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindra, dan
cocok untuk semua gaya belajar. Hal yang dapat dilakukan guru adalah berikut:
1 Uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan 2 Pengamatan fenomena dunia nyata
3 Pelibatan seluruh otak dan seluruh tubuh 4 Presentasi interaktif
5 Grafik dan sarana yang presentasi berwarna-warni 6 Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
7 Proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim
21
8 Latihan menemukan sendiri, berpasangan, berkelompok 9 Pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual
10 Pelatihan memecahkan masalah c. Tahap Pelatihan Kegiatan Inti
Pada tahap ini guru membantu peserta didik mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik,
yang dilakukan guru adalah sebagai berikut: 1 Aktivitas pemrosesan peserta didik
2 Usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali 3 Simulasi dunia-nyata
4 Permainan dalam belajar 5 Pelatihan aksi pembelajaran
6 Aktivitas pemecahan masalah 7 Refleksi dan artikulasi individu
8 Dialog berpasangan atau berkelompok 9 Pengajaran dan tinjauan kolaboratif
10 Aktivitas praktis membangun keterampilan 11 Mengajar balik.
d. Tahap Penampilan Hasil Kegiatan Penutup Pada tahap ini guru membantu peserta didik menerapkan dan memperluas
pengetahuan atau keterampilan baru peserta didik pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal
yang dapat dilakukan guru adalah sebagai berikut:
22
1 Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera 2 Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi
3 Aktivitas penguatan penerapan 4 Materi penguatan pascasesi
5 Pelatihan terus menerus 6 Umpan balik dan evaluasi kinerja
7 Aktivitas dukungan kawan
3. Keterampilan Proses Sains
Pada hakikatnya, pembelajaran sains yang dilakukan guru akan melatihkan banyak keterampilan kepada peserta didik yaitu berupa keterampilan
proses sains KPS. Menurut Suprihatiningrum 2013: 168, keterampilan proses sains merupakan keterampilan yang dapat membuat peserta didik mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta menumbuhkan dan mengembangkan sikap serta nilai yang dituntut. Keterampilan proses
melibatkan keterampilan intelektual yang membekali peserta didik dengan suatu kemampuan berpikir logis, dan sistematis dalam menghadapi sesuatu masalah di
bidang mana pun dan tingkat lapisan masyarakat apa pun juga. Keterampilan proses sains dalam pembelajaran sains menurut
Semiawan 1985: 14-15 adalah: 1 perkembangan IPTEK yang semakin cepat sehingga tidak memungkinkan
guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada peserta didik;
23
2 peserta didik lebih memahami konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret;
3 penemuan dan perkembangan IPTEK yang bersifat relatif; 4 pengembangan proses belajar-mengajar yang tidak terlepas dari
pengembangan sikap dan nilai dalam diri peserta didik Keterampilan proses akan berjalan sebagaimana diharapkan apabila
dalam praktiknya mampu mengembangkan keterampilan memproses perolehan. Tanpa keterampilan memproses keterampilan, pasti tidak akan bergerak.
Keterampilan-keterampilan itu merupakan roda penggerak penemuan dan pengembangan fakta dan konsep serta pertumbuhan dan pengembangan sikap
nilai pada diri peserta didik Uno Mohamad, 2013: 38. Keterampilan proses sains merupakan cara memandang peserta didik
serta kegiatannya sebagai manusia seutuhnya, yang di terjemahkan dalam kegiatan pembelajaran yang memerhatikan perkembangan pengetahuan, nilai
hidup serta sikap, perasaan, dan keterampilan sebagai kesatuan, baik sebagai tujuan maupun sekaligus bentuk pelatihannya. Akhirnya dari pendekatan
tersebut, semua kegiatan belaja dan hasil tampak dalam bentuk kreativitas Suprihatiningrum, 2013: 167.
Keterampilan proses merupakan keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah baik kognitif maupun psikomotor yang dapat digunakan untuk
menemukan suatu konsep atau prinsip atau teori, untuk mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya, ataupun untuk melakukan penyangkalan terhadap
suatu penemuan flasifikasi Trianto, 2010:144.
