1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bumi merupakan tempat komponen biotik dan abiotik berinteraksi yang disebut lingkungan. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 23 tahun 1997,
lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pada dasarnya lingkungan adalah aspek penentu kelangsungan hidup manusia.
Hal ini seperti diuraikan dalam Slamet 2007, bahwa manusia akan merasa “hidup” dalam suatu lingkungan jika faktor safety, convenience, comfort maupun estetik
terpenuhi dan hal ini merupakan jaminan kualitas bagi rumusan kesehatan lingkungan untuk masyarakat maju dimasa-masa mendatang. Dengan dipenuhi dimensi-dimensi
tersebut dapat memperpanjang umur harapan hidup manusia itu sendiri. Lingkungan sebagai tempat terjadinya interaksi antara komponen lingkungan
saling mempengaruhi satu dan lainnya. Hal ini dipertegas dengan teori Blum 1956 yang menyatakan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap
kesehatan, kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Status kesehatan sebagai salah satu faktor lainnya mempunyai andil yang
paling kecil Notoatmodjo, 2003. Supardi 2003, mengutarakan polusi atau pencemaran lingkungan umumnya
terjadi akibat kemajuan teknologi dalam usaha meningkatkan kesejahteraan hidup. Misalnya pencemaran air, udara dan tanah akan menyebabkan merosotnya kualitas
Universitas Sumatera Utara
2 komponen-komponen tersebut. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadi hal-hal yang
merugikan dan mengancam kelestarian lingkungan. Pencemaran terjadi bila dalam lingkungan terdapat bahan yang menyebabkan timbulnya perubahan yang tidak
diharapkan, baik yang bersifat fisik, kimiawi maupun biologis, sehingga mengganggu kesehatan, eksistensi manusia dan aktifitas manusia serta organisme lainnya.
Pencemaran air merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan. Bumi merupakan satu-satunya planet yang memiliki air, yang merupakan sumber
kehidupan bagi makhluk hidup. Permukaan bumi sebagian besar terdiri atas air, karena luas lautan lebih besar bila dibandingkan dengan luas daratan. Kualitas air
sangat berpengaruh terhadap kesehatan makhluk hidup Sunu, 2001. Air merupakan kebutuhan yang vital bagi manusia. Manusia tidak dapat hidup
bila kekurangan air. Dalam tubuh manusia itu sendiri sebagian besar terdiri dari air. Tubuh dewasa sekitar 55-60 berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar
65 dan bayi sekitar 80 Notoatmodjo, 2003. Hal ini ditegaskan dalam Depkes 1992, yang menyatakan air sangat penting
untuk mempertahankan kelangsungan hidup, maka manusia berupaya memperoleh air yang cukup bagi dirinya. Namun dalam banyak hal air yang digunakan tidak selalu
sesuai dengan syarat kesehatan, sering ditemukan air tersebut mengandung bibit penyakit atau zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan penyakit yang justru
membahayakan kelangsungan hidup manusia. Balai Lingkungan Keairan 2004, menyatakan bahwa sungai sebagai salah
satu sumber air yang digunakan manusia di bumi mengalami penurunan kualitas sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai dengan peruntukannya. Kualitas air dari
Universitas Sumatera Utara
3 sungai-sungai penting di Indonesia umumnya tercemar oleh limbah organik yang
berasal dari limbah penduduk dan industri lainnya. Sungai mempunyai fungsi yang strategis dalam menunjang pengembangan suatu daerah, yaitu mempunyai multi
fungsi yang sangat vital diantaranya sebagai sumber air minum, industri dan pertanian atau juga pusat listrik tenaga air serta mungkin juga sebagai sarana rekreasi
air. Daerah aliran sungai DAS merupakan salah satu kesatuan ekosistem yang
menggambarkan keterkaitan antara satu komponen hidup dengan komponen lainnya. Komponen utama DAS adalah vegetasi, tanah dan air yang berinteraksi dengan
sumber daya manusia dan teknologi Iskandar, 2003. Palupi 2006, mengutarakan bahwa sungai merupakan sumber air yang
sangat dekat dengan kehidupan masyarakat. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan aktifitas yang semakin beragam memicu terjadinya
