commit to user
rasa kenyamanan, keamanan, kebersamaan, rasa tanggung jawab, ikut memiliki, tahu bagaimana bersikap, apa yang harus mereka kerjakan, dan sebagainya.
Berdasarkan pendapat-pendapat ahli di atas dapat disimpulkan persepsi budaya organisasi adalah rangkaian proses yang dimulai dari proses sensoris
tentang pengalamannya yang kemudian dilanjutkan ke tahapan yang menghasilkan tanggapan atas budaya organisasi sebagai keyakinan dan nilai-nilai
organisasi yang dipahami, ditanamkan dalam jiwa dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar
aturan berperilaku dalam organisasi.
2. Aspek-aspek Persepsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi pada hakekatnya adalah pondasi suatu organisasi, jika pondasi yang dibuat tidak cukup kokoh maka betapapun bagusnya bangunan
pondasi itu tidak akan cukup kokoh menopangnya. Agar hal ini benar terjadi, maka perlu sosialisasi budaya organisasi dengan baik sehingga dapat
terinternalisasi dalam diri para karyawan organisasi. Untuk itu, peran pemimpin organisasi sangat penting, baik dalam menanamkan pemahaman dan persepsi
yang sama tentang budaya organisasi tersebut ke setiap karayawannya. Persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang menyeleksi,
mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi dan pengalaman- pengalaman yang ada dan kemudian menafsirkannya untuk menciptakan
keseluruhan gambaran yang berarti. Pada hakekatnya sikap adalah merupakan
commit to user
suatu interelasi dari berbagai komponen. Dengan demikian, Sobur 2003 dan Allport Marat, 1991 mengemukakan tiga aspek dalam persepsi, yaitu :
a. Komponen Kognitif Yaitu komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi
yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap
tersebut. b. Komponen Afektif
Afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem
nilai yang dimilikinya. c. Komponen Konatif
Yaitu merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya.
Aspek-aspek yang telah diungkapkan di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi mengandung aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif, yaitu
merupakan kesediaan dalam bertindak atau berperilaku. Sikap seseorang pada suatu obyek sikap merupakan manifestasi dari kontelasi ketiga komponen tersebut
yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap. Ketiga aspek itu saling berinterelasi dan konsisten satu dengan
lainnya. Jadi, terdapat pengorganisasian secara internal diantara ketiga komponen tersebut.
commit to user
Persepsi yang terjadi pada penelitian ini adalah persepsi budaya organisasi. Persepsi budaya organisasi merupakan rangkaian proses yang dimulai dari proses
sensoris tentang pengalamannya yang kemudian dilanjutkan ke tahapan yang menghasilkan tanggapan atas budaya organisasi sebagai keyakinan dan nilai-nilai
organisasi yang dipahami, ditanamkan dalam jiwa dan dipraktekkan oleh organisasi sehingga pola tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar
aturan berperilaku dalam organisasi. Denison 2003 merangkum empat prinsip integratif mengenai literatur perilaku organisasi yang mendahuluinya dengan
menggunakan istilah lain, akan tetapi gagasan pokok Denison 2003, adalah efektivitas kinerja perusahaan yang merupakan keempat fungsi budaya organisasi
yaitu: a. Keterlibatan
Ini merupakan faktor kunci dalam budaya organisasi. Keterlibatan dalam hubungan antara budaya organisasi dan efektivitas bukanlah hal yang baru
karena telah banyak literatur perilaku organisasi yang mendahuluinya dengan menggunakan istilah lain. Konsep ini mengemukakan bahwa
tingkat keterlibatan dan partsipasi yang tinggi menciptakan kesadaran akan pemilikan sense of ownership dan tanggung jawab. Dari kesadaran ini
timbul komitmen yang lebih besar pada organisasi dan kebutuhan yang lebih sedikit akan sistem kontrol yang ketat.