24
Penjabaran keterampilan proses dalam bentuk kemampuan menurut Usman 2008: 43
– 44 dijabarkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Keterampilan Proses Sains dan Indikator KPS
No Kemampuan
Keterampilan
1 Mengamati
observasi Melihat
Mendengarkan Merasa
Meraba Membaur
Mecicipi Mengecap
Menyimak Mengukur
Membaca
2 Menggolongkan
klasifikasi Mencari persamaan
Menyamakan Membedakan
Membandingkan Mengontraskan
Mencari dasar penggolongan
3 Menafsirkan
interpretasi Menafsirkan
Memberi arti Mengartikan
Memposisikan Mencari hubungan ruang
– waktu Menemukan pola
Menarik kesimpulan Menggeneralisasikan
25
4 Meramalkan
prediksi Mengantisipasi berdasarkan kecenderungan,
pola, atau
hubungan antardata
atau informasi
5 Menerapkan
Menggunakan informasi, kesimpulan, konsep, hukum, teori, sikap, nilai, atau
keterampilan dalam situasi Menghitung
Menentukan variabel Mengendalikan variabel
Menghubungkan konsep Merumuskan
Menyusun hipotesis Membuat model
6 Merencanakan
penelitian Menentukan masalah objek yang akan
diteliti Menentukan tujuan penelitian
Menentukan ruang lingkup penelitian Menentukan sumber data informasi
Menentukan cara analisis Menentukan langkah pengumpulan data
Menentukan alat, bahanm dan sumber
kepustakaan Menentukan cara penelitian
7 Mengkomunikasikan
Berdiskusi Mendeklamasikan
Mendramakan Bertanya
Merenungkan Mengarang
26
Meragakan Mengungkapkan
Melaporkan dalam bentuk lisan, tulisan,
gerak, atau penampilan
Menurut Subali, Paidi, Maryam 2016: 1 bahwa keterampilan proses sains terdiri dari keterampilan dasar basic skill dan keterampilan terintegrasi
integrated skill. Keterampilan dasar meliputi keterampilan observasi, klasifikasi, prediksi, pengukuran, inferensi dan komunikasi. Keterampilan
terintegrasi meliputi keterampilan menentukan variabel, membuat tabulasi data, membuat grafik, memberi hubungan antar variabel, memproses data,
menganalisis penelitian, mendefinisikan variabel secara operasional, merancang penelitian dan melaksanakan eksperimen.
Menurut Suprihatiningrum
2013: 171,
keterampilan proses
memungkinkan peserta didik memperoleh keberhasilan belajar yang optimal. Dengan keterampilan proses yang dilatihkan, peserta didik akan lebih mudah
menguasi dan memahami pelajaran karena peserta didik belajar dengan berbuat learning by doing. Selain itu, keterampilan proses juga bertujuan untuk:
a. Memotivasi belajar karena peserta didik dipacu untuk senantiasa berpartisipasi secara aktif;
b. Memperjelas konsep, pengertian, dan fakta yang dipelajari peserta didik karena peserta didik sendirilah yang mencari dan menemukan konsep;
c. Mengembangkan pengetahuan teori dengan kenyataan di dalam kehidupan sehari-hari;
27
d. Mempersiapkan dan melatih peserta didik dalam menghadapi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari;
e. Melatih peserta didik untuk berpikir logis dalam memecahkan masalah; serta
f. Mengembangkan sikap percaya diri, bertanggung jawab, dan rasa kesetiakawanan sosial dalam menghadapi berbagai masalah.
4. Praktikum
Mempelajari kimia kurang dapat berhasil bila tidak ditunjang dengan kegiatan laboraturium. Laboraturium idealnya memang suatu ruangan khusus
dimana orang dapat melakukan praktikum. Tetapi dalam pengertiannya, laboraturium dapat di kelas dan dapat di lingkungan. Fungsi dari praktikum
merupakan penunjang kegiatan proses belajar untuk menemukan prinsip tertentu atau menjelaskan tentang prinsip-prinsip yang dikembangkan. Fungsi
laboraturium tidak diartikan sebagai tempat untuk kegiatan belajar mengajar yang sekedar untuk mengecek atau mencocokkan kebenaran teori yang telah
diajarkan di kelas. Laboraturium kimia bukanlah sekedar untuk mempraktekkan apakah reaksinya cocok dengan teori tetapi juga harus mengembangkan konsep
Arifin, 2005: 109. Kegiatan praktikum di laboraturium telah lama dianggap sebagai
komponen penting di bidang pendidikan sains. Laboraturium khusus dirancang untuk percobaan sains, demonstrasi dan penyelidikan. Praktikum efektif untuk
mengembangkan pemahaman konseptual dan keterampilan berpikir serta
28
menumbuhkan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan. Praktikum tidak hanya untuk menunjukkan fenomena yang dijelaskan dalam buku pelajaran tetapi
memeberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan proses penyelidikan ilmiah Kwok, 2015: 2.