pencemaran air sungai. Masyarakat lupa untuk menjaga kualitas air sungai agar tetap bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Kontaminan yang
menimbulkan ancaman terbesar pada lingkungan akuatik adalah air kotor akibat nutrient berlebih, senyawa organik sintesisbuatan, sampah, plastik, logam,
hidrokarbonminyak, dan hidrokarbon polisiklik aromatik. Data SLHI Status Lingkungan Hidup Indonesia tahun 2004 oleh
Kementerian Lingkungan Hidup, dari hasil kajian status mutu air menunjukkan bahwa sumber-sumber air pada umumnya untuk sungai telah tercemar berat hampir
disepanjang ruas sungai. Hal ini disebabkan karena meningkat daya tampung beban pencemaran air. Namun, untuk anak-anak sungai umumnya masih bersatus tercemar
Universitas Sumatera Utara
4 ringan sampai dengan memenuhi baku mutu. Khusus untuk ruas-ruas sungai yang
merupakan badan air tempat penampungan limbah kegiatan penduduk, pertanian ataupun industri pada umumnya telah tercemar sedang sampai berat, dan sangat
berat. Sungai di Jawa mengalami penurunan persentase pemenuhan baku mutu air
kelas II. Sungai di Kalimantan mengalami penurunan persentase pemenuhan baku mutu dari tahun ke tahun sejak tahun 2005. Sementara sungai di Sumatera mengalami
penurunan persentase pemenuhan baku mutu air klas II dari tahun 2007-2009. Berdasarkan pemeriksaan kualitas air sungai tahun 2009 diketahui 60-80 sumber
pencemaran berasal dari kegiatan rumah tangga Kementerian Lingkungan Hidup, 2012. Hal ini dipertegas dengan data yang menyatakan bahwa indeks kualitas air
sungai di Indonesia menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan pencemaran hingga 30 persen Raharja, 2012.
Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi dengan julukan kota metropolitan mengalami kasus pencemaran air yang cukup memprihatinkan. Daerah aliran sungai
khususnya Medan Utara dipastikan telah tercemar limbah industri dan rumah tangga, yaitu Sungai Deli, Sungai Bedera, dan Sungai Belawan Suryanto, 2012.
Kota Padangsidimpuan merupakan salah satu kota di Sumatera utara. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan Badan Lingkungan Hidup kota
Padangsidimpuan diketahui terdapat dua sungai yang menimbulkan bau amis dan berwarna coklat, yakni Sungai Batang Ayumi dan Sangkumpal Bonang Bahri,
2011.
Universitas Sumatera Utara
5 Kualitas air Sungai Batang Ayumi dipengaruhi oleh peningkatan penduduk
kota Padangsidimpuan. Peningkatan tersebut mengindikasikan kecenderungan penduduk untuk membangun rumah di pinggirtepi sungai dan melanggar rambu-
rambu tata ruang. Semakin dekat letak rumah di seputar bantaran sungai semakin memungkinkan buangan rumahtangga padatcair dibuang ke sungai Martua, 2011.
Desakelurahan di kota Padangsidimpuan hampir semua dilintasi sungai selain Batang Ayumi juga ada anak-anak sungainya: Aek Sipogas, Aek Sibontar dan
lainnya. Kelurahan Kantin merupakan salah satu wilayah yang berada di Padangsidimpuan Utara. Dari 24 desakelurahan yang dilintasi oleh Sungai Batang
Ayumi, Kelurahan Kantin merupakan salah satu wilayah yang ada penduduknya bertempat tinggal di bantarantepi sungai. Penduduk yang bertempat tinggal di atau
dekat dengan bantarantepi sungai sangat berpotensi untuk membuang sampah ke sungai BPS, 2008.
Berdasarkan data Susenas yang dilakukan oleh BPS 2009, kepemilikan jamban di Kota Padangsidimpuan sekitar 69 dari keseluruhan rumah tangga. Dari
data ini diketahui bahwa 45 diantarantanya masih menyalurkan pembuangan akhir tinja ke kolam, sawah dan sungai. Hal ini juga memberi sumbangan bahan pencemar
terhadap air Sungai Batang Ayumi. Disamping itu, masyarakat kelurahan Kantin masih yang menggunakan
sungai untuk mandi, cuci, kakus dan membuang sampah ke sungai. Hal tersebut di atas menjadi dasar bagi peneliti untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan pencemaran air Sungai Batang Ayumi khususnya Kelurahan Kantin tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
6
1.2 Perumusan Masalah