b. Konsistensi Teori konsistensi tentang hubungan antara budaya organisasi dan
efektivitas menyajikan pandangan yang sedikit berbeda. Teori ini
commit to user
menekankan adanya dampak positif ”budaya kuat” pada efektivitas organisasi dan bahwa sistem keyakinan, nilai, dan simbol yang dihayati,
serta dipahami secara luas oleh para anggota organisasi, memiliki dampak positif pada kemampuan mereka dalam mencapai konsensus dan
melakukan tindakan-tindakan yang terkoordinasi. c. Adaptabilitas
Komponen pertama dan kedua dari teori budaya hanya memfokuskan pada dinamika internal suatu organisasi. Keduanya sangat sedikit menyinggung
lingkungan eksternal organisasi. Schein 1992, dalam Melinda 2004, mendiskusikan hubungan antara adaptabilitas dan budaya, serta
menekankan bahwa budaya biasanya terdiri dari respon-respon perilaku kolektif yang terbukti adaptif di masa lalu. Bila dikonfrontasikan dengan
situasi baru, pertama-tama organisasi akan mencoba respon-respon kolektif yang diketahui.
d. Penghayatan Misi Komponen terakhir dari budaya organsasi ini menekankan pada
pentingnya misi, atau definisi bersama dari suatu fungsi dan tujuan organisasi serta anggotanya. Penghayatan misi memberi dua pengaruh
besar terhadap organisasi. Pertama, misi menentukan manfaat dan makna dengan cara mendefinisikan peran individu berkenaan dengan peran
intuisi. Kedua, kesadaran akan misi memberikan arah dan sasaran yang jelas dan berfungsi untuk mendefinisikan serangkaian tindakan yang tepat
bagi organisasi dan anggota-anggotanya. Pengaruh keduanya memberikan
commit to user
kejelasan dan arah sehingga dapat mewujudkan kesuksesan yang memiliki kemungkinan terbesar terjadi ketika individu mempunyai tujuan terarah
Locke dalam Hartijasti, 2001. Individu yang memiliki budaya organisasi yang kuat dinilai sebagai
karyawan yang paling kooperatif, dapat bekerja dengan banyak orang dan memiliki preferensi yang paling kuat untuk mengevaluasi kinerja yang
memberikan kontribusi pada organisasi daripada untuk dirinya sendiri. Budaya organisasi memiliki aspek-aspek dalam melakukan pengukurannya, dan Robbins,
1991 menjelaskannya sebagai berikut: a. Insiatif Individu, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam
mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas tingkatan tanggung jawab, kebebasan, dan kemandirian yang dimiliki.
b. Risk Tolerance, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas dorongan
karyawan untuk dapat lebih agresif, inovatif, dan mau menghadapi resiko. c. Direction, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam
mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas organisasi menentukan tujuan yang akan dicapai dan kinerja yang diharapkan.
d. Integration, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas unit-unit
didalam organisasi didorong melakukan kegiatannya dalam satu koordinasi yang baik.
commit to user
e. Management Support, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas para
manajer memberikan komunikasi yang jelas, bantuan, dan dukungan terhadap bawahannya.
f. Control, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas peraturan
dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi dan mengontrol perilaku karyawan.
g. Identity, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas anggota
mengidentifikasikan diri dari organisasi bukannya dengan kelompok kerja atau bidang keahlian profesional.
h. Reward System, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas alokasi
penghargaan atau keahlian, gaji, dan promosi yang berdasarkan kriteria hasil kerja karyawan.
i. Conflict Tolerance, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu dalam mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas dapat
mendorong karyawan untuk kritis terhadap konflik yang terjadi. j. Communication Patterns, dengan cara melihat seberapa jauh ia mampu
dalam mengorganisasikan, mengartikan, dan memberikan reaksi atas komunikasi dalam organisasi yang terbatas pada susunan wewenang
secara formal.
commit to user
Ideologi organisasi atau budaya yang dimiliki organisasi dapat mempengaruhi perilaku orang-orang yang terlibat didalamnya, kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan dan permintaan secara efektif dan cara menyesuaikan diri dengan lingkungan eksternalnya
Orlilowski dan Hoffman, 1997 .
Berdasarkan aspek-aspek persepsi yang dikemukakan Sobur 2003 dan Allport Mar’at 1991 yakni : kognitif, afektif dan konatif. Selanjutnya aspek
budaya organisasi yang dikemukakan oleh Robbins 1991 ialah : insiatif individu, risk tolerance, direction, integration, management support, control,
identity, reward system, conflict tolerance, dan communication patterns. Maka
dapat disimpulkan persepsi budaya organisasi dapat dilihat dari bagaimana karyawan memberikan tanggapan secara kognitf, afektif dan konatif atas budaya
organisasi dimana dalam budaya organisasi terdapat aspek-aspek insiatif individu, risk tolerance, direction, integration, management support, control, identity,
reward system, conflict tolerance, dan communication patterns Robbins, 1991.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi Budaya Organisasi