Praktikum membuat peserta didik lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran karena peserta didik menikmati pembelajaran di laboraturium dan
peserta didik memiliki kesempatan secara langsung dalam menciptakan
pengalaman baru. Kegiatan praktikum dapat memungkinkan peserta didik belajar konsep secara langsung melalui pengamatan dan bereksperimen,
sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep peserta didik Haluk., dkk,
2012: 3. Pembelajaran melalui praktikum akan memberikan kesempatan bagi
peserta didik untuk belajar mengalami sendiri tentang proses tertentu sebagai cara untuk memperkenalkan fenomena dalam kehidupan nyata. Kegiatan
praktikum yang telah diatur sebelumnya akan membuat peserta didik mengadakan kontak langsung dengan objek permasalahan, karena secara total
dilibatkan dalam melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri tentang
suatu obyek atau keadaan tertentu. Menurut Arifin 2005: 110, mengungkapkan bahwa ada persiapan dan
kegiatan yang perlu dan harus dilakukan peserta didik sebagai berikut:
a. Mempelajari tujuan dan prosedur percobaan b. Menggunakan alat dan bahan dalam percobaan
29
c. Mencari persamaan reaksi dari percobaan yang dilakukan d. Mengamati percobaan
e. Mengumpulkan, menyajikan dan menganalisis data
f. Menyimpulkan hasil percobaan
g. Mengkomunikasikan hasil percobaan
Menurut Dimyati Mudjiono 1992: 77-78 ada beberapa tujuan dilakukannya praktikum dalam kegiatan pembelajaran:
1 Mengajar bagaimana menarik kesimpulan dari berbagai fakta, informasi, atau data yang berhasil dikumpulkan melalui pengamatan terhadap proses
praktikum. 2 Mengajar bagaimana menarik kesimpulan dari fakta yang terdapat pada hasil
praktikum melalui praktikum yang sama. 3 Melatih peserta didik merancang, mempersiapakan, melaksanakan dan
melaporkan percobaan. 4 Melatih peserta didik menggunakan logika induktif untuk menarik
kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui percobaan. Penggunaan kegiatan praktikum memiliki kelebihan dan kekurangan
yang menurut Dimyati Mudjiono 1992: 78 yaitu: 1. Kelebihan
a. Peserta secara aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi atau data yang diperlukannya melalui percobaan yang dilakukan.
30
b. Peserta didik memperoleh kesempatan untuk membuktikan kebenaran teoritis
secara empiris
melalui praktikum,
sehingga terlatih
membuktikan ilmu secara ilmiah. c. Peserta didik berkesempatan untuk melaksanakan prosedur metode
ilmiah, dalam rangka menguji kebenaran-kebenaran hipotesis. 2. Kekurangan
a. Memerlukan peralatan, bahan dan sarana praktikum bagi setiap peserta didik atau sekelompok peserta didik, hal ini perlu dipenuhi karena akan
mengurangi kesempatan peserta didik jika tidak tersedia. b. Kegiatan praktikum memerlukan waktu yang lama, akan mengakibatkan
berkurangnya kecepatan laju pembelajaran. c. Kurangnya pengalaman peserta didik maupun guru dalam melaksanakan
praktikum akan menimbulkan kesulitan tersendiri dalam melaksanakan praktikum.
d. Kegagalan atau kesalahan dalam praktikum akan mengakibatkan perolehan hasil belajar berupa informasi, fakta atau data yang salah
atau menyimpang.
5. Pembelajaran Kimia di SMA
Ilmu kimia adalah ilmu yang berlandaskan percobaan. Oleh karena itu pengajaran kimia di sekolah harus disertai dengan pekerjaan laboraturium
Achmad, 2015: 9. Ilmu kimia merupakan ilmu yang pada awalnya diperoleh
dan dikembangkan berdasarkan percobaan induktif namun pada perkembangan
31
selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan berdasarkan teori deduktif. Ilmu kimia bisa sebagai proses dan sebagai produk. Ilmu kimia
sebagai proses diartikan sebagai pengetahuan kerja ilmiah. Ilmu kimia sebagai produk diartikan sebagai pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural, dan pengetahuan meta kognitif. Proses pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu
kimia sebagai proses dan produk.
Pembelajaran kimia memiliki arti yang sama dengan pembelajaran mata pelajaran lainnya. Kimia adalah salah satu cabang yang paling penting dari ilmu
pengetahuan yang memungkinkan peserta didik untuk memahami apa yang terjadi di sekitar peserta didik . Topik kimia umumnya berdasarkan struktur
materi, dan merupakan pelajaran yang sulit bagi sebagian besar peserta didik. Kurikulum kimia umumnya menggabungkan banyak konsep-konsep abstrak,
yang menjadi pusat pembelajaran lebih lanjut untuk pelajaran kimia maupun ilmu alam lainnya. Konsep-konsep abstrak tersebut sangat penting karena teori-
teori dalam pelajaran kimia tidak dapat dengan mudah dipahami, jika konsep- konsep yang mendasari tidak cukup dipahami oleh peserta didik. Kimia sifatnya
sangat konseptual, jika dengan pemahaman yang benar akan menuntun peserta didik memahami secara keseluruhan keterkaitan konsep-konsep tersebut.
Namun, banyak konsep yang bisa diperoleh dengan hafalan hal ini sering terlihat pada soal ujian untuk me-recall suatu konsep. Sehingga masih banyak
ditemukan bukti kesalahpahaman dari belajar menghafal Sirhan, 2007. Sehingga pelajaran kimia perlu di ajari untuk menghantarkan peserta didik
32
menguasai konsep-konsep kimia dan memecahkan masalah terkait dengan kehidupan sehari-hari Suyanti, 2010: 175.
Mata pelajaran kimia di SMAMA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Membentuk sikap positif terhadap kimia dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
b. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain.
c. Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian
hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil
percobaan secara lisan dan tertulis. d. Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan
juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan
masyarakat. e. Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling
keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi.
Dalam pembelajarn kimia, ada syarat agar pembelajaran kimia menjadi manarik dan bermanfaat bagi peserta didik, yaitu:
33
a. Pembelajaran kimia harus mampu mengembangkan pemahaman peserta didik.
b. Pembelajaran kimia harus mampu mengembangkan kemampuan peserta didik.
c. Pembelajaran kimia harus mampu memperluas wawasan peserta didik mengenai penerapan produk kimia di masyarakat.
d. Pembelajaran kimia harus mampu memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis peserta didik.
e. Pembelajaran kimia harus mampu mencerahkan peserta didik tentang karir masa depan yang terkait dengan kimia
B. Kajian Penelitian yang Relevan
Penelitian Kustri Wildasari 2012 tentang analisis keterampilan proses sains peserta didik pada pembelajaran kimia kelas XI di SMA N 2 Banguntapan
menghasilkan profil keterampilan peserta didik dalam kegaiatan praktikum untuk setiap aspek keterampilan, yaitu keterampilan observasi dikategorikan
baik 72,69; keterampilan berkomunikasi baik 62,25; keterampilan menggunakan alat dan bahan dikategorikan baik 68,36; keterampilan
menggolongkan dikategorikan cukup 54,90; keterampilan menafsirkan dikategorikan cukup 46,70; keterampilan menganalisis dikategorikan cukup
56,02; keterampilan meramalkan dikategorikan cukup 46,08; dan keterampilan menerapkan dikategorikan cukup 44,10.
34
Penelitian Uli Nur Mila Astuti 2014 tentang peningkatan keterampilan proses sains menggunakan pendekatan somatis, auditori, visual, intelektual
SAVI di SMA N 1 Banguntapan kelas XI semester 2 untuk meningkatkan keterampilam proses sains dengan 18 peserta didik. Keterampilan proses sains
yang diteliti meliputi keterampilan mengamati, mengklasifikasi, mengukur, melaksanakan eksperimen, menerapkan konsep dan mengintepretasi data.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pendekatan SAVI yang diterapkan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan persentase jumlah peserta didik untuk
masing-masing keterampilan proses pada kategori tinggi dan sangat tinggi untuk keterampilan
mengamati sebanyak
17 peserta
didik, keterampilan
mengklasifikasi sebanyak 16 peserta didik, keterampilan mengukur, keterampilan melaksanakan eksperimen dan keterampilan menerapkan konsep
sebanyak 18 peserta didik, keterampilan menginpretasikan data sebanyak 16 peserta didik.
Penelitian Witri Hariyati 2013 tentang analisis keterampilan proses sains peserta didik pada pembelajaran kimia kelas XI semester II di SMA N 1
Jetis tahun ajaran 2012 2013 dengan pendekatanlearning cycle 5e menghasilkan profil keterampilan proses sains yang diperoleh adalah keterampilan proses sains
peserta didik secara keseluruhan dikategorikan baik dengan persentase sebesar 75,47; keterampilan proses sains peserta didik untuk indikator keterampilan
berkomunikasi, meramalkan, mengamati, menafsirkan, dan mengelompokkan dikategorikan baik dengan presentase berturut-turut sebesar 78,25; 63,40;
77,14; 74,05; dan 74,43, sedangkan untuk indikator keterampilan
35
menggunakan alat dan bahan dikategorikan sangat baik, dengan presentase sebesar 80,00.
C. Kerangka Berpikir